Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KLINIK TANAMAN
PNA4651

ACARA I
DIAGNOSIS LAPANGAN PENYAKIT TANAMAN

Oleh:
Kania Nicitta
NIM A1D018164

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman cabai merupakan tanaman yang banyak diminati oleh para petani
karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Cabai merah (Capsicum annuum)
merupakan komoditas hortikultura yang cukup penting di Indonesia karena
merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan. Cabai merah terdapat hampir di setiap pasar atau rumah terutama
di negara-negara tropis yang dikonsumsi dalam keadaan segar maupun kering.
Luas tanam dari tahun ketahun semakin bertambah.
Kendala utama yang dihadapi oleh petani salah satunya adalah masalah hama
penyakit yang sangat sulit dikendalikan. Identifikasi hama penyakit yang terlambat
serta ketidaktahuan petani mengakibatkan semakin sulitnya mengendalikan
penyakit yang menyerangnya. Penyakit utama tanaman cabai yang sangat sulit
dikendalikan dan berpotensi tanaman gagal berproduksi adalah penyakit bulai yang
disebabkan oleh virus gemini. Virus gemini menyebabkan tanaman menjadi kuning
dan keriting serta tanaman cabai menjadi kerdil. Pembasmian dilakukan apabila
terdapat satu tanaman yang terserang virus gemini di suatu kebun, hal ini bertujuan
untuk mencegah agar tidak ada serangga yang memindahkan verus dari satu
tanaman yang terserang ke tanaman yang sehat.
Ancaman virus gemini hampir pada semua fase tanaman. Mulai dari benih,
ketika dipindah lahan usia 10-40 hst, kemudian ketika tanaman cabai sudah masuk
pada fase generatif atau pembuahan. Kondisi tanaman yang sangat lemah daya
tahan atau imun tanaman kurang hal ini disebabkan adanya kekurangan unsur zn,
asam amino, pospat dan fe. Gejala penyakit bulai sangatlah jelas yaitu warna daun
yang semula hijau kemudian muncul bercak kuning cerah dan bercak tersebut akan
menyebar ke daun muda sehingga warna kuning akhirnya mendominasi daun
tanaman, yang artinya zat hijau daun pada tanaman banyak yang rusak.
B. Tujuan

1. Melihat problema tanaman di lapangan.


2. Melakukan diagnosis dengan cara penyusunan formulasi tanda dan gejala
penyakit, termasuk konsultasi dengan pemilik tanaman.
3. Menilai/menaksir kerusakan oleh pathogen penyakit, mengambil sampel dan
specimen untuk koleksi dan diagnosis klinik.

C. Rumusan Masalah

1. Apa problema tanaman di lapangan?


2. Bagaimana mendiagnosis dengan cara penyusunan formulasi tanda dan gejala
penyakit termasuk konsultasi dengan pemilik tanaman.
3. Bagaimana cara menilai/menaksir kerusakan patogen penyakit?
II. TINJAUAN PUSTAKA

Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup penting di
Indonesia, baik untuk komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri maupun untuk
komoditas ekspor. Cabai merah menjadi salah satu bahan yang sering digunakan
untuk dijadikan bumbu masakan tradisional Indonesia sehingga populasi tanaman
cabai khususnya cabai merah sangat mudah dijumpai di pasaran dalam skala yang
besar. Cabai merah selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi (Harpenas & Dermawan, 2011). Perawatan tanaman
cabai harus dilakukan secara ekstra karena tanaman cabai merah merupakan salah
satu tanaman yang rentan terhadap penyakit. Penyakit pada tanaman cabai apabila
tidak cepat diketahui, maka penanganannya akan terlambat sehingga
mengakibatkan tanaman tersebut tidak dapat berkembang, berhenti berproduksi
bahkan tanaman cabai tersebut dapat mati. Hal ini dapat menyebabkan kerugian
yang besar bagi para petani cabai. mendiagnosa penyakit tanaman cabai merah para
petani biasanya mengamati melalui gejala-gejala yang nampak pada tanaman.
Rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh berbagai faktor, seperti mutu
benih yang kurang baik, tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun, penerapan
teknik budidaya cabai kurang tepat, dan adanya permasalahan umum pada tanaman
yaitu hama dan penyakit (Warisno dan Dahana, 2010). Serangan hama dan penyakit
menyebabkan kerugian baik kualitas maupun kuantitas cabai itu sendiri. Salah satu
penyakit yang dapat mempengaruhi produksi tanaman cabai di Indonesia adalah
penyakit virus yaitu virus kuning dan virus keriting (Semangun, 2008). Virus
gemini berkaitan dengan jumlah populasi kutu kebul yang merupakan serangga
vektor dari virus ini. Peningkatan jumlah populasi kutu kebul akan meningkatkan
penyebaran virus gemini yang diikuti oleh meningkatnya keterjadian penyakit
kuning. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhardjo (2001), kejadian penyakit kuning
yang oleh virus gemini mengalami peningkatan atau puncaknya ketika curah hujan
rendah, karena ketika curah hujan rendah populasi B. tabaci meningkat.
Virus gemini memiliki vektor B. tabaci yang mempunyai daerah persebaran
luas terutatama di daerah-daerah tropik dan subtropik tempat B. tabaci berkembang
baik. Penyakit yang timbul akibat virus gemini ini menjadi kendala yang utama bagi
produksi tanaman (Bock, 1982). Tanaman cabai yang terinfeksi virus ini daunnya
mengalami belang di sekitar tulang daun dengan munculnya warna kuning yang
tidak merata. Tanaman cabai ketika memasuki fase generatif warna kuning tersebut
akan meluas, daun mengecil, bunga mengering dan gugur (Rusli et al., 1999). Virus
gemini mengakibatkan tanaman cabai warna daun menguning cerah atau pucat,
kemudian daun menjadi kecil dan mengeriting, tanaman kerdil, bunga rontok,
tanaman hanya tinggal ranting dan batang (Sudiono, 2013).
Pencegahan serangan virus gemini antara lain dengan penggunaan bibit sehat,
sanitasi, rotasi tanaman, eradikasi tanaman yang terserang, dan menggunakan
tanaman pembatas. Serangga lain selain kutu kebul (B. tabaci) yaitu aphids dan
thrips. Virus tersebut menyebar dalam tanaman, kemudian membentuk gen yang
dapat merusak jaringan tanaman berupa kromosom atau RNA/DNA. Virus ini juga
dapat menghentikan kerja gen kromosom atau klorofil yang berupa asam amino
sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh gen virus gemini (Semangun, 2008).
Keberadaan kutu kebul (B. tabaci) sebagai vektor virus dengan kisaran inang
yang luas memungkinkan perkembangan penyakit bulai yang disebabkan oleh virus
gemini sangat cepat. Virus gemini hanya dapat ditularkan oleh serangga vektor
Bemisia tabaci, tidak dapat ditularkan melalui benih maupun secara mekanik
(Sulandari et al., 2001). Penyebaran penyakit virus gemini penyebab penyakit bulai
cenderung mengelompok meskipun penyebaran vektornya hampir merata di
seluruh pertanaman cabai. Pola penyebaran vektor yang relatif merata
dikhawatirkan pada mucim tanam berikutnya ancaman penyakit bulai ini cenderung
lebih tinggi.
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum diagnosis lapangan penyakit tanaman cabai merah dilaksanakan


pada hari jumat, 2 April 2021. Praktikum ini bertempat di kebun samping rumah
yang terletak di Desa Pandak, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas.

B. Bahan dan Alat

Dalam diagnosis lapangan penyakit tanaman adalah hamparan tanaman


budidaya, formulir isian untuk mengumpulkan informasi dari sumber langsung
(observasi lapangan) dan konsultasi dengan petani. Bahan yang diperlukan kantong
plastik, dan amplop kertas. Alat yang digunakan adalah lensa tangan, alat pengepres
bahan tanaman, alat potong, dan kamera.

C. Prosedur Kerja

1. Sebelum masuk ke kebun, minta ijin kepada pemilik kebun/tanaman.


2. Pertanaman yang ada diperiksa dan dicari kemungkinan permasalahan tanaman
yang sedang dihadapi petani.
3. Masalah yang dihadapi dikonsultasikan kepada petani dan dicatat pendapatnya.
4. Komponen-komponen tanda dan gejala penyakit tanaman diamati dan dicatat
kemudian didokumentasikan.
5. Deskripsi permasalahan disusun dengan mengisi formulir yang dibawa serta ke
lapangan (tentang lapangan, sejarah pertanaman, praktek yang telah dilakukan
petani seperti: pengolahan tanah, pola tanam, waktu tanam, varietas yang
ditanam, pemupukan, pengairan, pengendalian yang dilakukan, dan lain-lain).
6. Cara/rute pengamatan diikuti untuk menaksir/ menilai kerusakan tanaman.
7. Sejumlah sampel tanaman diambil untuk pengamatan yang dapat mewakili
keadaan tanaman di lapangan. Periksa tanaman individual secara detail, catat
gejala dan tanda. Kondisi tanaman bagian bawah (dekat tanah dan perakaran)
jangan lupa diperiksa. Spesimen tanaman sakit diambil dan jangan lupa ikut
sertakan juga spesimen yang sehat.
8. Spesimen dikemas sesuai dengan sifat dan jenis spesimennya, agar tidak
mengalami kerusakan dalam perjalanan.
9. Formulir yang harus diisi dan gunakan formulir yang sesuai dibawa.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan

Cabai yang ditanam di kebun di Desa Pandak, Kecamatan Sumpiuh,


Kabupaten Banyumas adalah cabai besar merah (Capsicum annum). Benih
mengambil dari cabai yang dibeli di pasar selanjutnya disemai oleh petani secara
mandiri. Tanaman cabai ditanam di polybag. Penyiraman dilakukan tidak teratur,
tidak ada penyulaman dan pemupukan. Serangga yang dijumpai di tanaman cabai
antara lain capung, belalang, thrips, semut, kutu daun persik (Myzus persicae), dan
kutu kebul (Bemisia tabaci). Serangga yang dapat menyebarkan virus gemini
adalah kutu kebul (Bemisia tabaci).
Tanaman cabai merah ini berumur sekitar 4 bulan atau 120 hst, jumlah
tanaman cabai yang ada yaitu 5 tanaman. Penyakit yang ditemukan pada tanaman
cabai merah ini adalah penyakit bulai. Gejala penyakit bulai yang ditemukan pada
tanaman ini seperti daun menguning dan mengecil serta bunga Sampel patogen
diambil dari daun tanaman cabai yang berwarna kuning dan mengecil, kerdil serta
bunga kering dan rontok sebelum waktunya. Hal tersebut sama dengan penelitian
dari Soemardiyono et al. (2003), yang menjelaskan bahwa infeksi pada cabai besar
menyebabkan seluruh daun menguning dan mengeriting, kerdil dan bunga rontok
sehingga tidak menghasilkan buah. Tingkat kerusakan terhadap individu tanaman
sedang. Perkembangan masalah secara gradual (perlahan) tidak langsung
menyebabkan tanaman menjadi mati. Penyebaran penyakit bulai oleh single plant
(tanaman itu sendiri) karena tanaman yang lain belum ada saat tanaman cabai
tersebut terserang penyakit bulai. Tidak terdapat pengolahan tanah untuk tanaman
cabai merah ini, dan drainasenya cukup baik. Pemupukan dengan NPK 15-15-15
pada saat umur tanaman 30 hst.
Usaha pengendalian penyakit bulai telah banyak dilakukan untuk mengatasi
penyakit tersebut. Pengendalian secara kultur teknis dengan cara menanam cabai
dengan menggunakan varietas tahan, jarak tanam yang tidak terlalu rapat.
Pengendalian mekanik dilakukan dengan mancabut tanaman yang terserang
penyakit bulai meskipun ukurannya masih kecil dan memusnahkan tanaman yang
sakit tersebut. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan fungisida
ridomil yang berbahan aktif metalaksil efektif mengendalikan penyakit bulai.
Burhanuddin (2009), menjelaskan bahwa penggunaan fungisida berbahan aktif
metalaksil secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang akan
menimbulkan resistensi P. maydis. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi
terjadinya perubahan ketahanan yang meningkat dari Peronosclerospora penyebab
penyakit bulai.
V. KESIMPULAN

Tanaman cabai merah yang berada di kebun terserang penyakit bulai yang
disebabkan oleh virus gemini, dengan serangga vektor B. tabaci. Diagnosis
penyakit dengan melihat . Gejala penyakit bulai yang ditemukan pada tanaman ini
seperti daun menguning dan mengecil serta bunga. Sampel patogen diambil dari
daun tanaman cabai yang berwarna kuning dan mengecil, kerdil serta bunga kering
dan rontok sebelum waktunya. Sampel tanaman yang terserang diambil untuk
mengetahui tingkat serangan penyakit bulai.
DAFTAR PUSTAKA

Bock, K.R. 1982. Gemini virus disease. Plant Dis, 66: 266-270.

Burhanuddin. 2009. Fungisida metalaksil tidak efektif menekan penyakit bulai


(Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan alternatif
pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian
Tanaman Serealia: 395-399.

Dermawan, R. & A. Harpenas. 2010. Budidaya Cabai Unggul, Cabai Besar, Cabai
Keriting, Cabai Rawit, dan Paprika. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rusli, E.S., S.H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Virus gemini pada cabai:
variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tanaman,
11(1): 26-31.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia (Edisi


Kedua). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudiono. 2013. Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten


Tanggamus dan Lampung Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 13
(1): 1-7.

Sulandari, S. 2004. Karakterisasi Biologi, Serologi dan Sidik Jari DNA Virus
Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. Institut pertanian Bogor.

Sumardiyono, Y.B., S. Hartono, & S. Sulandari. 2003. Epidemi penyakit daun


keriting kuning cabai. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 9(1): 1-3.

Warisno & K. Dahana. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN

Gejala penyakit bulai

Anda mungkin juga menyukai