40-51)
Abstrak
Kalimat dibentuk oleh berbagai satuan kalimat (satuan gramatikal) dari satuan
terkecil berupa kata hingga satuan terbesar berupa kalimat itu sendiri. Pada
umumnya satuan gramatikal setelah kata adalah frasa, kemudian setelah frasa
adalah klausa, baru terbentuk menjadi kalimat secara utuh. Selain itu, ada satuan
gramatikal yang hanya terdapat dalam kalimat bahasa Jepang, yaitu bunsetsu.
Posisi bunsetsu berada di antara kata dan frasa, sehingga urutan dalam kalimat
bahasa Jepang menjadi kata-bunsetsu-frasa-klausa-kalimat. Bunsetsu dalam
bahasa Jepang mengandung arti “ruas kalimat” (Tjandra, 2013: 7). Bila kalimat
hana ga saku darou ‘bunga bermekaran bukan?’ terdiri dari 4 kata, yaitu hana, ga,
saku, dan darou, maka kalimat tersebut memiliki 2 bunsetsu yang terdiri dari hana
ga dan saku darou (Tjandra, 2013: 7). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kata
merupakan urutan terkecil daripada bunsetsu, atau dengan kata lain, bunsetsu
merupakan satuan yang lebih besar dari kata yang dapat membentuk kalimat
(Sudjianto & Dahidi, 2009: 137). Permasalahan yang muncul, yakni istilah
bunsetsu sering dipadankan dengan frasa, namun bunsetsu bukanlah frasa. Oleh
karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan mengenai perbedaan
antara bunsetsu dengan frasa. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, artikel ini
diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi dalam kajian linguistik khususnya
kajian sintaksis dalam bahasa Jepang.
Kata kunci: bahasa Jepang, bunsetsu, frasa, frasa posposisi, kalimat, objek,
subjek
40
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
41
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
mengenai tango dan go, yaitu istilah yang termasuk fuzokugo adalah
go digunakan di kajian gramatikal, partikel dan posverba1.
sedangkan istilah tango digunakan di Contoh penggunaan kata dapat
kajian kosakata, sehingga bila kata dilihat pada kalimat hana ga saku
(tango) akan dibagi dan dikaji dalam ‘bunga bermekaran’. Apabila kalimat
unsur yang lebih kecil lagi yaitu hana ga saku dibagi menjadi satuan
morfem, maka digunakan istilah go, yang lebih kecil yaitu kata, maka
bukan tango. Dari pernyataan akan terdiri dari 3 kata yaitu hana,
Okimori Takuya tersebut, dapat ga, dan saku. Bila dilihat dari jenis
disimpulkan bahwa posisi tango kelas kata, ketiga kata tersebut
berada di dalam go. Hal ini berasal dari kelas kata nomina,
disebabkan bahwa istilah tango dan partikel, dan verba. Bila dilihat dari
go memiliki makna yang sama, maka fungsi gramatikal dari ketiga kata
dalam artikel ini akan menggunakan tersebut, hanya kata hana dan saku
istilah ‘kata’ yang lebih umum. yang berfungsi sebagai subjek dan
Kridalaksana (2008: 110) predikat. Dengan adanya partikel
menyatakan bahwa kata merupakan dalam kalimat hana ga saku, partikel
satuan gramatikal yang dapat berdiri ga tidak memiliki arti tertentu dan
sendiri. Namun, kata dalam bahasa tidak dapat berdiri sendiri. Partikel
Jepang, ada yang dapat berdiri ga dapat memiliki arti tertentu
sendiri dan memiliki arti yang pasti setelah melekat dengan nomina hana,
disebut jiritsugo. Selain itu, ada juga sehingga dengan adanya partikel ga,
kata yang tidak memiliki arti tertentu nomina hana berfungsi sebagai
dan tidak dapat berdiri sendiri subjek.
disebut fuzokugo, sehingga
membutuhkan bantuan kata lain yang
dapat berdiri sendiri (Sudjianto & 1
Posverba dalam bahasa Jepang di-
Dahidi, 2009: 137). Kelas kata yang sebut jodooshi bermakna ‘kata bantu verba’,
yaitu kata yang membantu dalam meleng-
termasuk dalam jiritsugo adalah
kapi makna dari verba atau adjektiva yang
nomina, verba, ajektiva, adverbia,
terletak di belakang verba atau adjektiva se-
dan lain-lain, sedangkan kelas kata bagai predikat kalimat (Tjandra, 2015: 180).
42
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
2
Konstituen adalah unsur bahasa yang
merupakan bagian dari satuan yang lebih
besar; bagian dari sebuah konstruksi; mis.
pena saya, lebih tajam, dan daripada
senjata Anda adalah konstituen-konstituen
dari Pena saya lebih tajam daripada senjata
Anda (Kridalaksana, 2008: 132).
43
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
44
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
nomina hana dan partikel ga, dan fuzokugo yang tidak dapat
bunsetsu saku darou juga terdiri atas membentuk bunsetsu sendiri.
dua kata, yaitu verba saku dan Kecuali, fuzokugo tersebut
posverba modalitas darou. Bunsetsu digabungkan dengan nomina hana
pada kalimat (1) dianggap berimbang dan sakura, serta verba saku sebagai
karena kedua bunsetsu tersebut jiritsugo, sehingga satu bunsetsu
memiliki pasangan masing-masing terdiri atas dua kata yang
yaitu partikel ga dan posverba mengandung jiritsugo dan fuzokugo.
modalitas darou, sehingga dapat Sebaliknya, verba saita merupakan
membentuk satu bunsetsu. jiritsugo yang dapat membentuk
Sebaliknya, jumlah bunsetsu dan bunsetsu sendiri tanpa bantuan kata
jumlah kata pada kalimat 2 tidak lain, sehingga satu bunsetsu hanya
berimbang. Bunsetsu sakura no dan terdiri dari satu kata yang
hana ga masing-masing terdiri dua mengandung jiritsugo.
kata, yaitu nomina sakura dan Kemampuan verba saita sebagai
partikel no, serta nomina hana dan jiritsugo dalam membentuk bunsetsu
partikel ga, namun bunsetsu saita sendiri dapat ditelusuri bahwa verba
hanya terdiri atas satu kata, yaitu saita berfungsi sebagai predikat yang
verba saita. Hal ini dianggap tidak tidak memerlukan fuzokugo. Namun,
berimbang karena dari ketiga verba saita berasal dari morfem
bunsetsu, yaitu hanya bunsetsu saita verba saku yang mengalami
yang tidak memiliki pasangan, perubahan saat dilekati dengan
sehingga dengan satu kata yaitu posverba aspek perfektif ta yang
verba saita dapat membentuk satu bermakna gramatikal sesuatu yang
bunsetsu. telah selesai terjadi. Bila
Ketidakberimbangan ini, bila dibandingkan dengan kalimat 1 yang
dikaitkan dengan pernyataan memiliki verba saku, maka dapat
Sudjianto dan Dahidi di atas, maka ditelusuri bahwa verba saku
partikel ga dan no pada kalimat 1 merupakan bentuk dasar (bentuk
dan 2, serta posverba modalitas kamus) yang memiliki makna
darou pada kalimat 1 merupakan leksikal yaitu ‘mekar’ yang di
45
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
Tabel 3. Uraian Bunsetsu yang Berasal dari Satu Kata pada Kalimat 3,
Kalimat 4 & Kalimat 5
Jumlah Jumlah
No. Kalimat Bunsetsu Kata
Bunsetsu Kata
Hana ga a) Hana ga Hana, ga
(3) utsukushiku b) Utsukushiku 3 Utsukushiku 4
saita c) Saita Saita
Kinou a) Kinou Kinou
Yamadasan wa b) Yamadasan wa Yamadasan, wa
(4) 4 6
Nihon e c) Nihon e Nihon, e
kaerimashita d) Kaerimashita Kaerimashita
Kuruma ga a) Kuruma ga Kuruma, ga
(5) yukkuri b) Yukkuri 3 Yukkuri 4
hashitteimasu c) Hashitteimasu Hashitteimasu
46
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
47
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
48
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
atau kata yang menerangkan bukan Jepang yaitu frasa posposisi. Tjandra
merupakan kelas kata nomina, (2013: 11) menyatakan bahwa frasa
melainkan kelas kata adjektiva bagi posposisi bahasa Jepang mencakup
akai yang bermakna ‘merah’ dan subjek dan objek, yang inti dari frasa
kelas kata verba bagi tabeta yang posposisi adalah kata yang berasal
bermakna ‘sudah makan’. dari kelas kata posposisi, atau lebih
Ketidakadaan partikel dalam dikenal dengan partikel. Frasa
frasa bahasa Jepang, tidak hanya posposisi subjek bahasa Jepang
berlaku di frasa nomina saja, frasa berintikan partikel subjek, yaitu
adjektiva dan frasa verba bahasa partikel wa, ga, atau mo, sedangkan
Jepang juga tidak membutuhkan frasa posposisi objek bahasa Jepang
partikel untuk disisipkan di antara berintikan partikel objek yang hanya
kedua kata, seperti pada frasa ditandai dengan satu partikel, yaitu
adjektiva totemo amai ‘sangat manis’ partikel wo. Penggunaan keempat
dan frasa verba yukkuri aruku partikel tersebut dapat dilihat dalam
‘berjalan pelan-pelan’. Kondisi contoh kalimat 6-8 berikut.
kedua frasa ini sama dengan kondisi (6) Onna wa itsunomanika
tonari no jiisan to hanashi
kedua frasa nomina tanpa partikel
wo hajimeteiru.
yang telah dijelaskan sebelumnya, ‘Wanita itu entah kapan
mulai mengobrol dengan
yang jenis kelas kata yang menjadi
kakek di sebelahnya.’
pelengkap pada frasa adjektiva
(7) Hitori no onna ga tonari no
totemo amai adalah kelas kata
jiisan to hanashi wo shiteita.
adverbia bagi totemo yang bermakna ‘Ada seorang wanita sedang
mengobrol dengan kakek di
‘sangat’, dan pada frasa verba
sebelahnya.’
yukkuri aruku juga kelas kata
(8) Kore wa watashi no desu.
adverbia bagi yukkuri yang
Sono akai hon mo watashi
bermakna ‘pelan-pelan’. no desu. Asoko ni aru shiroi
nooto mo watashi no desu.
Selain jenis frasa nomina,
‘Yang ini punya saya. Buku
ajektiva, dan verba yang berlaku merah itu juga punya saya.
Buku catatan warna putih
dalam bahasa Jepang, ada jenis frasa
yang ada di sana juga punya
lain yang hanya ada dalam bahasa saya.’
49
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
50
Jurnal Ayumi Vol. 5 No. 1 Maret 2018 (Hlm. 40-51)
51