Anda di halaman 1dari 3

Kecamatan Buleleng

Beranda
/
Artikel
/
TPA ADALAH TEMPAT PEMROSESAN AKHIR BUKAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

TPA ADALAH TEMPAT PEMROSESAN AKHIR Berita Terpopuler


BUKAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR  04 Februari 2021  1472 kali
 Admin buleleng |  11 Maret 2021 |  5403 kali Penyaluran BLT DD Bulan
Januari Awal Tahun 2021 Desa
Alasangker

 26 Maret 2021  1382 kali


Pemdes Penglatan Salurkan
BLT DD Tahap III Bulan Maret
Terhadap 130 Warga KPM

 04 Maret 2021  810 kali


Camat Buleleng Lantik dan
Kukuhkan Fakeca Periode
2021-2023

 05 Mei 2021  692 kali


Vaksinasi Serentak di Wilayah
Kecamatan Buleleng
Dilaksanakan Hari Ini

 11 Mei 2021  620 kali


Pelantikan Ketua TP PKK
Kelurahan Sekaligus
Pengukuhan Bunda PAUD 9
Siapa yang tidak tahu atau tidak pernah mendengar jargon "Buanglah Sampah pada
Kelurahan Wilayah Kecamatan
Tempatnya"? Jargon kebersihan ini begitu populer bertahun-tahun melintasi beberapa Kecamatan Buleleng
generasi.  Tidaklah mengherankan bila kebanyakan masyarakat memiliki persepsi bahwa  07 April 2021  568 kali
sampah harus dibuang.   Camat Buleleng Hadiri Acara
Temu Pamit Forkom Lurah Se-
Dimanakah tempatnya? Bila dibuat survei, penulis yakin jawaban teratas adalah keranjang Kecamatan Buleleng
sampah.   Bila surveinya diadakan diantara masyarakat perkotaan, maka tentu akan
banyak juga yang menjawab TPS dan TPA.    27 Maret 2021  546 kali
Camat Buleleng Hadiri Acara
Dari sisi pengelolaan sampah perkotaan (urban waste management) tentu ini hal yang Pengukuhan Kelian Desa Adat
Banyualit Desa Kalibukbuk
menggembirakan bahwa masyarakat mengetahui alur pengolahan sampah adalah dari
sumbernya (rumah tangga, kantor, tempat publik, dsb) ke TPS dan berakhir di TPA.  

Namun berapa banyak yang tahu bahwa kepanjangan dari TPS adalah bukan Tempat
Pembuangan Sampah dan kepanjangan dari TPA bukanlah Tempat Pembuangan Akhir? 

Singkatan TPS dan TPA muncul dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah dan beberapa peraturan menteri
lingkungan hidup dan menteri pekerjaan umum yang merupakan peraturan pelaksana
dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.  

TPS adalah singkatan dari Tempat Penampungan Sementara  yaitu tempat sebelum
sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan
sampah terpadu.  

Sedangkan TPA adalah singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir  yaitu tempat untuk
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan.  

Mempersepsikan TPS dan TPA sebagai Tempat Pembuangan Sampah mengandung


bahaya dalam hal pengelolaan sampah kota yang berkelanjutan:   Warga kota menaruh
semua jenis sampah yang dihasilkannya ke TPS!   Hal ini akan berakibat pada tingginya
volume sampah dan meningkatnya beban kerja petugas pengangkut sampah, apalagi
pada kota yang memiliki personil, alat angkut dan biaya operasional sampah yang
terbatas.  

Dalam kondisi demikian, bila semua sampah dari semua TPS diangkut dan ditimbun di
TPA maka akan memperpendek umur pakai TPA tersebut karena lekas menjadi penuh.
 Bila TPA sudah menjadi penuh mau kemana lagi sampah kota dibawa? 
Mencari lokasi baru untuk membuat TPA baru? Jangan lupa bahwa  pertambahan jumlah
penduduk dan pembangunan meningkat seiring berjalannya waktu dan berakibat pada
berkurangnya ketersediaan lahan.  

Sudah terjadi seperti di Provinsi DKI Jakarta yang harus mengangkut sampahnya ke
Bantar Gebang, Bekasi di Provinsi Jawa Barat.   Di Jepang, Pemerintah Tokyo harus
mereklamasi Teluk Tokyo untuk menambah luas areal TPA-nya.  

Kalaupun suatu kota masih memiliki ketersediaan lahan untuk lokasi TPA baru, tentulah
harus membayar dengan harga yang tinggi, belum lagi harus menghadapi masyarakat di
sekitar lokasi tersebut yang belum tentu bisa menerima rencana pembangunan TPA.

Jadi dalam hal pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan penting untuk bukan
saja mengedukasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, namun juga
agar secara aktif melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah. Memilih
untuk menggunakan tas belanja daripada kantong kresek dan menggunakan saputangan
daripada tissue adalah contoh dari upaya pengurangan sampah. Sementara penanganan
sampah dapat masyarakat lakukan dengan melakukan pemilahan sampah, membuat
kompos dan mendaur ulang sampah. 

Dalam melakukan pengelolaan sampah perkotaan, Pemerintah Kabupaten/Kota perlu


beranjak dari pendekatan kebersihan dan keindahan kota kepada pengelolaan sampah
perkotaan yang terintegrasi mulai dari sumber sampah hingga ke TPA. Sesuai dengan
definisi TPS (Tempat Penampungan Sementara) dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun
2008 dan peraturan pelaksananya, tidak serta merta semua sampah dari TPS diangkut ke
TPA. Sampah yang sudah terpilah di TPS semestinya diangkut lebih dahulu ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Persoalannya kebanyakan pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki fasilitas pengolahan
sampah antara (intermediate waste processing facility). 

Berbeda dengan Jepang, sebagaimana penulis saksikan selama mengikuti  Staff


Enhancement Program  dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana -
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PUSBINDIKLATREN - BAPPENAS) di Tokyo
tanggal 2-28 Oktober 2017. Tidak ada TPS berupa kotak beton seperti di Indonesia,
warga kota Tokyo mengumpulkan sampahnya sesuai jenis pada hari yang telah
ditentukan ke titik pengumpulan (collection points).

Dari  collection points  sampah diangkut oleh petugas kebersihan kota ke beberapa
fasilitas yang berbeda sesuai jenis sampahnya. Sampah yang bisa didaur ulang seperti
botol plastik, botol kaca dan kaleng minuman dibawa ke Recycling Center untuk diproses
dan dimanfaatkan atau dijual. Sampah berupa sisa makanan dan sampah dari dapur
dibawa ke incineration plant untuk dibakar dengan suhu di atas 800oC.

Sampah berukuran besar seperti ranjang, lemari dan meja yang rusak diangkut ke large-
sized waste processing center  untuk dipotong/dicacah. Material berharga seperti
alumunium dan besi dikumpulkan dan material sisa yang bisa dibakar diangkut
ke incineration plant. Sementara untuk sampah keramik (toilet bekas, bongkaran lantai)
dan sampah logam diangkut ke  incombustible waste processing center  untuk
dipotong/dicacah). Material berharga seperti alumunium dan besi dikumpulkan.

Jadi yang dibawa ke TPA hanyalah residu yaitu sisa sampah yang tidak dapat diolah di
fasilitas-fasilitas tersebut, seperti abu sisa pembakaran dari  incineration plant  dan
cacahan sampah yang tidak bisa dibakar. Itulah sebabnya Jepang bisa mengurangi secara
signifikan jumlah sampahnya yang ditimbun di TPA. Sebagai contoh pada tahun 2015
dari total 43,98 juta ton timbulan sampah hanya 9,48% saja yang diangkut ke TPA.
Dengan demikian umur pakai TPA pun menjadi lebih panjang.

Awalnya Jepang juga menggunakan pendekatan kebersihan dan keindahan kota dalam
mengelola sampahnya. Semua sampah kota diangkut untuk langsung dibuang di TPA.
Hingga kemudian peristiwa "GARBAGE WAR" pada tahun 1971 yang dipicu oleh warga
Kota Koto yang memprotes dan memblokade jalan yang dilalui truk-truk pengangkut
sampah dari 23 kota di Tokyo yang menuju TPA di daerah mereka.

Sejak saat itu Pemerintah Metropolitan Tokyo (membawahi 23 kota) melakukan


pengelolaan sampah kota secara terpadu dengan mengembangkan fasilitas-fasilitas
pengolahan sampah sebagaimana diuraikan di atas. Disertai dengan kesadaran
masyarakatnya untuk mengurangi dan memilah sampahnya. Saat ini Jepang telah
berhasil menekan jumlah timbulan sampah kota dan jumlah yang ditimbun di TPA tidak
sampai 10% nya saja.

Tahun ini Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah
berusia 10 (sepuluh) tahun. Melalui Surat Edarannya tertanggal 15 Januari 2018 Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak seluruh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-
Indonesia untuk memanfaatkan Hari Peduli Sampah Nasional 2018 yang puncak
peringatannya jatuh pada tanggal 21 Februari 2018 sebagai momentum untuk
melakukan  corrective action  serta aktualisasi gerakan bersama antara pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha dalam mewujudkan Indonesia Bersih Sampah Tahun 2025.

Kita dapat memulai dengan mengoreksi persepsi bahwa TPS bukanlah Tempat
Pembuangan Sampah melainkan Tempat Penampungan Sementara, dan TPA bukanlah
Tempat Pembuangan Akhir melainkan Tempat Pemrosesan Akhir. Karena itu
semestinyalah dibangun fasilitas pengolahan sampah antara TPS dan TPA. Tidak harus
membangun yang baru, Pemerintah Kabupaten/kota dapat memberdayakan Bank
Sampah yang telah ada sebagai pusat daur ulang dan pembuatan kompos. Residu yang
tidak bisa diolah di Bank Sampah barulah kemudian diangkut ke TPA.

Di TPA pun dilakukan pemrosesan antara lain menutup sampah dengan tanah secara
berlapis, serta mengelola air lindi dan gas metana yang dihasilkan dari sampah tersebut.
Konsep 3R (Reduce, Reuse & Recycle) harus dipopulerkan hingga tertanam di kesadaran
pribadi warga kota. Setidaknya warga kota sadar untuk melakukan pemilahan sampah.
Untuk menjamin sampah tetap terpilah dapat ditentukan jadwal pengumpulan sampah
yang berbeda sesuai jenisnya.

Semoga tulisan ini dapat memotivasi kita untuk berbuat lebih dari hanya membuang
sampah pada tempatnya. Bila kita hanya tahu membuang saja, kasihan para petugas
kebersihan kota. Kasihan TPA kita. Ingat TPA bukan Tempat Pembuangan Akhir!

 share

 Jl. Kartini No.4 A Singaraja


Pemerintah Kabupaten Buleleng (0362) 24346
  
Kecamatan Buleleng  camatbuleleng@gmail.com

Hak Cipta © 2021 Pemerintah Kabupaten Buleleng

Anda mungkin juga menyukai