Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN KASUS

“SEORANG PASIEN LAKI-LAKI DENGAN OPTHALMOPLEGIA DEXTRA ET


CAUSA WERNICKE SYNDROME ET CAUSA ALKOHOLISME, STROKE
INFARK, DISLIPIDEMIA DAN HIPERTENSI GRADE SATU”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Saraf Rumah
Sakit Umum dok II jayapura

Oleh:
Lenny Tri Selviani
Paskalina Joe Ongge
Pegri Yanti d. Tjanu
Prisca Valentine Patiung
Ruth Raunsay
Sahanurfela

Pembimbing:
dr. Nelly Y Tan Rumpaisum, Sp.S

SMF SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DOK II JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
PAPUA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul :

“Seorang Pasien Laki-Laki Dengan Opthalmoplegia Dextra Et Causa Wernicke Syndrome


Et Causa Alkoholisme, Stroke Infark, Dislipidemia Dan Hipertensi Grade Satu”

Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Saraf Rumah Sakit Umum
Dok II Jayapura

Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura

yang dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal :

Tempat :

Mengesahkan

Penguji Referat Bagian SMF Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

dr. Nelly Y Tan Rumpaisum, Sp.S


LEMBAR PENILAIAN LAPORAN KASUS

Hari :

Pembimbing : dr. Nelly Y Tan Rumpaisum, Sp.S

Judul :“Seorang Pasien Laki-Laki Dengan Opthalmoplegia Dextra Et


Causa Wernicke Syndrome Et Causa Alkoholisme, Stroke Infark,
Dislipidemia Dan Hipertensi Grade Satu”

NO NAMA NILAI

1. Lenny Tri Selviani


2. Paskalina Joe Ongge
3. Pegri Yanti d. Tjanu
4. Prisca Valentine Patiung
5. Ruth Raunsay
6. Sahanurfela

Pembimbing

dr. Nelly Y Tan Rumpaisum,Sp.S


BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. JP
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku : Papua
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pegawai PLN
Status : Belum Menikah
No. DM : 467790
MRS : 07 April 2021
KRS : 14 April 2021

1.2 Anamnesa
Sumberdata : Pasien (autoanamnesis)

Keluhan utama : Bola mata kanan tidak dapat digerakan sama sekali

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan mata kanan tidak dapat digerakkan sama sekali yang
mulai dirasakan sejak ± 1 minggu yang lalu, jika melihat sesuatu, pandangan akan
terlihat berbayang dan disertai pandangan kabur (+), mual (-), muntah (-). Tidak ada
kelemahan tubuh, bicara pelo(-), demam(-). Pasien mengaku pernah mengalami gejala
serupa dan pernah dirawat inap di RSUD Jayapura tanggal 22/7/2019. Pasien juga
mengaku suka mengkonsumsi minuman beralkohol
Riwayat Penyakit Dahulu
 Hipertensi tidak terkontrol (+), sejak 2019
 Diabetes Melitus (-)
 Jantung (-)
 Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Hipertensi (-)
 Diabetes Melitus (-)
 Asma (-)
 Jantung (-)

Riwayat Kebiasaan
 Merokok (+)
 Minum alkohol (+)

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Tanda - Tanda Vital
 Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis, GCS = 15 E4V5M6
 Tekanan darah : 140/100 mmHg
 Nadi : 87x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36,6 C
 SpO2 : 98%
 Kekutan otot : 5/5
b. Status Generalis
1. Kepala dan Leher
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks pupil+/+
 Hidung : Deformitas (-), Sekret(-), deviasi septum (-).
 Mulut : Bibir kering (-).
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
 Leher : Spasmeotot-ototleher (-), spasme otot bahu (-), nyeri (-)
 KGB : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) (-)
2. Thoraks
 Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, bentuk dada normal.
Palpasi : Gerak dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi-/-, wheezing -/-

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidakterlihat.
Palpasi :Ictus cordis teraba dilinea midclavicula sinistra.
Perkusi :
- Batas jantungkanan : SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantungkiri : SIC V 1 jari lateral linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, gallop (-), Murmur (-)
3. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani.

4. Ekstermitas
Akral hangat, udem (-/-), jejas (-), CRT < 2 detik.
5. Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Vegetatif : Makan dan minum (+), BAB (+), BAK (-)
c. Status Neurologis
 RangsangMeningeal : Kaku Kuduk (-/-), Brudzinski I/II (-/-), Kernig Sign
(-/-), Lasegue sign (-/-)
 Reflex Fisiologis : BPR (++/++), TPR (++/++), KPR (++/++), APR (++/+
+)
 Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-), Gonda
(-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-), Scheafer (-/-), Hoffman (-/-), Tromner
(-/-)

 Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus Cranialis Interpretasi
N.I (olfactorius) Normosmia : (+/+)
N.II (optikus)  Tajam penglihatan : OD = 2/60 OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS = (+)
 Pengenalan warna: DBN
 Funduskopi : tidak dilakukan
N.III (occulomotorius)  Fisura Palpebra : OD = OS
N.IV ( Trochlearis)  Ptosis : OD (+) OS = (-)
N.VI (Abducens)
 Posisi mata : Simetris OD = OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS = DBN
 Tekanan bola mata : OD = (+) OS = DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata : Parese nervus 3, 4, 6
 Konvergensi mata : OD (-) OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak dilakukan
N.V (Trigeminus)  Motorik : (+)
Sensorik :
 Cabang oftalmikus : (+)
 Cabang maksilaris : (+)
 Cabang mandibularis : (+)
 Refleks Kornea : DBN
N.VII (Fasialis)  Motorik : (+)
 Gerakan Involunter : (-)
 Sensorik (Rasa kecap 2/3 lidah anterior) : (+)
 Hiperakusis : (-)
 Lakrimasi : (-)
N.VIII (Vestibulokoklearis) Nervus Koklearis
 Subjektif (tinnitus) : (-)
 Hiperakusis : (-)
 Tajam pendengaran : Tes Rinne, Weber dan
Schwabach tidak dilakukan
 N. Vestibularis : Tes kalori tidak dilakukan
N.IX (Glosopharingeal)  Gerakan palatum : (+)
N.X (Vagus)  Uvula : DBN
 Refleks muntah : (+)
 Menelan : (+)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai


07/04/2021
Rujukan
Hemoglobin 14,6 13,3 – 16,6 g/dL
Hematokrit 44 41,3 – 52,1 %
Leukosit 7,49 3.37 – 8.38 10^3/uL
Trombosit 274 140 – 400 10^3/uL
Eritrosit 6,09 3,69-5,46 10^3/uL
Neutrofil 66,9 39.6 - 70.6 %
Basofil 0,4 0,3-1,4 %
Eosinofil 13,9 0,6-5,4 %
Limfosit 7,5 23,1-49,9%
Monosit 11,3 4,3-10 %
NLR 8,92 <3,13
Antigen covid-19 Negatif Negatif

Pemeriksaan Kimia Darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai


07/04/2021
Rujukan
Glukosa Darah Sewaktu 101 <= 140 mg/dL
SGOT 16,4 ≤ 40 U/L
SGPT 32,5 ≤ 40 U/L
BUN 9,4 7-18 mg/dL
Creatinin 0.96 ≤ 0.95 mg/dL
Kolesterol total 249 <200 mg/dL
HDL 178 100-130 mg/dL
LDL 46 >40 mg/dL
Trigliserida 210 <150 mg/dL

Pemeriksaan Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai
07/04/2021
Rujukan
Natrium 134,60 135-148 mEq/L
Kalium 3,88 3,50-5,30 mEq/L
Kalsium 108,0 98-106 mEq/L

Pemeriksaan Urinalisa

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai


07/04/2021
Rujukan
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Leukosit 2-4 sel/lpb 0 : < 4sel/lpb
Eritrosit 0,1 sel/lpb 0 : < 4sel/lpb
Bakteri +1 (4-8 sel/lpb) 0 : < 4sel/lpb

b. CT-Scan Kepala non Kontras (10/04/2021)


 Sulci dan gyri corticalis, fissure Sylvii bilateral dan fissure interhemisfer tampak
normal
 Bentuk dan posisi ventrikel lateralis bilateral simetris. Ukuran vebtrikel lateralis
kanan dan kiri, ventrikel 3 dan 4 tampak normal
 Ruang subaraknoid tampak normal
 Pada parenkim cerebri, cerebellum dan pons tidak menunjukkandensitas
patologis
 Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah

Kesan :
Tak tampak perdarahan intracranial, tak tampak fraktur OS Calvari

c. EKG
Tidak dilakukan
d. Ro Thorax (08/04/2021)

1.5 Diagnosis
- Opthalmoplegia OD e.c Wernicke Syndrom e.c Alkoholisme
- Stroke infark
- Dislipidemia
- Hipertensi grade I

1.6 Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg + neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
- Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v)
- Semax 0,1 % 4x4 gtt/ nds
- Ranitidin 2 x 1 ampul (i.v)
- Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
- Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
- Candesartan 1x 16 mg (p.o)
1.7 Follow-Up Ruangan
Tanggal S O A P
08/04/2021 Pasien mengeluh nyeri KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg +
(HP 1) pada mata kanan dan Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
tidak dapat digerakkan. Vital Sign Alkoholisme diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
Pandangan kabur dan TD: 140/90 mmHg, N:78x/m, R: - Stroke infark - Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v)
0
berbayang (+), mual (-), 22x/m, SB: 36,7 C, SpO2:98% - Dislipidemia - Semax 0,1 % 4x4 gtt/ nds
muntah (-). Status Generalis :
- Hipertensi grade I - Ranitidin 2x 1 ampul (i.v)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-),
- Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
OC(-), P>KGB(-)
Thorax: Simetris, ikut gerak nafas, - Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+), - Candesartan 1x16 mg (p.o)
Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler, - CPG tunda, menunggu hasil CT Scan
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, Supel,
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb,
thympani, BU normal.
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5

Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD = 2/60
OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (+) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS =
DBN
 Tekanan bola mata : OD = (+)
OS = DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata : Parese
nervus 3, 4, 6
 Konvergensi mata : OD (-)
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
09/04/2021 Pasien masih KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg +
(HP2) mengeluhkan mata Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
kanan tidak dapat Vital Sign Alkoholisme diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
digerakan . Pandangan TD: 140/90 mmHg, N:88x/m, R: - Stroke infark - Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v)
kabur danberbayang 20x/m, SB: 36,50C, SpO2:98% - Dislipidemia - Semax 0,1 % 4x4 gtt/ nds
(+), mual /muntah (-). Status Generalis : - Hipertensi grade I - Ranitidin 2x 1 ampul (i.v)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-),
- Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
OC(-), P>KGB(-)
- Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
Thorax: Simetris, ikut gerak nafas,
VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+), - Candesartan 1x16 mg (p.o)

Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler, - CPG tunda, menunggu hasil CT Scan
murmur (-), gallop (-) - Gabapentin 150 mg 2x1 atau pregabalin 75
Abdomen : Tampak datar, Supel, mg 1x1 (p.o)
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb,
thympani, BU normal.
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5

Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD = 2/60
OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (+) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS =
DBN
 Tekanan bola mata : OD = (+)
OS = DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata : Parese
nervus 3, 4, 6
 Konvergensi mata : OD (-)
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
10/04/2021 Pasien mengaku bola KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg +
(HP3) mata kanan sudah Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
mulai bisa digerakan Vital Sign Alkoholisme diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
kearah kiri. Pandangan TD: 140/90 mmHg, N:80x/m, R: - Stroke infark - Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v)
0
berbayang mulai 20x/m, SB: 36,6 C, SpO2:98% - Dislipidemia - Semax 0,1 % 4x4 gtt/ nds
berkuranng Status Generalis :
- Hipertensi grade I - Ranitidin 2x 1 ampul (i.v)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-),
- Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
OC(-), P>KGB(-)
Thorax: Simetris, ikut gerak nafas, - Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+), - Candesartan 1x16 mg (p.o)
Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler, - Gabapentin 150 mg 2x1 (p.o)
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, Supel,
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb,
thympani, BU normal.
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5
Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD = 5/60
OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (+) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS =
DBN
 Tekanan bola mata : OD = (+)
OS = DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata :
- Parese N.VI m. Rectus lateral
OD
- Parese N.III m.Rectus
Superior OD
- Parese N.III m. rectus
inferior OD
Perbaikan :
- N.VI m.obliqus superior
- N.III m. obliqus inferior
- N. III m. rectus medial
 Konvergensi mata : OD &
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
11/04/2021 Pasien mengaku bola KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg +
(HP4) mata kanan sudah Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
mulai bisa digerakan Vital Sign Alkoholisme diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
kearah kiri. Pandangan TD: 140/90 mmHg, N:80x/m, R: - Stroke infark - Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v)
0
berbayang mulai 20x/m, SB: 36,6 C, SpO2:98% - Dislipidemia - Semax 0,1 % 4x4 gtt/ nds
berkuranng Status Generalis :
- Hipertensi grade I - Ranitidin 2x 1 ampul (i.v)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-), - Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
OC(-), P>KGB(-) - Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
Thorax: Simetris, ikut gerak nafas,
- Candesartan 1x16 mg (p.o)
VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+),
- Gabapentin 150 mg 2x1 (p.o)
Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, Supel,
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb,
thympani, BU normal.
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5

Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD =
10/60 OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (+) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS =
DBN
 Tekanan bola mata : OD = (+)
OS = DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata :
- Parese N.VI m. Rectus lateral
OD
- Parese N.III m.Rectus Superior
OD
- Parese N.III m. rectus inferior
OD
Perbaikan :
- N.VI m.obliqus superior
- N.III m. obliqus inferior
- N. III m. rectus medial
 Konvergensi mata : OD &
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
12/04/2021 Mata kanan mulai KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg +
(HP5) bisa digerakkan Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c neurobion 1 ampul + ketorolac 2 ampul +
kearah kiri dan Vital Sign Alkoholisme diazepam 1 ampul/12 jam (i.v)
sedikit kearah kanan, TD: 140/90 mmHg, N:80x/m, R: - Stroke infark - Manitol 20% 200-150-150 cc guyur/8 jam (i.v) (
0
pandangan berbayang 20x/m, SB: 36,6 C, SpO2:98% - Dislipidemia Botol ke 3, sampai botol ke 5 habis, pasien
semakin berkurang Status Generalis : - Hipertensi grade I boleh dipulangkan)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-), - Semax 1 % 2x2 gtt/ nds
OC(-), P>KGB(-)
- Ranitidin 2x 1 ampul (i.v)
Thorax: Simetris, ikut gerak nafas,
- Injeksi methylprednisolon 2 x 125 mg (i.v)
VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+),
- Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler,
murmur (-), gallop (-) - Candesartan 1x16 mg (p.o)
Abdomen : Tampak datar, Supel, - Gabapentin 150 mg 2x1 (p.o)
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb, - Methylprednisolon 3 x 16 mg (P.O)
thympani, BU normal. - CPG 1 x 75 mg (P.O)
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
- Jika sudah hari kelima atau tidak ada
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
kemajuan GBM→BPL
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5

Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD =
15/60 OS = DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (-) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (+) OS =
DBN
 Tekanan bola mata : OD & OS
= DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata :
- Parese N.III m.Rectus Superior
OD
- Parese N.III m. rectus inferior
OD
Perbaikan :
- Parese N.VI m. Rectus lateral
OD
- N.VI m.obliqus superior
- N.III m. obliqus inferior
- N. III m. rectus medial
 Konvergensi mata : OD &
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (-) , OS = (+)
Indirek : OD = (-) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
14/04/2021 Mata kanan sudah bisa KU: Tampak sakit sedang - Opthalmoplegia OD e.c - IVFD stop
(HP7) melihat kearah kanan Kes : compos mentis Wernicke Syndrom e.c - Semax 1 % 2x2 gtt/ mds
dan kiri. Mata Vital Sign Alkoholisme
- Kalmeko 3x2 tab (P.O)
bebayang (-) TD: 140/90 mmHg, N:80x/m, R: - Stroke infark
- Methylprednisolon 2 x 16 mg lanjut 1x1
20x/m, SB: 36,60C, SpO2:98% - Dislipidemia
setelah 7 hari (P.O)
Status Generalis :
- Hipertensi grade I
- Vit B.12 1 x 0,25 ml (i.m)
Kepala/leher :CA(-/-), SI (-/-),
OC(-), P>KGB(-) - Amlodipin 1x 10 mg (P.O)

Thorax: Simetris, ikut gerak nafas, - Candesartan 1x16 (P.0)


VF D=S, Sonor, SN vesikuler (+/+), - Vit B1 3x1 (i.m)
Rho(-/-), Whe (-/-). BJ I-II reguler, - Gemfibrosil 300 mg 1x1 (P.O)
murmur (-), gallop (-)
- Atorvastatin 20 mg 1x1 (P.O)
Abdomen : Tampak datar, Supel,
- CPG 1 x 75 mg (P.O)
Nyeri Tekan (-), H/L: ttb/ttb,
thympani, BU normal.
Ekstremitas: Akral teraba hangat,
CRT <2, Edema(-/-),Ulkus(-)
Status Neurologis :
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk (-), kernique sign tidak
terbatas, Laseque sign tidak
terbatas, brudzinski 1 (-),
Brudzinski 2 (-), Brudzinski 3 (-),
brudzinski 4 (-).
Refleks Fisiologi :
BPR +/+, TPR +/+, KPR +/+, APR
+/+
Refleks Patologis :
Tromner -/-, Hoffman -/-, Gordon
-/-, Gonda -/-, Oppenheim -/-,
Babinski -/-, Chaddock -/-
Kekuatan Motorik

5 5
5 5

Status otak :
N. II :
 Tajam penglihatan : OD & OS
= DBN
 Lapang pandang : OD = (+) OS
= (+)
 N. II, 1V,VI : Fisura Palpebra :
OD = OS
 Ptosis : OD (-) OS = (-)
 Posisi mata : Simetris OD =
OS
 Eksoftalmus/Endoftalmus : (-)
 Diplopia : OD = (-) OS = DBN
 Tekanan bola mata : OD & OS
= DBN
 Horner’s Syndrome : (-)
 Gerak bola mata :
- Parese N.III m.Rectus Superior
OD
- Parese N.III m. rectus inferior
OD
Perbaikan :
- Parese N.VI m. Rectus lateral
OD
- N.VI m.obliqus superior
- N.III m. obliqus inferior
- N. III m. rectus medial
 Konvergensi mata : OD &
OS= DBN
Pupil :
 Ukuran : OD : 3 cm OS = 3 cm
 Bentuk : Bulat
 Refleks Cahaya :
Direk : OD = (+) , OS = (+)
Indirek : OD = (+) , OS = (+)
 Refleks Ciliospinal = Tidak
dilakukan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ophthalmoplegi

2.1.1 Definisi

Ophthalmoplegi adalah kelumpuhan atau kelemahan dari satu atau lebih dari
otot-otot yang mengontrol pergerakan bola mata. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
gangguan langsung pada otot-otot yang mengendalikan pergerakan bola mata atau
terjadi gagguan pada jalur saraf yang mengendalikan pergerakan otot-otot mata.
Penyakit ini biasanya berkaitan dengan saraf kranial ketiga (oculomotorius),
keempat (trochlear), dan keenam (abducens). Terdapat dua macam
ophthalmoplegia, yaitu ophthalmoplegi external dan ophthalmoplegi internuclear.
Pada ophtalmoplegi, mata tidak bergerak bersamaan sehingga pasien
mengeluh penglihatan ganda (diplopia). !elain itu juga terdapat keluhan berupa mata
buram. "eberapa penderita juga mengeluh kesulitan menggerakkan bola matanya ke
arah tertentu atau terdapat kelumpuhan pada palpebral superior. Gejala lainnya
dapat berupa kesulitan menelan dan kelemahan pada otot-otot tubuh secara general.

2.1.2 Anatomi Otot Ekstraokuler


Otot ekstraokuler terdiri atas empat otot rektus, dua otot oblikus, dan otot
levator palpebral superior. Nervus kranialis VI (abdusen) menginervasi otot rektus
lateralis, nervus kranialis IV (trokhlearis) menginervasi otot oblikus superior,
sedangkan nervus kranialis III (okulomotorius) memberikan persaravan pada otot
levator palpebra superior, rektus superior, rektus medialis, rektus inferior, dan otot
oblikus inferior.
Otot rektus horisontalis terdiri atas otot rektus medialis dan rektus lateralis,
yang keduanya berasal dari annulus zinnii. Otot rektus medialis diinervasi oleh
nervus okulomotorius ramus inferior dan divaskularisasi oleh arteri-arteri oftalmika
cabang muskularis medialis. Aksi otot rektus medialis pada posisi primer adalah
adduksi, yaitu gerakan bola mata ke arah nasal atau rotasi ke dalam. Sedangkan otot
rektus lateralis diinervasi oleh nervus abdusen serta divaskularisasi oleh arteri
oftalmika cabang muskularis lateralis dan arteri lakrimalis. Aksi otot rektus lateralis
pada posisi primer adalah abduksi, yaitu gerakan bola mata ke arah temporal atau
rotasi ke luar.
Otot rektus ertikalis terdiri dari otot rektus superior dan rektus inferior. Otot
rektus superior diinervasi oleh nervus okulomotorius ramus superior dan
divaskularisasi oleh arteri oftalmika cabang muskularis lateralis. Pada posisi primer,
otot rektus superior membentuk sudut 23º ke arah lateral sumbu penglihatan serta
memiliki aksi primer elevasi, aksi sekunder intorsi atau insikloduksi, dan aksi tersier
adduksi. Otot rektus inferior diinervasi oleh nervus okulomotorius ramus inferior
dan di divaskularisasi oleh arteri oftalmika cabang muskularis medialis dan arteri
infraorbitalis. Pada posisi primer, otot rektus inferior membentuk sudut 23º ke arah
lateral dari sumbu penglihatan, serta memiliki aksi primer depresi, aksi sekunder
ekstorsi atau eksikloduksi dan aksi tersier adduksi.
Otot oblikus superior diinervasi oleh nervus trochlearis dan divaskularisasi
oleh arteri oftalmika cabang muskularis lateralis. Pada posisi primer, otot oblikus
superior membentuk sudut 51º- 54º dari sumbu penglihatan, serta memiliki aksi
primer intorsi atau insikloduksi, aksi sekunder depresi, dan aksi tersier abduksi.
Otot oblikus inferior diinervasi oleh nervus okulomotorius ramus inferior
serta divaskularisasi oleh arteri oftalmika cabang muskularis medialis dan arteri
infraorbitalis. Pada posisi primer, otot oblikus inferior membentuk sudut 51º dari
sumbu penglihatan, serta memiliki aksi primer ekstorsi atau eksikloduksi, aksi
sekunder elevasi, dan aksi tersier abduksi

2.1.3 Jaras saraf untuk Pengaturan gerakan mata


Seperti yang tampak dalam gambar 2.3, nukleus saraf kranial III
(okulomotorius), IV (throklear), dan VI (abdusen) di batang otak dan hubungan
ketiga saraf dengan saraf perifer yang menuju ke otot-otot mata. Dalam gambar
tersebut juga tampak hubungan antara ketiga nukleus ini yang melewati jaras
persarafan disebut fasikulus longitudinalis medial. Masing-masing dari ketiga
susunan otot untuk tiap mata diinervasi secara timbal balik sehingga otot agonis
akan berkontraksi, sedangkan otot antagonis akan berileksasi.

2.1.4 Fisiologi Pembentukan Pergerakan Bola mata


Terdapat berbagai terminologi yang berkaitan dengan posisi gaze. Posisi
primer adalah posisi bola mata saat terfiksasi lurus ke depan dengan posisi kepala
tegak. Posisi sekunder ialah posisi bola mata ketika melihat lurus ke atas, bawah,
kanan, ataupun kiri. Posisi tersier merupakan empat posisi oblik bola mata ke arah
kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah. Posisi cardinal ada enam arah,
yaitu kanan atas, kiri atas, kanan, kiri, kanan bawah, dan kiri bawah. Posisi garis
tengah adalah posisi bola mata ketika lurus ke atas dan ke bawah. Posisi diagnostic
adalah seluruh sembilan posisi gaze, yaitu enam posisi cardinal, dua posisi tengah,
dan posisi primer.
Aksi otot ekstraokuler pada posisi primer dapat disimpulkan sebagai berikut:
semua otot rektus adalah abductor kecuali rektus lateralis, semua otot oblikus adalah
abductor, semua otot superior adalah intortor, dan semua otot inferior adalah
ekstortor.

Ophthalmoplegia internuklear mungkin disebabkan oleh sclerosis multipel


(terutama dewasa muda), infark batang otak (terutama pada pasien tua), tumor,
malformasi arteriovena, ensefalopati wernicke, dan ensefalitis. Oftalmoplegi
internuklear bilateral paling sering disebabkan oleh sclerosis multipel.
Etiologi dan lokasi gangguan pada kelumpuhan saraf motorik mata sangat
bervariasi. Lesi-lesi di nukleus mempunyai ciri-ciri yang spesifik untuk melakukan
lokalisasi. Lesi fasikulus di dalam batang otak menyerupai lesi saraf perifer, tetapi
biasanya dapat dibedakan dengan adanya tanda -tanda batang otak lainnya. Setiap
kelumpuhan otot ekstraokular yang terjadi setelah trauma kepala ringan (cedera
subkonkusif) harus diperiksakan adanya tumor di dasar tengkorak. Pada
kelumpuhan akibat iskemia (ischemic/microvascular palsy), pemulihan umumnya
terjadi dalam 5 bulan. Kelumpuhan yang belum mulai pulih dalam 5 bulan-terutama
yang melibatkan nervus keenam harus dicari adanya penyebab lain, khususnya suatu
lesi structural. Harus dilakukan pemeriksaan segera bila terdapat petunjuk adanya
disfungsi nervus kranialis multipel atau adanya kelumpuhan otot ekstraokular pada
seorang dewasa muda.
2.2 Wernicke Syndrome

2.2.1 Definisi
Wernicke syndrome merupakan kelainan neurologis. Wernicke syndrome
adalah gangguan yang biasanya berhubungan dengan konsumsi alkohol yang
berlebihan tetapi penyebab utama Wernicke syndrome adalah kekurangan vitamin
B1 (thiamin). Salah satu fungsi thiamin adalah membantu sel-sel otak untuk
menghasilkan energi dari gula sehingga ketika kadar thiamin dalam otak rendah,
maka sel otak tidak dapat menghasilkan energi yang mencukupi untuk menjalankan
fungsinya. Syndrome ini terdiri dari kebingungan akut dan amnesia. Mengonsumsi
alkohol dapat menyebabkan berkurangnya pasokan thiamin ke dalam otak.
Wernicke syndrome sering terjadi pada orang berusia 30-70 tahun. Syndrome ini
mempengaruhi lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.

2.2.2 Penyebab Wernicke Syndrome


Penyebab utama Wernicke syndrome adalah kekurangan vitamin B1
(thiamin) yang sering terjadi pada orang yang suka mengonsumsi alkohol. Berikut
ini adalah beberapa penyebab Wernicke syndrome.
 Alkoholisme kronis
 Kekurangan gizi
 Kekurangan Thiamin ( Vitamin B1)
 Keganasan penyakit lambung
 Obstruksi usus
 Penyakit infeksi (TB HIV/AIDS)

2.2.3 Gejala Klinis


Wernicke syndrome disebut juga sebagai psikosis Korsakoff, ensefalopati
alkohol, penyakit Wernicke syndrome adalah manifestasi dari kekurangan thiamin
(vitamin B1). Hal ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol.
Gejala-gejala Wernicke syndrome diantaranya:
 Nystagmus (kondisi bola mata yang bergerak cepat dan tidak terkendali. Kondisi
ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan seperti pandangan yang kabur atau
tidak fokus).
 Ataksia (gangguan gerakan tubuh yang mengganggu keseimbangan dan
koordinasi tubuh).
 Opthalmoplegia (kelumpuhan atau kelemahan otot mata)
 Psikosis Korsakoff (anterograde amnesia, yaitu ketidakmampuan untuk
mengingat hal yang baru dialami, retrograde amnesia, yaitu tidak mampu
mengingat hal-hal yang sudah lama terjad, dan halusinasi)
2.2.4 Patofisiologi
Thiamin diserap di duodenum dan akan disimpan di dalam tubuh sekitar 18
hari. Thiamin akan diubah ke dalam bentuk aktif yaitu thiamin pirofosfat di saraf
dan sel glia. Thiamin pirofosfat berfungsi sebagai kofaktor untuk beberapa jenis
enzim, seperti tranketolase, piruvat dehidrogenase, dan alfa ketoglutarat, yang
berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fungsi utama enzim ini di dalam otak
adalah dalam metabolisme lemak dan karbohidrat, produksi asam amino, dan
produksi neurotransmitter devirat glukosa. Penurunan fungsi enzim ini
menyebabkan kerusakan dalam metabolisme glukosa di otak yang mengakibatkan
gangguan metabolisme sel.
Bila dalam 2-3 minggu asupan thiamin kurang maka otak mengalami
kerusakan sel secara bertahap. Perubahan biokimia yang paling awal dari
kekurangan thiamin adalah penurunan α-ketoglutarat dehidrogenase di astrocytes.
Astrocytes laktat akan meningkat dan terjadi edema, peningkatan konsentrasi
glutamat ekstraselular, peningkatan nitrat oksida, fragmentasi DNA di neuron, dan
peningkatan sitokinin akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah otak.
2.2.5 Diagnosa
Diagnosis Wernicke syndrome dapat ditegakkan dengan melihat kesan klinis
dan dikonfirmasikan dengan penilaian neuropsikologis. Wernicke ensefalopati
memiliki gejala ataksia dan nistagmus, dan psikosis Korsakoff dengan anterograde
dan retrograde amnesia. Penderita juga tidak bisa terpapar sinar matahari sehingga
lebih sering tinggal di dalam rumah dengan lampu yang dipadamkan.
a. Laboratorium
 Elektrolit-Untuk menyingkirkan penyakit metabolik yang dapat
menyebabkan gangguan mental
 Hitung darah lengkap (CBC) untuk menyingkirkan penyakit infeksi akut
 Koagulasi
 Gas darah arteri untuk mengevaluasi hipoksemia, hiperkarbia, asidosis, atau
alkalosis
 Fungsi ginjal dan fungsi hati
b. Pemeriksaan Penunjang
 CT scan otak (non kontras) scanning dapat membantu dalam penilaian cepat
untuk perdarahan, massa, edema, dan stroke sub akut.
 MRI otak dengan kontras dapat menunjukkan lesi akut Wernicke syndrome
di dorsal medial thalamic, wilayah periventrikular dari ventrikel ketiga,
daerah periaqueductal, badan mamillary, dan medula punggung. MRI dapat
menjadi prosedur diagnostik yang berguna pada pasien dengan riwayat
sugestif dan stupor atau koma, di antaranya ataksia dan ophthalmoplegia
tidak terdeteksi.

2.2.6 Pengobatan
Pengobatan pada Wernicke syndrome didasari oleh gejala yang ditimbulkan
dan lama gejala itu terjadi. Beberapa kondisi dapat menyebabkan kematian apabila
tidak ditangani segera. Terapi utama pada pengobatan Wernicke syndrome adalah
dengan memberikan suplemen vitamin B1 baik secara oral atau suntikan. Pemberian
vitamin B1 melalui infus dapat dilakukan pada pasien yang dirawat inap dengan
Wernicke syndrome kronis.
Pada pencandu alkohol disarankan untuk tidak mengonsumsi alkohol agar
terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Beberapa makanan yang banyak
mengandung vitamin B1 antara lain nasi, kacang kedelai, daging merah, kacang-
kacangan, jeruk, bayam, dan susu dapat dikonsumsi.

2.3 Stroke

2.3.1 Definisi
Stroke adalah defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama ≥ 24 jam
dan dapat menyebabkan kematian atau kecacatan tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain gangguan pembuluh darah / vaskuler. Stroke terjadi apabila pembuluh
darah otak mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak
tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen, yang diperlukan
sehingga mengalami kematian sel atau jaringan.
Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan disabilitas atau
kematian yang disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak
adekuat pada jaringan otak.

2.3.2 Epidemiologi
Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah pembunuh
nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi akibat stroke pada
tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian. Angka kematian
akibat stroke lebih tinggi pada wanita (11%) dari pada pria (8,4%) pada tahun 2004.
Menurut penelitian Lamsudin, dkk (2000) dilaporkan bahwa proporsi morbiditas
stroke di rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991 menunjukkan kecenderungan
meningkat hampir 2 kali lipat (1,79 per 100 penderita) dibandingkan dengan laporan
penelitian sebelumnya pada tahun 1989 (0,96 per 100 penderita).
Di Indonesia, sejalan dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
penduduknya, terlihat pula kecenderungan meningkatnya insidensi stroke. Dari studi
rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, ternyata pada 12 rumah
sakit di Medan dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442
stroke hemoragik, dimana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%)
stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007). Pada tahun
2011, dari seluruh penderita yang dirawat di bangsal rawat inap SMF Neurologi
RSUP H. Adam Malik Medan, 59% adalah penderita stroke, dimana 43%
diantaranya adalah penderita stroke iskemik.
2.3.3 Klasifikasi

Stroke menurut perjalananya dibagi menjadi dua golongan yaitu stroke


hemoragic (pendarahan) dan stroke iskemik / infark (non pendarahan). Stroke
iskemik / infark terdiri dari 2/3 berupa stroke trombotik dan 1/3 berupa stroke
embolik dan stroke pendarahan terdiri dari stroke pendarahan intraserebral (PIS) dan
stroke pendarahan subarachnoid (PSA). Kejadian stroke iskemik 85 % dan sisanya
15 % stroke pendarahan.
1. Stroke Iskemik / infark
Stroke Iskemik/Infark adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat
gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau
medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh peyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan pemeriksaan
imaging dan atau patologi.
Stroke iskemik merupakan disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
infark fokal serebral, spinal maupun retinal. Stroke iskemik ditandai dengan
hilangnya sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area otak, dan secara klinis
menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area tersebut. Stroke iskemik akut
disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral dan stroke iskemik
lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik.
Diawali proses pembentukan plakaterosklerotik melalui mekanisme
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis dimulai dengan
adanya luka pada sel endotel pembuluh darah, yaitu lapisan dalam pembuluh
darah. Permukaan sel endotel yang semula licin dapat menjadi tidak licin lagi
karena plak . Arterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah yang
disebabkan penumpukan plakateromatosus. Proses peradangan yang terjadi pada
dinding pembuluh darah terjadi dengan beberapa fase.
Pada fase awal terjadi disfungsi endotel sehingga memungkinkan
senyawa yang terdapat di dalam plasma darah seperti LDL dapat menembus dan
mengendap pada ruang subendotel akibat peningkatan permeabilitas. Endapan
tersebut dengan perlahan akan mengecilkan penampang pembuluh darah dalam
rentang waktu tertentu. Keberadaan makrofag pada arteri intima memiliki peran
yang sangat penting bagi perkembangan arterosklerosis, dengan melakukan
sekresi beragam sitokin yang mempercepat patogenesis. Arterosklerosis adalah
senyawa asam lemak bebas yang terdiri dari foam cell, sejenis makrofag yang
kaya lipid, disebut ateroma.
Ateroma akan berkembang menjadi plak fibrous yang terdiri dari lipid
yang tertutup oleh sel otot halus dan kolagen. Proses penutupan mula-mula
berjalan lambat, namun dengan penumpukan keping darah dan fibrin, proses ini
akan berkembang lebih cepat seiring dengan mekanisme fibrotik yang
bergantung pada trombosis. Arterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan
mengakibatkan insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadinya trombus atau peredaran darah ateroma, atau menyebabkan
dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat
robek.
Pada stroke iskemik, ada gangguan suplai darah ke daerah otak baik
karena pembentukan trombus atau emboli. Hilangnya aliran darah serebral
menghasilkan hipoperfusi jaringan, hipoksia jaringan, dan kematian sel. Formasi
trombus biasanya dimulai dengan endapan lipid di dinding pembuluh yang
menyebabkan turbulen aliran darah. Hal ini menyebabkan cedera pada pembuluh
darah karena memulai proses agregasi trombosit di subendothelium. Trombosit
melepaskan adenosine diphosphate (ADP), yang menyebabkan platelet agregasi
dan tersumbatnya konsolidasi trombosit. Tromboksan A2 dilepaskan,
berkontribusi pada agregasi trombosit dan vasokonstriksi.
Cedera pembuluh darah juga mengaktifkan kaskade koagulasi, yang
menyebabkan produksi trombin. Trombin mengubah fibrinogen untuk fibrin,
menyebabkan pembentukan bekuan sebagai molekul fibrin, trombosit, dan sel
darah agregat. Setelah kejadian awal, kejadian sekunder terjadi di tingkat seluler
yang berkontribusi terhadap kematian sel. Terlepas dari inisiasi , proses seluler
yang berikut mungkin serupa. Rangsangan Asam amino seperti glutamat
terakumulasi dalam sel, menyebabkan akumulasi kalsium intraselular.
Peradangan terjadi dan radikal bebas oksigen terbentuk sehingga terjadi kematian
pada sel. Daerah perifer yang mengalami iskemia, tetapi masih hidup disebut
penumbra, penumbra di daerah ini, sel masih bisa diselamatkan; Namun daerah
ini hanya mempertahankan terjadinya metabolisme energi dan hanya memiliki
perubahan fungsional.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion
kalium dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstra seluler akan
menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport
oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan
melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan
influks natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas
sel menjadi irreversibel. Stroke Infark atau Iskemik terbagi atas Stroke
Trombotik. Stroke Trombotik terbagi menjadi Stroke Aterotrombotik.
A. Stroke Trombotik
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama
makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemia. Stroke Trombotik adalah bekuan darah atau
plak yang terbentuk di dalam pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak.
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah
satu subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di
pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak
seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung
terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung
memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan
sebagian besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem
anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka
sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi
pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki
derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan
aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih
berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik
intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang
tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian,
hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan
mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria
atau keduanya.
Stroke Infark Aterotrombotik
Stroke Infark Aterotrombotik adalah stroke yang terjadi karena
penyumbatan pembuluh darah oleh kerak atau plak dinding arteri.
Patogenesis pada pasien hipertensi: pembuluh darah pasien hipertensi mudah
mengalami perlukaan. Pada lokasi perlukaan tersebut mudah membentuk
trombus yang dapat berasal dari deposit lemak, sel-sel darah, dan komponen
darah lainnya. Suatu saat akibat aliran darah yang kencang, trombus tersebut
dapat terlepas mengikuti aliran darah dan akan menyumbat lumen pembuluh
darah yang sesuai dengan besarnya trombus.
Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus: Pembuluh darah pasien DM
dapat mengalami “arterosklerotik” sehingga mengganggu fungsi
autoregulasi vaskular (kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara
simultan). Autoregulasi pada orang normal bernilai 53 cc/100g/menit.Pada
pasien DM autoregulasi tersebut dapat menurun.Penurunan autoregulasi
sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan terbentuknya “Penumbra”
dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak berfungsi lagi. Maka
waktu 3-6 jam tersebut menjadi “Therapeutic Window” karena jika terapi
dilakukan dalam jam ini dapat memberikan prognosis yang baik. Apabila
penurunan autoregulasi mencapai < 10 cc/100g/menit maka dapat terjadi
peningkatan drastic kadar Ca ekstrasel dan K intrasel. Sehingga dapat
merusak Retikulum Endoplasmik yang mengakibatkan gangguan
mitokondria sehingga menyebabkan asidosis dan kematian sel.
Manifestasi Klinis Stroke Infark Aterotrombotik
 Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan
lain-lain.
 Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode
pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang
pandang dan dysarthria.
 Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa
menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
 Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi
nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak
parah.
 Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum
ditemukan pada pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
B. Stroke Emboli
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke
tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang
terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen
distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena
kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke
non hemoragik.
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung.
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik
memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Infark Kardioemboli
Terjadi pada pasien dengan tensi normal atau hipertensi
ringan.Umumnya pada pasien dengan gangguan irama jantung karena
gangguan katup, banyak pada pasien mitral stenosis (MS) dan mitral
insufisiensi (MI). Patogenesis pada pasien dengan gangguan katup
jantung terjadi benturan / “injury” antara sel darah yang masuk ke
ventrikel kiri dan sel darah yang tidak seluruhnya dipompa jantung.
Akibatnya terbentuk trombus di sekitar katup, ruang dan dinding jantung.
Kemudian karena tekanan pompa jantung yang tinggi, trombus tersebut
keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum akhirnya menyumbat lumen
pembuluh darah.
Manifestasi Klinis :
 Nyeri kepala ringan
 Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
 Tidak memiliki riwayat hipertensi
 Memiliki riwayat sakit jantung
Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan ‘Pulsus Defisit’, yaitu perbedaan
antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.
C. Stroke Infark Tromboemboli
Terjadi akibat lepasnya plak aterotrombolik yang disebut sebagai
emboli, yaitu akan menyumbat arteri disebelah distal dari arteri yang
mengalami proses aterosklerotik.
2. Klasifikasi Bamfort
a. TACI (Total Anterior Circulation Infract)
b. PACI (Parcial Anterior Circulation Infract)
c. LACI (Lacunar Circulation Infract)
d. POCI (Posterior Circulation Infract)

Patofisiologi Stroke Infark


Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk
di dalam suatu pembuluh otak atau organ distal. Pada trombus vaskular
distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ
seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai
suatu embolus. Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan
penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri
karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna)
merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering
merupakan respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang
antara lapisan araknoid dan piamater meninges.
Faktor resiko
Secara singkat faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat dibagi ke
dalam faktor yang tidak dapat dirubah (non modifiable) dan faktor resiko
yang dapat dirubah (modifiable).Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
diantaranya umur, jenis kelamin, faktor turunan dan ras. Sedangkan faktor
resiko yang dapat dirubah diantaranya Hipertensi, kolestrol, diabetes
mellitus, merokok, obesitas, konsumsi alkohol, kontrasepsi.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis
Pada anamnesis stroke iskemik / infark akan ditemukan :
 Gangguan global berupa gangguan kesadaran
 Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa:
1. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara dan sebagainya
2. Gangguan fungsi keseimbangan
3. Gangguan fungsi penghidu
4. Gangguan fungsi penglihatan
5. Gangguan fungsi pendengaran
6. Gangguan fungsi somatik sensorik
7. Gangguan neurobehavioral yang meliputi: gangguan atensi,
memori, bicara verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan
pengenalan ruang, gangguan fungsi kognitif lain
Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit DM, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat
yang sedang dipakai. Ditanyakan pula riwayat keluarga.Pada kasus berat
dengan penurunan kesadaran, dilakukan observasi kesadaran. Secara umum
untuk membedakan apakah stroke perdarahan atau stroke iskemik dapat
dilakukan dengan menghitung siriraj skor berikut:

 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti : pernapasan, nadi, suhu, tekanan
darah harus diukur kanan dan kiri.
 Pemeriksaan jantung paru
 Pemeriksaan bruit karotis & subklavia
 Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan ekstremitas
 Pemeriksaan neurologis:
- Kesadaran : diukur dengan menggunakan glassgow coma scale (GCS)
- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda lasegue, kernig, dan
brudzinski
- Saraf kranialis : terutama N. VII, XII, IX / X, dan saraf kranialis
lainnya
- Motorik : kekuatan, tonus, reflex fisiologi, reflex patologis
- Sensorik
- Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif
(bahasa,memori,dll)
- Pada pasien dengan kesadaran menurun perlu dilakukan pemeriksaan
reflex batang otak : pola pernafasan, reflex cahaya, reflex kornea,
reflex muntah, dan reflekokulo-sefalik (doll’s eyes phenomenon )

 Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah
sewaktu, faal ginjal, faal hepar, dan profil lipid), pemeriksaan
homeostasis ( PTT, APTT, viskositas plasma).
 CT Scan Kepala
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.

 Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang
otak (sangat sensitif).
 Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada
sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya
penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan
(jernih/xantocrom). Pungsi lumbal di indikasikan pada pasien – pasien : 1.
Meningitis: untuk menegakkan diagnosa dan tatalaksana pengobatan. 2.
Penurunan kesadaran: untuk menegakkan diagnosa. 3. Kejang: untuk
menegakkan diagnosa. Kontraindikasi dari pungsi lumbal adalah syok,
infeksi sekitar daerah pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang
disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak. Penyakit
cardiorespiratory harus menghindari pungsi lumbal, dikarenakan posisi
saat menjalani pungsi lumbal.

2.3.4 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Umum :
1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
2. Stabilisasi hermodinamik (infus kristaloid)
3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
4. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
5. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
6. Gastroprotektor, jika diperlukan
7. Manajomen nutrisi
8. Pencegahan DVT dan cmboli paru : heparin atau LMWH
b. Tatalaksana Spesifik
1. Trombolsis intravena : alteplase dosis 0.60-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik
onset <6 jam (3-6 jam).
Indikasi: Terapi trombolitik pada infark miokard akut, embolisme paru dan
stroke iskemik akut.
Kontraindikasi: lihat keterangan di atas, pada stroke akut, kejang yang
menyertai stroke, stroke berat, riwayat stroke pada pasien diabetes, stroke 3
bulan sebelumnya, hipoglikemi, hiperglikemi.
2. Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan
oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8 jam.
3. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium Antagonist.
Beta blocker, Diuretik)
4. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
5. Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet: aspirin, clopidogrel, cilostazol atau
antikoagulan: warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
6. Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline)
7. Perawatan di Unit Stroke
8. Neurorestorasi / neurorehabilitasi
c. Tindakan Intervensi/Operatif
1. Carotid Endartersctomy (CEA), sesuai indikasi
2. Carotd Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi
3. Stenting pembuluh darah intrakranial, sesuai indikasi

2.3.5 Penatalaksanaan Stroke Pada Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat


mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke. Sebagian besar ahli tidak
merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat
hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah sistolik >220 mmHg atau diastolik
>120 mmHg. Sebagian ahli berpendapat obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada
sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian
obat anti-hipertensi yang baru sampai dengan 7 – 10 hari pasca awal serangan stroke.
Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >110
mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita
hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-
lain. Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 121 –
140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1 – 2 menit. Dosis labetalol dapat diulang
atau digandakan setiap 10 – 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang
memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang diberikan
melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal labetalol dapat diberikan setiap 6 – 8
jam bila diperlukan. (Pilihan obat lain lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi
emergensi).
Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik
105-120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan
intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian
tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit,
maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan
alternatif yang memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam
atau 6,25 – 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau jika
obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetalol i.v. seperti cara diatas
atau obat pilihan lainnya (urgensi). Batas penurunan tekanan darah sebanyak
banyaknya sampai 20% - 25% dari tekanan darah arterial rerata, dan tindakan
selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

2.3.6 Komplikasi

a. Komplikasi neurologik:
 Edema otak (herniasi otak)
 Infark berdarah (pada emboli otak)
 Vasospasme (terutama pada PSA)
 Hidrosefalus
b. Komplikasi non-neurologi: akibat proses di otak
 Tekanan darah meninggi
 Hiperglikemi
 Edema paru
 Kelainan jantung
 Kelainan EKG
 Natriuresis
 Retensi cairan tubuh
 Hiponatremia

2.3.7 Prognosis

Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan lesi. Untuk stroke hemoragik
sebagian besar dubia ad malam. Penanganan yang lambat berakibat angka kecacatan
dan kematian tinggi.

2.4 Hipertensi Grade 1

2.4.1 Definisi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik diatas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.penyakit hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan didunia dan faktor
faktor resiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak
heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia senja /usia lanjut.pada
Hipertensi tingkat 1,Tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 – 99 mmHg.jika tekanan darah sistolik atau diastolik anda berada pada
rentang ini,anda sudah memerlukan pengobatan karena resiko terjadinya kerusakan
pada organ menjadi lebih tinggi.
2.4.2 Klasifikasi

KATEGORI TDS TDD


(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal <130 <85
Normal – Tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 160 - 179 100 – 109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik
≥ 140 < 90
terisolasi
Sub – grup :perbatasan
140 - 149 < 90

Klasifikasi tekanan darah (JNC-8)

KLASIFIKASI TD SBP (mmHg) DBP(mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal <130 - 139 85 – 89
Normal tinggi
Hipertensi stadium 1 140 - 159 90 - 99
Hipertensi stadium 2 160 – 179 100 - 109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110

2.4.3 Etiologi
Berdasarkan penyebab terjadinya,hipertensi dibagi menjadi dua bagian
yaitu :
a. Hipertensi primer (Esensial )
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 90% - 95.
Hipertensi primer,tidak memiliki penyebab klinis yang dapat diidentifikasi,dan
juga kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor .Hipertesi primer tidak bisa
disembuhkan,akan tetapi bisa dikontrol dengan terapi yang tepat.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah dan
disertai penyebab yang spesifik ,seperti penyempitan arteri renalis ,kehamilan
,dan penyebab lainnya .Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi akut yang
menandakan bahwa adanya perubahan pada curah jantung

2.4.4 Faktor Resiko


Hipertensi memiliki beberapa faktor resiko,diantaranya yaitu :
a. Tidak dapat diubah
1) Keturunan,faktor ini tidak bisa diubah.jika didalam keluarga pada orang tua
atau saudara memiliki tekanan darah tinggi maka dugaan hipertensi menjadi
lebih besar.
2) Usia, faktor ini tidak bisa diubah .semakin bertambahnya usia semakin besar
pula resiko untuk menderita tekanan darah tinggi.Hal ini juga Berhubungan
dengan regulasi hormon.
b. Dapat diubah
1) Konsumsi garam,terlalu banyak garam dapat menyebabkan tubuh menahan
cairan yang meningkatkan tekanan darah.
2) Kolestrol,kandungan lemak yang berlebihan didalam darah menyebabkan
timbunan kolestrol pada dinding pembuluh darah ,sehingga pembuluh darah
menyempit,pada akhirnya akan mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.
3) Alkohol,alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh darah.ini
menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Kurang olaraga,kurang olaraga dan kurang gerak dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat. Olaraga teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi
namun tidak dianjurkan olaraga berat.
5) Kebiasaan merokok,nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan
katekolamin, katekolamin yang meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi
yang kemudian meningkatkan tekanan darah.
6) Obesitas,orang dengan berat badan diatas 30% berat badan ideal,memiliki
peluang lebih besar terkena hipertensi.

2.4.5 Patofisologi
Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang
ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi perifer yang juga
meningkat.
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi,teori tersebut antara
lain :
 Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah arteri yang mengakibatkan retensi
perifer meningkat
 Terjadi peningkatan pada tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor,dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
 Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
 Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan
oleh retensi vaskuler perifer.
 Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiostensin II yang
menimbulkan kontriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus – menerus pada pasien
hipertensi dapat menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat.hal ini terjadi
karena peningkatan resistensi terhadap ventrikel kiri.agar kekuatan kontraksi
jantung meningkat ,ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan oksigen
dan beban kerja jantung juga meningkat.

2.4.6 Manifestasi Klinis


Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda atau gejala yang khusus.Gejala – gejala yang mudah diamati seperti terjadi
pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, sulit tidur, sesak napas,
mudah lelah.
Hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi diantaranya adalah :

 Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain selain
tekanan darah tinggi.
 Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi,eksudat,penyempitan
arteriol,dan papilidema bisa terlihat pada hipertensi berat.
 Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling berhubungan
dengan sistem organ.
 Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina atau
infrak miokardium.
 Terjadi hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal jantung.

2.4.7 Penatalaksanaan
Setiap program terapi memiliki tujuan yaitu untuk mencegah kematian dan
komplikasi,dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada atau
kurang dari 140/90 mmHg.
a. Non medikomentosa
1. Turunkan berat badan pada obesitas
2. Pembatasan konsumsi garam dapur
3. Hentikan konsumsi alkohol
4. Hentikan merokok dan olaraga teratur
5. Pola makan yang sehat
6. Istirahat yang cukup dan hindari stress
7. Pemberian kalium dalam bentuk makanan ( sayur dan buah ) diet hipertensi.
b. Medikamentosa
Hipertensi ringan sampai sedang ,dicoba dulu diatasi dengan pengobatan
non medikamentosa selama 2- 4 minggu.medikomentosa hipertensi stage 1,
berikut:
1. Propanolol (Beta Bloker) 2 x 20 – 40 mg sehari
2. Captopril (ACEI) 2-3 x 12,5 mg sehari
3. Amlodipine (CCB) 1 x 50 mg
4. Nifedipin (CCB) 1 x 20 – 60 mg

2.4.8 Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan terget organ ,antara lain sebagai berikut :
 Serebrovaskuler : stroke, demensia vaskuler, ensefalopati
 Mata : retinopati hipersensitif
 Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif ,disfungsi atau hipertrofi ventrikel
kiri ,penyakit jantung koroner.
 Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria penyakit ginjal kronis
 Arteri perifer: klaudikasio intermiten
2.4.9 Pencegahan
Pencegahan hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :
1. Pencegahan Primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata, adanya
riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga,ras (negro),takikardia, obesitas,
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan :
 Mengatur diet agar berat badan tetap idel juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.
 Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
 Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
 Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan berupa :
 Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
 Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal
atau stabil mungkin.
 Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus dikontrol.

2.5 Dyslipidemia
2.5.1 Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolism lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolestrol total, kolestrol LDL, dan
trigliserida serta penurunan kadar kolestrol HDL.
2.5.2 Klasifikasi
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan proses terjadinya penyakit yaitu :
1. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer yaitu dislipidemia yang disebabkan KareAn kelainan
penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan kelainan kadar lipid
dalam darah. dislipidemia primer yang berhubungan dengan obesitas ditandai
dengan peningkatan trigkiserida, penurunan kadar HDL, LDL, dan komposisi
abnormal.
2. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder yaitu dislipidemia yang disebabkan oleh suatu keadaan
seperti hiperkolesterolemia yang diakibatkan oleh hiperkolesterolemia yang
diakibatkan oleh hipotiroidisme, syndrome nefrotik, kehamilan, anoreksia
nervosa, dan penyakit hati obstruktif. hipertrikgliserida disebabkan oleh diabet
militus, konsumsi alcohol, gagal ginjal kronik, miokard infark, dan kehamilan.
2.5.3 Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid,
dan asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan
dengan lipid yang berbentuk lipoprotein. Ikatan protein dan lipid tersebut
menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, IDL, LDL, dan
HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol,
trigliserida dan keduanya (hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau
kombinasinya yaitu hiperlipidemia).
Metabolisme Lipoprotein
1. Jalur Eksogen
Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kiomikron yang
kemudian akan diangkut ke saluran limfe dan masuk ke duktus torasikus. Di
dalam jaringan lemak, trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis
oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan endotel sehingga akan
membentuk asam lemak dan kilomikron remnant (kilomikron yang kehilangan
trigliseridanya tetapi masih memiliki ester kolesterol).
Kemudian asam lemak masuk ke dalam endotel ke dalam jaringan lemak dan sel
otot yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida atau dioksidasi
untuk menghasilkan energi. Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar
dengan mekanisme endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol
bebas yang berfungsi sintesis membran plasma, myelin dan steroid. Kolesterol
dalam hepar akan membentuk kolesterol ester atau diekskresikandalam empedu
atau diubah menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke dalam plasma. Jika
tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan terjadi
sintesis kolesteroldari asetat.

2. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL ke
jaringan kemudian mengalami hidrolisis sehingga terbentuk lipoprotein yang
lebih kecil IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein dengan kadar kolesterol
terbanyak (60-70%). Peningkatan katabolisme LDL di plasma dan hepar yang
akan meningkatkan kadar kolesterol plasma. Peningkatankadar kolesterol
tersebut akan membentuk foam cell di dalam makrofag yang berperan pada
arterosklerosis premature.
3. Jalur Reverse Cholesterol Transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolestrol yang mengandung
apoliprotein(apo) A, C, E dan disebut dengan HDL nascet. HDL nascet berasal
dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung
apoliproyein A1. HDL nascet akan mendekati makrofak untuk mengambil
kolestrol yang tersimpan di makrofag. setelah mengambil kolestrol dari
makrofag. HDL nascet berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. agar
dapat diambil HDL nascet, kolesterol (kolesterol bebas) dibagian dalam dari
makrofag harus dibawah kepermukaan membrane sel makrofag oleh suatu
transporter yang disebut adenosine triphospate – binding cassette tranporter-1
atau disingkat ABC-1.
Setelah mengambil kolestrol bebas dari makrofag, kolestrol bebas akan
diesterfikasi menjadi kolestrol ester enzim lecithin choles-trol acyltransferase
(LCAT). selanjutnya sebagian kolestrol ester yang dibawah oleh HDL
akanmengambil dua jalur. jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh
scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua dari
VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP).
Dengan demikian fungsi HDL sebagai penyiap kolestrol dari makrofag
mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur todak langsung melalui
VLDL dan IDL untyuk membawa kembali kehati.
Jenis lipoprotein
1. Kilomikron
Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester.
Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta
membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akan
mengecil membentuk kilomikron remnan yang kemudian masuk ke hepatosit.
Kilomikronemia post pandrial mereda setelah 8 – 10 jam.
2. VLDL
Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 – 15 % kolesterol. VLDL
digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian
akan diubah menjadi LDLyang mengikuti penurunan hipertrigliserida sedangkan
sintesis karbohidrat yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol akan
meningkatkan VLDL.
3. IDL
Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL
merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL.

4. LDL
Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL
melalui receptor-mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL
menghasilkan kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel membran
dan hormone steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari enzim HMG-CoA
reduktase berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di dalam sel.
5. HDL
HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya.Apo A-I
merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor untuk
resiko penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan,
perokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-
progestin. HDL memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer
untuk di metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi oksidatif LDL
melalui paraoksonase.
6. Lipoprotein (a)
Terdiri atas partikel LDL dan apoprotein sekunder selain apoB-100.Lipoprotein
jenis ini menghambat fibrinolisis atau bersifat aterogenik.

2.5.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi setelah
menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor lain yang menyebabkan
tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL) adalah: Riwayat keluarga dengan
hiperlipidemia, Obesitas, Diet kaya lemak, Kurang melakukan olah raga,
Penyalahgunaan alkohol, Merokok, hipertensi. Diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, Hipotiroidisme dan Sirosis.
2.5.5 Diagnosis
1. Pada anamnesis biasanya didapatkan paien dengan faktor resiko seperti
kegemukan, diabetes militus, konsumsi tinggi lemak, konsumsi alcohol,
merokok, dan riwayat penyakit sebelumnya serta riwayat sakit pada keluarga.

2. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan adalah antropometri, frekuensi denyut


nadi, tekanan darah, auskultasi irama jantung, serta EKG.

3. Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan


diagnosis. pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolestrol total,
kolestrol LDL, kolestrol HDL dan trigliserida plasma.
Tabel 1.Klasifikasi kadar lipid plasma (mg/dl)

2.5.6 Penatalaksanaan
Langkah awal penatalaksanaan dislipidemia dimulai dengan penilaian
jumlah faktor koroner yang ditemukan pada pasien tersebut (risk assessment) untuk
menentukan sasaran kolesterol yang harus dicapai. penatalaksanaan dislipidemia
terdiri dari : penatalaksanaan non-farmakologi dan penatalaksanaan farmakologi.
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Tatalaksana non farmakologi meliputi nutrisi medis, aktivitas fisik serta beberapa
upaya lain seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk
dan mengurangi asupan alcohol. penurunan berat badan dan peningkatan
aktivitas fisik dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar
HDL. kolestrol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolestrol.
1. Nutrisi Medis

Diet tinggi lemak merupakan salah satu penyebab


hiperkolesterolemia. Makan makanan yang banyak mengandung trans fat
dan saturated fat seperti margarine/mentega, es krim, minyak kelapa dan
lemak hewan dapat meningkatkan kadar LDL dan menurunkan koleterol
HDL. Maka harus dikurangi sebanyak 7% perhari. Saturated fat dapat
digantikan dengan unsaturated fat yang relatif kurang meningkatkan kadar
LDL. Unsaturated dibagi dua antara lain Multi Unsaturated Fatty Acid
(MUFA) contohnya minyak zaitun, alpokat dan Poli Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) contoh ikan. Dengan perubahan pola makan, mampu menurunkan
kadar kolesterol dalam darah sebesar 10- 15% . Makan ikan yang banyak
mengandung omega 3 dapat menurunkan kadar LDL. Begitu juga dengan
mengkonsumsi protein kedelai. Diet tinggi serat yang larut dalam air seperti
oat dan buah/sayuran 20-30 gram sehari dapat menurunkan 5-15% kadar
kolesterol total dan LDL. Untuk di Rumah Sakit Dr.Soetomo menggunakan
Diet B (Tjokroprawiro) dengan komposisi karbohidrat 68%, lemak :
kolesterol < 300 mg/hari, lemak jenuh dan trans 5%, PUFA 5%, MUFA
10%, protein 12%, serat 25-35 gr perhari.

Makanan Asupan yang dianjurkan

Total lemak 20-25% dari kalori total


Lemak jenuh < 7 % dari kalori total

Lemak PUFA Sampai 10% dari kalori total

Lemak MUFA Sampai 10 % dari kalori tota

Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama karbohidrat


kompleks)

Serat 30 gr perhari

Tabel 2 . Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia menurut Perkeni


2004

Protein Sekitar 15% dari kalori total

Kolesterol < 200 mg/hari


2. Aktivitas Fisik
Olahraga yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan berat badan.
Olahraga disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan penderita. Penurunan
10 % berat badan berarti menurunkan 30% lingkar perut yang mana terdapat
lemak sentral di sana. AHA merekomendasikan olahraga selama 30 menit
dengan aktivitas sedang 3-4 kali dalam seminggu.

b. Pentalaksanaan farmakologi
Berikut ini obat-obatan yang mampu menurunkan kadar kolesterol
darah, terdapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam
nikotinat, golongan statin, derivate asam fibrat, dan ezetimibe.
Tabel 3.Obat-obat hipolipidemik
Tabel 4. Efek obat hipolipidemik terhadap kadar lipid serum

Dislipidemia Obat pilihan

Hiperkolesterolemia Statin/resin/kombinasi

Dislipidemia campuran Statin/resin/kombinasi

Hipertrigliseridemia Fibrat

Isolated low HDL Fibrat

2.5.7 Komplikasi
1. Areterosklerosis
2. Hipertensi
3. Penyakit jantung koroner (PJK)
4. Stroke
5. klaudikasio intermiten

2.5.8 Prognosis
Apabila dislipidemia disebabkan karena kelainan genetic dan bawaan, pasien
mempunyai resiko lebih tinggi menderita ateroklerosis dan komplikasi penyakit
kardiovaskuler lainnya, selain itu komplikasi tersebut dapat terjadi diumur lebih muda
dari pada pasien dislipidemia lainnya, sehingga prognosis pada pasien tersebut adalah
dubia ad malam.
Sedangkan untuk pasien dislipidemia dengan penyebab selain genetiK, dengan
melakukan prinsip terapi dislipidemia seperti perubahan pola hidup yang merugikan,
upaya farmakologis, serta terapi untuk penyakit yang mendasari terjadinya
dislipidemia, hal tersebut dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi dari
dislipidemia sehingga prognosis pasien dapat menjadi dubia ad bonam.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat? Bagaimana cara menentukan
diagnose pasien?
Pasien didiagnosis dengan Ophthalmoplegia OD e.c Wernicke syndrome e.c
Alkoholisme, Stroke Infark, Hipertensi grade 1 dan Dislipidemia.
a. Penegakan diagnosis Ophthalmoplegia OD e.c Wernicke syndrome e.c Alkoholisme
ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan cranialis. Anamnesis yang
didapat pada pasien ini adalah: pasien mengaku bahwa bola mata kanan sama sekali
tidak dapat digerakkan ke segala arah. Penglihatan ganda (+), terlihat berbayang (+),
pandangan kabur (+). Pasien juga mengaku suka mengkonsumsi minuman beralkohol.
Pemeriksaan cranialis yang di dapat pada pasien ini adalah: Gerakan bola mata: Parese
N.VI m. Rectus lateral OD, Parese N.III m.Rectus Superior OD , Parese N.III Obliqus
inferior OD. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan cranialis yang didapatkan
menunjukkan bahwa diagnosis pada pasien ini sudah tepat, hal ini sesuai dengan teori
bahwa Wernicke Korsakoff Syndrome merupakan kelainan neurologis. Wernicke
Syndrome adalah gangguan yang biasanya berhubungan dengan konsumsi
alkohol yang berlebihan tetapi penyebab utama adalah kekurangan vitamin B1
(thiamin). Salah satu fungsi thiamin adalah membantu sel-sel otak untuk menghasilkan
energi dari gula sehingga ketika kadar thiamin dalam otak rendah, maka sel otak tidak
dapat menghasilkan energi yang mencukupi untuk menjalankan fungsinya. Gejala-
gejala Wernicke Syndrome diantaranya:
• Nystagmus (kondisi bola mata yang bergerak cepat dan tidak terkendali. Kondisi ini
dapat menyebabkan gangguan penglihatan seperti pandangan yang kabur atau tidak
fokus).
• Ataksia (gangguan gerakan tubuh yang mengganggu keseimbangan dan koordinasi
tubuh).
• Opthalmoplegia (kelumpuhan atau kelemahan otot mata) Psikosis Korsakoff
(anterograde amnesia, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat hal yang baru
dialami, retrograde amnesia, yaitu tidak mampu mengingat hal-hal yang sudah lama
terjad, dan halusinasi)
Penyebab utama Wernicke syndrome adalah kekurangan vitamin B1 (thiamin) yang sering
terjadi pada orang yang suka mengonsumsi alkohol. Berikut ini adalah beberapa penyebab
dari Wernicke syndrome:
• Alkoholisme kronis
• Kekurangan gizi
• Kekurangan Tiamin ( Vitamin B10)
• Keganasan penyakit lambung
• Obstruksi usus
• Penyakit infeksi (TB HIV/AIDS)
b. Diagnosis stroke iskemik atau infark ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis stroke iskemik / infark akan
ditemukan :
 Gangguan global berupa gangguan kesadaran
 Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa:
1) Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan otot-
otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan, wicara
dan sebagainya
2) Gangguan fungsi keseimbangan
3) Gangguan fungsi penghi
4) Gangguan fungsi penglihatan
5) Gangguan fungsi pendengaran
6) Gangguan fungsi somatik sensorik
7) Gangguan neurobehavioral yang meliputi: gangguan atensi, memori, bicara
verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang,
gangguan fungsi kognitif lain
Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya
penyakit DM, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai.
Pada anamnesis pasien ini didapatkan pasien mengeluh pandangan kabur (+), Bicara
pelo(-), demam(-)mual (-), muntah
(-). Pasien punya riwayat minum minuman beralkohol dan masih mengkonsumsi
sampai saat ini, pasien juga aktif merokok, Pasien mengaku pernah mengalami gejala
serupa dan pernah dirawat inap di RSUD Jayapura tanggal 22/7/2019

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien stroke iskemik adalah :


 Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti : pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah harus
diukur kanan dan kiri.
 Pemeriksaan jantung paru
 Pemeriksaan bruit karotis & subklavia
 Pemeriksaan abdomen
 Pemeriksaan ekstremitas
 Pemeriksaan neurologis
- Kesadaran : diukur dengan menggunakan glassgow coma scale (GCS)
- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda lasegue, kernig, dan brudzinski
- Saraf kranialis : terutama N. VII, XII, IX / X, dan saraf kranialis lainnya
Motorik : kekuatan, tonus, reflex fisiologi, reflex patologis
- Sensorik
- Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa,memori,dll)
- Pada pasien dengan kesadaran menurun perlu dilakukan pemeriksaan reflex
batang otak: pola pernafasan, reflex cahaya, reflex kornea, reflex muntah, dan
reflekokulo-sefalik (doll’s eyes phenomenon )
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg
adalah hipertensi grade I berdasarkan klasifikasi JNC VIII. pemeriksaan status
generalis dalam batas normal. Pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot 4 pada
anggota gerak superior dan inferior dekstra, refleks fisiologis dan refleks patologis
dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang pasien ini yakni hasil laboratorium HDL : 178 , LDL :
46 TG : 210 , kolesterol total : 249. Sesuai dengan faktor resiko Pada stroke iskemik
yaitu Hipertensi, kolestrol, diabetes mellitus, merokok, obesitas, konsumsi alkohol,
kontrasepsi.
c. Penegakkan diagnosis dislipidemia ditentukan dari pemeriksaan laboratorium yang
ditemukan untuk mendiagnosa dislipidemia didapatkan HDL : 46, LDL : 178, TG :
210 dan kolestrol total 249. Sesuai pada factor resiko dislipidemia adalah
hiperlipidemia, Obesitas, Diet kaya lemak, Kurang melakukan olah raga,
Penyalahgunaan alkohol, Merokok, hipertensi, Diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, Hipotiroidisme dan Sirosis.
2. Terapi pada pasien ini apakah sudah tepat?
a. Terapi yang diberikan pada untuk mengobati Ophthalmoplegia OD e.c Wernicke
syndrome e.c Alkoholisme adalah Citicolin dan Neurobion dalam NaCl 0.9% per 12
jam, Kalmeco, dan Vitamin B12. Citikolin berfungsi untuk membantu melindungi dan
menjaga fungsi otak, sedangkan Neurobion, Kalmeco dan Vitamin B12 berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan vitamin dan membantu proses penyembuhan.
Sedangkan pada teori Terapi utama pada pengobatan Wernicke syndrome adalah
dengan memberikan suplemen vitamin B1 baik secara oral atau suntikan. Pemberian
vitamin B1 melalui infus dapat dilakukan pada pasien yang dirawat inap dengan
Wernicke syndrome kronis.
b. Prinsip penatalaksanaan atau peberian terapi pada pasien dengan stroke iskemik adalah
untuk memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi), prevensi terjadinya trombosis
(antikoagulasi & antiaggregasi) dan proteksi neuronal / sitoproteksi.
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi) Menggunakan rt-PA (recombinant
tissue plasminogen activator) atau menggunakan streptokinase. Syarat pemberian
maksimal 3 jam setelah onset (penyumbatan), tidak terdapat kondisi yang merupakan
kontraindikasi pemberian. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi &
antiaggregasi) Antikoagulan seperti heparin atau warfarin diberikan pada pasien stroke
iskemik yang memiliki risiko untuk terjadi emboli otak, misal dengan kelainan jantung
atau DVT. Obat antiaggregasi memiliki banyak pilihan, seperti aspirin, clopidogrel,
cilostazol, ticlopidin, thenopiridine, dll.
Proteksi neuronal atau neuroproteksi untuk mencegah terjadinya/ meluasnya
infark otak adalah dengan pemberian obat-obatan neuroprotektan sesegera mungkin
dalam masa tertentu (jendela terapi /therapeutic window). Pada strok iskemik terdapat
daerah yang mengalami penurunan aliran darah otak regional yang dikenal sebagai
penumbra, daerah ini apabila tidak segera diobati akan berakibat terjadinya perluasan
kematian sel otak (infark otak).
 CDP choline (citicolin), memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan dan menaikkan
sintesis neurotransmitter seperti asetil kolin.
 Semax, untuk meregulasi aktivasi dan menghambat hubungan biosubstrat, reseptor
NMDA (glutamate,aspartate, glycine, taurin) disistem saraf pusat dan perifer.
 CPG, Clopidogrel adalah obat golongan antiplatelet yang bekerja dengan
mencegah trombosit atau sel keping darah saling menempel dan membentuk
gumpalan darah.
 Manitol, merupakan obat yang digunakan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial, misalnya karena cedera otak
traumatik atau stroke,
 Kalmeco digunakan untuk membantu menghasilkan sel darah
merah, menjaga kesehatan sistem saraf, melepaskan energi dari
makanan yang dikonsumsi, memproses asam folat, membantu
dalam proses sintesis DNA, membantu terapi penyembuhan
neuropati perifer

 Pada pasien ini diberikan IVFD NaCl 0,9% 500 cc + Citicolin 500 mg + neurobion 1
ampul + ketorolac 2 ampul + diazepam 1 ampul/12 jam, sebagai neuroprotector.
Citicoline berfungsi untuk membantu mencegah degenerasi saraf dan melindungi
kerusakan mata akibat degenerasi saraf optik, meningkatkan phosphatidylcholine,
meningkatkan metabolisme glukosa di otak, meningkatkan aliran darah dan oksigen
otak. .

- Selain itu pasien ini juga diberikan Semax 1 % 2x2 gtt/ mds, dapat meregulasi aktivasi
dan menghambat hubungan biosubstrat, reseptor NMDA (glutamate,aspartate, glycine,
taurin) di sistem saraf pusat dan perifer.
- Pasien ini juga diberikan obat CPG 1 x 75 mg (P.O) Clopidogrel adalah obat
golongan antiplatelet yang bekerja dengan mencegah trombosit atau sel keping darah
saling menempel dan membentuk gumpalan darah.
 Pasien ini juga diberikan obat Kalmeko 3x2 tab (P.O), merupakan obat

untuk membantu menghasilkan sel darah merah, menjaga


kesehatan sistem saraf, melepaskan energi dari makanan yang
dikonsumsi, memproses asam folat, membantu dalam proses
sintesis DNA, membantu terapi penyembuhan neuropati perifer
- Pada pasien hipertensi strategi pengobatan yang dianjurkan pada panduan
penatalaksanaan hipertensi saat ini adalah dengan menggunakan terapi obat kombinasi
pada sebagian besar pasien, untuk mencapai tekanan darah sesuai target. Algoritma
terapi hipertensi yaitu :

Golongan Obat Obat Pilihan Keterangan


Diuretics HCTZ 12,5-50mg, - Paling efektif jika digabungkan
chlorthalidon 12,5-25mg, dengan ACEI
indapamide 1,25-25mg - Bukti klinis yang lebih kuat
dengan chlorthalidone
- Spironolactone-ginekomastia dan
hiperkalemia

ACEI/ARB ACEI: lisinopril, benazapril, - Batuk (hanya ACEI), angioederma


fosinopril and quinapril 10- (lebih banyak dengan ACEI),
40mg, ramipril5-10mg, hiperkalemia
trandolapril 2-8mg - Losartan menurunkan kadar asam
ARB: candesartan 8-32mg, urat; candesartan dapat mencegah
valsartan 80-32mg, losartan 50- sakit kepala migrain
100mg, olmesartan 20-40mg,
telmisartan 20-80mg
Beta-Blockers Metoprolol suksinat 50-10Omg - Bukan agen lini pertama -
dan tartrate 50-100mg dua kali reservasi untuk pasca-CHF
sehari, nebivolol 5-10mg, - Menyebabkan kelelahan dan
propranolol 40-120mg dua kali penurunan detak jantung
sehari, carvedilol 6.25-25mg - Mempengaruhi glukosa: menutupi
dua kali sehari, bisoprolol 5- kesadaran hipoglikemik
10mg, labetalol 100-300mg dua
kali sehari
Calcium Channel Dihydropyridines: amlodipine - Penyebab edema:
Blockers 5-10mg, nifedipine 30-90mg, dihydropyridines mungkin aman
Non-dihidropiridin: diltiazem dikombinasikan dengan B-blocker
ER 180-360 mg, verapamil 80- - Non-dihidropiridin mengurangi
120mg 3 kali sehari atau ER detak jantung dan proteinuria
240-480mg
Vasodilatator hydralazine 25-100mg dua kali - Hydralazine dan minoxidil dapat
sehari, minoxidil 5-10mg menyebabkan refleks takikardia
terazosin 1-5mg, doxazosin 1- dan retensi cairan - biasanya
4mg diberikan sebelum tidur memerlukan diuretik + B-blocker
- Penghambat alfa dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik
Central α agonis clonidine 0.1-0.2mg dua kali Clonidine tersedia dalam formulasi
sehari, metildopa 250-500mg patch mingguan untuk hipertensi
dua kali sehari resisten

guanfacine 1-3mg

- Pemeriksaan pada pasien ini didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg, sehingga terapi
yang dapat diberikan adalah terapi antihiprtensi tunggal yaitu golongan ARB. Obat
yang diberikan adalah Candersatan 1x1mg (P.0). pada pasien ini untuk pemberian
terapi sudah tepat
- Pada pasien ini juga diberikan Atrovastatin 1x 20 mg sebagai terapi untuk
dislipidemia. Dimana Atorvastatain merupakan obat golongan statin sebgai inhibitor
HMG-co A reduktase yang berfungsi untuk menurunkan konsentrasi LDL dan VLDL.
Di hepar, statin akan meningkatkan regulasi reseptor LDL sehingga meningkatkan
pembersihan LDL dan VLDL. Statin juga memiliki fungsi meningkatkan kadar HDL.
Jadi menurut teori, tatalaksana untuk dislipidemia sudah tepat.
- Selain itu, pasien ini juga diberikan Gemfibrosil 1x 300 mg sebagai terapi untuk
dislipidemua. Dimana gemfibrosil merupakan golongan fibrat yang berfungsi untuk
menurunkan kadar lemak (lipid) trigliserida didalam tubuh. Gemfibrosil ini membantu
menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL didalam darah. jadi menurut
teori, tatalaksana untuk dislipidemia sudah tepat.

3. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi?


a. Komplikasi dari Ophthalmoplegia OD e.c Wernicke syndrome e.c Alkoholisme
adalah gangguan memori jangka pendek, perubahan perilaku, apatis, kurang peduli
keadaan sekitar, muncul perilaku berulang, menjadi cerewet, kelopak mata atas yang
jatuh.
b. Komplikasi stroke iskemik atau infark adalah
Komplikasi neurologik:
 Edema otak (herniasi otak)
 Infark berdarah (pada emboli otak)
 Vasospasme (terutama pada PSA)
 Hidrosefalus
Komplikasi non-neurologi: akibat proses di otak
 Tekanan darah meninggi
 Hiperglikemi
 Edema paru
 Kelainan jantung
 Kelainan EKG
 Natriuresis
 Retensi cairan tubuh
 Hiponatremia
c. Komplikasi dislipidemia :
 Aterosklerosis
 Dhipertensi
 Penyakit Jantung Koroner
 Stroke
 klaudikasio intermiten

DAFTAR PUSTAKA

Baratioo A, Hashemi B, Rouhipour A, Haroutunian P, Mahdlou M. Review of


Opthalmoplegia; a Case Study. Archives of Neuroscience. 2017 April; 2(2):1-5

Sherwood, L. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku


kedokteran: EGC

Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2018. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. & Wilson L. 2016. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

Dewanto, George, Wita J. S., Budi R., Yuda T. 2017. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

Grace E. M. dan Edward. D. Chan. 2011. Hypertension: Diagnosis and Treatment


Overview. Reasearch and Treatment vol 2018 pg 1-9

Greenberg, David. 2016. A Lange Medical Book Clinical Neurology, edisi 8. McGraw
Hill: USA

Harsono. 2017. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lazoff M, Hemphill RR, Pritz T. 2018. Dyslipidemia (Online).


http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview, diakses 15 November
2011.

Muzayyanah, N. L., Hapsara, S., Wibowo, T. 2015. Diagnosa dan tatalaksana sindrom
wernickw. Bagian Ilmu Kesehatan Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Sari Pediatri 15 (3): 150-155

Shulman, T. Stanford, 2017. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University

Soedarto. 2017. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press

Dorland. 2015. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Singapura : Elseiver

Guyton & Hall, 2016. Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : ECG

Budiono et all. 2015. Buku ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga University
Press

Snell, Richard S. et all. 2016. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokterja. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ilyas, S., Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Marchitte et all. 2016. Bilateral Internucllear Oppthalmoplegia as a Presenting Siign
of Multiple Sclerosis. Journal ofn Allied Health Science and Practive vol 2(3):
1-6.

Anda mungkin juga menyukai