Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm.

40-51)

KAITAN BUNSETSU DAN FRASA POSPOSISI SUBJEK-OBJEK


DALAM BAHASA JEPANG

Nadya Inda Syartanti


Universitas Brawijaya, Malang
nadya.inda.sy@gmail.com

Abstrak

Kalimat dibentuk oleh berbagai satuan kalimat (satuan gramatikal) dari satuan
terkecil berupa kata hingga satuan terbesar berupa kalimat itu sendiri. Pada
umumnya satuan gramatikal setelah kata adalah frasa, kemudian setelah frasa
adalah klausa, baru terbentuk menjadi kalimat secara utuh. Selain itu, ada satuan
gramatikal yang hanya terdapat dalam kalimat bahasa Jepang, yaitu bunsetsu.
Posisi bunsetsu berada di antara kata dan frasa, sehingga urutan dalam kalimat
bahasa Jepang menjadi kata-bunsetsu-frasa-klausa-kalimat. Bunsetsu dalam
bahasa Jepang mengandung arti “ruas kalimat” (Tjandra, 2013: 7). Bila kalimat
hana ga saku darou ‘bunga bermekaran bukan?’ terdiri dari 4 kata, yaitu hana, ga,
saku, dan darou, maka kalimat tersebut memiliki 2 bunsetsu yang terdiri dari hana
ga dan saku darou (Tjandra, 2013: 7). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kata
merupakan urutan terkecil daripada bunsetsu, atau dengan kata lain, bunsetsu
merupakan satuan yang lebih besar dari kata yang dapat membentuk kalimat
(Sudjianto & Dahidi, 2009: 137). Permasalahan yang muncul, yakni istilah
bunsetsu sering dipadankan dengan frasa, namun bunsetsu bukanlah frasa. Oleh
karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan mengenai perbedaan
antara bunsetsu dengan frasa. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, artikel ini
diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi dalam kajian linguistik khususnya
kajian sintaksis dalam bahasa Jepang.
Kata kunci: bahasa Jepang, bunsetsu, frasa, frasa posposisi, kalimat, objek,
subjek

A. Pendahuluan garapan sintaksis adalah kalimat


Sintaksis, atau dalam bahasa yang mencakup jenis dan fungsinya,
Jepang disebut tougoron atau unsur-unsur pembentuknya, serta
sintakusu adalah cabang dari struktur dan maknanya. Lebih lanjut,
linguistik yang mengkaji tentang menurut Tjandra (2013: 1), sintaksis
struktur kalimat dan unsur-unsur adalah bidang yang mempelajari
pembentuknya (Sutedi, 2011: 64). masalah pembentukan kalimat
Nitta (1997 dalam Sutedi, 2011: 64) termasuk satuan-satuan bahasa lain
menambahkan bahwa bidang yang lebih besar daripada kata.

40
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

Kalimat dan satuan-satuan lain bunsetsu berada di antara kata dan


semua dibentuk dari kata. Oleh frasa, sehingga urutan dalam kalimat
karena itu, dalam sintaksis, kata bahasa Jepang menjadi kata-
menjadi satuan terkecil dan kalimat bunsetsu-frasa-klausa-kalimat.
adalah satuan terbesar. Sebelum membahas mengenai
Dari definisi tersebut dapat bunsetsu dan frasa, terlebih dahulu
diketahui bahwa dalam pembentukan dibahas satuan terkecil, yaitu kata.
kalimat dibutuhkan adanya satuan-
satuan atau unsur-unsur pembentuk. B. Pembahasan
Satuan-satuan tersebut terdiri atas Satuan gramatikal terkecil yang
satuan terkecil, yaitu kata sampai membentuk kalimat, disebut dengan
satuan terbesar yang berwujud kata. Menurut Kridalaksana (2008:
kalimat itu sendiri. Satuan-satuan 110), kata adalah satuan bahasa
tersebut dalam sintaksis disebut terkecil yang dapat diujarkan sebagai
dengan satuan gramatikal. bentuk yang bebas, dan dapat berdiri
Satuan gramatikal dalam bahasa, sendiri. Kata dapat berdiri sendiri
tidak hanya kata dan kalimat saja. karena dibentuk oleh kombinasi atau
Selain kata dan kalimat, satuan gabungan beberapa morfem. Hal ini
gramatikal juga termasuk frasa (atau didukung oleh definisi kata yang
frase) dan klausa. Bila disusun dari diberikan oleh Tjandra (2013: 3)
satuan terkecil sampai satuan bahwa kata adalah satuan gramatikal
terbesar, maka satuan gramatikal terkecil yang dibentuk oleh morfem.
dalam bahasa adalah kata-frasa- Kata dalam bahasa Jepang
klausa-kalimat. dikenal dengan istilah tango, tetapi
Satuan gramatikal yang akan Iwabuchi (1989 dalam Sudjianto &
dibahas di artikel ini adalah satuan Dahidi, 2009: 136) menyebut tango
gramatikal dalam bahasa Jepang. dengan istilah go. Secara harfiah,
Selain kata-frasa-klausa-kalimat, ada makna dari tango dan go adalah
satuan gramatikal yang hanya sama, yaitu ‘kata’. Namun, Okimori
terdapat dalam kalimat bahasa (2010: 64) memberikan informasi
Jepang, yaitu bunsetsu. Posisi bahwa ada beberapa pendapat

41
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

mengenai tango dan go, yaitu istilah yang termasuk fuzokugo adalah
go digunakan di kajian gramatikal, partikel dan posverba1.
sedangkan istilah tango digunakan di Contoh penggunaan kata dapat
kajian kosakata, sehingga bila kata dilihat pada kalimat hana ga saku
(tango) akan dibagi dan dikaji dalam ‘bunga bermekaran’. Apabila kalimat
unsur yang lebih kecil lagi yaitu hana ga saku dibagi menjadi satuan
morfem, maka digunakan istilah go, yang lebih kecil yaitu kata, maka
bukan tango. Dari pernyataan akan terdiri dari 3 kata yaitu hana,
Okimori Takuya tersebut, dapat ga, dan saku. Bila dilihat dari jenis
disimpulkan bahwa posisi tango kelas kata, ketiga kata tersebut
berada di dalam go. Hal ini berasal dari kelas kata nomina,
disebabkan bahwa istilah tango dan partikel, dan verba. Bila dilihat dari
go memiliki makna yang sama, maka fungsi gramatikal dari ketiga kata
dalam artikel ini akan menggunakan tersebut, hanya kata hana dan saku
istilah ‘kata’ yang lebih umum. yang berfungsi sebagai subjek dan
Kridalaksana (2008: 110) predikat. Dengan adanya partikel
menyatakan bahwa kata merupakan dalam kalimat hana ga saku, partikel
satuan gramatikal yang dapat berdiri ga tidak memiliki arti tertentu dan
sendiri. Namun, kata dalam bahasa tidak dapat berdiri sendiri. Partikel
Jepang, ada yang dapat berdiri ga dapat memiliki arti tertentu
sendiri dan memiliki arti yang pasti setelah melekat dengan nomina hana,
disebut jiritsugo. Selain itu, ada juga sehingga dengan adanya partikel ga,
kata yang tidak memiliki arti tertentu nomina hana berfungsi sebagai
dan tidak dapat berdiri sendiri subjek.
disebut fuzokugo, sehingga
membutuhkan bantuan kata lain yang
dapat berdiri sendiri (Sudjianto & 1
Posverba dalam bahasa Jepang di-

Dahidi, 2009: 137). Kelas kata yang sebut jodooshi bermakna ‘kata bantu verba’,
yaitu kata yang membantu dalam meleng-
termasuk dalam jiritsugo adalah
kapi makna dari verba atau adjektiva yang
nomina, verba, ajektiva, adverbia,
terletak di belakang verba atau adjektiva se-
dan lain-lain, sedangkan kelas kata bagai predikat kalimat (Tjandra, 2015: 180).

42
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

Kalimat dalam bahasa Jepang memberikan pernyataan sebagai


dikenal dengan adanya penggunaan berikut:
partikel. Partikel bahasa Jepang tidak Jiritsugo dengan sendirinya
dapat membentuk sebuah
seperti partikel bahasa Inggris yang
bunsetsu walaupun tanpa
dikenal dengan to be yaitu is, am, bantuan kata lain, sedangkan
fuzokugo tidak dapat membentuk
dan are. Partikel bahasa Jepang
bunsetsu bila tidak digabungkan
memiliki berbagai ragam dan jenis dengan jiritsugo. Dengan kata
lain, bunsetsu dapat dikatakan
sesuai dengan pelekatannya di fungsi
sebagai satuan gramatikal yang
gramatikal tertentu. Partikel bahasa lebih besar dari kata yang pada
akhirnya akan membentuk
Jepang pada umumnya melekat pada
kalimat.
subjek dan objek. Kalimat hana ga
saku memiliki partikel ga yang Pernyataan Sudjianto dan Dahidi
melekat pada nomina hana yang tersebut dapat dilihat pada tabel 1
berfungsi sebagai subjek. Oleh berikut:
karena itu, artikel ini akan membahas
penggunaan partikel bahasa Jepang
yang akan menentukan satuan
gramatikal yang lebih besar, yaitu
bunsetsu, atau dapat diartikan
‘konstituen 2
’(Sutedi, 2011: 250),
atau ‘ruas kalimat’ (Tjandra, 2013:
7).
Berkenaan dengan bunsetsu,
Sudjianto & Dahidi (2009: 137)

2
Konstituen adalah unsur bahasa yang
merupakan bagian dari satuan yang lebih
besar; bagian dari sebuah konstruksi; mis.
pena saya, lebih tajam, dan daripada
senjata Anda adalah konstituen-konstituen
dari Pena saya lebih tajam daripada senjata
Anda (Kridalaksana, 2008: 132).

43
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

Tabel 1. Kaitan Bunsetsu dengan Jiritsugo dan Fuzokugo (Iguchi, 1994: 4)


Bunsetsu Bunsetsu Bunsetsu
Tarou ― ga keeki ― Wo Tabe ― rare ― ta
Jiritsugo Fuzokugo Jiritsugo Fuzokugo Jiritsugo Fuzokugo Fuzokugo

Tabel 1 menunjukkan bahwa (1) Hana ga saku darou.


(Tjandra, 2013: 7)
kata tarou, keeki, dan tabe memiliki
‘Mungkin bunganya
makna leksikal sehingga termasuk bermekaran.’
dalam jiritsugo. Sebaliknya, partikel
(2) Sakura no hana ga saita.
ga dan wo, serta bentuk rare dan (Sudjianto & Dahidi, 2009:
138)
posverba lampau ta memiliki makna
‘Bunga sakura telah
gramatikal, sehingga termasuk dalam bermekaran.’
fuzokugo. Fuzokugo dapat
Bila kedua kalimat tersebut
membentuk bunsetsu bila bergabung
dibagi berdasarkan jumlah kata dan
dengan jiritsugo, sehingga dapat
jumlah bunsetsu, maka akan
diketahui bahwa di dalam bunsetsu
diuraikan seperti tampak pada tabel 2
mengandung jiritsugo dan fuzokugo.
berikut.
Lebih lanjut mengenai bunsetsu,
dapat dilihat pada kedua contoh
kalimat berikut ini.

Tabel 2. Uraian Bunsetsu dan Kata pada Kalimat 1 dan Kalimat 2


Jumlah Jumlah
No. Kalimat Bunsetsu Kata
Bunsetsu Kata
a) Hana ga Hana, ga
(1) Hana ga saku darou 2 4
b) Saku darou Saku, darou
a) Sakura no Sakura, no
(2) Sakura no hana ga saita b) Hana ga 3 Hana, ga 5
c) Saita Saita

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kalimat 1 berimbang. Bunsetsu


jumlah bunsetsu dan jumlah kata hana ga terdiri dari dua kata, yaitu

44
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

nomina hana dan partikel ga, dan fuzokugo yang tidak dapat
bunsetsu saku darou juga terdiri atas membentuk bunsetsu sendiri.
dua kata, yaitu verba saku dan Kecuali, fuzokugo tersebut
posverba modalitas darou. Bunsetsu digabungkan dengan nomina hana
pada kalimat (1) dianggap berimbang dan sakura, serta verba saku sebagai
karena kedua bunsetsu tersebut jiritsugo, sehingga satu bunsetsu
memiliki pasangan masing-masing terdiri atas dua kata yang
yaitu partikel ga dan posverba mengandung jiritsugo dan fuzokugo.
modalitas darou, sehingga dapat Sebaliknya, verba saita merupakan
membentuk satu bunsetsu. jiritsugo yang dapat membentuk
Sebaliknya, jumlah bunsetsu dan bunsetsu sendiri tanpa bantuan kata
jumlah kata pada kalimat 2 tidak lain, sehingga satu bunsetsu hanya
berimbang. Bunsetsu sakura no dan terdiri dari satu kata yang
hana ga masing-masing terdiri dua mengandung jiritsugo.
kata, yaitu nomina sakura dan Kemampuan verba saita sebagai
partikel no, serta nomina hana dan jiritsugo dalam membentuk bunsetsu
partikel ga, namun bunsetsu saita sendiri dapat ditelusuri bahwa verba
hanya terdiri atas satu kata, yaitu saita berfungsi sebagai predikat yang
verba saita. Hal ini dianggap tidak tidak memerlukan fuzokugo. Namun,
berimbang karena dari ketiga verba saita berasal dari morfem
bunsetsu, yaitu hanya bunsetsu saita verba saku yang mengalami
yang tidak memiliki pasangan, perubahan saat dilekati dengan
sehingga dengan satu kata yaitu posverba aspek perfektif ta yang
verba saita dapat membentuk satu bermakna gramatikal sesuatu yang
bunsetsu. telah selesai terjadi. Bila
Ketidakberimbangan ini, bila dibandingkan dengan kalimat 1 yang
dikaitkan dengan pernyataan memiliki verba saku, maka dapat
Sudjianto dan Dahidi di atas, maka ditelusuri bahwa verba saku
partikel ga dan no pada kalimat 1 merupakan bentuk dasar (bentuk
dan 2, serta posverba modalitas kamus) yang memiliki makna
darou pada kalimat 1 merupakan leksikal yaitu ‘mekar’ yang di

45
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

dalamnya dapat mengandung sesuatu ‘Bunga mekar dengan


indahnya.’
yang akan terjadi, sehingga verba
saku dapat dilekati dengan posverba (4) Kinou Yamadasan wa Nihon
e kaerimashita.
modalitas darou yang mengandung
(Tjandra, 2013: 8)
suatu dugaan atau kemungkinan. ‘Kemarin Pak Yamada
sudah kembali ke Jepang.’
Tidak hanya verba saita yang
mampu membentuk bunsetsu sendiri (5) Kuruma ga yukkuri
hashitteimasu.
tanpa bantuan kata lain. Ketiga
(Tjandra, 2013: 9)
contoh kalimat bahasa Jepang ‘Mobil berjalan pelan-pelan.’
berikut terdapat bunsetsu yang
Pembentukan bunsetsu pada
berasal dari satu kata.
kalimat 3, 4, dan 5 dapat dilihat pada
(3) Hana ga utsukushiku saita.
(Tjandra, 2013: 8) tabel 2 berikut ini.

Tabel 3. Uraian Bunsetsu yang Berasal dari Satu Kata pada Kalimat 3,
Kalimat 4 & Kalimat 5
Jumlah Jumlah
No. Kalimat Bunsetsu Kata
Bunsetsu Kata
Hana ga a) Hana ga Hana, ga
(3) utsukushiku b) Utsukushiku 3 Utsukushiku 4
saita c) Saita Saita
Kinou a) Kinou Kinou
Yamadasan wa b) Yamadasan wa Yamadasan, wa
(4) 4 6
Nihon e c) Nihon e Nihon, e
kaerimashita d) Kaerimashita Kaerimashita
Kuruma ga a) Kuruma ga Kuruma, ga
(5) yukkuri b) Yukkuri 3 Yukkuri 4
hashitteimasu c) Hashitteimasu Hashitteimasu

Tabel 3 menunjukkan bahwa utsukushiku pada kalimat 3. Lalu,


selain verba saita, terdapat adjektiva terdapat adverbia temporal kinou dan

46
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

verba kaerimashita pada kalimat 4, hashiru yang muncul dalam bentuk


serta adverbia yukkuri dan verba alomorf hashitt, posverba teiru yang
hashitteimasu pada kalimat 5, yang muncul dalam bentuk alomorf tei,
merupakan bunsetsu dari satu kata. dan posverba masu. Tjandra (2013:
Adjektiva utsukushiku, adverbia 9) menyatakan bahwa ketiga verba
kinou dan yukkuri berasal dari kata tersebut amat kokoh sehingga
tunggal yang terdiri atas satu morfem tampak seolah-olah sebagai satu kata
bebas yang bermakna leksikal padahal bukan kata.
‘kemarin’ bagi adverbia kinou dan Dari uraian mengenai bunsetsu
‘pelan-pelan’ bagi adverbia yukkuri, di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecuali adjektiva utsukushiku bunsetsu, atau ruas kalimat, dalam
 bahasa Jepang pada umumnya
merupakan alomorf dari morfem
adjektiva utsukushii yang bermakna terbentuk maksimal dua kata, yang
leksikal ‘indah’. terdiri dari jiritsugo dan fuzokugo.
Sebaliknya verba saita (telah Namun, satu bunsetsu dapat
dijelaskan sebelumnya) pada kalimat terbentuk minimal satu kata yang
3, verba kaerimashita pada kalimat 4, mengandung jiritsugo, dengan syarat
dan verba hashitteimasu pada kata tersebut memiliki morfem bebas
kalimat 5 merupakan satu kesatuan yang bermakna leksikal.
gramatikal yang berasal dari verba Satuan gramatikal bunsetsu
dan posverba. Bunsetsu kaerimashita ditemukan dalam bahasa Jepang, dan
berasal dari verba kaeru yang sulit ditemukan padanannya dalam
muncul dalam bentuk alomorf kaeri, bahasa lain. Namun, dalam bahasa
posverba masu yang muncul dalam Inggris, istilah bunsetsu sering
bentuk alomorf mashi, dan posverba dipadankan dengan phrase atau frasa,
ta. Begitu pula, bunsetsu namun bunsetsu bukanlah frasa.
hashitteimasu berasal dari verba Menurut Kridalaksana (2008: 66),
frasa, atau frase adalah gabungan dua

Alomorf adalah anggota morfem kata atau lebih bersifat nonpredikatif,
yang telah ditentukan posisinya, misalnya dan gabungan tersebut dapat rapat
utsukushiku merupakan alomorf (anggota
morfem) dari utsukushii (Kridalaksana, ataupun dapat renggang. Frasa dalam
2008: 11).

47
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

bahasa Jepang disebut dengan istilah menerangkan, dan nomina book


ku yang bermakna ‘berkas penuturan’ menjadi kata yang diterangkan.
(Tjandra, 2013: 9). Lebih lanjut, Begitu pula frasa dalam bahasa
Tjandra (2013: 10) mendefinisikan Jepang juga menggunakan hukum
frasa adalah satuan gramatikal yang MD seperti watashi no hon ‘buku
dibentuk dari kata dengan ciri-ciri saya’, yang pronomina persona
ada kata yang menjadi (kata) inti dan watashi merupakan kata yang
kata lain menjadi pelengkap, serta menerangkan dan nomina hon
tidak ada yang menjadi subjek dan merupakan kata yang diterangkan.
predikat. Namun, yang berbeda dari frasa
Pada umumnya frasa ada bahasa Inggris, frasa bahasa Jepang
berbagai jenis, seperti frasa nomina, dalam watashi no hon, disisipi
frasa ajektiva, dan frasa verba. dengan partikel no antara pronomina
Ketiga jenis frasa tersebut juga persona watashi dengan nomina hon.
terdapat dalam bahasa Jepang yang Frasa watashi no hon disebut sebagai
diadaptasi dari konsep frasa dari frasa nomina, yang kata inti berupa
bahasa Inggris melalui hukum nomina hon dan kata pelengkap
modifikasi, yaitu hukum berupa pronomina persona watashi
diterangkan-menerangkan atau bersifat mirip nomina, sehingga
hukum DM, dan hukum dibutuhkan partikel no untuk
menerangkan-diterangkan atau mengikat pronomina persona watashi
hukum MD. Frasa dalam bahasa dengan nomina hon.
Indonesia menggunakan hukum DM, Tidak semua frasa nomina
seperti ‘buku saya’, dengan nomina bahasa Jepang harus disisipi dengan
‘buku’ merupakan kata yang partikel no seperti dalam watashi no
diterangkan, dan pronomina persona hon. Frasa nomina akai hana ‘bunga
‘saya’ menjadi kata yang merah’ dan tabeta hito‘orang yang
menerangkan. Sebaliknya, baik frasa sudah makan’ tidak memerlukan
dalam bahasa Inggris hukum MD, partikel no untuk disisipkan di antara
seperti my book, yang pronomina kedua kata. Hal ini dikarenakan jenis
persona my merupakan kata yang kelas kata yang menjadi pelengkap

48
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

atau kata yang menerangkan bukan Jepang yaitu frasa posposisi. Tjandra
merupakan kelas kata nomina, (2013: 11) menyatakan bahwa frasa
melainkan kelas kata adjektiva bagi posposisi bahasa Jepang mencakup
akai yang bermakna ‘merah’ dan subjek dan objek, yang inti dari frasa
kelas kata verba bagi tabeta yang posposisi adalah kata yang berasal
bermakna ‘sudah makan’. dari kelas kata posposisi, atau lebih
Ketidakadaan partikel dalam dikenal dengan partikel. Frasa
frasa bahasa Jepang, tidak hanya posposisi subjek bahasa Jepang
berlaku di frasa nomina saja, frasa berintikan partikel subjek, yaitu
adjektiva dan frasa verba bahasa partikel wa, ga, atau mo, sedangkan
Jepang juga tidak membutuhkan frasa posposisi objek bahasa Jepang
partikel untuk disisipkan di antara berintikan partikel objek yang hanya
kedua kata, seperti pada frasa ditandai dengan satu partikel, yaitu
adjektiva totemo amai ‘sangat manis’ partikel wo. Penggunaan keempat
dan frasa verba yukkuri aruku partikel tersebut dapat dilihat dalam
‘berjalan pelan-pelan’. Kondisi contoh kalimat 6-8 berikut.
kedua frasa ini sama dengan kondisi (6) Onna wa itsunomanika
tonari no jiisan to hanashi
kedua frasa nomina tanpa partikel
wo hajimeteiru.
yang telah dijelaskan sebelumnya, ‘Wanita itu entah kapan
mulai mengobrol dengan
yang jenis kelas kata yang menjadi
kakek di sebelahnya.’
pelengkap pada frasa adjektiva
(7) Hitori no onna ga tonari no
totemo amai adalah kelas kata
jiisan to hanashi wo shiteita.
adverbia bagi totemo yang bermakna ‘Ada seorang wanita sedang
mengobrol dengan kakek di
‘sangat’, dan pada frasa verba
sebelahnya.’
yukkuri aruku juga kelas kata
(8) Kore wa watashi no desu.
adverbia bagi yukkuri yang
Sono akai hon mo watashi
bermakna ‘pelan-pelan’. no desu. Asoko ni aru shiroi
nooto mo watashi no desu.
Selain jenis frasa nomina,
‘Yang ini punya saya. Buku
ajektiva, dan verba yang berlaku merah itu juga punya saya.
Buku catatan warna putih
dalam bahasa Jepang, ada jenis frasa
yang ada di sana juga punya
lain yang hanya ada dalam bahasa saya.’

49
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

(9) Saru ga kiiroi banana wo sana’ dan bunsetsu shiroi nooto mo


yukkuri tabeteiru.
‘buku catatan warna kuning juga’.
‘Monyet sedang makan
pisang berwarna kuning Terakhir, kalimat 9 terdapat frasa
dengan pelan-pelan.’
posposisi objek, yaitu kiiroi banana
(Tjandra, 2013: 12-13)
wo ‘pisang berwarna kuning’ yang
Keempat kalimat 6-8 tersebut berasal dari satu bunsetsu yang sama,
akan dijabarkan dengan dikaitkan yang objek dari frasa posposisi ini
bunsetsu yang telah dijelaskan adalah frasa nomina kiiroi banana
sebelumnya. Pertama, subjek pada ‘pisang berwarna kuning’ yang
kalimat 6 adalah frasa posposisi onna merupakan objek benda.
wa ‘wanita itu’ yang berasal dari satu
bunsetsu yang sama. Kedua, subjek C. Simpulan
pada kalimat 7 adalah frasa posposisi Satuan gramatikal bunsetsu
hitori no onna ga ‘seorang wanita’ ditemukan dalam bahasa Jepang.
yang berasal dari dua bunsetsu, yaitu Istilah bunsetsu sering dipadankan
bunsetsu hitori no ‘seorang’ dan dengan frasa, tetapi bunsetsu
bunsetsu onna ga ‘wanita’. Ketiga, bukanlah frasa. Frasa yang dimaksud
subjek pada contoh 8 terdiri dari tiga adalah frasa posposisi yang juga
kalimat, sehingga memiliki tiga berlaku dalam bahasa Jepang, karena
subjek di tiap kalimat, yaitu frasa frasa ini selalu dilekati oleh posposisi
posposisi kore wa ‘yang ini’, frasa atau partikel yang mengikutinya,
posposisi sono akai hon mo ‘buku yaitu partikel wa, ga, dan mo yang
merah itu juga’, dan frasa posposisi digunakan dalam frasa posposisi
asoko ni aru shiroi nooto mo ‘buku subjek, dan partikel wo yang terdapat
catatan warna putih yang ada di sana dalam frasa posposisi objek.
juga’. Frasa posposisi kore wa dan Bunsetsu dapat menjadi frasa
sono akai hon mo berasal dari satu posposisi bila jumlah bunsetsu sama
bunsetsu yang sama, sedangkan frasa dengan jumlah frasa, sedangkan frasa
posposisi asoko ni aru shiroi nooto posposisi belum tentu dapat menjadi
mo berasal dari dua bunsetsu, yaitu bunsetsu bila jumlah frasa tidak sama
bunsetsu asoko ni aru ‘ada di sebelah dengan jumlah bunsetsu. Oleh karena

50
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)

itu, dapat disimpulkan bahwa satu Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.
bunsetsu dapat menjadi frasa
posposisi, tetapi satu frasa posposisi Okimori, Takuya. 2010. Nihongo
Raiburarii – Nihongo Gaisetsu.
belum tentu dapat menjadi satu
Tokyo: Asakura Shoten.
bunsetsu.
Sudjianto & Dahidi, Ahmad. 2009.
Pengantar Linguistik Bahasa
Daftar Pustaka Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.
Iguchi, Atsuo & Yukou Iguchi. 1994.
Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-Dasar
Nihongo Kyoushi Toreeningu
Linguistik Bahasa Jepang.
Manuaru 2 – Nihongo Bunpou
Bandung: Humaniora.
Seiri Yomihon (Kaisetsu &
Enshuu). Tokyo: Babel Press.
Tjandra, Sheddy N. 2013. Sintaksis
Jepang. Jakarta: Binus Media &
Kridalaksana, Harimurti. 2008.
Publishing.
Kamus Linguistik Edisi Keempat.

51

Anda mungkin juga menyukai