Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KLINIK TANAMAN
PNA4651

ACARA II
DIAGNOSIS LAPANGAN HAMA TANAMAN

Oleh:
Kania Nicitta
NIM A1D018164

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan


secara komersial di daerah tropis. Cabai menduduki areal paling luas, yaitu 20,6%
di antara sayuran lain di Indonesia. Tanaman cabai merah merupakan salah satu
tanaman hortikultura yang memiliki banyak jenis penyakit dan sangat mudah
menular terhadap tanaman lain jika tidak segera diketahui gejalanya. Diagnosa
penyakit tanaman cabai menggunakan pengamatan sederhana terhadap tanaman
cabai merah. Salah satu kendala dalam peningkatan produksi cabai di Indonesia
adalah hama penyakit tanaman yang terjadi selama proses produksi di lapangan.
Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan hama penyakit pada cabai masih
merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengatasi
penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat perhatian.
Penyakit yang paling banyak ditemukan pada cabai merah yaitu penyakit
bulai. Selama ini belum ada data yang jelas tentang penyebab penyakit tanaman
cabai yang ada di kebun percobaan, sehingga perlu dilakukan identifikasi penyakit
serta mengetahui secara pasti deskripsi penyebab penyakit tersebut dan intensitas
serangannya. Penggunaan fungisida berbahan aktif metalaksil masih menjadi
pilihan petani untuk mengendalikan penyakit bulai. Penggunaan metalaksil secara
terus menerus dalam jangka waktu lama telah menimbulkan resistensi pada
penyebab penyakit bulai.
Gejala penyakit bulai yang ditemukan pada tanaman ini seperti daun
menguning dan mengecil serta bunga sampel patogen diambil dari daun tanaman
cabai yang berwarna kuning dan mengecil, kerdil serta bunga kering dan rontok
sebelum waktunya. Usaha pengendalian penyakit bulai telah banyak dilakukan
untuk mengatasi penyakit tersebut. Pengendalian secara kultur teknis dengan cara
menanam cabai dengan menggunakan varietas tahan, jarak tanam yang tidak
terlalu rapat. Pengendalian mekanik dilakukan dengan mancabut tanaman yang
terserang penyakit bulai meskipun ukurannya masih kecil dan memusnahkan
tanaman yang sakit tersebut. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan
fungisida ridomil yang berbahan aktif metalaksil efektif mengendalikan penyakit
bulai.

B. Tujuan

1. Melihat problema tanaman di lapangan.


2. Melakukan diagnosis dengan cara penyusunan formulasi dengan melihat
gejala serta tanda serangan hama, termasuk konsultasi dengan pemilik
tanaman.
3. Menilai/menaksir kerusakan oleh hama tanaman, dan mengambil sampel dan
specimen untuk koleksi dan diagnosis klinik.

C. Rumusan Masalah

1. Apa problema tanaman di lapangan?


2. Bagaimana cara melakukan diagnosis dengan penyusunan formulasi melihat
gejala dan tanda serangan hama?
3. Bagaimana cara menilai/menaksir kerusakan oleh hama tanaman?
II. TINJAUAN PUSTAKA

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai penyedap
makanan maupun untuk pemenuhan gizi. Buah cabai memiliki kandungan gizi
yang banyak, yaitu protein 1 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 7,3 g, kalsium 29 mg,
fosfor 24 mg, zat besi 0,5 mg, vit A 470 mg, vit B1 0,05 mg, vit C 460 mg dan air
90,9 g serta 31 Kal (Sulastri, 2014). Perawatan tanaman cabai harus dilakukan
secara ekstra karena tanaman cabai merah merupakan salah satu tanaman yang
rentan terhadap penyakit. Penyakit pada tanaman cabai apabila tidak cepat
diketahui, maka penanganannya akan terlambat sehingga mengakibatkan tanaman
tersebut tidak dapat berkembang, berhenti berproduksi bahkan tanaman cabai
tersebut dapat mati. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi
para petani cabai. mendiagnosa penyakit tanaman cabai merah para petani
biasanya mengamati melalui gejala-gejala yang nampak pada tanaman.
Usahatani cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang
menarik, tetapi untuk mengusahakan tanaman cabai diperlukan keterampilan dan
modal cukup memadai. Untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan diperlukan
keterampilan dalam penerapan pengetahuan dan teknik budidaya cabai sesuai
dengan daya dukung. Masa panen cabai berkisar antara 2-3 bulan setelah
pemanenan perdana. Lamanya panen cabai berbeda-beda tergantung varietas cabai
yang ditanam dan kondisi tanamannya. Pemanenan cabai sebaiknya dilakukan
secara serentak dalam satu hamparan dan dilakukan pada kondisi buah cabai
sudah tidak basah karena embun (Sisca et al., 2010).
Pertanaman cabai di Indonesia telah banyak dilaporkan terkena serangan
virus, salah satunya virus gemini yang diperantarai oleh hama kutu kebul (Rusli et
al., 1999). Klasifikasi hama kutu kebul (Bemisia tabaci) menurut Kalshoven
(1981), sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum :Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Homoptera
Sub ordo : Sternorrhyncha
Famili : Aleyrodinae
Sub famili : Aleyrodinae
Genus : Bemisia
Spesies : Bemisia tabaci Gennadius
Bemisia tabaci (kutu kebul) merupakan hama yang sangat polifag
menyerang berbagai jenis tanaman hias, sayuran, buah-buahan, maupun tumbuhan
liar. Menurut Setiawati et al. (2004), tanaman inang utama kutu kebul antara lain
dari famili Asteraceae, Brassicacea, Convolvulaceae, Cucurbitaceae,
Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, dan Solanaceae. Kutu kebul umumnya
berada di bawah daun dan apabila ada getaran atau disentuh daunnya maka kutu
kebul akan terbang. Kutu kebul dapat menyebabkan kerusakan langsung dan tidak
langsung pada tanaman cabai merah. Menurut Kalshoven (1981), serangan kutu
kebul pada tanaman menimbulkan gejala seperti bintik-bintik klorotik yang dapat
mengakibatkan berkurangnya jumlah klorofil pada daun. Saliva kutu kebul yang
masuk dalam jaringan tanaman mengandung virus.
Virus yang ditularkan oleh kutu kebul yaitu kelompok Geminivirus yang
menyerang tanaman cabai, tomat, labu, tebu, kacang-kacangan, singkong,
tembakau, dan jagung. penyakit yang disebabkan virus gemini mengakibatkan
terhambatnya proses fotosintesis, pertumbuhan tanaman, pembentukan buah, dan
menurunkan kualitan serta kuantitas buah (Agrios, 1997). Pengendalian kutu
kebul dapat dilakukan dengan insektisida, predator dan parasitoid, praktik dalam
budidaya tanaman, dan menggunakan varietas agak tahan. Kutu kebul (Bemisia
tabaci) mempunyai musuh alami, seperti Chrysoperla sp., Orius sp., Delphastus
catalinae, dan Nephapsis oculatus efektif menekan populasi kutu kebul
(McAuslanes, 2001). Menurut Gerling et al. (2001), kutu kebul dapat
dikendalikan secara hayati dengan memanfaatkan predator dan parasitoid.
III. METODE PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu

Praktikum diagnosis laboratorium penyakit tanaman dilaksanakan pada


tanggal 5 April 2021, dan dilakukan di Desa Pandak, Kecamatan Sumpiuh,
Kabupaten Banyumas.
B. Bahan dan Alat

Praktikum diagnosis lapangan hama tanaman memerlukan beberapa bahan


dan alat. Bahan yang dibutuhkan adalah formulir isian digunakan untuk
mengumpulkan informasi dari sumber langsung (observasi lapangan) dan
konsultasi dengan petani. Perlengkapan lain yang digunakan di lapangan yaitu
lensa tangan, kantung plastic, alat pengepres bahan tanaman, jarring serangga,
botol pembunuh, amplop kertas (papilot), aspirator, alat potong (gunting/pisau),
kamera dan lain-lain.

C. Prosedur Kerja

1. Sebelum masuk ke kebun harus meminta izin kepada pemilik kebun/tanaman.


2. Pertanaman diperiksa yang ada dan dicari kemungkinan permasalahan
tanaman yang sedang dihadapi oleh petani.
3. Masalah yang dihadapi petani dikonsultasikan dan catat pendapatnya.
4. Komponen-komponen gejala dan tanda serangan hama tanaman diamati dan
dicatat kemudian didokumentasikan.
5. Deskripsi permasalahan disusun dengan mengisi formulir yang dibawa serta
ke lapangan (tentang lapangan, sejarah pertanaman, praktek yang telah
dilakukan petani seperti: pengolahan tanah, pola tanam, waktu tanam, varietas
yang ditanam, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit yang
dilakukan, dan lain-lain).
6. Cara/rute pengamatan diikuti untuk menaksir/menilai kerusakan tanaman.
7. Sejumlah sampel tanaman diambil untuk pengamatan yang dapat mewakili
keadaan tanaman di lapangan.
8. Tanaman individual diperiksa secara detail, dicatat gejala dan tanda. Kondisi
tanaman bagian bawah (dekat tanah dan perakaran) juga diperiksa. Specimen
tanaman yang terserang hama dan sehat diambil, apabila ada semua stadium
dari hama diambil, tanda-tanda serangan seperti kulit serangga yang
terkelupas hasil ganti kulit, kotoran hama, sisa-sisa makanan, musuh alamu
yang ada.
9. Specimen dikemas sesuai dengan sifat dan jenis spesimennya, agar tidak
mengalami kerusakan dalam perjalanan sampai saat pengamatan di
laboratorium.
10. Formulir harus dibawa dan diisi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan

Hasil pengamatan diagnosis lapang hama tanaman pada cabai merah telah
ditemukan hama kutu kebul ditandai dengan adanya semut di bagian bawah daun.
Kutu kebul menghasilkan madu, oleh karena itu terdapat banyak semut dimana
ada kutu kebul. Kutu kebul merupakan serangga berukuran kecil, bersifat
polifagus dan sering menyerang tanaman sayuran seperti cabai, terung, tomat, dan
gulma. Kutu kebul ini merupakan serangga vektor virus gemini yang dapat
menyebabkan penyakit bulai atau penyakit kuning. Kutu kebul menularkan virus
gemini secara persisten yaitu apabila kutu kebul ini menghisap daun tanaman
yang sakit atau terserang virus gemini maka selama hidupnya kutu kebul dapat
menularkan virus gemini ini, baik nimfa maupun serangga dewasa dengan
mengsap cairan tanaman dan menghambat vigor tanaman (Hasyim et al., 2009).
Gejala hama kutu kebul ini adalah daun menguning (klorosis), mengeriting,
belang (mozaik), dan tanaman menjadi kerdil. Hal tersebut sama dengan
penelitian dari Wardani (2006), gejala tanaman yang terserang dimulai dengan
daun yang muda menjadi cekung, mengekrut, dan warna daun mozaik ringan.
Gejala kemudian berlanjut dengan menguningnya warna daun. Klorosis atau
warna daun menguning pada tanaman yang terserang terjadi karena terhambatnya
pembentukan klorofil sehingga laju pembentukan klorofil lebih kecil apabila
dibandingkan laju degradasi klorofil (Funayama & Terashima, 2006).
Penyebaran virus gemini berkaitan dengan jumlah populasi kutu kebul. Pada
area kebun yang telah diamati, jumlah populasi kutu kebul ini terbilang sedikit
sehingga penyebaran virus gemini tidak meningkat. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian dari Sudiono & Purwono (2009), peningkatan jumlah populasi kutu
kebul maka penyebaran virus gemini dapat meningkat yang diikuti oleh
peningkatan tanaman terseran penyakit bulai. Dari enam tanaman cabai merah
hanya satu yang terserang virus gemini. Namun pada tiga tanaman terdapat kutu
kebul.
Usaha pengendalian hama kutu kebul (Bemisia tabaci) telah banyak
dilakukan untuk mengatasi hama tersebut. Pengendalian dengan memanfaatkan
musuh alami, tanaman refugia, agensia hayati, dinilai mampu untuk mengatasi
hama ini. Pengendalian secara kimiawi menggunakan pestisida dengan tepat dan
melakukan rotasi pestisida. McAuslanes (2001), menjelaskan bahwa pengendalian
kutu kebul dapat dilakukan dengan insektisida, predator dan parasitoid, praktik
dalam budidaya tanaman, menggunakan varietas agak tahan, dan pemanfaatan
musuh alami seperti Chrysoperla sp., Orius sp., Delphastus catalinae, dan
Nephapsis oculatus efektif menekan populasi kutu kebul.
V. KESIMPULAN

Tanaman cabai merah yang diamati terkena serangan hama kutu kebul
(Bemisia tabaci). Hal tersebut ditandai dengan adanya semut di bagian bawah
daun, kutu kebul menghasilkan madu sehingga menarik semut untuk dating
memakan madu tersebut. Gejala hama kutu kebul ini adalah daun menguning
(klorosis), mengeriting, belang (mozaik), dan tanaman menjadi kerdil. Sampel
hama diambil dari daun tanaman cabai merah yang terdapat banyak semut dan
warna putih di bagian bawah daun. Tingkat serangan hama kutu kebul ini adalah
sedang.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios. 1997. Plant Pathology 4 th ed. Department of Plant Pathology University


of Florida. Academic Press, New York.

Funayama, S. & I. Terashima. 2006. Effects of Eupatorium yellow vein virus


infection on photosynthetic rate, chlorophyll content and chloroplast
structure in leaves of Eupatorium makinoi during leaf development.
Functional Plant Biology, 33(2):165-175.

Gerling, D., O. Alomar, & J. Arno. 2001. Biological control of Bemisian tabaci
using predator and parasitoids. J. Crop Protection, 20(9): 779-799.

Hasyim, A., Wiwin, S., Liferdi, L. and Abdi, H. 2009. Serangga Hama dan
Tungau pada Tanaman Terung. Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Bandung.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated
by van der Laan. PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

McAuslanes, H.J. 2001. Sweetpotato whitefly B biotype or silverleaf whitefly,


Bemisia tabaci (Gennadius) or Bemisia argentifolii belows and perring
(insecta: Hemiptera: Aleyrodidae). Institute of Food and Agricultural
Sciences (IFAS) University of Florida. EENY-129 (IN2860): 1-9.

Rusli, E.S., S.H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Virus gemini pada
cabai: variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit
Tanaman, 11(1): 26-31.

Setiawati, Udiarto, & Muharam, 2004. Buku Panduan Teknis Pengelolaan


Tanaman Terpadu Cabai Merah (Pengenalan dan Pengendalian Hama-
Hama Penting pada Tanaman Cabai Merah). Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembanagan Hortikultura. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lembang-Bandung.

Sisca, Piay, dan Sherly. 2010. Budidaya Dan Pascapanen Cabai Merah
(Capsicum annum L.). BPTP Jawa Tengah, Ungaran.

Sudiono & Purnomo, 2009. Hubungan antara populasi kutu kebul (Bemisia tabaci
Genn.) dan penyakit kuning pada cabai di Lampung Barat. Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan Tropika, 9(2): 115-120.

Sulastri, S., A. Muhammad., & F. Puaspita. 2014. Identifikasi penyakit yang


disebabkan oleh jamur dan intensitas serangannya pada tanaman cabai
(Capsicum annum L.) di kebun percobaan Univeristas Riau. Jurnal Online
Mahasiswa, 1(1): 1-14.

Wardani, N. 2006. Keragaan Hama/Penyakit pada Cabai Merah di Daerah


dengan Ketinggian dan Jenis Tanah yang Berbeda.
LAMPIRAN

Tanaman cabai merah yang terserang kutu kebul

Anda mungkin juga menyukai