Anda di halaman 1dari 65

PROPOSAL

GAMBARAN PERAN STAKEHODER TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN


PEMERINTAH DALAM MENANGANI PANDEMIC CORONA VIRUS DISEASE (COVID-
19) DI SPN POLDA ACEH, KABUPATEN ACEH BESAR 2021

OLEH :

BAMBANG SURIANDI
NPM : 19071110003

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
BANDA ACEH
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, 8 September 2021

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Hanifah Hasnur, S.Pd., S.K.M., M.K.M.. Basri Aramico, S.K.M., M.P.H.

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
DEKAN,

Prof. Asnawi Abdullah, S.K.M., M.H.S.M., M.Sc., H.P.P.F., D.L.S.H.T.M., Ph.D.


NIP. 1971 07 03 1995 03 1 001

i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI PROPOSAL

Proposal ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, 8 September ./2021

Pembimbing I Farrah Fahdhienie, S.K.M., M.P.H. ....................................

Pembimbing II Hanifah Hasnur, S.Pd., S.K.M., M.K.M ....................................

Penguji I Fachmi Ichwansyah, Ph.D. ....................................

Penguji II Basri Aramico, S.K.M., M.P.H. ....................................

MENGETAHUI,
DEKAN FAKUTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

Prof. Asnawi Abdullah, S.K.M., M.H.S.M., M.Sc., H.P.P.F., D.L.S.H.T.M., Ph.D.


NIP. 1971 07 03 1995 03 1 001

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bambang Suriandi


NPM : 1907110003
Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK)
Fakultas : FKM Universitas Muhammadiyah Aceh
Judul Skripsi : GAMBARAN PERAN STAKEHODER TERHADAP
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
MENANGANI PANDEMIC CORONA VIRUS DISEASE
(COVID-19) DI SPN POLDA ACEH, KABUPATEN ACEH
BESAR 2021

Dengan ini menyatakan bahwa Proposal yang saya buat adalah benar hasil karya sendiri atau
tidak dibuat oleh orang lain. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa Proposal ini dibuat
oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan oleh Fakultas
Kesehatan Masyarakat Muhammadiyah Aceh (FKM-UNMUHA) termasuk pembatalan hasil
seminar Proposal.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan

Seulawah, 7 Agustus 2021


Penulis

BAMBANG SURIANDI
NPM 1907110003

iii
BIODATA PENULIS

I. Identitas Penulis
Nama : Bambang Suriandi
Tempat/Tgl. Lahir : Malasin, 06 Februari 1985
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa dan PNS Polri
Status : Menikah
Alamat : Komplek Arab, Blok B, No. 210, Lamujong, ABES

II. Pendidikan Penulis


1. Tahun 1994 – 200 : SD Negeri 1 Simeulue Barat, Sibigo
2. Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 1 Simeulue Barat, Sibigo
3. Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 1 Simeulue Timur, Sinabang
4. Tahun 2009 – 2012 : Akademi Keperawatan Tjoet Nya‟ Dhien, Banda Aceh
5. Tahun 2019 – 2021 : FKM Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh

III. Identitas Orang tua


Nama ayah : Mohammad Zaidin (Almarhum)
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama ibu : Farinun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat orang tua : Dusun Bufu Indah, Desa Malasin, Simeulue Barat

Tertanda,

BAMBANG SURIANDI
NPM : 1907110003

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allas SWT karena hanya dengan berkat

rahmat dan karunianya sehingga Penulis dapat menyelesaikan proposal ini, salawat serta

salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah merubah dan memperbaiki akhlak umat

manusia di Bumi ini. Selanjutnya ucapkan terimakasih Penulis sampaikan kepada

Pembimbing pertama Ibu Farrah Fahdhienie, S.K.M., M.P.H. dan Pembimbing kedua Ibu

Hanifa Hasnur, S.Pd., S.K.M., M.K.M. yang telah membimbing Penulis selama ini. Penulis

menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak terdapat kekurangan yang

disebabkan oleh keterbatasan kemampuan Penulis sendiri, oleh karena itu kritikan dan saran

dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan proposan ini.

Dalam kesempatan ini Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Dr. H. Muharrir Asy’ari, Lc, M.Ag. Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Aceh.

2. Bapak Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, MSc, HPPF, DLSHTM, PhD,

selaku dekan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Aceh.

3. Para Dosen Penguji yang memberikan saran yang bermanfaat bagi penulisan

proposal ini.

4. Seluruh Staff dan Kariawan Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat.

5. Semua teman-teman Mahasiswa FKM yang telah membantu Penulis dalam

menyelesaikan proposal ini.


v
Secara khusus, Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada

Almarhum Ayahanda dan Ibunda tercinta beserta keluarga yang telah memberikan motivasi

kepada penulis selama ini. Akhirnya dengan satu harapan semoga proposal ini dapat

bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi semua kalangan yang membacanya, Amin….

Seulawah, 8 Agustus 2021

Tertanda,

Bambang Suriandi
NPM : 1907110003

vi
Universitas Muhammadiyah Aceh
Fakulta Kesehatan Masyarakat (FKM)
Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK)
Skripsi Agustus 2021

ABSTRAK
Nama : Bambang Suriandi
NPM : 1907110003
“GAMBARAN KEBIJAKAN STAKEHOLDER DALAM MENANGANI KASUS CORONA
VIRUS DISEASE 19 (COVID-19) DI SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA ACEH, ACEH
BESAR 2021.

Saat ini Dunia tengah dilanda sebuah bencana besar yaitu merebaknya pandemi
Corona Virus Disease yang dimulai pada akhir Tahun 2019 dan masih di rasakan sampe saat
ini Tahun 2021. Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah
kematian di seluruh dunia. Di Indonesia Pada tanggal 15 April 2020 kasus konfirmasi ada di
angka 4.839 orang. Hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan pada Poliklinik SPN
Seulawah menunjukkan bahwa Poliklinik SPN Seulawah telah mencatat adanya pasien positif
Covid 19 yang telah terdeteksi dan harus melakukan isolasi mandiri. Pada Bulan Agustus
2020 tercatat sebanyak 8 orang terkonfirmasi positif Covid-19, kasus meningkat hingga 6
Agustus 2021 telah tercatat sebanyak 63 orang terkonfirmasi positif Covid-19 yang terdiri 62
sembuh, dan 1 orang meninggal dunia dan diperkirakan kasus akan terus bertambah. SPN
Polda Aceh merupakan sebuah institusi pendidikan sekolah kepolisian milik Negara. Sebagai
sebuah institusi pendidikan tentunya harus memiliki berbagai kebijakan untuk melindungi
para siswa dan tenaga pendidik serta personel lainnya untuk terhindar dari penyakit Covid-19.
Berbagai kebijakan Pimpinan terus diterapkan guna menekan penyebaran virus Covid-19 di
SPN Polda Aceh.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………...…………………………………………...
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ……………………………………………….. ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………….…………………………………….. iii
BIODATA PENULIS ……………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR ……………..……………………………………………………... v
ABSTRAK ………………………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………... xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………………………. 5
1.3. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………………. 5
1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………….. 6
1.4.1. Tujuan Umum …………………………………………………………… 6
1.4.2. Tujuan Khusus,,………………………………………………………….. 6
1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………… 7
1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti …………………………………………………… 7
1.5.2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ……………………………………… 7
1.5.3. Manfaat Bagi Tempat Penelitian ………………………………………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………. 8
2.1. Stakeholder …………………………………………………………………….. 8
2.1.1. Pengertian Stakeholder …………………………………………………. 8
2.1.2. Klasifikasi Stakeholder …………………………………………………. 8
2.1.2.1. Pemangku Kepentingan Utama (Primer) ………………………. 9
2.1.2.2. Pemangku Kepentingan Pendukung (Sekunder) ………………. 9
2.1.2.3. Pemangku Kepentingan Kunci ………………………………….. 10
2.1.3. Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder………………………………... 10
2.2. Kebijakan ……………………………………………………………………… 12
2.2.1. Pengertian Kebijakan …………………………………………………… 12
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan…………………………… 13
2.2.3. Kebijakan Pemerintah Terkait Covid-19………………………………... 14
2.2.4. Protokol Kesehatan …………………………………………………….. 16
2.2.4.1. Pengertian Protokol Kesehatan …………………………………. 16
2.2.4.2. Manfaat Protokol Kesehatan …………………………………… 17
2.2.4.3. Macam-macam Protokol Kesehatan ……………………………. 17
2.2.4.3.1. Mencuci Tangan ………………………………………. 18
2.2.4.3.2. Memakai Masker …………………………………… 18
2.2.4.3.3. Menjaga Jarak ……………………………………….. 18
2.2.4.3.4. Menjauhi Kerumunan ……………………………….. 19
2.2.4.3.5. Mengurangi Mobilitas ……………………………….. 19
2.3. Corona Virus Disease 19 (COVID-19) ……………………………………... 20
2.3.1. Pengertian Corona Virus Disease 19 (COVID-19) …………………….. 20
2.3.2. Moda Transmisi Virus SARS-CoV-2…………………………………… 21
viii
2.3.3. Manivestasi Klinis SARS-CoV-2 ………………………………………. 22
2.3.4. Diagnosis Covid 19 …………………………………………………….. 23
2.3.5. Manajemen Kesehatan Masyarakat pada Kasus Covid-19 …………….. 24
2.3.5.1. Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek ………………………. 24
2.3.5.2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable …………………….. 24
2.3.5.3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi ………………….. 24
2.3.5.4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat ………………………… 25
2.3.5.5. Manajemen Kesmas pada Pelaku Perjalanan……………………. 25
2.4. Kerangka Pikir ……………………………………………………………….. 27
BAB III METODELOGI PENELITIAN ………………………………………………….… 28
3.1. Fokus Penelitian…………………………………………………………………… 28
3.2. Jenis Penelitian…….……………………………………………………………… 28
3.3. Populasi dan Sampel ………………………………………………………... 29
3.3.1. Populasi………………………………………………………………. 29
3.3.2. Sampel………………………………………...………………………. 29
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………….. 29
3.4.1. Tempat Penelitian…………………………………………………………… 29
3.4.2. Waktu Penelitian …………………………………………………………… 30
3.5. Subjek Penelitian…………………………………………………………………. 30
3.6. Etika Penelitian …………………………………………………………………. 31
3.7. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………………… 32
3.7.1. Wawancara Terstruktur ………………………………………………….. 32
3.7.2. Observasi Terbuka (open observation)……………………………………. 33
3.7.3. Memanfaatkan Dokumen …………………………………………………. 34
3.8. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………………………… 34
3.8.1. Tahapan Persiapan………………………………………………………… 34
3.8.2. Tahap Pelaksanaan………………………………………………………… 35
3.8.3. Tahap Terminasi…………………………………………………………… 36
3.9. Pengolahan Data …………………………………………………………………. 36
3.9.1. Reduksi Data (data reduction)……………………………………………. 37
3.9.2. Penyajian Data (display data)…………………………………………….. 37
3.9.3. Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi (conclution drawing/verification).. 37
3.10. Analisa Data……………………………………………………………………. 38
3.10.1. Analisis Triangulasi Metode………………………………………………. 38
3.10.2. Analisis Triangulasi Anatar Peneliti………………………………………. 39
3.10.3. Analisis Triangulasi Sumber Data…………………………………………. 39
3.10.4. Analisis Triangulasi Teori………………………………………………….. 39
3.10. Penyajian Data………………………………………………………………….. 39
3.11. Keabsahan Data…………………………………………………………………. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ……………………………………………………………..
4.1. Gambaran Umum………………………………………………………………….
4.1.1. Sekilas SPN Polda Aceh……………………………………………………
4.1.2. Data Geografi……………………………………………………………….
4.1.3. Data Demografi…………………………………………………………….
4.1.4. Fasilitas…………………………………………………………………….
4.2. Gambaran Informan……………………………………………………………….
4.3. Profil Informan…………………………………………………………………….
4.3.1. Informan I Kapoliklinik…………………………………………………….
ix
4.3.2. Informan II Kakorsis……………………………………………………….
4.3.3. Informan Kakorgadik………………………………………………………
4.3.4. Informan Kabagjarlat……………………………………………………….
4.3.5. Informan Kasubbag Renmin……………………………………………….
4.3.6. Informan VI Kayanma……………………………………………………...
4.3.7. Informan VII Kanit Provos…………………………………………………
4.3.8. Informan VIII Bintara Umum………………………………………………
4.3.9. Informan IX Bintara Umum………………………………………………..
4.3.10. Informan X PKM Lembah Seulawah……………………………………..
4.3.11. Informan XI Dinkes Aceh Besar………………………………………….
4.4. Hasil Penelitian……………………………………………………………………
4.4.1. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Pembentukan Satgas Covid-19..
4.4.2. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Pemakaian Masker…………….
4.4.3. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Kegiatan Cuci Tangan…………
4.4.4. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Penerapan Physical Distancing.
4.4.5. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Menghindari Kerumunan……..
4.4.6. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Pengurangan Mobilitas……….
4.4.7. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan New Normal……………………...
4.4.8. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan Vaksinasi………………………
4.4.9. Peran Stake Holder Dalam Melaksanakan PPKM………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… xiii
PEDOMAN WAWANCARA………..……………………………………………………… xx

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Subjek Penelitian………………………………………………………………… 30

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alur Manajemen Kesehatan Masyarakat….………………………………….. 26


Gambar 2.1. Kerangka Pikir……………………………………………………………… 27

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Dunia tengah dilanda sebuah bencana besar yaitu merebaknya
pandemi Corona Virus Disease yang dimulai pada akhir Tahun 2019. Puncak
penyebaran virus ini terjadi di sepanjang tahun 2020. Kasus pneumonia misterius
pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini
masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di
Wuhan. Pada Tanggal 18 hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang
dirawat dengan penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) (Izzaty,
2020). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat,
ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus (WHO, 2020).
Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi
lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Sampel yang diteliti
menunjukkan etiologi virus korona baru. Pada 11 Maret 2020, WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29 Maret 2020,
terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Kasus
Covid yang terjadi di Benua Eropa menunjukkan jumlah yang sangat tinggi. Pada
urutan pertama terdapat negara Italia dengan jumlah kasus sebanyak 807.400
kasus dam 209.034 meninggal. Amerika Serikat menujukkan jumlah kasus
sebesar 706.305 dan 309.045 orang meninggal dunia. Spanyol, 593.730 kasus,
29.848 orang meninggal. Argentina, 555.537 kasus, 11.412 orang meninggal, total
sembuh 428.953 (Kompas, 2021, WHO, 2020).
Negara di wilayah bagian Asia Tenggara juga mengalami penyebaran
virus yang sangat cepat. Sebagaimana yang dilansir oleh Kompas per tanggal 10
September 2020 menunjukkan bahwa Filipina sebanyak 248.947 kasus, Indonesia
dengan jumlah kasus sebanyak 207.203 dan diurutan ketiga Singapura dengan
jumlah kasus sebesar 57.229 (Kompas, 2020).
Indonesia pertama kali melaporkan 2 kasus positif COVID-19 pada tanggal
2 Maret 2020. Pada tanggal 15 April 2020 kasus konfirmasi ada di angka 4.839
orang, dimana rasio kematian sebesar 9,5% (459 orang), PDP (Pasien Dalam

1
2

Pengawasan) atau sekarang dikenal dengan istilah suspect, dalam perawatan


sebanyak 3.954 orang, dan pasien sembuh 426 orang. Sebanyak 34 provinsi telah
dinyatakan terinfeksi COVID-19, dimana ada 5 provinsi dengan kasus konfirmasi
lebih dari 100 orang (DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Banten, Jateng, dan Sulsel), DKI
Jakarta terbesar dengan 2.335 kasus terkonfirmasi (Kemenkes, 2020).
Sedangkan di Provinsi Aceh, menurut data yang dimiliki Dinas Kesehatan
Aceh menunjukkan jumlah kasus Covid-19 yang mengalami peningkatan yang
pesat di masa new normal ini. Data yang dimiliki Dinas Kesehatan pada 7
November 2020 menunjukkan bahwa masyarakat yang terkonfirmasi Covid 19
sebanyak 7.661 orang, dalam perawatan mencapai 1.708, sembuh sebanyak 6.092
orang dan yang meninggal dunia sebanyak 282 orang (Dinkes Aceh, 2020),
hingga pada tanggal 13 Juli 2021 kasus semakin bertambah pesat yaitu
terkonfirmasi 20.371 orang, dalam perawatan 3.767 orang, sembuh 15.733 orang,
meninggal 871 orang dan diperkirakan kasus akan terus terus bertambah (Dinkes
Aceh, 2020).
Wilayah Banda Aceh sendiri menunjukkan jumlah kasus yang paling tinggi
di Aceh sejak tanggal 7 November 2020 hingga tanggal 13 Juli 2021 yaitu
sebanyak 5.744 kasus terkonfirmasi dan urutan kedua adalah Kabupaten Aceh
Besar sebanyak 3.273 kasus terkonfirmasi, serta diurutan ketiga adalah kabupaten
pidie sebanyak 1.327 kasus terkonfirmasi. Sedangkan wilayah Aceh lainnya masih
berada di bawah 1000 kasus. Banda Aceh dan Aceh Besar menjadi wilayah Zona
merah yang menandakan tingginya kasus penyebaran Covid 19 di wilayah
tersebut (Pemprov Aceh, 2021).
Jumlah kasus Covid-19 terkonfirmasi positif di Wilayah Aceh Besar
menunjukkan jumlah yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan jumlah kasus di
wilayah Banda Aceh. Meskipun demikian, jika dilihat data jumlah kenaikan
kasusnya selama satu Tahun, dari Tahun 2020 sampai Tahun 2021 jumlah kasus
Covid-19 di Wilayah Aceh Besar terdapat kenaikan yang signifikan, yaitu
sejumlah 482 kasus dilaporkan pada akhir bulan Agustus 2020, naik menjadi
4.013 kasus pada 6 Agustus 2021 (Dinkes Aceh, 2020, 2021).
3

Hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan pada Poliklinik SPN
Seulawah menunjukkan bahwa Poliklinik SPN Seulawah telah mencatat adanya
pasien positif Covid 19 yang telah terdeteksi dan harus melakukan isolasi mandiri.
Pada Bulan Agustus 2020 tercatat sebanyak 8 orang terkonfirmasi positif Covid-
19, kasus meningkat hingga 6 Agustus 2021 telah tercatat sebanyak 63 orang
terkonfirmasi positif Covid-19 yang terdiri 62 sembuh, dan 1 orang meninggal
dunia dan diperkirakan kasus akan terus bertambah. Terkait hal tersebut, maka
dipandang perlu para stakeholder melaksanakan atau menerapkan kebijakan yang
telah dibuat oleh pemerintah secara tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada di
lapangan sehingga dengan adanya penerapan kebijakan pemerintah yang tepat
diharapkan dapat menekan peningkatan kasus Covid-19 di SPN Polda Aceh.
Untuk menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia, pemerintah terus
melakukan sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat untuk tetap
melaksanakan penerapan protokol kesehatan. Seperti pemakaian masker saat
berada di luar rumah, mencuci tangan sesering mungkin, menjaga jarak atau
menghindari kerumunan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan Protokol Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dalam
Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
sesuai dengan kewenangan masing-masing dan dapat melibatkan
masyarakat/pemangku kepentingan terkait (Kepres RI, 2020).
Untuk mencegah peningkatan kasus Covid-19, sangat diperlukan suatu
kebijakan yang tepat. Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang dipilih
dalam merespon adanya kedaruratan kesehatan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi dasar hukum dari adanya
kebijakan antisipatif tersebut. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) tersebut diterapkan sebagai upaya dari social distancing. PSBB adalah
pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
virus. PSBB mengatur tentang peliburan sekolah dan tempat kerja, kegiatan
4

keagamaan, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya,
transportasi, serta pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan
dan keamanan. masa pandemi (Pradana, 2020).
Keseriusan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19, dapat dilihat
hingga saat ini, yaitu pemerintah telah membuat kebijakan lain terkait pelaksanaan
kegiatan vaksinasi Covid-19. Vaksinasi adalah pemberian vaksin yang khusus
diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak
menjadi sumber penularan. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk
mengurangi transmisi / penularan coivid-19, menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat covid-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (heard
immunity), dan melindungi masyarakat dari Covid-19 agar tetap produktif secara
sosial dan ekonomi (PMK RI, 2020).
Terkait hal tersebut Gubernur Aceh pada awalnya memberlakukan jam
malam di setiap Kabupaten, masyarakat tidak diizinkan keluar malam di atas jam
10 malam. Pemberlakukan jam malam ini dilakukan untuk mengurangi
kerumunan orang banyak, khususnya para pengunjung di warung kopi dan juga
kafe-kafe. Terkait semakin meningkatnya jumlah kasus, maka saat ini pelaksanaan
protokol kesehatan terus diperketat, kebijakan PSBB, Kebijakan Lockdown, dan
Pemerintah juga telah memutuskan PPKM Mikro masih menjadi kebijakan yang
paling tepat untuk menghentikan laju penularan Covid-19 tanpa mematikan
ekonomi rakyat (Setkab RI, 2021).
SPN Polda Aceh merupakan sebuah institusi pendidikan kepolisian milik
Negara. Stakeholder dalam institusi pendidikan SPN Polda Aceh tentunya
memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
untuk melindungi para siswa dan tenaga pendidik serta personel lainnya agar
terhindar dari penyakit Covid-19. Berbagai kebijakan Pemerintah terus diterapkan
guna menekan penyebaran virus Covid-19 di SPN Polda Aceh. Pelaksanaan
kebijakan yang dilakukan oleh stakeholder di SPN Polda Aceh harus seiring dan
5

sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam penanganan kasus Covid-19 yang


kasusnya semakin bertambah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba menggali peran
stakeholder terhadap penerapan kebijakan pemerintah terkait Covid-19 di SPN
Polda Aceh dengan mengadakan penelitian yang berjudul “Gambaran Peran
Stakeholder Terhadap Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya
Penanganan Kasus Corona Virus Disease-19 (COVID-19) di SPN Polda Aceh,
Kabupaten Aceh Besar, Tahun 2021”.
1.2 Perumusan Masalah
Adanya penambahan kasus Covid-19 di SPN sepanjang Agustus tahun 2020
s.d Agustus 2021 yaitu dari 8 kasus menjadi 63 kasus, maka para stakeholder
memiliki peran penting dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah terkait penanganan Covid-19 agar peningkatan kasus di SPN Polda
Aceh dapat dicegah. Oleh karena itu terkait adanya peningkatan kasus tersebut,
maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui “Bagaimanakah
Gambaran Peran Stakeholder Terhadap Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Dalam
Upaya Penanganan Kasus Covid-19 di SPN Polda Aceh?”.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan pemerintah untuk menangani pandemi Covid 19 di SPN
Polda Aceh Tahun 2021. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai langsung
para pemangku kepentingan yang terdapat di SPN Polda Aceh, Puskesmas
Lembah Seulawah, dan Dinkes Aceh Besar seperti Kepala Klinik
(KAPOLIKLINIK), Kepala Koordinasi Siswa (KAKORSIS), Kepala Koordinasi
Tenaga Pendidik (KAKORGADIK), Kepala Bagian Pengajaran dan Pelatihan
(KABAG JARLAT), Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi
(KASUBBAG RENMIN), Kepala Pelayanan Masyarakat (KAYANMA), Kepala
Unit Provos (KANIT PROVOS), Bintara Umum (BANUM), Kepala Puskesmas
Lembah Seulawah, dan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalaian Penyakit
Dinkes Aceh Besar.
6

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Dari uraian di atas, maka tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran peran stakeholder terhadap pelaksanaan kebijakan
pemerintah dalam upaya penanganan kasus Covid-19 di SPN Polda Aceh,
Kabupaten Aceh Besar, tahun 2021.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapi pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pembentukan
Satgas Covid-19 di PN Polda Aceh dan kinerjanya.
2. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pemakaian masker
di SPN Polda Aceh.
3. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan cuci
tangan di SPN Polda Aceh.
4. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan penerapan physical
distancing di SPN Polda Aceh.
5. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan menghindari
kerumunan di SPN Polda Aceh.
6. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan
mobilitas di SPN Polda Aceh.
7. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan new normal di SPN
Polda Aceh.
7

8. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam


melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan
vaksinasi di SPN Polda Aceh.
9. Untuk mengetahui gambaran peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan PPKM di SPN
Polda Aceh.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Bagi peneliti dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
baru serta dapat menerapkan ilmu yang telah di pelajari untuk memecahkan suatu
permasalah kesehatan di masyarakat, sehingga peneliti dapat terus
mengembangkan diri menjadi peneliti yang mampu memberikan rekomendasi
yang tepat dan berguna bagi Bangsa dan Negara, khususnya mengenai pandemic
Covid-19 saat ini.
1.5.2 Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang bermanfaat,
dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan kesehatan, serta dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengevaluasi
keberhasilan peran stakeholder terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam
upaya penanganan kasus Covid-19 di lingkungan SPN Polda Aceh.
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan oleh Mahasiswa,
khususnya Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat di Universitas
Muhammadiyah Aceh dan juga dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti
yang ingin melakukan penelitian tentang peran stakeholder dalam melaksanakan
kebijakan kesehatan di masa pandemi ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Stakeholder
2.1.1 Pengertian Stakeholder
Stakeholder merupakan sebuah frasa yang terbentuk dari dua buah kata,
yaitu “stake” dan “holder”. Secara umum, kata “stake”dapat diterjemahkan
sebagai “kepentingan”, sedangkan kata “holder” dapat diartikan sebagai
“pemegang”. Jadi stakeholder artinya adalah pemegang kepentingan (Helpris,
2010).
Menurut Corporate Finance Institute, yang dikutip oleh Nadyah (2021)
stakeholder adalah individu, kelompok, maupun komunitas yang memiliki
kepentingan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Stakeholder memiliki
kemampuan mepengaruhi atau dipengaruhi dari bisnis tersebut.
Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public Relation,
stakeholder adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar institusi
yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan suatu perusahaan.
Stakeholder juga diartikan sebagai seseorang yang mempertaruhkan hidupnya
pada perusahaan (Rhenald, 2014).
Stakeholder atau disebut juga dengan pemangku kepentingan merupakan
pihak yang dapat mempengaruhi maupun menerima dampak dari keputusan yang
diambil (Freeman, 2014). Arti lain mengenai stakeholder yaitu sebagai
masyarakat, baik individual maupun kelompok, yang memiliki legitimasi,
kekuasaan, dan kepentingan terhadap keberhasilan perusahaan (Chandra, Indarto,
Wiguna, & Kaming, 2011). Dengan kata lain, para stakeholder memiliki peran dan
pengaruh yang besar pada keberlangsungan perusahaan.
2.1.2. Klasifikasi stakeholder
James Anderson (2009), Charles Lindblom (1980), James Lester dan
Joseph Stewart, Jr (2000) dalam Winarno (2002 : 84) berpendapat bahwa
stakeholder dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu stakeholder resmi dan
stakeholder tidak resmi. Yang termasuk stakeholder resmi adalah agen-agen

8
9

pemerintah (birokrasi), eksekutif (presiden, gubernur, bupati/walikota), legislatif


dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok stakeholder tidak resmi
meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara
individu baik para pakar perencana maupun individu lainnya.
Secara umum, stakeholder atau pemangku kepentingan diklasifikasikan
dalam tiga kelompok berdasarkan kekuatan, posisi, dan pengaruhnya. Dari
klasifikasi ini dapat digolongkan dalam berbagai jenis pemangku kepentingan,
adalah sebagai berikut :
2.1.2.1. Pemangku Kepentingan Utama (primer)
Pemangku kepentingan kategori primer adalah semua yang berhubungan
langsung dengan pengambilan keputusan, kebijakan, program, dan proyek
perusahaan. Mereka yang menjadi penentu utama dalam keputusan perusahaan
adalah:
1. Masyarakat dan tokoh masyarakat yang terdampak langsung atas
keputusan, kebijakan, atau proyek yang dibuat perusahaan. Tokoh
masyarakat dianggap sebagai sosok yang mewakili aspirasi publik untuk
disampaikan kepada perwakilan perusahaan.
2. Manajer publik adalah lembaga publik yang bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan dan mengimplementasikannya.
2.1.2.2. Pemangku kepentingan pendukung (sekunder)
Pemangku kepentingan kategori sekunder adalah semua pihak yang tidak
berkaitan secara langsung dengan hasil keputusan, kebijakan, atau proyek suatu
perusahaan. Namun, mereka memiliki hak dalam menyampaikan keprihatinan atau
kepedulian. Andil mereka ini dinilai sebagai pendapat atau suara yang dapat
mempengaruhi keputusan stakeholder utama atau legalitas pemerintah dalam suatu
proyek. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
1. Lembaga pemerintah dalam wilayah tertentu, tetapi tidak memiliki
tanggung jawab langsung.
2. Lembaga pemerintah yang terkait dengan permasalahan tertentu, tetapi
tidak memiliki wewenang langsung dalam mengambil keputusan.
10

3. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang yang


berhubungan dengan dampak, manfaat, atau rencana terkait.
4. Perguruan tinggi, yaitu kelompok akademisi yang berpengaruh dalam
pengambilan keputusan pemerintah.
5. Pengusaha atau badan usaha yang terkait dengan keputusan, kebijakan,
atau proyek yang akan dibuat.
2.1.2.3. Pemangku kepentingan kunci
Pemangku kepentingan kunci adalah mereka yang berada di unsur-unsur
eksekutif. Contohnya adalah anggota legislatif dan instansi yang memiliki
kewenangan secara legal untuk memutuskan suatu kebijakan, aturan, atau
proyek. Yang termasuk dalam kategori ini contohnya adalah pemerintah
kabupaten, DPRD, dan dinas yang membawahi langsung suatu proyek yang
sedang digarap.
Stakeholder juga dapat digolongkan menjadi internal stakeholder dan
eksternal stakeholder. Kategori internal stakeholder adalah pemegang saham,
manajemen dan para eksekutif, karyawan serta keluarga karyawan. Sementara
kategori eksternal stakeholder adalah konsumen, distributor, pemasok,
bank, pemerintah, kompetitor, komunitas, dan pers (Hanifah, nurul, 2020).
2.1.3 Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder
Peran sebagai aspek dinamis dari status (kedudukan), apabila seseorang
melaksanakan kewajiban dan haknya sesuai dengan kedudukannya, maka telah
menjalankan suatu peran. Pada hakekatnya peran juga dapat diartikan sebagai
suatu rangkaian perilaku tertentu yang ada karena suatu jabatan tertentu (Soekanto,
2002:220).
Berdasarkan pengertian tersebut peran atau fungsi utama pemangku
kepentingan atau stakeholder adalah membantu membuat suatu kebijakan, aturan,
atau proyek agar sesuai dan tercapai dengan arah pengembangan organisasi atau
perusahaan. Peran stkaeholder adalah sebagai berikut.
1. Pemegang saham atau pemilik atau kepala instansi berperan sebagai
penyedia modal atau pembuat kebijakan dalam perusahaan agar
11

operasional berjalan dan juga sebagai pengawas yang mengamati kinerja


bawahannya.
2. Pegawai berperan sebagai faktor penentu kinerja suatu perusahaan.
3. Supplier berperan sebagai pemasok sumber daya yang berbentuk bahan
mentah kepada pihak lain.
4. Konsumen berperan sebagai pengguna produk dan menilainya.
5. Bank adalah individu atau perusahaan yang memberikan bantuan modal
untuk untuk biaya operasional.
6. Pemerintah berperan dalam pembuat kebijakan dan dapat mempengaruhi
kebijakan, keputusan, dan proyek yang akan dilaksanakan suatu Instansi
atau perusahaan.
Adapun beberapa tanggung jawab para pemangku kepentingan
atau stakeholder adalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab sosial kepada bawahannya
Para pemilik atau pemimpin suatu instansi dapat memiliki tanggung jawab
sosial pada bawahannya, seperti memberikan fasilitas yang nyaman,
memberikan gaji sesuai dengan perjanjian kerja yang tertulis, dan tidak
melakukan diskriminasi dalam hal apapun kepada bawahannya.
2. Tanggung jawab sosial kepada konsumen
Konsumen adalah mitra sehingga perusahaan harus bisa menjadi rekan baik
bagi para konsumen. Lewat pendekatan Customers Relation
Management (CRM), perusahaan dapat memberikan manfaat dengan
menjual produk yang baik dan berkualitas sehingga konsumen kembali
membeli produk perusahaan.
3. Tanggung jawab sosial kepada masyarakat
Tanggung jawab ini dapat berupa pemberian bantuan seperti sarana
prasarana untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, wadah usaha, atau hal
lain yang dibutuhkan masyarakat agar terbangun hubungan yang kuat
antara keduanya sehingga tercapai visi, misi, dan tujuan perusahaan
(Hanifah,nurul, 2020).
12

2.2 Kebijakan
2.2.1 Pengertian Kebijakan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebijakan adalah merupakan
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan dalam mencapai tujuan atau sasaran. Jika dilihat
secara etimologis, kebijakan (policy) adalah berasal dari bahasa Yunani, Sanskerta,
dan Lattin. Dalam bahasa Yunani disebut dengan polis yang berarti „Negara kota‟,
bahasa sansakerta disebut dengan pur yang artinya „kota‟, dan bahasa latin disebut
dengan politia artinya Negara (Dunn, 2007).
Kebijakan adalah suatu keputusan yang bertujuan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, dalam melakukan kegiatan tertentu, yang melaksanakan
kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilaksanakan oleh
lembaga pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara
dan pembangunan bangsa (Ayuningtyas, 2014).
Menurut Carl Friedrich dalam Indiahono menyebutkan bahwa kebijakan
adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, atau oleh suatu
kelompok, atau oleh pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang
memberikan hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu
(Indiahono, 2009).
Istilah kebijakan masih menjadi perdebatan para ahli, sehingga ada
beberapa pedoman yang dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50)
untuk memudahkan dalam memahami istilah kebijakan tersebut, adalah sebagai
berikut :
1. Kebijakan berbeda dengan keputusan.
2. Kebijakan tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi.
3. Kebijakan mengandung perilaku dan harapan.
4. Kebijakan muncul akibat adanya atau tidak adanya tindakan.
5. Kebijakan memiliki hasil akhir dari sesuatu yang dicapai.
13

6. Kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik secara eksplisit maupun
implisit.
7. Kebijakan timbul dari suatu proses tertentu yang berlangsung sepanjang
waktu.
8. Kebijakan memiliki hubungan baik yang bersifat antar organisasi maupun
yang bersifat intra organisasi.
9. Kebijakan dirumuskan secara subjektif.
10. Kebijakan publik menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah
meski tidak ekslusif.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam melaksanakan
Kebijakan
Covid 19 menjadi sebuah penyakit pandemi di tahun 2019, dimana
penanganan dan pencegahannya dapat dilakukan dengan memperhatikan protokol
kesehatan. Implementasi protokol kesehatan diatas tidak akan maksimal apabila
tidak didukung kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut (Novi, 2021).
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepatuhan seseorang,
dimana Kozier (2010) menyatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain motivasi, tingkat perubahan gaya yang dibutuhkan, persepsi
keparahan masalah kesehatan, pengetahuan, dampak dari perubahan, budaya, dan
tingkat kepuasan serta kualitas pelayanan kesehatan yang diterima. sedangkan
Kamidah (2015) menyebutkan faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseoorang
berupa pengetahuan, motivasi, dan dukungan keluarga.
Almi (2020) menyatakan bahwa kepatuhan dapat ditingkatkan melalui
peningkatkan kesadaran masyarakat dengan komunikasi efektif melalui berbagai
media dan metode yang sesuai dengan keragaman masyarakat, kampanye yang
lebih jelas dan terarah, mempermudah akses kesehatan dengan informasi yang
jelas dan terus menerus sehingga masyarakat cepat melakukan tindakan
pemeriksaan, pengobatan dan isolasi mandiri ketika terinfeksi serta kebijakan yang
konsisten sehingga tidak membingungkan masyarakat.
Menurut Atiqoh & Devi (2020) terdapat hubungan antara pengetahuan
masyarakat dengan kepatuhan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan
14

penyakit Covid19, hal ini didukung dengan pernyataan Almi (2020) yang
menjelaskan bahwa Keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan seseorang
untuk dapat menjalankan protokol kesehatan dapat ditumbuhkan dengan cara
melihat pencapaian kesehatan yang ia lakukan pada masa lalu; melihat
keberhasilan orang lain, bersikap tegas dengan diri sendiri serta menghilangkan
sikap emosional dan menetapkan tujuan. Namun pada kenyataannya, Hamdani
(2020) menyatakan bahwa masyarakat begitu patuh dalam menerapkan himbauan
dan instruksi pemerintah terkait prokol kesehatan dalam penanganan covid-19,
namun ada pula orang-orang yang menganggap remeh dan mengabaikan. Keadaan
ini dipengaruhi oleh mental, karakter, tingkat pendidikan, pekerjaan dan
lingkungan tempat tinggal. Penelitian yang dilakukan oleh Novi dan Cut (2021)
terdapat variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap kepatuhan
masyarakat terhadap protocol kesehatan covid-19 diantaranya yaitu usia,
pendidikan, pengetahuan, sikap, dan motivasi (Novi, 2021).
2.2.3. Kebijakan Pemerintah Terkait Covid-19
Sepanjang semester I-2020, Pemerintah Indonesia telah menerapkan
berbagai upaya dan kebijakan menangani pandemi Covid-19 dengan titik berat
pada sector kesehatan. Hal tersebut tampak dalam pembentukan Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 Melalui Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tanggal
13 Maret 2020. Selain itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan, antara
lain menerbitkan berbagai aturan dan protocol/panduan kesehatan, kampanye cuci
tangan, penggunaan masker, jaga jarak secara massif, penetapan pembatasan social
bersekala besar (PSBB) di berbagai wilayah, melarang mudik lebaran, menyiapkan
laboratorium untuk tes Covid-19 di berbagai tempat, hingga penetapan tatanan
normal baru (New Normal).
Pada semester II-2020 kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah antara
lain memasukkan penanganan dampak Covid-19 di bidang ekonomi, bidang
kesehatan terus mengkampanyekan perilaku 3M (Memakai masker, Menjaga jarak,
dan Mencuci tangan). Selain itu dilakukan peningkatan disiplin dalam pelaksanaan
protokol kesehatan melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2020 Tanggal 4 Agustus 2020
15

tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam


Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Berdasarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2020, pemerintah membentuk
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite tersebut
terdapat Komite Kebijakan, dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (STPC-19)
dimana fungsinya masih sama dengan Gugus Tugas Covid-19. Untuk mendukung
strategi penanganan Covid-19, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 695,2
triliun pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, sebesar 87,55 triliun dialokasikan
untuk bidang kesehatan.
Memasuki triwulan akhir 2020, pemerintah berfokus pada pengadaan
vaksin Covid-19. Hal ini ditandai dengan terbitnya Perpres Nomor 99 Tanggal 5
Oktober Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksinasi dan Pelaksanaan Vaksinasi
dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Disektor kesehatan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 revisi ke-5 tanggal 13 Juli 2020, Satgas Penanganan
Covid-19 memperbaharui standar alat perlindungan diri (APD) pada bulan
Agustus 2020. Protokol tersebut merekomendasikan penggunaan APD
berdasarkan tingkat perlindungan, yaitu tingkat perlindungan 1, 2, dan 3.
Perlindungan tingkat 1 diperuntukkan untuk kegiatan yang tidak menimbulkan
aerosol, perlindungan tingkat 2 adalah untuk pemeriksaan pasien dengan gejala
infeksi pernafasan, perlindungan tingkat 3 adalah untuk kegiatan perawatan pasien
dengan terkonfirasi Covid-19. Kemudian Kemenkes juga membuat kebijakan
penetapan batas tarif tertinggi pemeriksaan rapid test dan real time polymerase
chain reaction (RT-PCR). Memasuki Desember 2020, Kemenkes menetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/9860/2020 Tanggal 3
Desember 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi
Covid-19.
Pada Tahun 2021 terdapat laporan peningkatan kasus Covid-19 di beberapa
propinsi di Indonesia, menyikapi hal ini Presiden RI Joko Widodo membuat
sebuah kebijakan yaitu menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) Darurat di sejumlah daerah. Kebijakan ini dimulai pada
16

Tanggal 3 Juli 2021 yang akan berlangsung hingga 20 Juli 2021. Kebijakan ini
diambil sebagai salah satu cara untuk memutuskan mata rantai penyebaran
penyakit Covid-19 yang terus meningkat pada waktu belakangan ini. Menindak
lanjuti arahan Presiden RI, Mendagri menetapkan sebuah kebijakan Instruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko
Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk
Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Dalam kebijakan ini
disebutkan bahwa pengendalian wlayah hingga RT dilakukan dengan kriteria
zonasi, yaitu :
1. Zona hijau yaitu jika tidak ada kasus Covid-19.
2. Zona kuning yaitu jika terdapat satu sampai dengan dua rumah dengan kasus
konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir.
3. Zona orange yaitu jika terdapat tiga sampai dengan lima rumah dengan kasus
konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.
4. Zona merah yaitu jika terdapat lebih dari lima rumah dengan kasus konfirmasi
positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.
2.2.4. Protokol Kesehatan
2.2.4.1. Pengertian Protokol Kesehatan
Menurut Prof. Dr. Syamsul, Arifin, dr. MPd. yang dikutip dari Team Pakar
Percepatan Penangan Covid-19 ULM, 2020 protokol kesehatan adalah suatu
panduan atau tata cara kegiatan yang dilakukan untuk menjamin individu dan
masyarakat agar tetap sehat, terlindung dari berbagai penyakit. Tujuan protokol
kesehatan COVID-19 adalah untuk mencegah dan mengendalikan virus SARS-
CoV-2 sebagai penyebab penyakit COVID-19 sehinga dapat menghindari
terjadinya episenter/kluster baru selama masa pandemi. Prinsip utama protokol
kesehatan COVID-19 adalah perlindungan kesehatan individu dan perlindungan
kesehatan masyarakat.
Protokol kesehatan dalam rangka perlindungan kesehatan individu
disingkat menjadi 6M, yaitu :
17

1. Menggunakan masker yaitu menutup hidung dan mulut hingga dagu pada
saat berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status
kesehatannya.
2. Hand hygiene sesering mungkin yaitu kegiatan membersihkan tangan
secara teratur dengan memakai sabun dan air mengalir atau menggunakan
cairan antiseptik berbasis alkohol/handsanitizer.
3. Fisical Distancing yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain
untuk menghindari terkena droplet dari orang yang bicara, batuk, atau
bersin.
4. Menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
tidak bersih yang memungkinkan terkontaminasi droplet yang mengandung
virus.
5. Menghindari kerumunan, keramaian, dan kondisi yang berdesakan.
6. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) seperti mengkonsumsi makanan dengan gizi
yang seimbang, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup, sehingga
terhindar dari penyakit yang berisiko misal seperti diabetes, hipertensi,
gangguan paru, dan gangguan jantung, dan lain-lain.
2.2.4.2. Manfaat Protokol Kesehatan
Menurut penelitian yang dilakukan, penerapan protokol kesehat aktivitas
hand hygiene dengan sabun dapat menurunkan risiko tertular Covid-19 ± 35%,
penggunaan masker biasa ± 45%, penggunaan masker bedah ± 70%, Jaga jarak
minimal 1 meter ± 85% (Derek, et al., 2020 dan Andrew, et al., 2020).
2.2.4.3. Macam-macam Protokol Kesehatan
Di Indonesia pemerintah membuat peraturan mengenai protokol kesehatan
sebaga upaya penekanan jumlah kasus Covid-19, yaitu Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. HK.01.07-MENKES-382-2020 tentang Protokol Kesehatan
Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum, yang dapat disimpulkan dengan
sebutan 5M, yaitu:
18

2.2.4.3.1. Mencuci Tangan


Mencuci tangan secara rutin hingga bersih adalah salah satu protokol kesehatan
yang cukup efektif untuk mencegah penularan COVID-19. Ada beberapa macam
teknik mencuci tangan, yaitu handrub dan handwash. Ada 6 langkah cuci tangan
yang benar menurut WHO yaitu :
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar;
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian;
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih;
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci;
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian;
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan (WHO,
2009).
2.2.4.3.2. Memakai Masker
WHO Tahun 2020 mengeluarkan imbauan agar semua orang (baik yang
sehat atau sakit) agar selalu menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
Kebijakan WHO tersebut juga ditegaskan oleh kebijakan Presiden RI Joko
Widodo "Kita ingin setiap warga yang harus keluar rumah untuk wajib pakai
masker," kata Jokowi saat rapat dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona, Senin (6/4/2020). Pelaksanaan pemakaian masker akhirnya semakin
digalakkan di berbagai daerah di Indonesia.
2.2.4.3.3. Menjaga Jarak
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07-MENKES-382-2020
tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum
Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 menyebutkan, menjaga jarak minimal 1
meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplets dari orang yang
bicara, batuk, atau bersin, serta menghindari kerumunan, keramaian, dan
berdesakan. Bila tidak memungkinkan melakukan jaga jarak, maka dapat
dilakukan berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya. Rekayasa
administrasi dapat berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan jadwal, dan
19

sebagainya. Sedangkan rekayasa teknis antara lain dapat berupa pembuatan partisi,
pengaturan jalur masuk dan keluar, dan lain sebagainya.
2.2.4.3.4. Menjauhi Kerumunan
Menjauhi kerumunan merupakan protokol kesehatan yang juga harus
dilakukan. Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2020 masyarakat diminta untuk
menjauhi kerumunan saat berada di luar rumah. Semakin banyak dan sering
melakukan kontak dengan orang lain, maka kemungkinan terinfeksi SARS-CoV-2
semakin tinggi. Menghindari tempat keramaian terutama bila sedang sakit atau
berusia di atas 60 tahun (lansia) adalah hal yang tepat dilakukan. Menurut riset
lansia dan pengidap penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi terserang
virus SARS-CoV-2.
2.2.4.3.5. Mengurangi Mobilitas
Virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19 bisa berada di mana
saja. Jadi, semakin banyak menghabiskan waktu di luar rumah, maka semakin
tinggi pula terpapar virus SARS-CoV-2 . Jika tidak ada keperluan yang mendesak,
sebaiknya tetap berada di dalam rumah. Menurut Kemenkes, meski sehat dan tidak
ada gejala penyakit, belum tentu pulang ke rumah dengan keadaan yang masih
sama. Pasalnya, virus SARS-CoV-2 dapat menyebar dan menginfeksi seseorang
dengan cepat.
Mobilitas fisik yang meningkat akan menyebabkan penularan virus SARS-
CoV-2 menjadi lebih cepat akibat adanya perpindahan dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Mobilitas fisik berhubungan erat dengan alat transportasi yang dipakai
secara bersama-sama. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07-
MENKES-382-2020, disebutkan bahwa moda transportasi merupakan suatu area
dimana tempat berkumpul sekelompok orang dalam satu alat transportasi baik
transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian. Berkumpulnya dan pergerakan
orang merupakan kondisi yang harus menjadi perhatian dalam penerapan prinsip
protokol kesehatan di moda transportasi. Penerapan upaya pencegahan dan
pengendalian COVID-19 di moda transportasi sangat membutuhkan peran
pengelola moda transportasi, asosiasi, penumpang, pekerja, dan aparat dalam
penertiban kedisplinan semua yang ada dalam moda transportasi.
20

2.3 Corona Virus Disease 19 (COVID-19)


2.3.1 Pengertian Corona Virus Disease 19 (COVID-19)
Pada awal Tahun 2020, dunia dihebohkan dengan timbulnya virus baru
yaitu Corona Virus jenis yang baru. World Health Organisation (WHO)
memberikan nama virus tersebut yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Adapun nama penyakit yang disebabakan oleh
virus tersebut oleh WHO menyebutnya sebagai Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) (WHO,2020). Virus SARS-CoV-2 merupakan virus RNA dengan
ukuran partikel 60-140nm (Meng dkk., 2020; Zhu dkk.,2020).
Coronavirus merupakan virus dengan mengandung kromosom RNA strain
tunggal positif, memiliki kapsul, namun tidak bersegmen. Coronavirus termasuk
Ordo Nidovirales, yang merupakan keluarga dari Coronaviridae. Struktur
Coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di
permukaan virus. Protein S atau spike protein ini merupakan salah satu protein
antigen utama virus dan merupakan struktur utama virus untuk penulisan gen.
Protein S ini berperan sebagai alat penempelan dan masuknya virus kedalam sel
host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) (Wang, 2020).
Coronavirus ini memiliki sifat yang sensitive terhadap panas dan dapat
dinonaktifkan oleh beberapa jenis cairan, seperti cairan desinfektan yang
mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 560C selama 30 menit, eter, alcohol,
asamperioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform.
Akan tetapi klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus ini (Wang, 2020;
Korsman, 2012).
Menurut Richard Sutejo, seorang ahli virus menyebutkan Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) penyebab penyakit Covid-
19 merupakan tipe virus yang umumnya menyerang saluran pernafasan. Tetapi
strain covid-19 memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi akibat adanya
mutasi genetik dan kemungkinan transmisi inter-spesies. Virus ini sama seperti
MERS dan SARS, virus ini dikatakan dapat mematikan karena menyerang paru-
paru dan menimbulkan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang
21

membahayakan nyawa penderita sehingga memerlukan ventilator untuk bertahan


hidup (Rizal, 2020).
2.3.2 Moda Transmisi Virus SARS-CoV-2
Pada tanggal 29 maret 2020 telah diterbitkan sebuah pernyataan keilmuan
yang membahas tentang cara transmisi virus yang menyebabkan COVID-19.
Pernyataan tersebut kemudian direvisi pada tanggal 9 Juli 2020 dengan
memaparkan bukti ilmiah terbaru mengenai cara transmisi SARS-CoV-2. Adapun
moda transmisi virus SARS-CoV-2 tersebut dapat di deskripsikan sebagai berikut
(WHO, 2020) :
1. Transmisi kontak dan droplet
Transmisi kontak dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung,
atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi penderita seperti
air liur dan sekresi salurang pernafasan atau droplet saluran nafas yang keluar
saat penderita mengalami batuk, bersin, berbicara, berteriak, atau bernyanyi.
Transmisi droplet dapat terjadi ketika seseorang kontak erat dengan penderita
hanya berjarak kurang dari satu meter menyebabkan virus SARS-CoV-2 dapat
mencapai mulut, mata, kulit, dan hidung orang yang rentan sehingga terjadilah
infeksi (Liu J, 2020; Liao X, 2020; Qian S, 2020; Yuan J, 2020; Wang F, 2020
Liu Y, 2020; WHO, 2020).
2. Transmisi melalui udara
Tranmisi melalui udara ini dapat terjadi jika seseorang yang rentan dan
sesorang yang terinfeksi berada dalam suatu lingkungan yang tertutup, padat,
ventilasi udara yang buruk, tidak memakai masker, orang yang terinfeksi berada
dalam ruangan dalam wktu yang lama, dan adanya droplet aerosol dari
penderita yang melayang diudara, hal ini bisa terhirup oleh orang yang rentan
sehingga dapat menimbulkan infeksi (Leclerc, 2020; Adam, 2020). Beberapa
penelitian mengatakan bahwa virus SARS-CoV-2 di dalam aerosol pada sampel
udara dapat bertahan hidup selama 3 jam, sedangkan penelitian lain mengatakan
virus SARS-CoV-2 dapat bertahan hidup sampai 16 jam dan menemukan virus
tersebut hidup dan bereplikasi (Van, 2020; Fears, 2020).
22

3. Transmisi formit
Sekresi saluran pernafasan atau droplet yang dikeluarkan oleh seseorang yang
terinfeksi dapat mengkontaminasi benda-benda atau permukaan. Virus SARS-
CoV-2 dapat bertahan hidup di permukaan-permukaan tersebut selama berjam-
jam sampai berhari-hari tergantung dari kondisi lingkungan seperti suhu,
kelembapan, dan jenis permukaan. Kebanyak permukaan yang terkontaminasi
adalah permukaan lingkungan RS tempat pelayanan penderita COVID-19.
Seperti minsalnya alat tempat tidur pasien, peralatan makan, dan alat-alat
penunjang pengobatan serta alat pemeriksaan kesehatan (stetoskeope,
thermometer, tensi meter, tiang infus). Permukaan yang terinfeksi akan
menginfeksi orang yang rentan jika orang rentan tersebut lupa mencuci tangan
dengan cairan handsanitizer sesering mungkin. Namun seseorang yang
terinfeksi COVID-19 akan sulit dibedakan proses transmisi virus apakah
melalui transmisi kontak dan droplet, atau transmisi udara, atau transmisi formit
(Van, 2020; Guo Z, 2020).
2.3.3. Manivestasi Klinis SARS-CoV-2
Manivestasi Klinis Covid-19 cukup beragam, mulai dari asimptomatik,
gejala sangat ringan, hingga kondisi klinis yang berat seperti kegagalan respirasi
akut yang mengharuskan pasien menggunakan ventilasi mekanik di Intensive Care
Unit (ICU). Individu yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi sumber
penularan SARS-CoV-2 dan beberapa diantaranya mengalami progres yang cepat,
bahkan dapat berakhir pada ARDS dengan case fatality rate tinggi (Meng dkk.,
2020). Ada beberapa kesamaan gejala klinis antara infeksi SARS-CoV-2 dengan
infeksi betacoronavirus sebelumnya, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV,
diantaranya batuk kering, vebris, muncul gambaran opasifikasi ground-glass pada
foto toraks (Gennaro dkk., 2020; Huang dkk., 2020).
Gejala klinis umumnya dialami pasien Covid-19, terdiri dari vebris, batuk
kering, dspnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle dkk., 2020;
Lingeswaran dkk., 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk.
(2020), gejala klinis yang paling sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam
(98%), batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat
23

pada pasien, namun tidak begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum (28%),
sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien yang
diteliti mengalami dispnea. Gejala neurologis pada pasien Covid-19 juga harus
dipertimbangkan meskipun ini tahap presentasi awal. Gejala neurologis tersebut
meliputi focal status epilepticus, status epilepticus (Farley & Zuberi, 2020;
Vollono dkk., 2020). Pada penelitian Vollono dkk. (2020).
2.3.4. Diagnosis Covid 19
Untuk menentukan diaknosis Covid-19 akan dilakukan pengumpulan data
pendukung dan membandingkannya sehingga dapat ditentukan sebuah diaknosis
yang akurat. Pemeriksaan tersebut dimulai dari screening gejala klinis,
pemeriksaan radiologi seperti rontgen dan CT-Scan, serta pemeriksaan
laboratorium dengan pengambilan dan pemeriksaan spesimen dari pasien yang
terduga memiliki gejala COVID-19. Hal ini merupakan prioritas untuk
manajemen klinis/pengendalian wabah, harus dilakukan secara cepat. Spesimen
tersebut dilakukan pemeriksaan dengan metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic
Acid Amplification Test) seperti RT-PCR (termasuk Tes Cepat Molekuler/TCM
yang digunakan untuk pemeriksaan TB dan mesin PCR Program HIV AIDS dan
PIMS yang digunakan untuk memeriksa Viral Load HIV) (Kemenkes RI, 2020).
Berdasarkan buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalaian Corona Virus
Disease (Covid-19) revisi ke-5 yang di terbitkan oleh Kemenkes RI dan Germas
Tahun 2020, menyebutkan bahwa specimen dalam menegakkan diagnostic Covid-
19 terdiri dari :
1. Usap nasofaring dan orofaring (spesimen wajib diambil)
2. Sputum (spesimen wajib diambil)
3. Bronchoalveolar lavage (specimen wajib bila memungkinkan)
4. Tracheal aspirate, nasopharyngeal aspirate atau nasal wash dalam
VTM (specimen wajib bila memungkinkan)
5. Jaringan biopsy atau autopsy termasuk dari paru-paru dalam media
VTM atau saline (tidak wajib diambil)
6. Cerum (2 sampel yaitu akut dan konvalesen) untuk serologi (wajib
diambil).
24

2.3.5. Manajemen Kesehatan Masyarakat pada Kasus Covid-19


Menurut buku panduan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease yang diterbitkan oleh Kemenkes RI Tanggal 13 Juli 2021 Revisi
ke-5, disebutkan bahwa dalam penanganan kasus Covid-19 sangat diperlukan
manajemen kesehatan masyarakat yang tepat. Manjamen tersebut dapat
dirangkum sebagaiamana berikut :
2.3.5.1. Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek
1. Dilakukan isolasi dihentikan apabila telah memenuhi kriteria discarded
2. Pengambilan spesimen untuk penegakan diagnosis
3. Pemantauan sejak mulai munculnya gejala, dihentikan apabila hasil
pemeriksaan RT-PCR selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu
>24 jam menunjukkan hasil negatif.
4. Komunikasi risiko
5. Penyelidikan epidemiologi
2.3.5.2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable
1. Dilakukan isolasi
2. Pemantauan terhadap kasus probable
3. Apabila kasus probable meninggal, tatalaksana pemulasaraan jenazah
sesuai protokol pemulasaraan jenazah kasus konfirmasi COVID-19
4. Penyelidikan epidemiologi
5. Komunikasi risiko
2.3.5.3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi
1. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria kasus konfirmasi
2. Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk follow
up pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit. Pada kasus tanpa
gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan follow up
pemeriksaan RT-PCR.
3. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat yang
berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi
pemantauan.
4. Pemantauan terhadap kasus konfirmasi
25

5. Komunikasi risiko
6. Penyelidikan epidemiologi
2.3.5.4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat
1. Dilakukan karantina sesuai dengan kriteria kontak erat selama 14 hari
sejak kontak terakhir dengan dengan kasus probable atau konfirmasi
COVID-19. Karantina dapat dihentikan apabila selama masa karantina
tidak menunjukkan gejala (discarded).
2. Pemantauan dilakukan selama masa karantina
3. Kontak erat yang sudah selesai karantina/pemantauan, dapat diberikan
surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
4. Bagi petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat yang tidak
menggunakan APD sesuai standar, direkomendasikan untuk segera
dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus
probable atau konfirmasi.
5. Komunikasi risiko
6. Penyelidikan epidemiologi
2.3.5.5. Manajemen Kesmas pada Pelaku Perjalanan
Dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik)
maupun luar negeri, diharuskan untuk mengikuti ketentuan sesuai protokol
kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi
pelaku perjalanan yang akan berangkat ke luar negeri harus mengikuti protokol
yang sudah ditetapkan negara tujuan. Protokol kesehatan dilakukan sesuai dengan
penerapan kehidupan masyarakat produktif dan aman terhadap COVID-19.
Seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan perjalanan harus
dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan
pengendalian COVID-19 seperti menggunakan masker, sering mencuci tangan
pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak satu sama lain
(physical distancing), menggunakan pelindung mata/wajah, serta menerapkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
26

Find SUSPEK PROBABE


L

Isolate ISOLASI

PEMERIKSAAN
Tes INVESTIGASI KASUS
SPESIMEN PCR

IDENTIFIKASI
KONTAK
Trace

KOMUNIKASI MASYARAKAT
TERKAIT CONTACT TRACING

- +
+BUKAN COVID KONFIRMAS
KARANTINA, PEMANTAUAN
Quarantine
I HARIAN SELAMA 14 HARI*

Dikeluarkan dari TERAPI SESUAI


daftar suspek PROTOKOL BERGEJA TIDAK BERGEJALA DISCARDED
(DISCARDED) COVID LA

Sumber : Kemenkes RI, 2020 SUSPEK COVID-19

(mulai kembali dari alur suspek)

*dihitung sejak kontak terakhir dengan kasus

Gambar 2.1 Alur Manajemen Kesehatan Masyarakat


27

2.4 Kerangk Pikir


Penelitian ini berkaitan dengan gambaran peran stakeholder terhadap
pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam upaya menangani Kasus Covid-19 di
SPN Polda Aceh. Peneliti menysusun kerangka pikir dalam penelitian ini sebagai
berikut:

Problem Umum : Dunia khususnya Indonesia saat


ini sedang dilanda sebuah bencana Besar yaitu
merebaknya pandemi Covid-19. Oleh WHO
menetapkannya sebgai pandemi Global.
WHO, 2020

Problem khusus : SPN Polda Problem khusus : SPN Polda


Aceh terjadi peningkatan Pemerintah membuat Aceh terjadi peningkatan
kasus Covid-19. kebijakan kasus Covid-19.

Data primer 2021 Data primer 2021

- Kebijakan pembentukan - Kebijakan menghindari


Satgas Covid-19 kerumunan
- Kebijakan memakai Stakeholde internal - Kebijakan mengurangi
masker Stakeholder eksternal mobilitas
- Kebijakan mencuci tangan - Kebijakan New Normal
- Kebijakan physical Hanifah, 2020 - Kebijakan vaksinasi
distancing - Kebijakan PPKM

Kepres No 7/2020 Kepres No 7/2020


Perpres No. 82/2020 Pelaksanaan Perpres No. 99/2020
Mendagri No. 17/2021

Peran stakeholder dalam


menangani Covid-19 di SPN
Polda Aceh

Gambar 2.2 Kerangka Pikir


BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti ingin
melihat sejauh mana peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan
pemerintah terkait penanggulangan pandemi Covid-19 di SPN Polda Aceh. Hal ini
di dasarkan pada masalah bahwa SPN Polda Aceh merupakan sebuah institusi
pendidikan dimana penularan covid-19 sangat beresiko hal ini dikarenakan
sekolah tempat berkerumunnya siswa yang terkadang tidak dapat dipantau setiap
saat. Stakeholder SPN Polda Aceh merupakan pengambil keputusan sekaligus
sebagai pelaksana terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan
maksud agar kebijakan tersebut dapat diterapkan dalam rangka menangani kasus
Covid-19 di lingkungan SPN Polda Aceh. Mengingat bahwa kebijakan
pemerintah terkait Covid-19 merupakan kebijakan yang sangat komplek, sehingga
stakeholder akan memutuskan kebijakan apa yang tepat dilaksanakan di SPN
Polda Aceh. Penanganan kasus pandemi Covid-19 di SPN Polda Aceh akan
tergantung dari peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
tersebut. Pelaksanaan kebijakan pemerintah yang tepat oleh stakeholder dapat
mempengaruhi kondisi pandemi Covid-19 di SPN Polda Aceh. Stakeholder akan
berupaya melaksanakan kebijakan untuk menangani kasus Covid-19 di SPN Polda
Aceh yang seiring sejalan dengan kebijakan pemerintah, sehingga peneliti
berfokus pada peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
sebagai solusi atas permasalahan tersebut.
3.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan
kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan angka baik dalam menentukan
sampel maupun menganalisa data. Penelitian kualitatif bertujuan untuk meneliti
kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti sebagai intrumen kunci (key
insrtument), rancangan penelitian dilakukan dengan cara study case (studi kasus).
Menurut Dedy Mulyana (2004:201) Studi kasus adalah uraian dan penjelasan
komprehensif mengenai berbagai aspek tentang seorang individu, suatu

42
43

kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, satu kebijakan, atau suatu
situasi sosial. Penelitian dengan rancangan studi kasus berupaya menelaah
sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti.
Penelitian kualitatif dengan metode studi kasus digunakan sebagai pilihan
karena peneliti ingin menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif
mengenai berbagai aspek tentang peran stakeholder terhadap pelaksanaan
kebijakan pemerintah dalam upaya menangani kondisi pandemi Covid-19 di
SPN Polda Aceh. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
tersebut akan dikaji bagaimana pelaksanaannya, seperti apa penerapannya dalam
menangani pandemi Covid-19 di SPN Polda Aceh.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di SPN Polda Aceh yang merupakan
sebuah Sekolah Polisi Negara yang berfungsi sebagai tempat pembentukan bintara
polri, pendidikan dan pelatihan ilmu bidang kepolisian. SPN ini beralamat di Jl.
Banda Aceh-Medan Km. 61, Desa Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah,
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Kode Pos 23952. SPN Polda Aceh
tersebut berada di lembah Gunung Seulawah yang merupakan sebuah gunung
aktif dan salah satu gunung tertinggi di Provinsi Aceh. SPN Polda Aceh ini berada
langsung di bawah Polda Aceh, sehingga namanya di sebut sebagai SPN Polda
Aceh.
3.3.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 September 2021 s.d tanggal 30
November 2021.
3.4. Populasi dan Sampe
3.4.1. Populasi
Spradley (1980) dalam Sugiyono, (2007), menyatakan bahwa dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi menggunakan
nama sosial situation atau situasi sosial. Situasi sosial merupakan objek penelitian,
dan objek penelitian yang ingin diteliti adalah seluruh stakeholder sebagai
pemangku kepentingan yang berperan penting dalam pelaksanaan kebijakan
44

pemerintah terkait penanganan Covid-19 di SPN Polda Aceh yang terdiri dari
stakeholder kunci, stakeholder primer, dan stakeholder skunder. Sehingga total
keselurahan objek penelitian adalah berjumlah 99 orang, yang terdiri dari 97
orang stakeholder kunci dan primer serta 2 orang stakeholder sekunder.
3.4.2. Sampel
Sampel pada penelitian kualitatif dinamakan narasumber, informan atau
informan (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini digunakan istilah informan.
Prosedur sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2007). Prinsip dasar sampling dalam penelitian kualitatif adalah
saturasi data, yaitu sampling sampai pada suatu titik kejenuhan dimana tidak ada
informasi baru yang didapatkan dan pengulangan telah dicapai (Polit &
Hungler, 1999).
Pada penelitian kualitatif tidak ada aturan baku tentang jumlah minimal
informan. Jumlah ini disesuaikan dengan jumlah sampel yang direkomendasikan
oleh Riemen (1986) dalam Creswell, (1998). Jumlah sampel dalam penelitian
kualitatif berkisar 7-10 orang, apabila dari jumlah tersebut belum tercapai saturasi
data, maka ditambah hingga diperoleh data yang jenuh. Maka dari itu, jumlah
informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 orang informan. Informan
tersebut terdiri dari 7 orang stakeholder kunci diambil dari dalam instansi SPN, 2
orang stakeholder primer dari dalam instansi SPN, dan 2 orang stakeholder
Skunder masing-masing dari PKM dan Dinkes Aceh Besar. Sehingga total
informan dalam penelitian ini adalah berjumlah 11 orang informan.
3.5. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai langsung stakeholder yang
terdapat di SPN Seulawah dijabarkan sebagai berikut;
No Stakeholder Jumlah
Stakeholder Kunci (unsur pimpinan):
Kapoliklinik, Kakorgadik, Kakorsis,
1 7
Kabagjarlat, Kasubbagrenmin, Kauryanma,
Kanit provos
45

2 Stakehlolder Primer (unsur personel) 2


3 Stakeholder Skunder (unsur instasi lain) 2
Jumlah 11

Tabel 3.1. Subjek Penelitian

3.6. Etika Penelitian


Penelitian terhadap peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan
pemerintah terkait upaya penanganan pandemi Covid-19 yang saat ini sedang
melanda dunia merupakan sebuah eksplorasi yang membutuhkan persiapan
matang dan mempertimbangkan etika penelitian. Seorang stakeholder dapat
mempengaruhi instansi dimana perannya sangat dibutuhkan. Hal ini menjadi
sebuah kekhawatiran apabila peran yang sudah di laksanakan memiliki perbedaan
persepsi dengan stakeholder yang lain sehingga akan berdampak pada dirinya.
Oleh karena itu, peneliti menggunakan etika penelitian yang melindungi informan
dari berbagai kekhawatiran tersebut. Peneliti menggunakan beberapa prinsip etik
yang sesuai dengan konteks penelitian ini berdasarkan pedoman etika penelitian
yang dikemukakan oleh Polit dan Hungler (2001); Streubert dan Carpenter (1999)
yaitu:
1. Prinsip Autonomy
Aplikasi dari prinsip autonomy yakni self determination artinya informan
berhak membuat keputusan atas dirinya sendiri yang dilakukan dengan secara
sadar. Informan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
tidak bersedia mengikuti penelitian ini dengan sukarela. Apabila informan
mengundurkan diri maka tidak dikenakan punishment apapun.
2. Prinsip Confidentiality
Prinsip confidentiality mewajibkan peneliti menjamin kerahasiaan data atau
informasi yang disampaikan oleh informan dan hanya mempergunakannya
untuk kepentingan penelitian. Peneliti menjelaskan jaminan kerahasiaan
tersebut kepada informan dan meyakinkan bahwa transkrip wawancara
didokumentasikan sendiri oleh peneliti. Kerahasiaan identitas informan
46

dijamin melalui pemberian kode seperti X1 - X2 - X3 dan seterusnya untuk


masing-masing informan (anonimity). Seluruh dokumen hasil
pengumpulan data disimpan dalam almari arsip pribadi peneliti dan
dipastikan selalu dalam keadaan aman dan rahasia.
3. Pinsip Privacy dan Dignity
Prinsip Privacy dan Dignity mempunyai pengertian bahwa informan
mempunyai hak untuk dihargai terhadap apa yang mereka lakukan dan apa
yang dilakukan terhadap mereka untuk mengontrol kapan dan bagaimana
informasi tentang mereka diketahui orang lain. Wujud dari prinsip privacy dan
dignity peneliti lakukan dengan menjaga ataupun mematuhi apa yang telah
diminta oleh informan yaitu tidak memberikan informasi kepada siapapun
kecuali untuk kepentingan pendidikan.
4. Prinsip Justice
Prinsip Justice yang dimaksud adalah tidak membeda-bedakan dalam
memperlakukan informan. Dalam menerapkan prinsip Justice, peneliti
berusaha memperlakukan yang sama terhadap semua informan saat
menjelaskan, meminta persetujuan, wawancara, dan menjaga kerahasiaan data
setiap informan.
Untuk memenuhi hak-hak tersebut diatas, peneliti menerapkan proses
informed consent. Tujuan informed consent adalah untuk memudahkan informan
dalam memutuskan kesediaannya mengikuti proses penelitian. Peneliti membuat
informed consent dalam bentuk tertulis yang terdiri dari penjelasan singkat proses
penelitian, yang meliputi tujuan, manfaat, prosedu penelitian dan lamanya
keterlibatan informan serta hak – hak informan. Informan diminta
menandatangani lembar informed consent.
3.7. Teknik Pengumpulan Data
3.7.1. Wawancara Terstruktur
Data primer ini diperoleh dari wawancara langsung dengan informan
dengan menggunakan pedoman wawancara terstruktur yang telah disusun
sebelumnya. Adapun teknik wawancara terstruktur ini dengan menetapkan sendiri
masalah dalam pertanyaan-pertanyaan yang akan di ajukan. Wawancara jenis ini
47

juga bertujuan untuk mencari jawaban hipotesis, sehingga pertanyaan disusun


secara ketat. Wawancara terstruktur ini umumnya digunakan jika seluruh sampel
penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan. Keuntungannya adalah tidak dilakukannya pendalaman pertanyaan yang
memungkinkan adanya dusta bagi informan yang diwawancarai (Farida, 2014)
Wawancara dilaksankan dengan menggunakan Bahasa Indonesia sesuai
dengan bahasa yang digunakan di dalam lingkungan kerja SPN Polda Aceh.
Selain itu personel SPN Polda Aceh berasal dari berbagai daerah dengan bahasa
yang berbeda sehingga Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang tepat. Data
perimer yang dikumpulkan dari wawancara meliputi data mengenai peran
stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pembentukan Satgas Covid-19, data
mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pemakaian masker,
data mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan mencuci tangan,
data mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan phyisical
distancing, data mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan
menghindari kerumunan, data mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan
kebijakan mengurangi mobilitas, data mengenai peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan new normal, data mengenai peran stakeholder dalam
melaksanakan kebijakan vaksinasi Covid-19, dan data mengenai peran
stakeholder dalam melaksanakan kebijakan PPKM di SPN Polda Aceh.
3.7.2. Observasi Terbuka (Open Observation)
Observasi yang digunakan adalah open observation (pengamatan terbuka),
pengamatan secara terbuka adalah pengamatan dimana subjek mengetahui
keberadaan si peneliti, sedangkan sebaliknya para subjek dengan sukarela
memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang
terjadi. Peneliti mencatat data dalam catatan lapangan (field note), menganalisis
dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan
(Moleong, 2006:176-242). Data primer yang dapat diobservasi di penelitian ini
adalah tentang peran stakeholder dalam mlaksanakan kebijakan perintah terkait
upaya menangani pandemic Covid-19 di SPN Polda Aceh, observasi ini akan
mengetahui seperti apa gambaran peran stakeholder tersebut di lapangan. Data
48

observasi ini akan memperkuat data hasil wawancara dengan stakeholder


mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan pemerintah terkait
penanganan Covid-19 di SPN Polda Aceh.
3.7.3. Memanfaatkan dokumen
Dokumen merupakan sumber data tambahan dalam penelitian kualitatif
jika tersedia sumber lain seperti informan, peristiwa atau aktivitas, dan tempat.
Dokumen yang dikumpulkan dapat berasal dari informan, atau pejabat
pemerintah. Dokumen atau arsip-arsip yang dimiliki oleh informan pada
umumnya baru dapat digali setelah peneliti berusaha melakukan berbagai upaya
pendekatan yang menjamin kerahasiaan dokumen tersebut, dan menjamin jika
dokumen tersebut tidak digunakan untuk keperluan yang lain, kecuali penelitian
(Farida, 2014).
Data sekunder mengenai kebijakan Covid-19 diperoleh dari berbagai
sumber Regulasi Pemerintah Pusat terkait kebijakan Covid-19, Regulasi
Kementrian Kesehatan RI, dokumen Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, dokumen
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Aceh Besar, dokumen Klinik SPN Seulawah,
dan berbagai referensi dari buku-buku perpustakaan serta jurnal dan artikel-artikel
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.8. Prosedur Pengumpulan Data
3.8.1. Tahap Persiapan
Peneliti meminta surat pengantar ijin penelitian dari Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh yang ditujukan kepada Kepala
SPN (Sekolah Polisi Negara Polda Aceh). Setelah mendapat izin dari Kepala SPN
Polda Aceh. Peneliti mengidentifikasi calon informan yang akan di wawancarai,
yaitu informan dari SPN Polda Aceh yang terdiri dari stakeholder kunci dan
stakeholder primer, serta informan dari PKM Lembah Seulawah dan Dinkes
Aceh Besar yang merupakan stakeholder skunder. Sebelum melakukan
pengumpulan data peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan
pegawai yang bekerja satu kantor dengan stakeholder dan selanjutnya
pendekatan langsung ke calon informan dengan memberi lembar informed
consent pada informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah
49

informan membaca lembar informed consent dan memberikan persetujuannya


maka peneliti membuat kontrak dengan informan waktu pelaksanaan
wawancara.
Peneliti pada kontak pertama dengan informan, telah membangun
hubungan saling percaya. Untuk membina hubungan saling percaya ini, peneliti
berusaha melakukan kunjungan ke ruangan kantor informan dan ikut serta
dalam kegiatan kantor informan serta bersedia membantu segala aktifitas
informan jika dibutuhkan. Sebagai indikator telah terbinanya hubungan saling
percaya antara peneliti dan informan adalah kesediaan informan menceritakan
biodata yang dimiliki dan kesediaan membuat kontrak untuk dilakukan
wawancara.
3.8.2. Tahap Pelaksanaan
1. Fase orientasi
Pada fase orientasi, Peneliti menyiapkan tape recorder, alat tulis dan buku
catatan. Memposisikan tape recorder agar dapat merekam dengan jelas.
Peneliti melakukan wawancara pada informan dengan posisi bebas agar
suasana tidak kaku sehingga informan dapat memberikan jawaban
secara alami dengan pertimbangan tape recorder dapat merekam
pembicaraan dengan jelas. Tape recorder diletakkan ditempat terbuka
dengan jarak kurang lebih 30 cm dari informan. Peneliti mengawali
pertanyaan mengenai kondisi kesehatan informan dan kesiapan untuk
melakukan wawancara.
2. Fase kerja
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan inti, yaitu
mengenai kebijakan yang di ambil dalam menangani pandemic Covid-19
di SPN Polda Aceh. Peneliti menggunakan panduan wawancara yang
berisi pertanyaan terbuka untuk menguraikan pertanyaan inti untuk
memudahkan informan memahami pertanyaan peneliti. Proses wawancara
berakhir pada saat informasi yang dibutuhkan telah diperoleh sesuai
tujuan penelitian. Waktu wawancara dilaksanakan sekitar 30–60 menit.
Selama proses wawancara, peneliti menulis catatan lapangan (field note)
50

yang penting dengan tujuan untuk melengkapi hasil wawancara agar tidak
lupa dan membantu unsur kealamiahan data. Catatan lapangan digunakan
untuk mendokumentasikan ekspresi wajah, suasana, perilaku dan respon
non verbal informan selama proses wawancara. Catatan lapangan ditulis
ketika wawancara berlangsung dan digabungkan pada transkrip.
3. Fase terminasi
Terminasi dilakukan pada saat semua pertanyaan yang ingin ditanyakan
sudah selesai dijawab oleh informan. Peneliti juga menyampaikan kepada
informan untuk kesediaannya dihubungi kembali dengan panggilan telpon
jika peneliti ingin menanyakan hal penting yang terlupakan dalam poses
wawancara. Peneliti menutup wawancara dengan mengucapkan terima
kasih atas partisipasi dan kerjasamanya selama wawancara. Peneliti
kemudian membuat kontrak kembali dengan informan untuk pertemuan
selanjutnya yaitu untuk validasi data.
3.8.3. Tahap Akhir
Pada tahap ini, peneliti melakukan validasi tema akhir terhadap hasil
transkrip wawancara. Peneliti memberikan hasil transkrip verbatim kepada
informan untuk disesuaikan dan menanyakan antara fakta yang dialami oleh
informan apakah sesuai dengan stranskrip verbatim atau tidak. Peneliti
memberikan penjelasan kepada informan yang belum memahami tentang tema
yang diangkat. Dalam validasi tema akhir, peneliti menyatakan pada informan
bahwa proses penelitian telah berakhir. Peneliti mengucapkan terima kasih atas
kesediaan dan kerjasama informan selama proses penelitian.
3.9. Pengolahan Data
Untuk mendeskripsikan gambaran mengenai peran stakeholder terhadap
pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam upaya penanganan kasus Covid 19 di
SPN Polda Aceh, hasil pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan
memanfaatkan dokumen akan dianalisis dengan tiga tahap analisis data kualitatif
seperti dijelaskan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2017:337) bahwa
“aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
51

secara terus-menerus sampai tuntas”. Aktivitas dalam analisis data yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing/ verification.
3.9.1. Reduksi Data (data reduction)
Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2017:338) “Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu”. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran dan
mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya
bila perlu. Penelitian ini memfokuskan pada peran stakeholder dalam menangani
pandemi Covid 19 di SPN Polda Aceh. Pada tahap ini data yang telah diperoleh di
lapangan diseleksi sesuai dengan hal-hal yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
penelitian. Peneliti memilih dan menentukan data observasi dan wawancara yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.
3.9.2. Penyajian Data (display data)
Menurut Sugiyono (2017:341) “Dalam penelitian kualitatif penyajian data
bisa dilakukan dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart
dan sejenisnya. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah difahami. Dalam penelitian ini data yang didapatkan akan disajikan
dalam bentuk deretan dan kolom sebuah matriks dan selanjutnya akan diuraikan
dalam bentuk teks yang bersifat naratif yaitu dengan memaparkan seluruh
temuan-temuan dari hasil wawancara dan observasi tentang peran stakeholder
dalam melaksanakan kebijakan pemerintah dalam upaya menangani kasus Covid
19 di SPN Polda Aceh. Peneliti mendeskripsikan hasil observasi dan wawancara
yang telah dilakukan dan mengaitkannya dengan teori yang mendukung hasil
penelitian yang dilakukan.
3.9.3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (conclusion drawing/
verification)
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2017:345) adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah
52

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-
remang sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas. Maka dalam penarikan
kesimpulan dalam penelitian ini, peneliti akan menghubungkan seluruh data
wawancara, observasi, dan analisa dokumen sehingga diharapkan peneliti dapat
menarik sebuah kesimpulan yang berupa gambaran peran stakeholder terhadap
pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam upaya menangani pandami Covid 19 di
SPN Polda Aceh secara lebih jelas. Pada tahap ini, hasil penelitian yang telah
dinarasikan selanjutnya disimpulkan menjadi ringkas dan jelas sehingga dapat
menjabarkan tujuan penelitian.
3.10. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data. Sehingga data tersebut dapat ditarik menjadi suatu kesimpulan.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengguanakan analisis yang sering digunakan
dalam peneltian kualitatif, yaitu analisis triangulasi. Menurut Sugiyono, 2011 yang
dikutip oleh Pradistya, 2021 analisis triangulasi adalah tenik yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Kegunaan dari analisis triangulasi ini adalah mentracking ketidak
samaan antara data yang diperoleh dari satu informan dengan informan lainnya.
Menurut Norman K. Denkin yang dikutip oleh Ariyadi, 2019 dan Raharjo, 2010
Analisis triangulasi terdiri dari analisis metode, antar peneliti, analisis sumber data,
dan analisis teori.
3.10.1. Analisis Triangulasi Metode
Triangulasi metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dilakukan
dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda.
Peneliti menggunakan gabungan metode wawancara, obervasi, dan pemeriksaan
dokumen dalam pengumpulan data sehingga didapat kebenaran informasi yang
handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, serta dapat
dipercaya. Selain itu, peneliti juga menggunakan informan yang berbeda untuk
mengecek kebenaran informasi tersebut.
53

3.10.2. Analisis Triangulasi antar peneliti


Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam
pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah
pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah
memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak
justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3.10.3. Analisis Triangulasi Sumber Data
Triangulasi sumber data merupakan suatu analisis yang menggali
kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Dalam penelitian ini selain pengumpulan data melalui wawancara dan observasi,
peneliti juga menggunakan dokumen tertulis, arsif, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara tersebut akan
menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan
pandangan yang berbeda pula mengenai peran stakeholder dalam melaksanakan
kebijakan pemerintah tersebut.
3.10.4. Analisis Triangulasi Teori
Hasil penelitian kualitatif akan berupa sebuah rumusan informasi atau
thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan
perspektif teori yang relevan untuk mencegah bias individual peneliti atas temuan
atau kesimpulan yang dihasilkan. Triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman dengan cara menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas
hasil analisis data yang telah diperoleh.
3.11. Penyajiian Data
Data penelitian yang sudah selesai di analisa akan disajikan dalam bentuk
matriks dan selanjutnya akan ditulis dalam bentuk uraian narasi sistematis yang
dapat memberi jawaban atas rumusan masalah.
3.12. Keabsahan Data
Keabsahan data penelitian ini berdasarkan pada empat prinsip yaitu prinsip
kepercayaan (credibility), prinsip keteralihan (transferability), prinsip
54

kebergantungan (dependability), dan prinsip kepastian (confirmability) seperti


yang dikemukakan Guba & Lincoln (1994) dalam Streubert & Carpenter (2003).
1. Prinsip Credibility
Prinsip credibility meliputi kegiatan yang meningkatkan hasil penemuan
penelitian yang kredibel (Lincoln & Guba, 1985 dalam Streubert &
Carpenter, 1999). Credibility merupakan prinsip bahwa kebenaran atau
kepercayaan hasil penelitian menggambarkan kenyataan yang sesungguhnya
terjadi. Peneliti akan mengecek kembali hasil transkrip sampai adanya suatu
kesesuaian dengan hasil rekaman dan catatan lapangan. Peneliti juga
meminta informan untuk mengecek kembali hasil kutipan wawancara dan
menanyakan apakah informan setuju dengan hasil analisa atau ingin
mengubah ataupun menambah data yang telah diberikan.
2. Prinsip Transferability
Prinsip transferability merupakan bentuk validasi eksternal yang
menghasilkan ketepatan informasi sehingga hasil penelitian dapat diterapkan
pada populasi yang lain. Lincoln dan Guba (1985) dalam Polit & Hungler
(1999) transferability merujuk pada generalisasi data. Hal ini lebih terkait
pada isu sampel dan desain penelitian dibandingkan data. Hasil penelitian
dapat dikatakan memenuhi kriteria transferability apabila pembaca dapat
memperoleh gambaran yang jelas dan dapat mengaplikasikannya di tempat
lain.
3. Prinsip Dependability
Prinsip dependability pada pada penelitian ini adalah stabilitas data dari
waktu ke waktu dan kondisi. Teknik untuk memperoleh dependability
informasi adalah dengan inquiry audit yaitu suatu proses menelaah data dan
dokumen kemudian didukung secara menyeluruh oleh reviewer eksternal.
Pada penelitian ini reviewer eksternal yang dilibatkan adalah pembimbing
penelitian pada proses penyusunan skripsi.
4. Prinsip Confirmability
Prinsip confirmability adalah sesuatu hal dinilai secara objektif dan netral.
Beberapa orang independen akan menilai data-data yang telah dikumpulkan
55

oleh peneliti (Streubert & Carpenter, 2003). Dikatakan telah memenuhi


confirmability apabila hasil penelitian tersebut datanya bersifat netral atau
objektifitas. Hal ini telah tercapai melalui kesamaan pandangan antara
peneliti, pembimbing, dan informa.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh Prov. 2021. “Aceh Tanggap Covid-19”. https://www.covid19. acehprov.
go.id. Diakses pada 13 Juli 2021.
Adam D, Wu P, Wong J, Lau E, Tsang T, Cauchemez S, et al. Clustering and
superspreading potential of severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 (SARS-CoV-2) infections in Hong Kong (pracetak). Research Square.
2020. doi: 10.21203/rs.3.rs-29548/v1.
Almi, 2020. Kepatuhan Peningkatkan Kesadaran Masyarakat. Jakarta: Raja
Grafndo Persada
Among Five Traditions, Sage Publication, California.
Arifin, Syamsul. 2020. “Pentingnya Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Rangka
Menurunkan Transmisi Covid-19”. Team Pakar Percepatan Penanganan
Covid-19 ULM. https://covid19.ulm.ac.id/pentingnya-penerapan-protokol-
kesehatan-dalam-rangka-menurunkan-transmisi-covid-19/. Diakses pada
20 Juli 2021.
Atiqoh & Devi,2020. Infokes: Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika
Kesehatan 10 (1), 52-55, 2020. 49
Ayuningtyas, 2014. Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik. Jakarta: Raja
Grafndo Persada
Baritsa, Nadya. 2021. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan Dengan Corporate Social Responsibility Disclosure Dan
Intellectual Capital Disclosure Sebagai Variabel Mediasi.Universitas
Airlangga.http://repository.unair.ac.id/id/eprint/108765
Budi, Winarno. (2002). Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Yogya karta: Media
Presindo, 2002,hal. 14 - 15.
Challenges for Dental and Oral Medicine. Journal of Dental Research. Vol. 99 (5)
: 481 – 487.
Chandra, Indarto, Wiguna, & Kaming, 2011. Pendidikan Karakter di Lingkungan
Keluarga Selama Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Pandemi COVID-
19. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3 (2), 270–290. https://doi.org/ 10.
37329/cetta.v3i2.454

xiii
Creswell, John W, 1998, Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing
Derek, et al., 2020. Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19): Sebuah Tinjaun
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dinkes Aceh. 2020. “Statistik Covid-19 Aceh”. https://dinkes.acehprov.go.id/.
Diakses pada 7 November 2020.
Dinkes Aceh. 2021. “Statistik Covid-19 Aceh”. https://dinkes.acehprov.go.id/.
Diakses pada 6 Agustus 2021.
Dunn, 2007. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University. Press
Fears AC, Klimstra WB, Duprex P, Weaver SC, Plante JA, Aguilar PV, et al.
Persistence of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 in
Aerosol Suspensions. Emerg Infect Dis 2020;26(9).
Freeman, 2014. Strategic Management: A Stakeholders Approach Massachusetts :
Pitman Publishing Inc.
Gennaro, F. D., et al. (2020). Coonavirus Diseases (COVID-19) Current Status
and Future Perspectives: A Narrative Review. Journal of Environmental
Research and Public Health, 17, 2690. doi:10.3390/ijerph17082690
Guo Z-D, Wang Z-Y, Zhang S-F, Li X, Li L, Li C, et al. Aerosol and Surface
Distribution of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 in
Hospital Wards, Wuhan, China, 2020. Emerg Infect Dis. 2020;26(7).
Hamdani,2020. Alternative Assessment in Distance Learning Emergencies Spread
of Coronavirus Disease (Covid-19) in Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hanifah, Nurul. 2020. “Stakeholder adalah Pemangku Kepentingan, Inilah
Perannya”.Diakses pada tanggal 28 April 2021, dari https://lifepal.co.id/
media/stakeholder/
Helpris, 2010. Stakeholder Relationship in Integrated Marketing.
Communication. Jakarta : Universitas Pancasila
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.

xiv
Indiahono, 2009. Kebijakan Public Berbasis Dynamic Policy. Analisys.
Yogyakarta: Gava Media.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17/2021 Tentang
Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis
Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease
2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6/2020 Tentang Peningkatan
Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
James Anderson, 2009. Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and
Winston,. 1984), cet. ke-3, h. 3. http://communicationista. wordpress.
com/2009/07/01
Kamidah,2015. Faktor-faktor. Yang. Mempengaruhi. Kepatuhan. Yogyakarta:
Gava Media
Kemenkes RI. 2020. “Situasi Terkini Perkembangan Covid-19 15 April 2020”.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/situasi-
terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-15-april-2020.
Diakses pada 10 September 2020.
Kepres RI. 2020. “Regulasi”. https://covid19.go.id/p/regulasi/keppres-nomor-7-
tahun-2020 tentang-gugus-tugas-percepatan-penanganan-covid-i9. Diakses
pada 12 Juli 2021.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/
413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/ Menkes/
9860/2020 Tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes
/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan

xv
Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease 19 (Covid-19).
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7/2020 Tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19).
Kompas, 2021. “Hari ini dalam Sejarah : WHO Tetapkan Covid-19 Sebagai
Pandemi Global”. https://www.kompas.com/tren/ read/2021/03/11/
104000165/hari-ini-dalam-sejarah--who-tetapkan-covid-19-sebagai-
pandemi-global?page=all. Diakses pada 11 Maret 2021.
Kompas. 2020. “Kasus Covid-19 di Indonesia Tinggi, Bagaimana di Asia
Tenggara?”.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/10/203800865/kasus-covid-
19-di-indonesia-tinggi-bagaimana-kondisi-di-asia-tenggara?page=all.
Diakses pada 10 September 2020.
Korsman, 2012. Viroloy Chins.Churchill Livingston Elsevier 12: 113-117
Kozier,2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Leclerc QJ, Fuller NM, Knight LE, Funk S, Knight GM, Group CC-W. What
settings have been linked to SARSCoV-2 transmission clusters?
Wellcome Open Res. 2020;5(83):83.
Lindblom Charles E . 1980. The Policy Making Process. New Jersey : Prentice
Hall Inc.
Liu J, Liao X, Qian S, Yuan J, Wang F, Liu Y, et al. Community Transmission of
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2, Shenzhen, China,
2020. Emerg Infect Dis. 2020;26:1320-3.
Meng, L. Dkk. 2020. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Emerging and
Future
Moleong, j, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

xvi
Novi dan Cut, 2021. Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi
Penyebaran COVID-19 Virus COVID-19. Jurnal Sosial & Budaya Syar
I,7,No.3,227.
Novi, 2021. Statistik Parametrik, Cetakan Ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82/2020 Tentang Comite
Penanganan Corona Virus Disease 19 (COVID-19) dan Pemulihan
Ekonomi Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99/2020 Tentang Pengadaan
Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
PMK RI. 2021. “Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)”. https://peraturan.bpk.go.id/
Home/Details/169665/permenkes-no-10-tahun-2021. Sumber : BN.2021/
No.172, jdih.kemkes.go.id : 33 hlm. Diakses pada 13 Juli 2021.
Polit, Beck dan Hungler. (2001). Essentials of Nursing Research diakses dari
https://www.abebooks.co.uk diakses pada tanggal 3 Desember 2020.
Polit, D.F. And Hungler, B.P. (1999). Nursing Research.Principles andMethode.
Philadelpia: Lippincott.
Pradana, 2020. “Merespon Nalar Kebijakan Negara Dalam Menangani Pandemi
Covid 19 Di Indonesia”. Ekonomi Dan Kebijakan Publik Indonesia, 7.
Retrieved from http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/EKaPI/article/view/
17370/12524. Diakses pada 12 Juli 2021.
Pradistya, Reyvan Maulid (2021). Analisis Triangulasi. Dqlab.id/teknik-
triangulasi-dalam-pengelolaan-data-kualitatif. Diakses pada 11 September
2021.
Rhenald, 2014. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, dan.
Positioning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Rizal, Jawahir Gustaf. 2020. “Ahli Virus Sebut Covid-19 Adalah Virus Umum”.
Editor : Jihad Akbar. 2020. https://www.suara.com/health/2020/

xvii
04/13/183832/ahli-virus-sebut-covid-19-adalah-virus-umum-tetapi? Page
=all. Diakses pada 13 Desember 2020.
Setkab RI. 2021. “ “. http://www.setkab.go.id/presiden-jokowi-ppkm-mikro-
kebijakan-paling-tepat-untuk-saat-ini/ Diakses pada 13 Juli 2021.
Soekanto,2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-43.Jakarta: Rajawali Pers
Solichin Abdul Wahab,2008. Analisis Kebijakan dari formula ke Implementasi.
Kebijaksanaan Negara, Jakarta : Pt. Bumi Aksara.
Spradley, James P. 1980. Participant Obsevation. USA: Holt, Rinehart and
Winston.
Streubert & Carpenter (1999). Qualitative Reseach in Nursing Advancing The
Humanistic Imperative. Philadelpia : Lipincott.
Streubert, H. J. & Carpenter, R.R. (2003). Qualitative research in nursing:
Advancing the humanistic imperative (3nd ed). Philadelphia, PA:
Lippinctt.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung
:Alfabeta, CV.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and surface stability of SARS-CoV-2 as
compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020;382:1564-7.
Wang, 2020. A Novel Coronavirus from Patients with Pneumonia in China,2019.
The New England Journal of Medicine, 382(8), 727–733.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2 001017
WHO, 2020. COVID-19 Strategy Update. Geneva, Switzerland: WHO.
WHO. 2009. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care : a Summery.
https://www.who.int/gpsc/5may/tools/who_guidelines-handhygiene_
summary.pdf. Diakses pada Juli 2021.

xviii
WHO. 2020. ”Corona Virus Disease (Covid-19)”. https://www.who.int/
emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019. Diakses pada 14 Desember
2020.
WHO. 2020. Anjuran Mengenai Penggunaan Masker Dalam Konteks Covid-19.
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/anjuran
-mengenai-penggunaan-masker-dalam-konteks-covid-19-june-20.pdf?sfvr
sn=d1327a85_2. Diakses pada 15 Desember 2021.
WHO. 2020. Transmisi SARS CoV-2 : Implikasi Terhadap Kewaspadaan
Pencegahan Infeksi. https://www.who.int/docs/default-source/searo/
indonesia/covid19/transmisi-sars-cov-2---implikasi-untuk-terhadap-kewas
padaan-pencegahan-infeksi---pernyataan-keilmuan.pdf?sfvrsn=1534d7df_
4. Diakses pada 12 Desember 2020.
Zhu N, et al. A novel coronavirus from patients with pneumonia in china, 2019.
N. Engl. J. Med. DOI : 10.1056/NEJMoa2001017.

xix
PEDOMAN WAWANCARA

Gambaran Peran Stakeholder Terhadap Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Dalam


Upaya Penanggulangan Pandemi Covid-19 di SPN Polda Aceh, Aceh Besar 2021

Kode Informan :
I. Identitas Informan
Nama : ………………………………………………………………....
Umur : …………………………………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………………………………
Jabatan : …………………………………………………………………
Pendidikan Terakhir : …………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………
Tanggal Wawancara : …………………………………………………………………

II. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


pembentukan Satgas Covid-19 di PN Polda Aceh dan kinerjanya.
1. Apakah ada pelaksanaan Satgas Covid-19 di SPN Polda Aceh?
2. Dimanakah lokasi atau tempat pelaksanaannya?
3. Apakah ada struktur organisasinya dan bagaimana bentuknya?
4. Seperti apa prosedur pelaksaannya di SPN?
5. Apa-apa saja saja kegiatan yang sudah dilakukan?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya?
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

III. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


pemakaian masker di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan pemakaian masker di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakan ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait pemakaian masker?
4. Apakah ada sosialisasi yang dilakukan?
5. Apakah ada Punishment bagi yang tidak melaksanakan pemakaian masker?
6. Apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaannya?

xx
7. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya?
8. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

IV. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan
cuci tangan di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas di
lingkungan SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah fasilitas tempat mencuci tangan tersedia dan dapat dijangkau?
5. Apakah ada sosialisasi pelaksanaannya?
6. Apakah ada Punishment bagi yang tidak melaksanakan?
7. Apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaannya?
8. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya?
9. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

V. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


penerapan physical distancing di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan kebijakan physical distancing di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada pengawasan?
5. Apakah ada hambatan dalam melakukan physical distancing?
6. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

VI. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


menghindari kerumunan di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan menghindari kerumunan di SPN Polda Aceh ?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada punishment bagi personel yang melanggar kebijakan tersebut?
5. Apakah ada pengawasan terhadap kegiatan tersebut?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya di SPN Polda Aceh?

xxi
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

VII. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


pengurangan mobilitas di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan kebijakan mengurangi mobilitas di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada pengawasan pelaksanaannya?
5. Apakah ada punishment bagi personel yang melanggar kebijakan tersebut?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya di SPN Polda Aceh?
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

VIII. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan new
normal di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan tatanan hidup new normal di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada pengawasan pelaksanaannya?
5. Apakah ada punishment bagi personel yang melanggar kebijakan tersebut?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya di SPN Polda Aceh?
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

IX. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan


pelaksanaan vaksinasi di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada pengawasan pelaksanaannya?
5. Apakah ada punishment bagi personel yang melanggar kebijakan tersebut?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya di SPN Polda Aceh?
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

xxii
X. Peran stakeholder dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan PPKM
di SPN Polda Aceh.
1. Apakah ada pelaksanaan PPKM Covid-19 di SPN Polda Aceh?
2. Bagaimanakah ketentuan pelaksanaannya?
3. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait kebijakan tersebut?
4. Apakah ada pengawasan pelaksanaannya?
5. Apakah ada punishment bagi personel yang melanggar kebijakan tersebut?
6. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya di SPN Polda Aceh?
7. Apa solusi yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut?

xxiii

Anda mungkin juga menyukai