Di susun oleh :
Susi Sunarti 1500012087
Luna Etika Putri 1500012135
Vilian Mei Nanda Sari 1500012229
4. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus hasil –
hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal yang besar, Saham
malah justru akan memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis perdagangan
yang lain.
C. Rukun Wakaf
a. Orang yang mewakafkan ( waqif )
Para ulama mazhab sepakat bahwa sehat akal merupakan syarat bagi sahnya
melakukan wakaf. Dengan demikian, wakafnya orang gila tidak sah karena dia tidak
dikenai kewajiban (bukan orang mukallaf), serta tidak dihukumi maksud, ucapan dan
perbuatan.
b. Barang yang Diwakafkan
Para ulama mazhab sepakat bahwa syarat untuk barang yang diwakafkan itu
persyaratannya yang ada pada barang yang dijual, yaitu barang tersebut konkret dan milik
orang yang mewakafkan.
c. Orang yang menerima wakaf
Orang yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara barang yang
diwakafkan dan memanfaatkannya. Orang yang menerima wakaf disyariatkan hal-hal
berikut ini. 1) Hendaknya orang yang diwakafi ada ketika wakaf terjadi 2) Hendaknya
orang yang menerima wakaf mempunyai kelayakan untuk memiliki 3) Hendaknya tidak
merupakan maksiat kepada Allah 4) Hendaknya jelas orang yang diketahui.
d. Pernyataan (sighat) waqaf
Pernyataan waqif merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan,
pernyataan wakif tersebut bisa dilakukan dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Dengan
pernyataan tersebut tanggalah hak wakif atas benda yang diwakafkannya.
ZAKAT PRODUKTIF
A. Pengertian Zakat Produktif
Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau
yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana hal ini akan meningkatkan
taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat
menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya.
B. Persyaratan Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Syarat-syarat wajibnya mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam.
Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas
di atas. Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua
kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang
yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.
2. Merdeka.
Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta
yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang
sedang dalam perjanjian pembebasan (al mukatib), tidak diwajibkan menunaikan
zakat dari hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya
dari perbudakan. Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang
bangkrut (gharim), sehingga sangat pantas sekali tidak diwajibkan.
3. Berakal dan Baligh
Dalam hal ini masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta
anak kecil dan orang gila. Yang rajih (kuat), anak kecil dan orang gila tidak
diwajibkan mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya,
diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat berhubungan
dengan hartanya.
4. Memiliki Nishab
Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh
syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan
zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut.
C. Golongan Penerima Zakat
Berikut ini adalah delapan golongan yang berhak menerima zakat.
1. Al-fuqara’
Orang fakir (orang melarat) yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki
harta dan tidak mempunyai tenaga untuk menutupi kebutuhan dirinya dan
keluarganya. Seumpama orang fakir adalah orang yang membutuhkan 10.000 rupiah,
tapi ia hanya berpenghasilan 3.000 rupiah. Maka wajib diberikan zakat kepadanya
untuk menutupi kebutuhannya.
2. Al Masakin
Al'amilin merupakan amil zakat (panitia zakat), orang yang dipilih oleh imam untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya.
Amil zakat harus memiliki syarat tertentu, yaitu muslim, akil dan baligh, merdeka,
adil (bijaksana), mendengar, melihat, laki-laki dan mengerti tentang hukum agama.
Pekerjaan ini merupakan tugas baginya dan harus diberi imbalan yang sesuai dengan
pekerjaannya, yaitu diberikan kepadanya zakat.
4. Mualaf
Mualaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum mantap imannya. Mualaf
terbagi atastiga bagian. Orang yang masuk Islam dan hatinya masih bimbang, maka ia
harus didekati dengan cara diberikan kepadanya bantuan berupa zakat orang yang
masuk Islam dan ia mempunyai kedudukan terhormat. Maka diberikan kepadanya
zakat untuk menarik yang lainnya agar masuk Islam. Orang yang masuk Islam jika
diberikan zakat ia akan memerangi orang kafir atau mengambil zakat dari orang yang
menolak mengeluarkan zakat.
5. Dzur Riqab
Yaitu hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekakan dirinya dari majikannya
dengan tebusan uang. Dalam hal ini mencakup juga membebaskan seorang muslim
yang ditawan oleh orang orang kafir, atau membebaskan dan menebus seorang
muslim dari penjara karena tidak mampu membayar diat.
6. Algharim
Yaitu orang yang berutang karena untuk kepentingan pribadi yang bukan maksiat dan
tidak sanggup membayarnya. Orang ini sepantasnya dibantu dengan diberikan zakat
kepadanya. Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat Islam
atau berutang untuk kemaslahatan umum seperti membangun masjid atau yayasan
Islam, maka dibayar utangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
Sesuai dengan sabda Nabi dalam Hadis Riwayat Abu Daud, "Sedekah itu tidak halal
zakat diberikan kepada orang kaya kecuali lima sebab: orang yang berperang di jalan
Allah, atau pengurus sedekah atau orang yang berutang atau orang yang membeli
sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah dari orang miskin
dari hasil sedekah."
7. Fi sabilillah (Almujahidin)
Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah) tanpa gaji dan
imbalan demi membela dan mempertahankan Islam dan kaum muslimin.
8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil merupakan musafir yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan
bertujuan maksiat di negeri rantauan, lalu mengalami kesulitan dan kesengsaraan
dalam perjalanannya.
Pertama, dengan menjadikannya sebagai investasi produktif. Hal ini harus dengan izin
orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq).
Kedua, memberikan modal kerja bagi mustahik yang menjadi pedagang dan
memberikan alat-alat kerja bagi mereka yang membutuhkan alat tersebut untuk kerja,”
tambahnya dalam acara seminar “Manajemen Zakat Produktif” yang diadakan Prodi
Manajemen Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati dan Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES) Pati, di Pati, Jawa Tengah.