Anda di halaman 1dari 12

PERCOBAAN I

PEMERIKSAAN URIN MAKROSKOPIS DAN PROTEIN URIN


I. Tujuan
1. Untuk memeriksa urin secara makroskopis
2. Untuk memeriksa berat jenis urin
3. Untuk mengetahui adanya protein dalam urin
II. Landasan Teori
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis
evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah
tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai
dengan konsentrasi urin, encer hampir tidak berwarna, urin pekat berwarna kuning
tua atau sawo matang.
Urin baru, pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut pesing,
disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau urin dapat
dipengaruhi oleh makanan / minuman yang dikonsumsi. Apabila urin dibiarkan
lama, maka akan timbul bau amonia, sebagai hasil pemecahan ureum. Aseton
memberikan bau manis dan adanya kuman akan memberikan bau busuk pada urin.
Pada orang dewasa, normal produksi urin sekitar 1,5 L dalam 24 jam. Jumlah
ini bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi cairan, dan
kelembaban udara/ penguapan.
Volume Urin Abnormal :
a. Poliurea: volume urin meningkat, dijumpai pada keadaan seperti diabetes,
nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai pulih.
b. Oliguria: volume urin berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti
penyakit ginjal, dehidrasi, sirosis hati.
c. Anuria: tidak ada produksi urin, dapat terjadi pada keadaan keadaan seperti
circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure, keracunan
sublimat, dll.
d. Residual urin (urin sisa): volume urin yang diperoleh dari kateterisasi setelah
sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas - puasnya.
Urin baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya terjadi
karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat (dalam
urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau
protein dalam urin.
Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan ginjal.
Semakin pekat urin semakin tinggi berat jenisnya dan begitupula sebaliknya,
semakin encer urin maka semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis urin normal
antara 1,003 - 1,030 g/ml. Berat jenis urin berhubungan erat dengan diuresa,
semakin besar diuresa semakin rendah berat jenisnya dan begitupula sebaliknya,
semakin kecil diuresa semakin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin kurang dari
1,003 g/ml dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi,
alkalosis dan kegagalan ginjal kronik. Sedangkan urin yang mempunyai berat
jenis 1,030 g/ml atau lebih, dapat dijumpai pada penderita dengan proteinuria,
diabetes mellitus (DM) dan dehidrasi.
Protein urin adalah suatu kondisi dimana terlalu banyak protein dalam urin
dari adanya kerusakan ginjal. Ekskresi protein urin normal hingga 150 mg/hari.
Oleh karena itu, jika jumlah protein dalam urin menjadi abnormal, maka dianggap
sebagai tanda awal penyakit ginjal atau penyakit sistemik yang signifikan. Jika
kadar gula darah tinggi selama beberapa tahun kerusakan ginjal, maka
kemungkinan akan terlalu banyak albumin akan hilang dari darah. Proteinuria
merupakan tanda bahwa ginjal telah menjadi rusak.
Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya berperan
penting sebagai barrier terhadap melintasnya makromolekuler seperti globulin dan
albumin. Hal ini terjadi karena peran sel endotel pada kapiler, membran berasal
dari glomerulus dan epitel visceral. Makromolekuler yang melintasi dinding
kapiler berbanding terbalik dengan ukurannya. Hal ini akibat heparin sulfat
proteoglikans yang terdapat pada dinding kapiler glomerulus menyebabkan
pengaruh hambatan negatif pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses
peradangan pada glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan hilangnya
hambatan anionic sehingga terjadilah protein urin. Mikroglobulin, α
mikroglobulin, vasopressin, insulin dan hormon peratiroid secara bebas melalui
filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta dikatabolisme pada tubulus
kontortus proksimalis. Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan
kegagalan untuk merabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang
selanjutnya keluar melalui urin.
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1. Gelas ukur
2. Wadah urin
3. Tabung reaksi
4. Kertas pH
5. Piknometer
6. Test tube
7. Lampu spiritus
8. Penjepit kayu
9. Bros tabung
10. Pipet tetes
3.2 Bahan
1. Asam asetat 10%
2. Urin 24 jam
3. Urin sewaktu
3.3 Cara Kerja
1. Pemeriksaan Urin Makroskopik
a. Volume urin, semua urin yang dikumpulkan selama 24 jam
masukkan kedalam gelas ukur, tentukan volume urin semuanya.
b. Warna urin, buka tutup wadah urin perhatikan warna urinnya.
c. Kekeruhan, perhatikan kekeruhan urin dalam wadah atau masukkan
urin kedalam tabung reaksi, amati apakah ada kekeruhan dalam
urin.
d. Keasaman / reaksi pH, celupkan pH kedalam sampel urin
bandingkan warna yang terbentuk dengan warna standar.
e. Berat jenis, timbang berat piknometer kosong (a), timbang berat
piknometer yang sebelumnya telah diisikan urin (b), volume
piknometer (c), kemudian masukka ke dalam rumus :
BJ = (b) – (a)
(c)
f. Bau urin, buka tutup wadah urin dan amati bau urin.
2. Pemeriksaan Protein Urin
a. Isikan urin ke dalam tabung sebanyak 3/4nya
b. Didihkan selama 1 – 2 menit
c. Jika terjadi kekeruhan, kekeruhan yang terjadi dapat disebabkan oleh
fosfat, carbonat atau albumin.
d. Tambahkan 3 tetes asam asetat 10% tetes demi tetes dalam keadaan
mendidih. Kekeruhan yang disebabkan oleh carbonat dan fosfat akan
hilang.
IV. HASIL PENGAMATAN

No Jenis pemeriksaan Anggi Irza Rakha


1. Volume urin 55 ml 50 ml 57 ml
2. Warna urin Kuning Oranye Kuning
3. Kekeruhan urin Tidak ada Tidak ada Tidak ada
4. Keasaman 7 7 6
5. Berat jenis 1.18428 N/m3 1.19826 N/m3 1.13925 N/m3
6. Bau urin Pesing Pesing Pesing
7. Protein urin Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Pengolahan data Berat Jenis Urin


1. Irza Aprilya
BJ = (26,7859 – 14, 8033)g / 10 ml
= 1,19826 N/m3
2. Dini Anggia
BJ = (26,6461 – 14,8033)g / 10 ml
= 1,18428 N/m3
3. Rakha Athaya
BJ = (26,1958 – 14,8033)g / 10 ml
= 1,13925 N/m3

V. Pembahasan
Pemeriksaan makroskopik yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan,
berat jenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan
hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk
menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urin
yang dikerjakan bersamaan dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan
gangguan faal ginjal . Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan urin maka
orang tersebut kemungkinan terkena suatu penyakit atau gangguan dari saluran
ureter atau faal ginjal.
Dari hasil praktikum pemeriksaan urin secara makroskopis didapat beberapa
data yang dapat di simpulkan :
 Dilihat dari volume urin tidak menunjukkan gejala poliuri atau oliguri.
Poliuria  merupakan  simtoma  medis berupa kelainan  frekuensi  diuresis /
buang air kecil sebagai akibat kelebihan produksi air seni. Gejala poliuria
dapat timbul bersamaan dengan polidipsia. Oliguria adalah produksi urin
sedikit, biasanya kurang dari 400 ml /hari pada orang dewasa, dan dapat
menjadi salah satu tanda awal dari gagal ginjal dan masalah urologi lainnya
atau penyumbatan di dalam saluran kemih. Kondisi ini dapat diobati dengan
diagnosis yang tepat dan pengobatan. Oliguria dapat menjadi prekursor untuk
Anuria, yaitu tidak adanya produksi urin atau urin sangat sedikit.
 Warna urin kuning tua menunjukkan bahwa warna urin disebabkan oleh
urobilin dan urokrom. Ini menunjukkan bahwa urin normal.
 Dilihat dari kekeruhan tidak terdapat kekeruhan, yaitu jernih. Ini
menunjukkan bahwa kekeruhan urin normal.
 Nilai keasaman urin normal pH antara 4,6 – 8,5 dengan rata-rata 6,5. Dari uji
yang didapat nilai pH urin 7, jadi urin ini normal. Jika urin terlalu asam maka
terjadi peradangan saluran kencing atau infeksi.
 Bau urin khas (amoniak). Ini berarti urin yang diperiksa dalam keadaan
normal.Urin yang normal berbau khas yang disebabkan oleh sebagian asam-
asam organik yang mudah menguap.
 Dari berat jenis yang didapat dengan piknometer didapatkan hasil
Bj urin Irza : 1,19826 N/m3
Bj urin Anggi : 1,18428 N/m3
Bj urin Rakha : 1,13925 N/m3
Pemeriksaan protein dalam urin ini bertujuan untuk mengetahui
komplikasi adanya pre-klampsia pada ibu hamil yang sering kali menyebabkan
masalah dalam kehamilan maupun persalinan dan terkadang menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi bila tidak segera diantisipasi. Pemeriksaan
protein urin adalah pemeriksaan protein dengan menggunakan asam asetat 5%,
dan apabila setelah dipanaskan urin menjadi keruh berarti ada protein dalam urin.
Mekanisme terjadinya protein urin disebabkan oleh dinding pembuluh
darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya berperan penting sebagai barier
terhadap melintasnya makromulekuler seperti globulin dan albumin. Hal ini
terjadi karena peran dari endotel pada kapiler, membran basal dari glomerlus dan
epitel viseral, mikroglobulin, vasopresin, insulin dan hormon paratiroid. Secara
bebas melalui filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta dikatabolisme
pada tubulus kontortus proksimalis.
Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan kegagalan untuk
mereabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang selanjutnya keluar
melalui urin. Protein urin merupakan indikasi terjadinya pre-eklampsia, sehingga
ibu hamil pada saat melakukan kunjungan antenatal care dianjurkan melakukan
pemeriksaan protein di laboratorium.
Dari hasil praktikum kami semua anggota kelompok negatif urinnya
mengandung protein yang ditandai dengan tidak adanya kekeruhan setelah
dipanaskan.

VI. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan
1. Volume urin rata – rata 54 ml (urin 24 jam).
2. Warna urin dan kejernihan urin berwarna kuning dan jernih.
3. Bau urine berbau khas / pesing (amoniak).
4. Keasaman urin atau pH 7 dan 6.
5. Hasil berat jenis urinnya 1,19826, 1,18428, dan 1,13925.
6.2 Saran
1. Saat pemeriksaan urin praktikum diharapkan menggunakan alat
pelindung diri supaya saat pelaksanaan praktek berjalan dengan
lancer.
2. Mematuhi peraturan yang ada dalam laboratorium.

LAMPIRAN
No Gambar Keterangan
1. Pemeriksaan volume urin

2. Pengukuran BJ urin

3. Pengukuran pH urin

4. Proses pemeriksaan pH urin

5. Proses pemeriksaan protein urin


6. Mengukur berat piknometer
kosong

7. Pemeriksaan warna urin dan bau


urin
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. 1983. Penilaian Hasil Pemeriksaan
Hematologi Rutin. Cermin Dunia Kedokteran.
Evelyn C Pearce. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta
:Gramedia
Kee, JoyceLeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboraturium &Diagnostik.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi untuk SMA Kelas X Semester 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium.
Ed. 9. Penerjemah: Siti Boedina Kresno; Ganda Soebrata, J. Latu.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai