Anda di halaman 1dari 8

WAKAF DAN ZAKAT PRODUKTIF

Di susun oleh :
Susi Sunarti 1500012087
Luna Etika Putri 1500012135
Vilian Mei Nanda Sari 1500012229

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


AKUNTANSI
2017/2018
WAKAF DAN ZAKAT PRODUKTIF
WAKAF PRODUKTIF

A. Pengertian Wakaf Produktif


Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu
dengan memproduktifkan donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang
berkelanjutan. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan karena
wakaf dapat memenuhi tujuannya jika telah menghasilkan dimama hasilnya dimanfaatkan
sesuai dengan peruntukannya (mauquf alaih).
Wakaf produktif yang dipelopori Badan Wakaf Indonesia adalah menciptakan aset
wakaf yang benilai ekonomi, termasuk dicanangkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Januari 2010. Wakaf uang sebagi fungsi
komoditi selain fungsi nilai tukar, standar nilai, alat saving adalah untuk dikembangkan dan
hasilnya disalurkan untuk memenuhi peruntukannya.

B. Macam – Macam Wakaf Produktif


1. Wakaf uang
Wakaf uang dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat
membuat wakaf menjadi lebih produktif, Karena uang disini tidak lagi dijadikan alat
tukar menukar saja. Wakaf uang dipandang dapat memunculkan suatu hasil yang lebih
banyak.
2. Wakaf uang tunai
Secara umum definisi wakaf tunai adalah penyerahan asset wakaf berupa uang tunai
yang tidak dapat dipindah tangankan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum
yang tidak mengurangi ataupun jumlah pokoknya.
3. Sertifikat wakaf tunai
Sertifikat wakaf tunai adalah salah satu instrument yang sangat potensial dan
menjanjikan, yang dapat dipakai untuk menghimpun dana umat dalam jumlah besar.
Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang diberikan oleh individu
maupun lembaga muslim yang mana keuntungan dari dana tersebut akan digunakan
untuk kesejahteraan masyarakat.

4. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus hasil –
hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal yang besar, Saham
malah justru akan memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis perdagangan
yang lain.  

C. Rukun Wakaf
a. Orang yang mewakafkan ( waqif )
Para ulama mazhab sepakat bahwa sehat akal merupakan syarat bagi sahnya
melakukan wakaf. Dengan demikian, wakafnya orang gila tidak sah karena dia tidak
dikenai kewajiban (bukan orang mukallaf), serta tidak dihukumi maksud, ucapan dan
perbuatan.
b. Barang yang Diwakafkan
Para ulama mazhab sepakat bahwa syarat untuk barang yang diwakafkan itu
persyaratannya yang ada pada barang yang dijual, yaitu barang tersebut konkret dan milik
orang yang mewakafkan.
c. Orang yang menerima wakaf
Orang yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara barang yang
diwakafkan dan memanfaatkannya. Orang yang menerima wakaf disyariatkan hal-hal
berikut ini. 1) Hendaknya orang yang diwakafi ada ketika wakaf terjadi 2) Hendaknya
orang yang menerima wakaf mempunyai kelayakan untuk memiliki 3) Hendaknya tidak
merupakan maksiat kepada Allah 4) Hendaknya jelas orang yang diketahui.
d. Pernyataan (sighat) waqaf
Pernyataan waqif merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan,
pernyataan wakif tersebut bisa dilakukan dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Dengan
pernyataan tersebut tanggalah hak wakif atas benda yang diwakafkannya.

D. Wakaf Produktif Di Indonesia


Secara konseptual, wakaf uang mempunyai peluang yang unik untuk menciptakan
investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan layanan sosial. Tabungan dari masyarakat
yang mempunyai penghasilan menengah ke atas dapat dimanfaatkan melalui penukaran
dengan Sertifikat Wakaf Uang (SWT), sedangkan pendapatan yang diperoleh dari
pengelolaan wakaf uang dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan, di antaranya untuk
pemeliharaan dan pengelolaan tanah wakaf.
Sebagai tindak lanjut dari lahirnya Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf, saat
ini di Indonesia banyak perbankan syariah dan lembaga pengelola wakaf meluncurkan
produk dan fasilitas yang menghimpun dana wakaf uang dari masyarakat. Seperti Baitul Mal
Muamalat yang meluncurkan Waqf Uang Muamalat, Dompet Dhuafa Republika yang
meluncurkan Tabung Wakaf Indonesia, dan lembaga wakaf nasional yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang tentang Wakaf pada tahun 2007 yaitu Badan Wakaf Indonesia.
Lembaga-lembaga di atas telah banyak membuat program untuk mewujudkan keadilan sosial
yang dihasilkan dari investasi dana wakaf yang dihimpun dari masyarakat, seperti
pembentukan rumah sakit, sekolah, dan kampung peternakan yang berpotensi
mengembangkan wakaf uang untuk membangun kesejahteraan masyarakat secara luas dan
berkesinambungan. Program-program yang telah dicanangkan oleh lembaga wakaf di
Indonesia dengan mengelola dana wakaf uang dalam bentuk ini adalah dalam upaya agar
harta wakaf lebih berkembang manfaat ekonomi dan sosialnya.
Contohnya, penghimpunan dan pengelolaan dana wakaf uang pada Tabung Wakaf
Indonesia yang hasil pengelolaannya disalurkan pada bidang pendidikan, ekonomi, dan
bidang sosial. Selain itu, hasil pengelolaan yang di peroleh oleh Badan Wakaf Indonesia
disalurkan pada bidang pendidikan dan kesehatan.

ZAKAT PRODUKTIF
A. Pengertian Zakat Produktif
Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau
yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana hal ini akan meningkatkan
taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat
menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya.
B. Persyaratan Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Syarat-syarat wajibnya mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam.
Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas
di atas. Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua
kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang
yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.
2. Merdeka.
Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta
yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang
sedang dalam perjanjian pembebasan (al mukatib), tidak diwajibkan menunaikan
zakat dari hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya
dari perbudakan. Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang
bangkrut (gharim), sehingga sangat pantas sekali tidak diwajibkan.
3. Berakal dan Baligh
Dalam hal ini masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta
anak kecil dan orang gila. Yang rajih (kuat), anak kecil dan orang gila tidak
diwajibkan mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya,
diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat berhubungan
dengan hartanya.
4. Memiliki Nishab
Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh
syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan
zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut.
C. Golongan Penerima Zakat
Berikut ini adalah delapan golongan yang berhak menerima zakat.

1. Al-fuqara’

Orang fakir (orang melarat) yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki
harta dan tidak mempunyai tenaga untuk menutupi kebutuhan dirinya dan
keluarganya. Seumpama orang fakir adalah orang yang membutuhkan 10.000 rupiah,
tapi ia hanya berpenghasilan 3.000 rupiah. Maka wajib diberikan zakat kepadanya
untuk menutupi kebutuhannya.

2. Al Masakin

Orang miskin berlainan dengan orang fakir. Ia tidak melarat, ia mempunyai


penghasilan dan pekerjaan tetap, tapi dalam keadaan kekurangan, tidak mencukupi
untuk menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seumpama orang miskin adalah
seumpama orang yang membutuhkan 10.000 rupiah, tapi ia hanya berpenghasilan
7.000 rupiah. Orang ini wajib diberi zakat sekadar untuk menutupi kekurangan dari
kebutuhannya.
3. Al’amilin

Al'amilin merupakan amil zakat (panitia zakat), orang yang dipilih oleh imam untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya.
Amil zakat harus memiliki syarat tertentu, yaitu muslim, akil dan baligh, merdeka,
adil (bijaksana), mendengar, melihat, laki-laki dan mengerti tentang hukum agama.
Pekerjaan ini merupakan tugas baginya dan harus diberi imbalan yang sesuai dengan
pekerjaannya, yaitu diberikan kepadanya zakat.

4. Mualaf

Mualaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum mantap imannya. Mualaf
terbagi atastiga bagian. Orang yang masuk Islam dan hatinya masih bimbang, maka ia
harus didekati dengan cara diberikan kepadanya bantuan berupa zakat orang yang
masuk Islam dan ia mempunyai kedudukan terhormat. Maka diberikan kepadanya
zakat untuk menarik yang lainnya agar masuk Islam. Orang yang masuk Islam jika
diberikan zakat ia akan memerangi orang kafir atau mengambil zakat dari orang yang
menolak mengeluarkan zakat.

5. Dzur Riqab

Yaitu hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekakan dirinya dari majikannya
dengan tebusan uang. Dalam hal ini mencakup juga membebaskan seorang muslim
yang ditawan oleh orang orang kafir, atau membebaskan dan menebus seorang
muslim dari penjara karena tidak mampu membayar diat.

6. Algharim

Yaitu orang yang berutang karena untuk kepentingan pribadi yang bukan maksiat dan
tidak sanggup membayarnya. Orang ini sepantasnya dibantu dengan diberikan zakat
kepadanya. Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat Islam
atau berutang untuk kemaslahatan umum seperti membangun masjid atau yayasan
Islam, maka dibayar utangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
Sesuai dengan sabda Nabi dalam Hadis Riwayat Abu Daud, "Sedekah itu tidak halal
zakat diberikan kepada orang kaya kecuali lima sebab: orang yang berperang di jalan
Allah, atau pengurus sedekah atau orang yang berutang atau orang yang membeli
sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah dari orang miskin
dari hasil sedekah."

7. Fi sabilillah (Almujahidin)

Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah) tanpa gaji dan
imbalan demi membela dan mempertahankan Islam dan kaum muslimin.

8. Ibnu Sabil

Ibnu Sabil merupakan musafir yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan
bertujuan maksiat di negeri rantauan, lalu mengalami kesulitan dan kesengsaraan
dalam perjalanannya.

D. Pendayagunaan Harta Zakat Secara Produktif


Ada dua bentuk pendayaan dana zakat antara lain :
1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu
kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak
disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan
mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang
sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah.
2. Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah
keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro muzakki. Target ini
adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk
itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan
yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan,
harys diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang
tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan .
C. Tiga Cara Zakat Produktif
Zakat produktif bisa dilakukan dengan beberapa cara:

Pertama, dengan menjadikannya sebagai investasi produktif. Hal ini harus dengan izin
orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq).
Kedua, memberikan modal kerja bagi mustahik yang menjadi pedagang dan
memberikan alat-alat kerja bagi mereka yang membutuhkan alat tersebut untuk kerja,”
tambahnya dalam acara seminar “Manajemen Zakat Produktif” yang diadakan Prodi
Manajemen Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati dan Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES) Pati, di Pati, Jawa Tengah.

Ketiga, lanjut Kiai Aniq Muhammadun, usaha-usaha produktif yang dilakukan


terlebih dahulu mengambil utang kemudian orang yang berutang berhak menerima zakat
untuk membayar utangnya atas nama gharim(orang yang berutang) dengan syarat utangnya
untuk kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Cara ketiga ini dilakukan dalam hal-hal yang
benar-benar menjadi kebutuhan umum, misalnya membangun rumah sakit khusus fakir-
miskin.

Anda mungkin juga menyukai