Anda di halaman 1dari 46

PREFERENSI PENGELOLAAN ORGANISME

PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA ANGGREK


DAN ANALISIS EKONOMINYA: STUDI KASUS DI BOGOR

KADE KUSUMA DEWI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK

KADE KUSUMA DEWI. Preferensi Pengelolaan Organisme Pengganggu


Tanaman pada Budidaya Anggrek dan Analisis Ekonominya: Studi Kasus di
Bogor. Dibimbing oleh ALI NURMANSYAH dan GEDE SUASTIKA.
Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Serangan OPT dalam budidaya tanaman ini dapat menyebabkan
penurunan kualitas maupun kuantitas produksi, sehingga dapat menurunkan harga
jual anggrek. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan tindakan pengendalian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara petani anggrek mengendalikan
OPT dan menentukan faktor yang mempengaruhi tindakan pengendalian tersebut,
serta menghitung nilai ekonomi dari cara pengendalian OPT pada budidaya
anggrek. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu
wawancara secara langsung dengan petani/pemilik kebun anggrek, dan melalui
pengamatan di lapangan. Wawancara dilakukan secara perorangan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang tersusun dalam satu paket kuisioner.
Jumlah responden adalah sebanyak 30 petani, dipilih dari yang paling mudah
diakses atau dijumpai (convenience sampling). Petani responden terdiri dari
kelompok petani yang melakukan tindakan pengendalian OPT secara
konvensional dan lebih ramah lingkungan. Pengamatan OPT di lapangan meliputi:
foto hama dan gejala penyakit, pengambilan sampel tanaman sakit dan hama.
Terdapat empat OPT utama yang menyerang anggrek yaitu: tungau merah,
Fusarium spp., bekicot, dan Erwinia carotovora. Di antara keempat OPT tersebut,
yang memiliki insidensi tertinggi adalah bekicot. Untuk mengatasi masalah OPT,
hampir seluruh petani anggrek mengendalikannya secara konvensional dan hanya
sebagian kecil yang menggunakan cara-cara yang lebih ramah lingkungan.
Pendidikan dan pengalaman berusaha tani cenderung berpengaruh terhadap
preferensi cara pengendalian OPT. Walaupun memerlukan biaya tinggi,
pengendalian yang lebih ramah lingkungan mampu menghasilkan keuntungan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengendalian secara konvensional.
3

PREFERENSI PENGELOLAAN ORGANISME


PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA ANGGREK
DAN ANALISIS EKONOMINYA: STUDI KASUS DI BOGOR

Kade Kusuma Dewi

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Penelitian : Preferensi Pengelolaan Organisme Pengganggu
Tanaman pada Budidaya Anggrek dan Analisis
Ekonominya: Studi Kasus di Bogor
Nama Mahasiswa : Kade Kusuma Dewi
NRP : A34050895

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
NIP. 196302121990021001 NIP. 196206071987031003

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc


NIP. 196402041990021002

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1987 di Denpasar, Bali. Penulis


merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ketut Suarda dan Ni
Ketut Warsiki.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal dari SMAN 1 Denpasar
pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2006. Selama
di IPB penulis pernah aktif di dalam UKM KMHD sebagai seksi kerohanian
periode 2007-2008. Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai asisten praktikum
mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman dari Departemen Proteksi Tanaman
IPB pada tahun ajaran 2008/2009.
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Waça karena
atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir
mahasiswa sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dalam pengambilan
keputusan pengendalian hama dan penyakit terutama pada budidaya anggrek.
Penelitian ini dilakukan melalui survei ke beberapa petani anggrek di
Kabupaten dan Kotamadya Bogor, yang dimulai dari bulan Desember 2008
sampai Mei 2009. Sumber dana penelitian ini berasal dari penulis sendiri.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si dan Dr.
Ir. Gede Suastika, M.Sc yang telah banyak membimbing, membantu, serta
memberikan saran dan masukan kepada penulis selama melakukan penelitian
hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Suryo Wiyono
M.Sc.M.Agr, atas bantuan konsultasi dalam identifikasi di Klinik Tanaman IPB,
terima kasih juga kepada Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS sebagai dosen penguji
tamu atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga kepada para petani anggrek di Kelompok Tani Mekarsari, Desa Cibinong
serta petani anggrek responden lainnya di Kabupaten dan Kotamadya Bogor, atas
partisipasinya sebagai responden untuk menunjang penelitian ini, terutama kepada
Bu Yusi, Pak Muslih, Pak H. Naan, Keluarga Pak Satiri, dan Pak Ardi yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung. Terima kasih kepada
keluarga tercinta, Septripa, Jessi, Huda, Putri, Ana, Tb.Kiki K., Mba Eneng, Mba
Ita, serta teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman IPB terutama angkatan
42 yang telah banyak membantu selama survei, kepada teman-teman KMHD IPB
atas kerjasama dan dukungannya selama ini.
Penulis berharap karya ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Kritik dan saran membangun sangat diharapkan penulis untuk perbaikan di masa
mendatang.

Bogor, September 2009

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………................................................................ 1
Tujuan Penelitian …………………………………………………. 3
Manfaat Penelitian ………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi dan Taksonomi Tanaman Anggrek ….………………. 4
Jenis – Jenis OPT Anggrek …………............................................ 5
Tindakan Pengendalian OPT .......................................................... 8
Analisis Ekonomi Pengendalian OPT.....................................................10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 11
Metode penelitian ............................................................................. 11
Analisis Data .................................................................................... 12
Karakteristik Petani Anggrek ......................................................... 12
Masalah OPT dan Tindakan Pengendalian ................................... 12
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan
Pengendalian ................................................................................. 12
Analisis Ekonomi dari Pengendalian OPT .................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Anggrek ........................................................... 14
Masalah OPT dan Tindakan Pengendalian...............................................16
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian 20
Analisis Ekonomi dari Pengendalian OPT ....................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 29
Saran ................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR
GAMBAR Halaman

Gambar 1 Persentase tingkat pendidikan petani anggrek ....................... 14


Gambar 2 Persentase luas kebun anggrek ............................................... 15
Gambar 3 Persentase lama pengalaman berusaha tani anggrek .............. 15
Gambar 4 Persentase jenis pelatihan yang diikuti ................................... 16
Gambar 5 Persentase jumlah kebun anggrek yang terserang OPT .......... 17
Gambar 6 Persentase jumlah kebun anggrek yang terserang OPT utama 18
Gambar 7 Persentase insidensi OPT utama berdasarkan perkiraan
petani ....................................................................................... 18
Gambar 8 Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan ......... 19
Gambar 9 Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan
pengendalian OPT ................................................................... 20
Gambar 10 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan
Pengendalian...................................................................................21
Gambar 11 Hubungan antara pengalaman berusaha tani anggrek dengan
tindakan pengendalian OPT............................................................22
Gambar 12 Hubungan antara jenis pelatihan dengan tindakan
pengendalian OPT...........................................................................23
Gambar 13 Perbandingan biaya produksi-keuntungan dari tindakan
pengendalian OPT...........................................................................24
Gambar 14 Nilai B/C dari masing-masing tindakan pengendalian OPT...........24
Gambar 15 Harga jual anggrek rata-rata berdasarkan tindakan
pengendalian OPT...........................................................................26
Gambar 16 Biaya rata-rata penggunaan pestisida/agens pengendali untuk
masing-masing jenis hasil panen....................................................26
Gambar 17 Jumlah panen jika terdapat serangan dan tanpa serangan OPT 27
Gambar 18 Persentase kehilangan hasil pada tingkat serangan OPT 80%
dari kedua jenis tindakan pengendalian..........................................28

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Survei pengelolaan organisme pengganggu tanaman
(OPT) anggrek ......................................................... 33
Lampiran 2 Gambar hama dan gejala penyakit pada tanaman
anggrek ...................................................................... 38
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Tanaman ini menghasilkan bunga yang unik sehingga menarik
perhatian botanis yang menggemari tanaman hias sejak dua abad yang lalu
(Gunawan 1998). Anggrek dikenal sebagai tanaman hias populer yang
dimanfaatkan bunganya. Bunga anggrek sangat indah dan variasinya hampir tidak
terbatas. Anggrek biasa dijual baik sebagai tanaman pot maupun sebagai bunga
potong. Indonesia memiliki kekayaan jenis anggrek yang sangat tinggi, terutama
anggrek epifit yang hidup di pohon-pohon hutan, dari Sumatera hingga Papua.
(Rimando 2001). Jumlah tanaman anggrek diperkirakan meliputi 35000 spesies
yang merupakan 10% daripada jumlah seluruh tanaman berbunga di dunia ini
(Limartha 1979).
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu
faktor pembatas dalam budidaya anggrek. Menurut Karyatiningsih, dkk. (2008),
terdapat jenis-jenis hama yang dapat menyerang anggrek, antara lain: hama
bekicot Achatina fulica Bowdich, kumbang moncong Orchidophilus aterrimus
Wat., siput semak Bradybaena similaris (Ferussac), siput setengah telanjang
Parmarion sp., dan tungau merah Tenuipalpus pacificus Baker. Beberapa jenis
penyakit pada tanaman ini, seperti: penyakit antraknosa, bercak kelabu Pestalotia
sp., bercak kuning, hawar bunga, busuk hitam Phytophthora spp., busuk lunak
Erwinia, layu Fusarium, layu Sclerotium, Odontoglossum Ring Spot Virus
(ORSV), dan Cymbidium Mosaic Virus (CyMV).
Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh serangan OPT tersebut yaitu
penurunan nilai estetika/kualitas maupun kuantitas produksi tanaman anggrek.
Menurunya kualitas dapat menurunkan harga jual anggrek, terutama untuk jenis
bunga potong. Bunga anggrek potong pascapanen tergolong peka terhadap
penyakit dan kerusakan mekanis. Faktor penyebabnya adalah mahkota bunga
yang agak rapuh dan adanya cairan madu pada bunga yang dapat merangsang
pertumbuhan patogen (Siswadi 2007).
Dalam upaya mencegah kerusakan tanaman akibat serangan OPT,
pengendalian selalu dilakukan baik preventif maupun kuratif. Cara yang efektif
dan praktis ialah penyemprotan dengan pestisida secara rutin. Walaupun produk
tanaman hias tidak dikonsumsi, adanya senyawa toksik yang umumnya
berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekosistem karena
terbunuhnya organisme-organisme berguna. Sejalan dengan kebijakan pemerintah
dan tuntutan global, penggunaan pestisida harus seminimal mungkin agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, dalam dua tahun terakhir
telah dirintis penggunaan agens hayati dalam pengendalian OPT pada tanaman
hias (Suhardi & Maryam 2002).
Pada umumnya, pengendalian OPT dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pengendalian secara konvensional dan pengendalian bersifat ramah lingkungan.
Pengendalian OPT dengan cara konvensional yaitu hanya menggunakan pestisida
kimia sintetis sedangkan pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan yaitu
teknik yang lebih memperhatikan keamanan lingkungan dalam pengendalian,
dengan membatasi penggunaan pestisida sintetis serta memadukannya dengan
pengendalian hayati (Perum Perhutani KPH Randublatung 2009).
Terdapat beberapa keuntungan maupun kerugian dari kedua tindakan
pengendalian tersebut. Pada pengendalian OPT secara konvensional,
keuntungannya yaitu: mudah dalam mengaplikasikan, ampuh dalam menurunkan
populasi hama, serta mudah diperoleh, sedangkan kerugiannya antara lain: dapat
menimbulkan resistensi hama sasaran terhadap pestisida, mematikan organisme
bukan sasaran, mencemari lingkungan, serta dapat menimbulkan keracunan bagi
manusia. Tindakan pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan memiliki
beberapa keuntungan, antara lain: tidak mencemari lingkungan, dapat
melestarikan agroekosistem, serta keuntungan hasil yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia sintetis, sedangkan kerugiannya
yaitu: sulit memastikan akan keberhasilannya, memerlukan waktu untuk
memperlihatkan keberhasilannya, serta terbatas penyebarannya (Oka 2005).
.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara petani anggrek
mengendalikan OPT dan menentukan faktor yang mempengaruhi tindakan
pengendalian tersebut, serta menghitung nilai ekonomi dari cara pengendalian
OPT pada budidaya anggrek.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi petani anggrek
dalam pengambilan keputusan pengendalian OPT pada tanaman anggrek sehingga
dapat meminimalisir biaya pengendalian serta meningkatkan produktivitas
anggrek.
TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi dan Taksonomi Tanaman Anggrek


Anggrek dalam penggolongan taksonomi, termasuk dalam ordo
Asparagales, famili Orchidaceae, merupakan salah satu tumbuhan berbunga
dengan anggota jenis terbanyak. Hingga saat ini diindikasikan terdapat sekitar 130
genus dan 941 spesies, namun hanya 25 genus dan 140 spesies yang memiliki
nilai komersial. Anggrek dapat ditemukan hampir di mana-mana, mulai dari
daerah puncak gunung yang dingin hingga padang pasir yang panas, di atas
bebatuan dan perakaran tanaman mangrove, dekat habitat perairan, dan pada
cabang pepohonan, namun tanaman ini tidak tumbuh di daerah kutub ataupun
samudera. Sebagian besar anggrek tumbuh di daerah beriklim tropis, khususnya di
hutan pegunungan (Rimando 2001).
Beberapa genera yang dikenal secara komersial adalah Dendrobium,
Phalaenopsis, Arachnis, Cymbidium, Cattleya, Vanda serta kerabatnya. Seluruh
genera tersebut mempunyai daerah penyebaran di Asia Tenggara, kecuali
Cattleya. Beberapa genera komersial tersebut terdapat di bumi Indonesia dalam
jumlah yang sangat besar. Semua jenis anggrek Dendrobium yang bunga
potongnya memiliki nilai komersial yang sangat tinggi, apabila ditelusuri dengan
seksama ternyata induknya berasal dari Indonesia, kecuali Dendrobium taurianum
yang berasal dari Filipina. Jenis dendrobium ini kebanyakan terdapat di
Kepulauan Maluku dan Papua (www.situshijau.co.id).
Menurut Sitohang (2009), tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima
jenis berdasarkan habitatnya, yaitu: epifit, semi epifit, terrestris, saprofit, dan
litofit.
1. Anggrek epifit (ephytis) adalah jenis anggrek yang menumpang pada
batang/pohon lain tetapi tidak merusak/merugikan tanaman yang ditumpangi
(tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya,
sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara.
Anggrek epifit membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Di habitat
aslinya, anggrek ini kerap menempel di pohon-pohon besar dan rindang.
14

Contoh anggrek epifit antara lain: Dendrobium, Cattleya, Oncidium, dan


Phalaenopsis.
2. Anggrek semi epifit adalah jenis anggrek yang juga menempel pada
pohon/tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi
epifit, selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti
akar udara yaitu untuk mencari makanan. Contoh anggrek semi epifit antara
lain: Epidendrum, Leila, dan Brassavola.
3. Anggrek terrestris adalah jenis anggrek yang hidup di atas permukaan tanah.
Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh atau cahaya matahari
langsung. Contoh anggrek terresterial antara lain: Vanda, Renanthera,
Arachnis, dan Aranthera.
4. Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung
humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit dalam pertumbuhannya
membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contohnya: Goodyera sp.
5. Anggrek litofit adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek
jenis ini biasanya tumbuh di bawah sengatan cahaya matahari penuh. Contoh
jenis ini antara lain: Dendrobium dan Phalaenopsis.

Jenis-jenis OPT Anggrek


Menurut Sutiyoso (2003), terdapat beberapa jenis hama yang sering
menyerang anggrek, yaitu:
1. Kumbang Orchidophilus (kumbang gajah) yang menyerang pupus
Dendrobium. Pada saat menyerang, kumbang sekaligus meletakkan telurnya.
Larva akan memasuki bulb dari pucuk dan membuat lubang di dalam bulbnya.
hal ini akan mengganggu aliran fotosintesis dari atas ke bawah. Jenis anggrek
yang diserang adalah jenis anggrek epifit antara lain: Arachnis sp., Cattleya
sp., Coelogyne sp., Cypripedium sp., Dendrobiium sp., Cymbidium sp.,
Paphiopedilum sp., Phalaenopsis sp., Renanthera sp., dan Vanda sp.
2. Tungau banyak ditemukan di permukaan daun sebelah bawah. Hama ini
menusuk dan menghisap jaringan daun. Gejala berupa bercak kuning pada
permukaan atas daun dan garis berkelok-kelok keperak-perakan pada
permukaan bawah daun. Jenis-jenis anggrek yang dapat diserang hama ini
adalah Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., Onchidium sp., Vanda sp., dan
Gramatophyllum sp.
3. Hama keong yang berumah (snail)/bekicot maupun yang tidak berumah (slug)
dalam semalam dapat memakan habis tunas dan daun muda pada areal yang
luas. Hama ini bersifat polifag sehingga menyerang berbagai jenis anggrek.
4. Hama Thrips berkeliaran di dalam kuntum bunga. Hama ini membuat garis
dan bercak putih pada kelopak dan mahkota bunga sehingga seluruh malai
rusak dan tidak dapat dijual. jenis anggrek yang dapat diserang hama ini
adalah anggrek Arachnis sp., Cattleya sp., Dendrobium sp., Renanthera sp.,
dan Vanda sp.
5. Hama Liriomyza meletakkan telur pada kuncup kuntum bunga. Hama ini
menimbulkan gejala seperti kuncup bunga cacat dan menguning. Pada
akhirnya kuncup akan gugur dan malai ompong beberapa kuntum. Bila bunga
berhasil mekar, akan tampak bercak hitam pada kelopak dan mahkotanya.
Menurut Semangun (2007), terdapat jenis-jenis penyakit yang dapat
menyerang anggrek, antara lain:
1. Antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletothrichum gloeosporioides.
Gejalanya yaitu pada daun atau umbi semu mula-mula timbul bercak bulat,
mengendap berwarna kuning atau hijau muda. Akhirnya bercak menjadi
coklat dan mempunyai bintik-bintik hitam yang terdiri atas badan buah
(aservulus) jamur. Pada umumnya bintik-bintik ini teratur pada lingkaran-
lingkaran yang sepusat.
2. Bercak daun Cercospora
Bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora spp. dengan gejala:
mula-mula pada sisi bawah daun yang masih muda timbul bercak kecil yang
berwarna coklat. Bercak-bercak dapat berkembang melebar dan memanjang,
serta dapat bersatu membentuk bercak yang besar. Pusat bercak mengering
dan akhirnya dapat menjadi berlubang. Gejala ini lebih banyak terjadi pada
daun-daun tua. Penyakit ini sering ditemukan pada Arachnis, Dendrobium,
dan Vanda.
3. Layu Fusarium
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. cattleyae.
Patogen ini menginfeksi tanaman melalui akar atau masuk melalui luka pada
akar rimpang yang baru saja dipotong. Bagian atas tanah tampak merana
seperti kekurangan air, menguning, dengan daun-daun yang keriput, umbi
semu menjadi kurus, kadang-kadang agak terpilin. Akar-akar busuk,
pembusukan pada akar dapat meluas ke atas sampai ke pangkal batang.
4. Bercak daun Curvularia
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Curvularia sp. Gejala penyakit ini
mirip dengan gejala bercak daun Cercospora dan hanya dapat dibedakan
dengan pemeriksaan mikroskopis. Cendawan ini dilaporkan di Malaysia, dapat
menyerang bunga dan menyebabkan “hawar bunga”.
5. Bercak daun Pestalotia
Pada daun anggrek sering terdapat bercak daun yang disebabkan oleh
cendawan Pestalotia (Pestalotiopsis). Gejala pada sisi bawah daun, terutama
pada ujung daun yang sudah tua, timbul bercak-bercak kecil berwarna cokelat
kekuningan. Bercak-bercak dapat bersatu menjadi bercak yang lebih besar,
berwarna hitam mengkilat dengan pusat berwarna kelabu.
6. Hawar bunga
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium spp. Gejala terjadi pada
bunga yang masih kuncup ataupun yang sudah mekar. Mula-mula tangkai
bunga menguning dan mengerut, akhirnya berwarna cokelat kehitaman.
Penyakit meluas ke seluruh tangkai sampai ke kuncup-kuncup sehingga
menjadi busuk kering, berwarna cokelat kehitaman, dan dapat rontok. Pada
bunga yang sudah mekar, mula-mula pada mahkota bunga terjadi bercak kecil
berwarna cokelat yang cepat meluas dan menyebabkan kelayuan.
7. Busuk lunak
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora. Bakteri masuk ke
dalam badan tanaman melalui luka-luka menyebabkan busuk basah yang
berkembang dengan pesat dan menimbulkan bau yang tidak enak. Pada
jaringan muda yang lunak, pembusukan maju dengan cepat, tetapi pada bagian
yang lebih dewasa, khususnya pada umbi semu atau akar rimpang,
pembusukan berkembang lebih lambat.
8. Mozaik Cymbidium
Penyakit ini disebabkan oleh Cymbidium Mozaik Virus. Pada anggrek tipe
Cattleya mula-mula terjadi bercak-bercak kuning pada daun ayang baru,
meskipun sering kali gejala ini tidak ditangkap. Pada daun dewasa terdapat
bercak-bercak panjang mengendap berwarna cokelat atau hitam ungu. Jenis
anggrek yang dapat diserang adalah Cymbidium dan Cattleya.

Tindakan Pengendalian OPT


Upaya dalam meningkatkan produktivitas tanaman anggrek salah satunya
melalui tindakan pengendalian OPT. Tindakan pengendalian tersebut ada yang
secara konvensional yaitu menggunakan pestisida sintetis ataupun pengendalian
yang bersifat ramah lingkungan yaitu dengan mengurangi penggunaan pestisida
sintetis serta menggunakan agens pengendali sebagai penggantinya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani dalam pengambilan
keputusan pengendalian OPT. Menurut Rogers & Shoemarker (1971) & Rogers
(1995) dalam Yusalina, dkk. (2002), faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan
ke dalam: (a) faktor internal yang berasal dari petani, dan (b) faktor eksternal yang
berada di luar kendali petani. Faktor internal di antaranya: pendidikan, umur, luas
tanah garapan, status kepemilikan tanah, jumlah tenaga kerja dari anggota
keluarga petani, persepsi petani, dan aktivitas petani dalam kelompok taninya.
Termasuk faktor eksternal di antaranya: faktor kelembagaan, faktor lingkungan,
dan kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Sukahar (1982) dalam Yusalina, dkk. (2002), faktor sosial yang
dapat mempengaruhi kepututsan petani dalam penggunaan input modern
diantaranya adalah tingkat pendidikan petani. Petani yang mempunyai tingkat
pendidikan yang relatif tinggi mempunyai respon yang lebih baik terhadap
penggunaan teknologi baru.
Tindakan pengendalian OPT yang ramah lingkungan, salah satunya adalah
menggunakan biopestisida. Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan
menjadi dua, yakni pestisida nabati dan pestisida hayati. Pestisida nabati
merupakan hasil ekstraksi dari bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah,
biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekundernya memiliki sifat racun
terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan
untuk mengendalikan hama maupun penyakit. Pestisida hayati merupakan
formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri, maupun
virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit
tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi
serangga (hama) maupun nematoda yang menjadi penyebab penyakit tanaman
(Balithi 2009).
Pestisida nabati dapat diperoleh dari berbagai jenis tanaman, salah satunya
berasal dari tanaman serai. Tanaman ini mengandung minyak atsiri yang terdiri
dai senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, methil heptenon,
dan dipentena (Kardinan 2002). Senyawa sitronela mempunyai sifat racun
dehidrasi (desiscant) yang dapat mengakibatkan kematian akibat kehilangan
cairan secara terus-menerus pada tubuh serangga (Wahyuni 2005). Selain itu,
kandungan bahan aktif dari tanaman tersebut dapat digunakan sebagai racun
kontak dan penghambat peletakan telur.
Pestisida hayati atau yang lebih dikenal sebagai agens hayati, salah satunya
dapat diperoleh dari ekstrak guano. Guano merupakan feses atau sisa metabolism
dari burung liar atau kelelawar yang kaya akan nutrisi mikro maupun makro.
Selain kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi tanaman, guano merupakan sumber
dari bakteri yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman (Sasmito 2007).
Kandungan nutrisi dalam guano kelelawar selain berpotensi sebagai pupuk
organik juga mempunyai aktivitas fungisidal dan nematisidal yang cukup tinggi,
serta dapat digunakan sebagai bahan yang mempercepat dekomposisi dalam
proses pengomposan (Prasetyo 2006 dalam Sasmito 2007). Menurut Tondok
(2006), filtrat guano dapat mengaktifkan mikroba antagonis di permukaan
tanaman (aerial) sehingga dapat melindungi bagian tanaman di permukaan dari
patogen.
Analisis Ekonomi Pengendalian OPT
Nilai ekonomi dari pengendalian OPT dapat dilihat dari berbagai metode
yang diitinjau dari kelayakan usaha atau proyek. Menurut Soeharto (1999),
kriteria seleksi yang telah lazim dipraktekkan yaitu: kriteria yang tidak
memperhitungkan nilai waktu dari uang, antara lain: payback period dan ROI
(return of investment). Kriteria yang memperhitungkan nilai waktu dari uang,
terdiri dari: NPV (net present value), IRR (Internal Rate Return), Indeks
profitabilitas, benefit cost ratio (B/C ratio), dan Annual capital charge.
Kriteria yang paling sering digunakan adalah B/C ratio, dimana
penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi kepentingan umum. Benefit cost
ratio merupakan perbandingan manfaat (benefit) terhadap biaya. Bila nilai yang
diperoleh lebih dari satu, maka usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan.
Namun bila kurang dari satu, maka usaha tersebut dikatakan tidak layak (Soeharto
1999).
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Kabupaten dan Kotamadya Bogor yang meliputi
enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Tajur Halang,
Cisarua, Bogor Barat, dan Bogor Timur yang merupakan daerah sentra
pertanaman anggrek di Jawa Barat. Identifikasi hama dan penyakit tanaman
dilakukan di Klinik Tanaman, Laboratorium Taksonomi Serangga, dan
Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2008
sampai Mei 2009.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu
wawancara secara langsung dengan petani/pemilik kebun anggrek, dan melalui
pengamatan di lapangan. Wawancara dilakukan secara perorangan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang tersusun dalam satu paket kuisioner.
Jumlah responden adalah sebanyak 30 petani, dipilih dari yang paling mudah
diakses atau dijumpai (convenience sampling) (Malhotra 2005). Petani responden
terdiri dari kelompok petani yang melakukan tindakan pengendalian OPT secara
konvensional dan yang lebih ramah lingkungan. Pengendalian OPT dengan cara
konvensional yaitu petani yang hanya menggunakan pestisida sintetis dalam
tindakan pengendalian, sedangkan yang bersifat lebih ramah lingkungan yaitu
petani yang memadukan teknik pengendalian hayati dengan pestisida sintetis.
Metode selanjutnya yaitu pengamatan OPT di lapangan yang bertujuan
untuk mengklarifikasi kebenaran informasi jenis-jenis OPT yang diberikan oleh
petani. Kegiatan ini meliputi: foto hama dan gejala penyakit, pengambilan sampel
tanaman sakit dan hama, selanjutnya dilakukan identifikasi di Klinik Tanaman,
Laboratorium Taksonomi Serangga, dan Laboratorium Mikologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dianalisis dengan
menghitung persentase dan rataannya, kemudian disajikan dalam bentuk diagram
doughnut dan batang dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007.
Berdasarkan kedua jenis diagram tersebut, dijelaskan beberapa kriteria yang
meliputi: (1) karakteristik petani anggrek, (2) masalah OPT dan tindakan
pengendalian, (3) hubungan antara karakteristik petani dengan tindakan
pengendalian, (4) analisis ekonomi pengendalian OPT.

1. Karakteristik Petani Anggrek


Bagian ini menjelaskan gambaran umum mengenai karakteristik petani yang
meliputi: tingkat pendidikan yang ditempuh, luas kebun anggrek yang
dibudidayakan, lamanya pengalaman petani dalam berusaha tani anggrek, dan
jenis pelatihan yang diikuti sebagai penunjang dalam berusaha tani anggrek.

2. Masalah OPT dan Tindakan Pengendalian


Pada bagian ini dijelaskan jenis-jenis OPT yang ditemukan maupun yang
diketahui berdasarkan pengamatan petani di pertanaman anggrek yang
dibudidayakan, yang meliputi OPT secara keseluruhan dan OPT yang menjadi
masalah utama di lapangan.
Penentuan insidensi OPT utama diketahui berdasarkan perkiraan petani yang
diperoleh dari pengamatan secara langsung di lapangan, kemudian diambil nilai
rata-ratanya dan digambarkan dalam bentuk diagram batang.
Penjelasan selanjutnya yaitu mengenai tindakan pengendalian OPT yang
dilakukan petani anggrek selama ini dan alasan memilih tindakan pengendalian
tersebut.

3. Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian


Berdasarkan data yang diperoleh, persentase karakteristik petani dan jenis
tindakan pengendalian OPT digambarkan dalam bentuk diagram batang untuk
melihat hubungan antara karakteristik petani yang meliputi: tingkat pendidikan,
lamanya pengalaman berusaha tani anggrek, dan jenis pelatihan yang diikuti,
dengan tindakan pengendalian OPT.

4. Analisis Ekonomi Pengendalian OPT


Analisis ekonomi yang dilakukan yaitu dengan membandingkan antara
tindakan pengendalian OPT secara konvensional dengan tindakan pengendalian
yang ramah lingkungan. Analisis pertama yaitu perhitungan rata-rata biaya
produksi yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh untuk masing-masing
tindakan pengendalian OPT. Selanjutnya, dilakukan analisis biaya-manfaat atau
benefit cost ratio yang merupakan ukuran perbandingan manfaat terhadap biaya
dari masing-masing tindakan pengendalian OPT (Soeharto 1999).
Analisis selanjutnya yaitu perbandingan harga jual anggrek rata-rata dari
masing-masing tindakan pengendalian OPT, baik penjualan tanaman dalam pot
maupun bunga potong. Rata-rata biaya pestisida sintetis dan agens pengendali
yang diperlukan dibandingkan untuk masing-masing jenis penjualan, yaitu bunga
potong dan tanaman dalam pot.
Berdasarkan perkiraan petani, dapat diketahui perbandingan hasil panen
rata-rata yang diperoleh jika terdapat serangan OPT dan tanpa adanya serangan
OPT untuk setiap tindakan pengendalian.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Anggrek


Berdasarkan hasil wawancara terhadap 30 petani anggrek di daerah
Bogor, sebagian besar (80%) merupakan petani yang tergabung dalam kelompok
tani bernama Kelompok Tani Mekarsari yang berlokasi di Desa Cibinong,
Kecamatan Gunung Sindur, Bogor. Tingkat pendidikan petani anggrek umumnya
menengah ke atas dan hanya sebagian kecil yang lulus SD (Gambar 1).

Gambar 1 Persentase tingkat pendidikan petani anggrek


Luas kebun anggrek rata-rata yang dikelola oleh petani adalah 1200 m 2.
Sebagian besar petani (73%) memiliki luas kebun sekitar 500-2000 m2, hanya
10% petani yang memiliki luas kebun lebih dari 2000 m 2 (Gambar 2). Hal tersebut
memberi indikasi bahwa petani anggrek tersebut memiliki usaha tani yang
berskala kecil-menengah. Pada kelompok tani di Kecamatan Gunung Sindur,
kebun petani satu dengan yang lain dalam kelompok tani ini memiliki jarak yang
berdekatan. Anggota kelompok tani tersebut biasanya masih merupakan anggota
keluarganya, sehingga kebun yang dimiliki rata-rata merupakan warisan dari
keluarganya. Berbeda dengan petani anggrek di kecamatan lainnya di daerah
Bogor pada umumnya merupakan kebun yang berdiri sendiri yang letaknya di
pekarangan rumah mereka.
Sebagian besar petani anggrek merupakan pemilik dan penggarap dari
lahan tersebut. Namun, ada beberapa petani yang menyewa lahan dimana biaya
sewa lahan per 1000 m2 sebesar 7,5 juta rupiah selama 5 tahun atau sekitar 1,5 juta
rupiah pertahun.
Gambar 2 Persentase luas kebun anggrek
Pengalaman petani dalam berusaha tani anggrek cukup lama, dimana
petani yang memiliki pengalaman berusaha tani selama lebih dari 5-20 tahun
mencapai 50% petani, yang lebih dari 20 tahun sebanyak 30% petani, dan sisanya
sebanyak 20% petani berpengalaman kurang dari 5 tahun (Gambar 3).
Petani yang telah memiliki pengalaman berusaha tani hingga 20 tahun
tersebut sebagian besar berasal dari Kelompok Tani Mekarsari, baik yang pernah
ataupun yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebelumnya. Rata-rata mereka
memperoleh pelatihan dari Dinas Pertanian Bogor setempat yang hampir setiap
tahun memberikan pelatihan ataupun penyuluhan tentang budidaya anggrek dan
pengelolaan OPT anggrek. Selain dari Dinas Pertanian, beberapa petani tersebut
terutama petani anggrek bunga potong (cut flower) bahkan pernah bekerja sama
dengan sebuah perusahaan swasta di daerah Tanggerang sekitar tahun 1986.
Selain memberikan pelatihan, mereka juga memberikan bibit anggrek kepada
petani sehingga terdapat sistem bagi hasil antara petani dengan perusahaan
tersebut. Namun, saat ini petani tidak bekerja sama lagi dengan perusahaan
tersebut karena mengalami kebangkrutan, sehingga petani sudah dapat
menjalankan usaha tani anggreknya secara mandiri.

Gambar 3 Persentase lama pengalaman berusaha tani anggrek


Pada umumnya, petani tersebut mengikuti beberapa materi pelatihan
maupun penyuluhan dalam berusaha tani anggrek agar memperoleh hasil yang
optimal. Sebagian besar petani anggrek yaitu sebanyak 50% mengikuti materi
pelatihan budidaya dan pengelolaan OPT anggrek, sedangkan sebagian kecil
petani mengikuti pelatihan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan OPT, seperti
kultur jaringan. Namun, terdapat 30% petani yang tidak pernah mengikuti
pelatihan apapun (Gambar 4).
Petani yang tidak mengikuti pelatihan disebabkan karena mereka sudah
merasa cukup mampu dengan belajar sendiri secara autodidak ataupun bertanya
kepada petani lain yang sudah memiliki pengalaman terlebih dahulu. Petani yang
tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut, beberapa diantaranya merupakan petani
yang tergabung dalam Kelompok Tani Mekarsari, sehingga mereka lebih memilih
untuk belajar dari petani lain yang pernah mengikuti pelatihan di dalam kelompok
tani tersebut.

Gambar 4 Persentase jenis pelatihan yang diikuti

Masalah OPT dan Tindakan Pengendalian


Dalam berusaha tani anggrek, serangan OPT merupakan salah satu
faktor pembatas untuk meningkatkan produksi. Jika tidak dilakukan pengendalian,
dapat mengakibatkan menurunya kualitas/nilai estetika dari tanaman hias tersebut,
sehingga harga jual tanaman juga dapat menurun. Akibat selanjutnya terhadap
kehadiran OPT yaitu dapat menyebabkan kematian pada tanaman anggrek.
Jenis-jenis OPT yang paling dominan menyerang kebun anggrek,
melalui identifikasi berdasarkan morfologi, antara lain: tungau merah Tenuipalpus
pacificus Baker (Zhang 2003), bekicot Achatina fulica (Karyatiningsih, dkk.
2008), dan Pestalotia sp., yang diidentifikasikan sebagai Pestalotia palmarum
Cke. (Singh 1980 dalam Semangun 2007). Dari ketiga OPT tersebut, tungau
merah yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 27% kebun petani. OPT lain
yang cukup dominan yaitu: Colletotrichum sp., yang biasa menyerang anggrek
pada umumnya adalah Colletotrichum gloeosporioides, kemudian ditemukan
bakteri yang kemungkinan besar adalah Erwinia sp., merupakan bakteri Erwinia
carotovora (Karyatiningsih, dkk. 2008), dan ditemukan Fusarium spp., yang biasa
menyerang anggrek adalah Fusarium moniliforme Sheld. (Singh 1980 dalam
Semangun 2007). OPT yang paling sedikit ditemukan berdasarkan morfologinya,
menurut Kalshoven (1981), yaitu siput telanjang/slug (Filicaulis bleekeri),
kemudian Curvularia sp., yang biasa menyerang anggrek adalah Curvularia
palescens Boed., dan ditemukan juga Phyllosticta sp. yang merupakan
Phyllosticta pyriformis E.K. Cash dan AMJ Watson (Karyatiningsih, dkk. 2008)
(Gambar 5). Untuk Curvularia sp. dan Colletotrichum sp. ditemukan memiliki
gejala penyakit yang sama yaitu penyakit bercak cokelat.

Gambar 5 Persentase jumlah kebun anggrek yang terserang OPT


Berdasarkan data yang diperoleh dari petani dan pengamatan di
lapangan, terdapat 4 jenis OPT utama yaitu OPT yang menjadi masalah utama
karena serangannya dapat menurunkan hasil yang cukup tinggi. OPT tersebut
antara lain: tungau merah, Fusarium spp., bekicot, dan Erwinia carotovora. Dari
keempat jenis OPT tersebut, yang paling banyak ditemukan adalah tungau merah
yaitu sebanyak 63% kebun petani (Gambar 6).
Gambar 6 Persentase jumlah kebun anggrek yang terserang OPT utama
Dari keempat jenis OPT utama yang menyerang anggrek tersebut,
ternyata meskipun bekicot ditemukan dalam jumlah yang sedikit tetapi
insidensinya paling tinggi yaitu mencapai 53,33%. Lain halnya dengan Erwinia
carotovora yang paling sedikit ditemukan dan insidensinya terendah yaitu 3%
(Gambar 7). Bekicot merupakan OPT yang berbahaya bagi tanaman karena
memakan seluruh bagian tanaman. Selain itu, bekicot merusak terutama pada
tempat yang gelap sehingga sulit untuk ditemukan dan dikendalikan (Jones 2002).

Gambar 7 Persentase insidensi OPT utama berdasarkan perkiraan petani


Dalam hal pengendalian OPT, sebagian besar petani yaitu sebanyak 93%
petani melakukan tindakan pengendalian secara konvensional, sedangkan petani
lainnya sebanyak 7% petani melakukan tindakan pengendalian OPT yang ramah
lingkungan yaitu dengan mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan
memadukannya dengan pengendalian hayati. Agens pengendali yang digunakan
berasal dari ekstrak guano, sedangkan formulasi pestisida nabati berbahan baku
serai (Gambar 8). Sebagian besar petani menggunakan pestisida sintetis karena
dianggap sebagai tindakan yang paling ampuh untuk mencegah serta mengatasi
serangan OPT tersebut.
Namun, untuk jenis hama tertentu seperti bekicot, petani biasanya
melakukan pengendalian secara mekanis yaitu dengan mengambil dan
mengumpulkan hama tersebut secara langsung jika ditemukan, kemudian
mematikannya. Menurut beberapa petani, untuk mengendalikan hama tersebut
tidak cukup hanya dengan menggunakan pestisida, sedangkan menurut beberapa
petani lainnya, biaya pestisida untuk mengendalikan hama tersebut dianggap
cukup mahal, sehingga pengendalian secara mekanis menjadi salah satu alternatif
karena lebih murah dan mudah dilakukan.

Gambar 8 Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan

Terdapat beberapa alasan yang disebutkan oleh sebanyak 93% petani


yang melakukan tindakan pengendalian OPT secara konvensional. Sebagian besar
petani yaitu sebanyak 44% petani menggunakan pestisida karena dinilai ampuh
dalam mengendalikan OPT, sedangkan petani lainnya mengatakan bahwa
pestisida praktis dalam penggunaannya, mudah diperoleh di pasaran, dan hanya
sebagian kecil petani yang menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan
datangnya OPT (Gambar 9).
Petani anggrek yang melakukan tindakan pengendalian OPT yang ramah
lingkungan yaitu sebanyak 7% memiliki alasan bahwa penggunaan agens
pengendali seperti ekstrak guano tersebut dapat meningkatkan kesehatan tanaman
dan ketahanan terhadap OPT, sedangkan pemanfaatan formulasi pestisida nabati
berbahan baku serai dapat digunakan sebagai anti bakteri patogen, mengusir
hama, serta mengandung pupuk sehingga dapat menyuburkan tanaman (Gambar
9). Hal ini menyebabkan penggunaan pestisida yang sedikit dan hanya dilakukan
jika ada serangan OPT yang dinilai cukup merugikan.

Gambar 9 Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan pengendalian OPT

Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian


Jika dilihat dari hubungan antara tingkat pendidikan petani anggrek
dengan jenis pengendalian OPT yang dilakukan, petani yang melakukan tindakan
pengendalian secara konvensional umumnya memiliki tingkat pendidikan
menegah ke bawah, sedangkan tindakan pengendalian OPT yang ramah
lingkungan dilakukan oleh petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
(Gambar 10). Hal ini memberi indikasi bahwa pendidikan yang ditempuh petani
cenderung mempengaruhi perilakunya dalam pengambilan keputusan tindakan
pengendalian OPT .
Menurut Soekartawi (1988), mereka yang berpendidikan tinggi adalah
relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi informasi. Dalam hal ini, informasi
mengenai tindakan pengendalian yang bersifat ramah lingkungan seperti
pemanfaatan agens pengendali merupakan informasi yang belum banyak
dikembangkan di bidang pengendalian OPT. Selain itu, informasi tersebut kurang
diterima dengan baik oleh petani yang berpendidikan menengah ke bawah. Pada
umumnya mereka cenderung memilih tindakan pengendalian yang sudah biasa
dilakukan dan sudah terbukti keberhasilannya.
Gambar 10 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan pengendalian
Hubungan antara lamanya pengalaman yang dimiliki oleh petani dalam
berusaha tani anggrek dengan jenis pengendalian yang dilakukan yaitu: pada
umumnya, petani yang melakukan tindakan pengendalian secara konvensional
adalah petani yang memiliki pengalaman berusaha tani anggrek selama > 5 tahun,
sedangkan tindakan pengendalian yang ramah lingkungan dilakukan oleh petani
yang berpengalaman < 5 tahun (Gambar 11).
Hal ini menunjukkan bahwa petani yang baru memulai usaha tani
anggrek tersebut lebih terbuka untuk mencari informasi dan mencoba hal-hal yang
baru, misalnya melakukan pengendalian hayati untuk mengendalikan OPT.
Mereka akan lebih memiliki semangat untuk mencari tahu apa yang belum mereka
ketahui, sehingga mereka akan lebih cepat mengadopsi informasi baru meskipun
belum mengetahui risikonya. Lain halnya dengan petani yang sudah lama
berusaha tani anggrek, umumnya merupakan petani kecil. Menurut Soekartawi
(1988), kebanyakan petani kecil adalah mempunyai sifat menolak risiko (risk
averter).
Gambar 11 Hubungan antara pengalaman berusaha tani anggrek dengan tindakan
pengendalian OPT

Jenis pelatihan yang pernah diikuti petani tersebut ternyata cenderung


tidak mempengaruhi tindakan pengendalian OPT. Baik petani yang mengikuti
pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan OPT maupun yang tidak, sama-sama
melakukan tindakan pengendalian secara konvensional, sedangkan pengendalian
OPT yang ramah lingkungan dilakukan oleh petani yang mengikuti pelatihan yang
berhubungan dengan pengelolaan OPT (Gambar 12).
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh informasi yang diperoleh dalam
pelatihan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan OPT kurang berkualitas
dari segi materi ataupun penyampaiannya sehingga sulit untuk diaplikasikan oleh
petani. Beberapa petani lain yang juga mengikuti pelatihan yang sama, ternyata
memperoleh informasi yang lebih baik dalam materi pelatihannya sehingga
mereka cenderung lebih mudah untuk menerapkannya seperti pengendalian OPT
yang bersifat ramah lingkungan.
Gambar 12 Hubungan antara jenis pelatihan dengan tindakan pengendalian OPT

Analisis Ekonomi Pengendalian OPT


Dari kedua jenis tindakan pengendalian OPT yang dilakukan petani
anggrek, yaitu secara konvensional dan pengendalian OPT yang ramah
lingkungan, terdapat perbedaan biaya produksi dan keuntungan hasil yang
diperoleh. Untuk setiap 1000 m2 luasan kebun anggrek, petani yang melakukan
tindakan pengendalian secara konvensional, membutuhkan biaya produksi rata-
rata yaitu sebesar Rp. 40.411.887,- per tahun dengan keuntungan rata-rata yang
diperoleh Rp. 55.089.969,- per tahun, sedangkan petani yang melakukan tindakan
pengendalian OPT yang ramah lingkungan, membutuhkan biaya produksi rata-
rata sebesar Rp. 53.419.800,- per tahun dengan keuntungan rata-rata sebesar Rp.
86.580.200,- per tahun (Gambar 13).
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa biaya produksi yang
diperlukan pada tindakan pengendalian yang ramah lingkungan lebih tinggi
dibandingkan dengan pengendalian secara konvensional. Hal ini disebabkan oleh
harga bahan pengendali hayati yang digunakan dalam tindakan pengendalian yang
ramah lingkungan cukup mahal. Akan tetapi, keuntungan yang diperoleh petani
yang melakukan tindakan pengendalian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
tindakan pengendalian secara konvensional.
Gambar 13 Perbandingan biaya produksi -keuntungan dari tindakan pengendalian OPT

Berdasarkan analisis biaya-manfaat, perbandingan antara keuntungan


dengan biaya produksi yang dikeluarkan atau nilai benefit-cost ratio (B/C),
diperoleh nilai sebagai berikut: pada tindakan pengendalian OPT secara
konvensional, nilai B/C = 1,36, sedangkan tindakan pengendalian yang ramah
lingkungan memiliki nilai B/C sebesar 1,62 (Gambar 14). Hal ini menunjukkan
bahwa usaha tani dari kedua jenis tindakan pengendalian tersebut sama-sama
bersifat menguntungkan karena nilai B/C > 1 (Soeharto 1999). Jika dilihat
perbandingan nilai B/C dari kedua jenis tindakan pengendalian tersebut,
menunjukkan bahwa dengan melakukan pengendalian yang bersifat ramah
lingkungan, usaha tani anggrek akan lebih menguntungkan.

Gambar 14 Nilai B/C dari masing-masing tindakan pengendalian OPT


Jenis hasil panen yang dijual oleh petani tersebut ada dua, yaitu: dijual
dalam bentuk tanaman dalam pot (pot plant) dan bunga potong (cut flower). Pada
budidaya anggrek dengan tindakan pengendalian OPT secara konvensional, untuk
tanaman dalam pot, penjualan rata-rata seharga Rp. 17.385,- per pot tanaman,
sedangkan untuk penjualan dalam bentuk bunga potong, petani memberikan harga
rata-rata Rp. 2.250,- per tangkai bunga. Pada budidaya anggrek dengan tindakan
pengendalian OPT yang ramah lingkungan, hanya menjual anggrek dalam bentuk
pot plant, dengan harga rata-rata Rp. 37.500,- per pot tanaman (Gambar 15).
Pada penjualan tanaman dalam pot, stadia tanaman yang dapat dijual
bervariasi, mulai dari tanaman remaja (pot tunggal) hingga tanaman dewasa yang
sudah berbunga. Harga jual tanaman pun bervariasi, mulai dari Rp. 9000,- hingga
Rp. 25.000,- per pot, bahkan mencapai Rp. 50.000,- per pot, tergantung pada
umur dan varietas tanaman anggrek. Jika tanaman sudah dewasa dan berbunga
ataupun merupakan varietas anggrek yang cukup langka, maka harganya pun lebih
mahal.
Penjualan bunga potong tersebut biasanya dikemas dalam bentuk paket
atau ikatan, dimana satu ikat biasanya terdapat 50 tangkai bunga anggrek. Jenis
bunga anggrek yang digunakan sebagai bunga potong adalah anggrek dendrobium
karena memiliki tangkai yang tegak serta bunga yang banyak dalam satu tangkai.
Sebagian besar petani anggrek bunga potong tersebut menjual anggrek
dendrobium yang berwarna putih karena lebih banyak diminati dan termasuk
salah satu jenis bunga yang mampu bertahan lama dalam kondisi mekar.
Pada umumnya penjualan anggrek baik tanaman dalam pot maupun
bunga potong dilakukan langsung di tempat. Untuk tanaman anggrek dalam pot,
pembeli biasanya berasal dari pedagang anggrek sehingga pembeliannya pun
dalam jumlah yang cukup besar. Untuk penjualan anggrek bunga potong, pembeli
biasanya berasal dari Jakarta dimana mereka telah melakukan pemesanan
sebelumnya. Rata-rata pemesanan anggrek bunga potong tersebut dilakukan setiap
minggu.
Gambar 15 Harga jual anggrek rata-rata berdasarkan tindakan pengendalian OPT
Biaya yang dibutuhkan dalam penggunaan pestisida maupun agens
pengendali untuk masing-masing jenis penjualan berbeda-beda. Rata-rata biaya
yang dibutuhkan untuk setiap 1000 m2 luasan kebun anggrek yaitu: pada budidaya
anggrek dalam pot, membutuhkan biaya sebesar Rp. 2.455.095,- per tahun,
sedangkan untuk anggrek bunga potong mengeluarkan biaya sebesar Rp.
3.347.760,- per tahun (Gambar 16).
Pemeliharaan tanaman anggrek bunga potong membutuhkan biaya
pestisida yang lebih banyak karena menurut para petani, serangan OPT sangat
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas bunga yang akan dijual, sehingga
penyemprotan pestisida dilakukan lebih intensif. Bahkan jika terdapat serangan
OPT yang dinilai cukup merugikan, penyemprotan dapat dilakukan hampir setiap
hari dalam kurun waktu tertentu.

Gambar 16 Biaya rata-rata penggunaan pestisida/agens pengendali untuk masing-masing


jenis hasil panen
Jumlah panen yang diperoleh petani untuk jenis penjualan tanaman
dalam pot, jika terdapat serangan maupun tanpa serangan OPT, ternyata selisih
hasil yang diperoleh dari tindakan pengendalian secara konvensional lebih tinggi
dibandingkan dengan yang ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa pada
tindakan pengendalian secara konvensional, jika dilakukan pengendalian terhadap
serangan OPT mampu meningkatkan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tindakan pengendalian yang ramah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh
keefektifan pestisida yang digunakan pada tindakan pengendalian secara
konvensional. Pada budidaya anggrek bunga potong yang melakukan tindakan
pengendalian secara konvensional, menunjukkan bahwa serangan OPT sangat
berpengaruh terhadap jumlah bunga yang dapat dipanen, sehingga perlu dilakukan
pengendalian (Gambar 17).

J umlah panen C J umlah panen


ut flower Pot plant (pot)
(tangkai)
60,000 8,000

7,000
50,000
6,000
40,000
5,000

30,000 4,000

3,000
20,000
2,000
10,000
1,000

0 0 P ot P lant
K onvens ional R amah lingkungan K onvens ional R amah lingkungan
C ut flower
Ters erang OP T Tanpa OP T

Gambar 17 Jumlah panen jika terdapat serangan dan tanpa serangan OPT

Terdapat perbedaan besarnya kehilangan hasil akibat serangan OPT


untuk setiap jenis tindakan pengendalian. Pada insidensi OPT sebesar 80%, untuk
tanaman anggrek dalam pot dengan tindakan pengendalian secara konvensional,
kehilangan hasil sebesar 18,35%, sedangkan pengendalian yang ramah
lingkungan, kehilangan hasil sebesar 14,58%. Untuk budidaya anggrek bunga
potong dengan tindakan pengendalian secara konvensional, pada insidensi OPT
sebesar 80%, kehilangan hasilnya mencapai 41,54% (Gambar 18). Hal ini
menunjukkan bahwa pada insidensi OPT yang sama (80%), kehilangan hasil pada
pengendalian secara konvensional baik tanaman dalam pot maupun bunga potong
lebih tinggi daripada pengendalian yang ramah lingkungan.

Gambar 18 Persentase kehilangan hasil pada insidensi OPT 80% dari kedua jenis tindakan
pengendalian
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

OPT utama yang menyerang anggrek adalah tungau merah, Fusarium


spp., bekicot, dan Erwinia carotovora. Di antara keempat OPT tersebut, yang
memiliki insidensi tertinggi adalah bekicot. Untuk mengatasi masalah OPT,
hampir seluruh petani/pengusaha anggrek mengendalikannya dengan cara
konvensional yaitu menggunakan pestisida sintetis dan hanya sebagian kecil yang
menggunakan cara-cara yang lebih ramah lingkungan. Faktor-faktor yang
cenderung mempengaruhi petani dalam melakukan tindakan pengendalian OPT,
yaitu: pendidikan dan pengalaman dalam berusaha tani anggrek, sedangkan jenis
pelatihan yang pernah diikuti petani cenderung tidak mempengaruhi tindakan
pengendalian OPT. Tindakan pengendalian secara konvensional paling banyak
dilakukan oleh petani yang memiliki pendidikan menengah ke bawah dan telah
lama berusaha tani. Petani yang melakukan tindakan pengendalian yang ramah
lingkungan merupakan petani yang cenderung berpendidikan tinggi dan baru
mulai berusaha tani.
Dalam penelitian ini, terindikasi bahwa walaupun memerlukan biaya
tinggi, pengendalian yang lebih ramah lingkungan mampu menghasilkan
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengendalian yang hanya
mengandalkan bahan-bahan kimia sintetis. Biaya pengendalian OPT pada usaha
tani anggrek bunga potong lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman dalam pot.
Kehilangan hasil akibat serangan OPT pada tindakan pengendalian dengan cara
konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan yang ramah lingkungan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai preferensi pengelolaan
OPT pada budidaya anggrek, terutama yang bersifat ramah lingkungan di daerah
sentra lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Teknik Produksi Bibit Anggrek. http://www.situshijau.co.id.


[09 Juni 2009].

Balithi. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Tanaman.


http://balithi.litbang.deptan.go.id [09 Juli 2009].

Gunawan LW. 1998. Budidaya Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jones S. 2002. Snail and Slugs. www.aos.org [05 Juni 2009]

Kalshoven LGE. 1981. The Pest Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeven. Terjemahan dari: De Plagen
van de Culturegewassen in Indonesia.

Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar


Swadaya.
Karyatiningsih R, dkk. 2008. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT) Tanaman Anggrek dan Krisan. Jakarta: Direktorat Perlindungan
Tanaman Hortikultura.

Limartha IP. 1979. Anggrek: Budidaya dan Pengembangannya. Jakarta:


Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu.

Malhotra NK. 2005. Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan jilid 1 edisi


keempat. Jakarta: PT Indeks.

Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Perum Perhutani KPH Randublatung. 2009. Pelatihan Pembuatan Pestisida


Ramah Lingkungan di KPH Randublatung.
www.kphrandublatung.perumperhutani.com [21 Agustus 2009]

Rimando TJ. 2001. Ornamental Horticulture A Little Giant in The Tropics.


Philipines:UPLB.

Sasmito EE. 2007. Penggunaan Guano Kelelawar Pemakan Serangga untuk


Pengendalian Penyakit Layu Bakteri oleh Ralstonia solanacearum pada
Tanaman Tomat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia edisi


ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Siswadi. 2007. Fisiologi Pasca Panen pada Bunga Anggrek Potong. Jurnal
Inovasi Pertanian 6 (1): 52 - 57.

Sitohang B. 2009. Bercocok Tanam Anggrek. www.benss.co.cc/budidaya-


tanaman/bercocok-tanam-anggrek [09 Juni 2009].
Soeharto I. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional)
jilid I edisi kedua. Jakarta: Erlangga.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI-Press.

Suhardi, Maryam ABN. 2002. Inventarisasi Organisme Pengganggu Tanaman


dan Agens Hayati pada Tanaman Hias Tropis. Balithi.

Sutiyoso Y. 2003. Anggrek Potong Dendrobium. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tondok ET. 2006. Pemanfaatan Agens Biokontrol dan Filtrat Guano untuk
Menekan Penyakit Busuk Phomopsis pada Terong. Laporan Kegiatan
Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat. Dosen Muda-IPB.

Wahyuni. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Androgen nardus) Terhadap


Nyamuk Aedes aegypti [skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang.

Yusalina, Purnaningsih, dan Sadono. 2002. Hubungan Perilaku Manusia dan


Lingkungan Binaan: Aspek Persepsi dan Penerapan Pengendalian Hama
Terpadu Studi Kasus pada Petani Sekolah Lapangan Pengendalian Hama
Terpadu di Kabupaaten Karawang, Jawa Barat [laporan penelitian]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Zhang ZQ. 2003. Mites of Greenhouse Identification, Biology, and Control.


Aucland: CABI Publishing.
LAMPIRAN
SURVEI PENGELOLAAN
ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) ANGGREK

Kabupaten :…………………… Pewawancara :.......................


Kecamatan :…………………… Tempat : kebun/rumah*
Desa / Kp. :................................ Tanggal/Waktu :......................

Beri Tanda () pada Pilihan yang Sesuai, *) Coret Salah Satu
I. Karakteristik Petani :
1. Nama :…………………………………
2. Umur..............................th
3. Pekerjaan Utama :
[ ] petani [ ] pedagang
[ ] buruh tani [ ] lainnya, sebutkan: ……
4. Pekerjaan sampingan :
[ ] petani [ ] pedagang
[ ] buruh tani [ ] lainnya, sebutkan: ……
5. Pendidikan terakhir :
[ ] tak tamat SD [ ] SMA
[ ] SD [ ] PT (Perguruan Tinggi)
[ ] SMP
6. Pengalaman berusaha tani anggrek :
[ ] < 1 tahun [ ] > 10-15 tahun
[ ] 1-5 tahun [ ] > 15-20 tahun
[ ] > 5-10 tahun [ ] > 20 tahun
7. Pengalaman kursus/pelatihan pertanian:
[ ] tidak pernah ikut
[ ] pernah ikut, sebutkan materi pelatihan:
……………......................................................
Kapan kursus/pelatihan tersebut diselenggarakan?
...............................................................................
Oleh siapa?
II. Lahan
8. Luas kebun anggrek yang diusahakan:....................m2
9. Status kepemilikan tanah:
[ ] pemilik dan penggarap
[ ] penyewa
[ ] lainnya, sebutkan :………..
Jika menyewa, berapa biaya yang dikeluarkan : Rp. …………
Ket. ………………….
III. Budidaya Anggrek
10. Klon/varietas anggrek yang ditanam :
1. ………………………. 5. ……………………..
2. ………………………. 6. ……………………...
3. ……………………….. 7. ……………………...
4. ……………………….. 8. ………………………
11. Asal bibit :
[ ] membeli dari perusahaan pembibitan
[ ] membeli dari petani lain
[ ] lainnya, sebutkan : .................
Jenis bibit yang dibeli:
[ ] bibit botol = ..............@ Rp. ................
[ ] seedling = ...............@ Rp. ................
[ ] bibit remaja = ...............@ Rp. ...............
Total biaya = Rp. .......................
12. Umur tanaman saat ini:................bulan/tahun*
Jumlah tanaman:.................pot/tanaman*
13. Pola tanam:
[ ] di dalam pot, dengan media tanam : .........
[ ] di atas permukaan tanah
[ ] lainnya, sebutkan : ........
14. Persiapan lahan :
Kegiatan: ................................ HOK = ...............
.............................. Upah/HOK= Rp. .............
................................ Biaya : Rp. ................
15. Alat bantu penunjang lainnya (jika ada):
a. ........................ ; Rp. ...............
b. ......................... ; Rp. ...............
c. ......................... ; Rp. ...............
Total biaya = Rp. ....................
16. Biaya kebutuhan listrik:
Kebutuhan listrik =...............watt
Biaya = Rp. ................
17. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan:
Jumlah HOK =......................
Upah per HOK = Rp. ...............
Total biaya = Rp. ....................
18. Persiapan media dan pot:
Jumlah pot yang diperlukan = ............
Biaya untuk pot = @ Rp. ............
Biaya untuk media tanam = Rp. .............
Total biaya = Rp. ....................
Ket. ......................
19. Pemupukan:
Jenis pupuk Intensitas Waktu Dosis Harga/kg
pemupukan (kg)
1.
2.
3.
4.
5.
Ket. ................................................................

IV. Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


20. Jenis OPT apa saja yang menyerang pertanaman anggrek?
1. ................................... 4. ............................
2. .................................. 5. ...........................
3. .................................. 6. ..........................
21. Di antara OPT tersebut, manakah jenis yang paling penting?
................................
Berapa persen kehilangan hasil (nilai estetika/jual) tanaman akibat
serangan OPT tersebut?..........%
22. Secara total berapa persen kehilangan hasil akibat serangan OPT
secara keseluruhan?...%
23. Tindakan apa saja yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah OPT
di atas?
................................................................
Tindakan Pengendalian Biaya Tenaga Kerja Upah/HOK
(Rp/musim) (HOK) (Rp)

[ ] Fisik:
....................
[ ] Mekanis:
.....................
[ ] Kultur teknis:
......................
[ ] Kimiawi:
......................
[ ] Hayati:
........................
24. Alasan pengambilan keputusan
pengendalian: a. Fisik:
..........................................................
b. Mekanis: .....................................................
c. Kultur teknis: ..............................................
d. Kimiawi: .....................................................
e. Hayati: .........................................................
25. Khusus untuk penggunaan pestisida:
Jenis Harga Frekuensi Jumlah penggunaan
(Rp/kemasan) (dalam 1 minggu) (liter/botol*)
1. ................
2. ................
3. ................
4. ................
5. ...............
6.
Ket. ......................................

26. Apakah pernah ada karyawan/anggota keluarga/konsumen yang


mengalami keracunan pestisida?
[ ] Ya. Lanjutkan ke no. 26 dan 27
[ ] Tidak
27. Bila ya, bagaimana kondisi
keracunannya? [ ] Ringan
[ ] Sedang
[ ] Parah
28. Bila ada, berapa besar biaya untuk pengobatannya?
Rp. .........................................
V. Produksi
29. Jenis hasil yang dijual ke konsumen?
[ ] bunga potong
[ ] tanaman dalam pot
30. Jumlah panen dalam setahun:
Jenis Produksi Jumlah panen Jumlah bunga/pot* per Harga (Rp)
/tahun panen (per bunga /pot*)
1.Bunga potong
2.Tanaman pot

31. Penjualan bunga/tanaman*:


[ ] dijual langsung di tempat [ ] dijual melalui distributor
[ ] dijual ke nursery [ ] lainnya, sebutkan: ...........
32. Bila tidak ada serangan OPT, berapa banyak bunga/tanaman* pot
yang bisa dijual per bulan/tahun*?
[ ] bunga.............potong
[ ] tanaman:........pot
Catatan:
Gambar Hama dan Gejala Penyakit pada Tanaman Anggrek

Tungau merah Gejala serangan Gejala serangan bekicot


tungau merah

Bekicot (Achatina fulica) Siput telanjang (slug) Gejala hawar bunga


Fusarium spp.

Gejala busuk basah Gejala bercak daun


Erwinia carotovora Phyllosticta sp.

Gejala bercak daun Gejala bercak cokelat


Pestalotia sp.

Anda mungkin juga menyukai