Anda di halaman 1dari 8

“Performa Pertumbuhan Melalui Kajian Ekspresi Igf-1 dan Kortisol Mukosa Kulit

Benih Ikan Gabus (Channa striata) Yang Dipelihara pada Tingkat Suhu Berbeda”

Latar Belakang
Secara fisiologis, pertumbuhan pada ikan didefinisikan sebagai peningkatan jumlah dan ukuran
sel seiring dengan perubahan kalori, dimana kondisi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik
biotik seperti asupan nutrisi dan individu, maupun abiotik terutama lingkungan (Johnston,
2001; Zhang et al., 2017). Salah satu faktor lingkungan yang secara signifikan berpengaruh
langsung terhadap proses fisiologis pada ikan adalah suhu (Reinecke, 2018). Adanya
perubahan suhu lingkungan, sangat berimplikasi dengan respon pertumbuhan pada ikan, yang
terintegrasi dengan sinyal endokrin dan autokrin-parakrin (Baras et al., 2011; Boltaña et al.,
2017; Sun & Chen, 2014). Selain itu, ikan merupakan organisme poikilotherm, dimana
memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengontrol dan meregulasi suhu tubuhnya (Lohmus
et al., 2010). Studi kasus pada Patin Thailand (Pangasionodon hypophthalmus) menunjukkan
bagaimana pada kondisi suhu rendah (24 oC) mampu menurunkan performa pertumbuhan dan
menaikkan nilai FCR (Feed Conversion Ratio) dibandingkan pada kelompok ikan yang
dipelihara pada suhu tinggi (32 oC) dimana mampu meningkatkan performa pertumbuhan dan
menurunkan nilai FCR secara signifikan (Islam et al., 2019). Selain itu, adanya perbedaan
perbedaan fase hidup ikan, serta karakteristik antar spesies baik genotip maupun fenotip, juga
mempengaruhi bagaimana respon pertumbuhan yang diakibatkan perubahan atau perbedaan
suhu (Gabillard et al., 2005; Lohmus et al., 2010). Lebih lanjut, suhu yang dapat menghasilkan
pertumbuhan yang cepat disebut dengan suhu optimum untuk pertumbuhan (Toopt) (Baras et
al., 2011). Toopt sangat bervariasi berdasarkan spesies, faktor geografis, serta fase hidup dan
ukuran ikan (Jobling, 1997).

Selain pertumbuhan, respon fisiologis lainnya adalah bagaimana kemampuan ikan dalam
beradaptasi dengan baik pada kondisi suhu yang fluktuatif, terutama pada kondisi lingkungan
alam (Beitinger et al., 2000). Kemampuan ikan dalam menjaga keseimbangan homeostatis
secara efisien ketika menghadapi suatu rangsangan berbaya, disebut dengan stress (Schreck &
Tort, 2016). Pada kondisi stress, akan terjadi dua jenis respon, yaitu respon primer dan
sekunder (Porchas et al., 2009). Respon primer terjadi ketika terdapatnya perubahan pada
central nervous system (CNS), sehingga melepaskan hormon-hormon stress seperti kortisol
dan kartekolamin (adrenalin dan epineprin) melalui aliran darah oleh sistem endokrin.
Sedangkan respon sekunder merupakan konsekuensi dari terlepasnya hormon-hormon stress
tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan secara kimia pada darah dan jaringan,
serta peningkatan plasma glukosa (Pankhurst, 2011). Salah satu indikator penting yang umum
digunakan dalam melihat bagaimana respon ikan ketika berada pada kondisi stress adalah
kortisol (Kulczykowska et al., 2018; Teles et al., 2017). Hormon ini dihasilkan karena adanya
perubahan fungsi mekanisme dari Hypothalamus-Pituitary-Interrenal (HPI) (Mommsen et al.,
1999). Lebih lanjut, jika ikan tidak mampu mengendalikan kondisi stressnya oleh karena
melewati ambang batas toleransi terhadap suhu, maka kematian akibat rusaknya fungsi
fisiologis ini adalah hal yang sangat mungkin terjadi (Fu et al., 2018).
Respon stress dan regulasi pertumbuhan pada ikan yang diakibatkan adanya pengaruh suhu,
merupakan dua hal yang secara fisologis tidak dapat dipisahkan (Eldridge et al., 2015). Pada
level genomik, diketahui kortisol memiliki peranan penting dalam mempengaruhi regulasi
pertumbuhan pada ikan (Faught & Vijayan, 2016). Selain itu pada level trasnkriptomik, kortisol
dalam mempengaruhi regulasi growth hormone (GH) untuk menginduksi insulin-like growth
factor (IGF-1) diketahui cukup konsisten. Pada Salmon (Oncorhynchus mykiss), tingginya
level kortisol secara signifikan menurunkan ekspresi IGF-1 (Leung et al., 2008; Philip &
Vijayan, 2015), begitu juga pada Tilapia (Oreochromis mossambicus) (Andrew L. Pierce et al.,
2011). Sehingga, ketika ikan berada pada kondisi stress, terjadinya resitensi GH pada hati, akan
menurunkan ekspresi IGF-1 (Pierce et al., 2005). Atas dasar kedua hal tersebut, ekspresi IGF-
1 dapat dijadikan sebagai indikator utama untuk menilai bagaimana regulasi pertumbuhan
dihasilkan ketika ikan berada pada kondisi stress akibat adanya suhu diluar kondisi normal,
terutama ikan yang hidup di perairan tropis (Pankhurst, 2011). Selain itu pemilihan assay yang
digunakan dalam menganalisis level kortisol juga perlu diperhitungkan. Penggunaan sample
darah (whole body) merupakan cara klasik untuk mengetahui level kortisol (Baker et al., 2013).
Namun metode ini diketahui belum mampu merapkan prinsip animal welfare, dan bahkan
sangat dikhawatirkan jika penanganan dalam pengambilan sample tidak tepat, stress akan lebih
disebabkan oleh kegiatan itu sendiri (Marino et al., 2008). Alternatif sumber sample dari
mukosa kulit, diketahui memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan sample berupa darah
dalam menilai level kortisol pada ikan (Carbajal et al., 2019).
Gabus (Channa striata) merupakan salah satu ikan yang hidup di perairan tropis, sekaligus
salah satu komoditas konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi asli Indonesia (Muslim,
2007; Muthmainnah, 2013). Namun tingginya tingkat penangkapan di alam terhadap ikan ini,
tidak diimbangi dengan hasil yang diperoleh (Muslim, 2019; Muthmainnah, 2013). Padahal
ketersediaannya sangatlah penting, dikarenakan memiliki beberapa manfaat kesehatan, salah
satunya sebagai sumber albumin untuk membantu proses penyembuhan luka (Romadhoni et
al., 2016). Faktanya kandungan asam amino, antioksidan dan kemampuan protein dalam
menghambat kerja angiotensin converting enzyme (ACE)/antihipertensi pada ikan gabus hasil
budidaya, jauh lebih tinggi dibandingkan ikan gabus hasil tangkapan (Chasanah et al., 2015).
Oleh karena itu, pengembangan dalam budidaya gabus menjadi tantangan tersendiri serta
diprediksi memiliki prospek yang menjanjikan (Muslim, 2007). Selain itu, juga diperlukan
informasi spesifik untuk meningkatkan produktifitas budidaya, terlebih jika pembudidaya ingin
menerapkan konsep akukultur presisi. Salah satunya, berkenaan dengan dengan karakteristik
lingkungan perairan yang optimal untuk meningkatkan performa pertumbuhan, sebab diketahui
gabus memiliki performa pertumbuhan yang lambat (Muntaziana et al., 2015), dalam hal ini
adalah suhu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pada tingkat suhu
berapa gabus mampu tumbuh dengan optimal melalui analisis ekspresi IGF-1, serta
mempelajari tingkat stress yang diakibatkan oleh pengaruh suhu tersebut berdasarkan level
kortisol pada mukosa kulit.
Pernyataan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka diketahui bahwa Gabus (Channa striata)
memiliki performa pertumbuhan yang lambat, serta FCR yang tinggi (3.5) (Muntaziana et al.,
2015; Muthmainnah, 2013). Kendala tersebut akan berdampak pada menurunnya produktifitas
budidaya gabus.

Mengapa Masalah Terjadi


Pada gabus, belum diketahui pasti mengapa proses pertumbuhan terjadi dalam jangka waktu
yang panjang. Bervariasinya penyebab seperti makanan, genetik, stadia, geografi, dan
lingkungan, menjadi asumsi dasar yang sampai saat ini terus diteliti.

Faktor Penyebab Masalah


Pada penelitian ini, penulis memfokuskan titik masalah pada pengaruh lingkungan, sehingga
menyebabkan gabus mengalami pertumbuhan yang lambat. Dalam hal ini, suhu digunakan
sebagai titik tolak/variable bebas untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap
performa pertumbuhan gabus.

Bagaimana Cara Mengatasi Masalah


Suhu berpengaruh pada respon pertumbuhan ikan, dimana secara umum fase eksponensial
terjadi pada stadia juvenile. Sehingga akan dilakukan analisa dan konfirmasi bagaimana
performa pertumbuhan gabus secara transkriptomik (ekspresi igf-1) yang dipelihara pada level
suhu berbeda. Level suhu yang menunjukkan ekspresi igf-1 tertinggi dapat dijadikan acuan,
bahwa pada suhu tersebut gabus berada pada Toopt, disamping tidak menimbulkan respon stress
(level kortisol) yang signifikan setelah dipelihara selama beberapa minggu.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pada tingkat suhu berapa gabus mampu tumbuh
dengan optimal (Toopt,), melalui analisis ekspresi IGF-1, serta mempelajari tingkat stress yang
diakibatkan oleh pengaruh suhu tersebut berdasarkan level kortisol pada mukosa kulit.

Metode Penelitian
1. Waktu dan Tempat
Penelitian direncankan berlangsung selama 3 bulan, di Laboratorium Budidaya Perairan,
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2. Rancangan Penelitian
Rancangan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (Completely
Randomized Design) dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu:
 Kontrol (-) : Suhu normal perairan pada 27 - 28 oC
 Perlakuan 1 : Suhu rendah perairan pada ± 17 oC
 Perlakuan 2 : Suhu tinggi perairan pada ± 31 oC
Model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan adalah:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:

Yij : data pengamatan perlakuan pemeliharaan ikan pada suhu ke-i, ulangan ke-j
µ : nilai tengah umum
τi : pengaruh pemberian perlakuan pemeliharaan ikan pada suhu ke-i
εij : galat percobaan pada perlakuan pemeliharaan ikan pada suhu ke-i, ulangan ke-j
i : perakuan pemeliharaan ikan K-, P1, P2
J : ulangan (1,2,3,4)

3. Persiapan Media Pemeliharaan


Media pemeliharaan yang akan digunakan adalah akuarium dengan ukuran 50 x 40 x 30
cm3 sebanyak 12 unit. Sistem pengairan menggunakan resikulasi selama 24 jam, dimana
terdapat wadah filter untuk menyaring air dengan isian air akuarium di 48 l. Induksi suhu
tinggi berasal dari sistem heater, sedangkan suhu rendah berasal dari Air Conditioner
(AC). Masing-masing sistem tersebut terdapat sensor yang berperan sebagai pengatur
berdasarkan input suhu yang diinginkan, sehingga selalu dijaga supaya tetap konstan.
Penutup berbahan plastik digunakan untuk menstabilkan kondisi suhu di dalam akuarium
perlakuan. Aerasi terus dilakukan selama penelitian berlangsung.

4. Ikan Uji
Ikan uji yang digunakan adalah larva gabus berumur 7 hari dengan ukuran (*dalam gram
dan mm), sebanyak 90 ekor untuk setiap ulangan. Karena, 2 ekor/l merupakan padat tebar
terbaik untuk pemeliharaan larva gabus (Mollah et al., 2009). Ikan dimasukkan secara
langsung kedalam media pemeliharaan yang sudah dalam kondisi suhu perlakuan (**). 20
sample ikan diukur setiap 2 pekan sekali untuk mengetahui performa pertumbuhan
(panjang dan bobot) untuk setiap perlakuan (Vahira, 2019). Untuk menganalisis ekspresi
igf-1 dan level kortisol, diambil sebanyak 1 individu untuk setiap ulangan (*) setiap 2 pekan
sekali. Jika terdapat ikan yang mati, maka dihitung jumlahnya serta panjang dan bobotnya.

5. Isolasi RNA total dan sintesis cDNA


Gabus dibedah dan diambil organ hatinya untuk isolasi RNA. Prosedur masih dalam
konfirmasi lanjutan. RNA disintesis menjadi cDNA sehingga dapat disimpan dalam freezer
bersuhu -20 oC, hingga dapat digunakan pada proses PCR. Verifikasi hasil sintesis cDNA
menggunakan primer β-aktin universal (*).

6. Amplifikasi gen dan purifikasi produk PCR


Amplifikasi gen dilakukan untuk memperoleh cDNA spesifik gen IGF-1. Primer didesain
berdasarkan conserve region dari sekuen gen IGF-1 beberapa spesies ikan, menggunakan
algoritma ClultaW pada software Bioedit v-27 (*).

Pita DNA yang terbentuk merupakan produk PCR yang telah diseparasi, kemudian
dipotong dari gel agarose dan dipurifikasi (*), sehingga dapat disimpan dalam freezer pada
suhu -20 oC, sehingga selanjutnya dapat dilakukan sekuensing untuk mengetahui sekuen
spesifik gen IGF-1 gabus. Proses ini dapat dilakukan menggunkan teknologi Next
Generation Sequencing (NGS) seperti Illumina Solexa sequencing technology. Untuk
mengetahui kesamaan sekuen dengan spesies ikan lain, dapat menggunakan program
BLAST® (https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi). Sekuen yang telah diketahui dapat
dijadikan sumber penentuan primer spesifik gen IGF-1 untuk analisis ekspresi gen.

7. Ekspresi gen dari setiap sample yang diambil, dapat diamati menggunakan metode real-
time PCR (qPCR). Untuk menghitung tingkat ekspresi gen, data hasil amplifikasi diolah
berdasarkan metode comparative Ct (Livak & Schmittgen, 2011), karena tidak
membutuhkan running kurva standar. Normalisasi menggunakan house keeping gene
(HKG) yaitu β-aktin.

8. Analisis level kortisol pada mukosa kulit


Sampling mukosa kulit dilakukan dengan pemingsanan ikan terlebih dahulu. Berdasarkan
metode Guardiola et al. (2014), mukosa kulit diambil dengan mengeruk secara perlahan
kulit ikan pada bagian dorsal. Proses pengambilan mukosa dapat dilakukan sampai
mencukupi kebutuhan yang diinginkan, namun tetap pada sampel yang sama. Sampel yang
yang diperoleh, kemudian dihomogenisasi menggunakan Tris-buffered saline (TBS, 50
mM TriseHCl, pH 8.0, 150 mM NaCl). Campuran tersebut diguncangkan dengan kuat,
kemudian disentrifuse (1500 rpm, 10 menit) pada suhu 4 oC. Supernatan yang diperoleh
kemudian dibekukan pada suhu -80 oC (*) sehingga membentuk bubuk kristal. Bubuk
kristal yang terbentuk kemudian dilarutkan kedalam Milli-Q water, selanjutnya disentrifuse
(1500 rpm, 10 menit) pada suhu 4 oC. Konsentrasi protein pada sampel dapat ditentukan
berdasarkan metode perbedaan warna (Bradford, 1976), menggunakan bovine serum
albumin (BSA) sebagai stadar dan disesuaikan dengan 500 µg protein/ml mukosa kulit.
Sampel dapat disimpan pada suhu -20 oC. Konsentrasi/level kortisol dapat dianalisis
dengan menggunakan kit komersil (cortisol ELISA kit)

Keterangan symbol
* dalam konfirmasi lebih lanjut
** membutuhkan referensi

Daftar Pustaka (dalam perbaikan)


Baker, M. R., Gobush, K. S., & Vynne, C. H. (2013). Review of factors influencing stress
hormones in fish and wildlife. Journal for Nature Conservation, 21(5), 309–318.
https://doi.org/10.1016/j.jnc.2013.03.003
Baras, E., Raynaud, T., Slembrouck, J., Caruso, D., Cochet, C., & Legendre, M. (2011).
Interactions between temperature and size on the growth , size heterogeneity , mortality
and cannibalism in cultured larvae and juveniles of the Asian catfish , Pangasianodon
hypophthalmus ( Sauvage ). Aquaculture Research, 42, 260–276.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2109.2010.02619.x
Beitinger, T. L., Bennet, W. A., & McCauley, R. W. (2000). Temperature tolerances of North
American freshwater fishes exposed to dynamic changes in temperature. Environmental
Biology of Fishes, 58, 237–275. https://doi.org/10.1023/A
Boltaña, S., Sanhueza, N., Aguilar, A., Gabriel, C. G., Juan, A., Valdes, A., Soto, D., &
Quiñones, R. A. (2017). Influences of thermal environment on fish growth. Ecology and
Evolution, 7(April), 6814–6825. https://doi.org/10.1002/ece3.3239
Bradford, M. M. (1976). A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of Microgram
Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein-Dye Binding. Analytical
Biochemistry, 72(5), 248–254. https://doi.org/10.1016/j.cj.2017.04.003
Carbajal, A., Reyes-lópez, F. E., Tallo-parra, O., Lopez-bejar, M., & Tort, L. (2019).
Comparative assessment of cortisol in plasma , skin mucus and scales as a measure of
the hypothalamic-pituitary-interrenal axis activity in fi sh. Aquaculture, 506(April),
410–416. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2019.04.005
Chasanah, E., Nurilmala, M., Purnamasari, A. R., & Fithriani, D. (2015). KOMPOSISI
KIMIA , KADAR ALBUMIN DAN BIOAKTIVITAS EKSTRAK PROTEIN IKAN GABUS
( Channa striata ) ALAM DAN HASIL BUDIDAYA Chemical Composition , Albumin
Content and Bioactivity of Crude Protein Extract of Native and Cultured Channa
striata. 123–132.
Eldridge, W. H., Sweeney, B. W., & Law, J. Mac. (2015). Fish growth , physiological stress ,
and tissue condition in response to rate of temperature change during cool or warm diel
thermal cycles. Fish Aquatic, 72(May), 1–11. https://doi.org/dx.doi.org/10.1139/cjfas-
2014-0350
Faught, E., & Vijayan, M. M. (2016). Comparative Biochemistry and Physiology , Part B
Mechanisms of cortisol action in fish hepatocytes. Comparative Biochemistry and
Physiology, Part B, 199, 136–145. https://doi.org/10.1016/j.cbpb.2016.06.012
Fu, K., Fu, C., Qin, Y., Bai, Y., & Fu, S. (2018). The thermal acclimation rate varied among
physiological functions and temperature regimes in a common cyprinid fish.
Aquaculture, 495(July), 393–401. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2018.06.015
Gabillard, J., Weil, C., & Rescan, P. (2005). Does the GH / IGF system mediate the effect of
water temperature on fish growth ? A review. Cybium, 29(2), 107–117.
Guardiola, F. A., Cuesta, A., Arizcun, M., Meseguer, J., & Esteban, M. A. (2014).
Comparative skin mucus and serum humoral defence mechanisms in the teleost gilthead
seabream ( Sparus aurata ). Fish & Shell Fi Sh Immunology, 36, 545–551.
Islam, A., Uddin, H., & Uddin, J. (2019). Temperature changes in fl uenced the growth
performance and physiological functions of Thai pangas Pangasianodon hypophthalmus.
Aquaculture Reports, 13(June 2018), 100179.
https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2019.100179
Jobling, M. (1997). Temperature and growth: modulation of growth rate via temperature
change. In Global Warming (by D.G. Mc). Cambridge University Press.
https://doi.org/10.1017/cbo9780511983375.010
Johnston, I. A. (2001). Muscle Development and Growth (2nd ed.). Academic Press.
Kulczykowska, E., Kalamarz-kubiak, H., Gozdowska, M., & Soko, E. (2018). Comparative
Biochemistry and Physiology , Part A Cortisol and melatonin in the cutaneous stress
response system of fi sh. 218(October 2017), 1–7.
https://doi.org/10.1016/j.cbpa.2018.01.003
Leung, L. Y., Kwong, A. K. Y., Man, A. K. Y., & Woo, N. Y. S. (2008). Direct actions of
cortisol, thyroxine and growth hormone on IGF-I mRNA expression in sea bream
hepatocytes. Comparative Biochemistry and Physiology - A Molecular and Integrative
Physiology, 151(4), 705–710. https://doi.org/10.1016/j.cbpa.2008.08.023
Lohmus, M., Sundstrom, L. F., Bjorklund, M., & Devlin, R. H. (2010). Genotype-
Temperature Interaction in the Regulation of Development , Growth , and
Morphometrics in Wild-Type , and Growth-Hormone Transgenic Coho Salmon. PLos
ONE, 5(4). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0009980
Marino, Di Marco, Mandich, Finoia, & Cataudella. (2008). Changes in serum cortisol,
metabolites, osmotic pressure and electrolytes in response to different blood sampling
procedures in cultured sea bass (Dicentrarchus labrax L.). Journal of Applied
Ichthyology, 17(3), 115–120. https://doi.org/10.1111/j.1439-0426.2001.00284.x
Mollah, M., Mamun, M., Sarowar, M., & Roy, A. (2009). Effects of stocking density on the
growth and breeding performance of broodfish and larval growth and survival of shol,
Channa striatus (Bloch). Journal of the Bangladesh Agricultural University, 7(2), 427–
432. https://doi.org/10.3329/jbau.v7i2.4756
Mommsen, T. P., Vijayan, M. M., & Moon, T. W. (1999). Cortisol in teleost Dynamics ,
mechanisms of action , and metabolic regulation. Fish Biology and Fisheries, 9(May
2014), 211–268. https://doi.org/10.1023/A:1008924418720
Muntaziana, M. P. ., Amin, S. M. ., Rahman, M. A., Rahim, A. A., & Marimuthu, K. (2015).
Present Culture Status of the Endangered Snakehead , Channa striatus ( Bloch ,. Asian
Journal of Animal and Veterinary Advances, 8(2), 369–375.
https://doi.org/10.3923/ajava.2013.369.375
Muslim, M. (2019). Teknologi pembenihan ikan gabus (Channa striata). Jurnal Ruaya :
Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 7(2), 20–25.
https://doi.org/10.29406/jr.v7i2.1312
Muslim, M. (2007). Potensi, peluang dan tantangan budidaya ikan gabus (Channa striata) di
propinsi sumatera selatan. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum
Indonesia IV, May, 7–12.
Muthmainnah, D. (2013). Growout of Striped Snakehead (Channa Striata) in Swamp Water
System Using Fences and Cages. In IPCBEE (Ed.), 4th International Conference on
Biology, Environment and Chemistry (Vol. 58, Issue 1, pp. 52–55). IACSIT Press.
https://doi.org/10.7763/IPCBEE
Pankhurst, N. (2011). The endocrinology of stress in fish : An environmental perspective.
General and Comparative Endocrinology, 7(17), 1–26.
https://doi.org/doi.org/10.1016/j.ygcen.2010.07.017
Philip, A. M., & Vijayan, M. M. (2015). Stress-immune-growth interactions: Cortisol
modulates suppressors of cytokine signaling and JAK/STAT pathway in rainbow trout
liver. PLoS ONE, 10(6), 1–18. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0129299
Pierce, A L, Fukada, H., & Dickhoff, W. W. (2005). Metabolic hormones modulate the effect
of growth hormone (GH) on insulin-like growth factor-I (IGF-I) mRNA level in primary
culture of salmon hepatocytes. Journal of Endocrinology, 184(2), 341–349.
https://doi.org/10.1677/joe.1.05892
Pierce, Andrew L., Breves, J. P., Moriyama, S., Hirano, T., & Grau, E. G. (2011). Differential
regulation of Igf1 and Igf2 mRNA levels in tilapia hepatocytes: Effects of insulin and
cortisol on GH sensitivity. Journal of Endocrinology, 211(2), 201–210.
https://doi.org/10.1530/JOE-10-0456
Porchas, M. M., Cordova, L. R., & Enriquez, R. R. (2009). Cortisol and Glucose : Reliable
indicators of fish stress ? Aquatic Sciences, 4(2), 158–178.
Reinecke, M. (2018). Influences of the environment on the endocrine and paracrine fish
growth hormone-insulin-like growth factor-I system Influences of the environment on the
endocrine and paracrine fish growth hormone – insulin-like growth factor-I system.
January. https://doi.org/10.1111/j.1095-8649.2010.02605.x
Romadhoni, A. R., Afrianto, E., Pratama, R. I., & Grandiosa, R. (2016). Extraction of
Snakehead Fish [Ophiocephalus Striatus (Bloch, 1793)] into Fish Protein Concentrate as
Albumin Source Using Various Solvent. Aquatic Procedia, 7, 4–11.
https://doi.org/10.1016/j.aqpro.2016.07.001
Schreck, C. B., & Tort, L. (2016). The Concept of Stress in Fish. In Fish Physiology -
Biology of Stress in Fish (A. P. F. and C. J. Brauner (ed.); eds. C. B.). Academic Press.
Sun, L., & Chen, H. (2014). Effects of water temperature and fi sh size on growth and
bioenergetics of cobia ( Rachycentron canadum ). Aquaculture, 426–427, 172–180.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2014.02.001
Teles, M., Soares, A. M. V. M., Tort, L., Guimarães, L., & Oliveira, M. (2017). Science of
the Total Environment Linking cortisol response with gene expression in fi sh exposed
to gold nanoparticles. Science of the Total Environment, 153(1), 1–8.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2017.01.153
Zhang, Y., Sun, Z., Wang, A., Ye, C., & Zhu, X. (2017). Effects of dietary protein and lipid
levels on growth , body and plasma biochemical composition and selective gene
expression in liver of hybrid snakehead ( Channa maculata ♀ × Channa argus ♂ ) fi
ngerlings. Aquaculture, 468, 1–9. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2016.09.052

Anda mungkin juga menyukai