Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN RESPONSE TIME TEAM CODE BLUE TERHADAP TINGKAT


HARAPAN HIDUP PASIEN CARDIAC ARREST DI RS PMI BOGOR

Oleh :
MEIKA SAFARI
08200100050

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
JAKARTA
2021

1
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI

HUBUNGAN RESPONSE TIME TEAM CODE BLUE TERHADAP TINGKAT


HARAPAN HIDUP PASIEN CARDIAC ARREST DI RS PMI BOGOR

Oleh:

Nama : Meika Safari

NPM : 08200100050

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam

Sidang Proposal/Hasil Program Studi Sarjana Keperawatan

Departemen Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilimu Kesehatan Indonesia Maju

Jakarta, Agustus 2021

Menyetujui,

Pembimbing Tugas Akhir

Ns. Bambang Suryadi, S.Kep., M.Kes

i
HALAMAN PENGESAHAN

Menerangkan Skripsi dengan Judul:

HUBUNGAN RESPONSE TIME TEAM CODE BLUE TERHADAP TINGKAT


HARAPAN HIDUP PASIEN CARDIAC ARREST DI RS PMI BOGOR

Oleh:

Nama : Meika Safari

NPM : 08200100050

Telah diuji Tim Penguji dan diterima sebagai bagian dari

Persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh

Gelar sarjana S1 Keperawatan

Jakarta, Agustus 2021

Mengesahkan,

Pembimbing, Penguji,

(Ns. Bambang Suryadi, S.Kep., M.Kes) ( )

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Sarjana Keperawatan

ii
( )

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Riset yang berjudul “HUBUNGAN RESPON
TIME TIM CODE BLUE TERHADAP TINGKAT HARAPAN HIDUP PASIEN
CARDIAC ARREST’

Penyelesaian Riset ini penulis banyak sekali bantuan, bimbingan, saran, keterangan dan
data -data baik secara tertulis maupun tidak tetulis, maka pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. dr. Djoko Setionegor, SpA, selaku Direktur Utama RS PMI Bogor


2. Dr. dr. haffizzurachman MPH, selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju
3. Ns. Eka Rokhmiati, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju
4. Ns. Bambang Suryadi, S.Kep, M.Kes sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran yang membangun
5. Rekan – rekan mahasiswa / mahasiswi seperjuangan

Penulis menyadari bahwa Riset ini masih jauh dari sempurna dan banyak sekali
kekurangan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran, masukan, dan kritikan
yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan. Semoga Riset ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam bidang ilmu keperawatan.

Jakarta, Agustus 2021

Meika Safari

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Road Map Penelitian.................................................................................3
C. Urgensi Penelitian......................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................6
A. Konsep Dasar.............................................................................................6
1. Response Time...........................................................................................6
2. Harapan Hidup..........................................................................................8
B. Kerangka teori.........................................................................................10
C. Kerangka Konsep....................................................................................11
D. Hipotesis...................................................................................................11
BAB III...........................................................................................................................13
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN................................................................13
A. Tujuan Penelitian....................................................................................13
1. Tujuan Umum..........................................................................................13
2. Tujuan Khusus.........................................................................................13
B. Manfaat Penelitian..................................................................................13
1. Bagi Rumah Sakit PMI Bogor................................................................13
2. Bagi Peneliti.............................................................................................13
3. Bagi Institusi Pendidikan (STIKIM).....................................................13
4. Bagi Peneliti Selanjutnya........................................................................14
BAB IV...........................................................................................................................15
METODE PENELITIAN.............................................................................................15
A. Jenis Penelitian........................................................................................15
B. Prosedur Penelitian dan Tahapan Penelitian.......................................15

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular, penyakit infeksi dan kanker masih menjadi
penyakit dengan peringkat teratas penyebab utama kematian didunia. Penyebab
terbesar dari cardiac arrest (henti jantung) adalah penyakit jantung koroner.
Cardiac arrest merupakan penyebab utama kematian di dunia. Kasus kematian
karena penyakit jantung koroner meningkat 15% secara global antara tahun
2010 sampai dengan 2020. Diperoleh data dari American Heart Association
(AHA), di Amerika terdapat lebih dari 200.000 kasus henti jantung di rumah
sakit atau In-Hospital Cardiac Arrest (IHCA) per tahunnya, dengan tingkat
kelangsungan hidup bervariasi di setiap rumah sakit, mulai dari 0 sampai 36,2%.
Di negara berkembang angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit
jantung koroner sekitar 25%. Salah satu diantaranya berada di Asia Tenggara.
Kematian akibat penyakit jantung koroner menjadi penyakit yang mematikan di
kawasan Asia Tenggara salah satu negaranya adalah Indonesia dengan
pencapaian angka 1,8 juta kasus pada tahun 2014 (WHO, 2017). Angka kasus
penyakit jantung menurut data yang di peroleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI) berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang
berusia dibawah 35 tahun dan per tahunnya mencapai sekitar 300.000-350.000
kejadian. Riskesdas tahun 2018 menunjukkan, prevalensi di Indonesia untuk
penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Setidaknya, 15 dari 1000 atau kurang lebih 2.784.064 masyarakat di Indonesia
menderita penyakit jantung. Berdasarkan perolehan data tersebut, angka
tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Utara (2,2%) dan terendah di Provinsi
NTT (0,7%). Berdasarkan perolehan data tersebut provinsi Jawa Barat
menempati peringkat ke sembilan setelah Kalimantan Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Aceh.
Di rumah sakit PMI Bogor diperoleh data pasien penyakit jantung yang dirawat

1
di ruang ICCU pada bulan Mei 2021 sebesar 78,57%, bulan Juni 2021 sebesar
81,25%, dan bulan Juli 2021 sebesar 77,77%.
Kejadian henti jantung adalah suatu kasus gawat darurat yang
membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dari tim medis atau masyarakat
umum yang terlatih. (Dame RB et al, 2018). Persentasi pasien untuk bisa
bertahan hidup berkurang sekitar 10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa
RJP dan defibrilasi. (Aminuddin, 2013). Manakala seseorang mengalami
cardiac arrest maka dapat menyebabkan kematian permanen dan kematian otak
dalam kurun waktu 8 sampai 10 menit. Fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel,
aktifitas listrik tanpa nadi, dan asistol menjadi penyebab terjadinya cardiac
arrest (Kasron, 2012).
Menurut UU RI No 44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa
kode pelayanan kedaruratan medis rumah sakit (Hospital Emergency Code)
sangat diperlukan diseluruh rumah sakit dengan tujuan untuk memberikan
laporan secara cepat kepada tim medis yang sedang bertugas sehingga dapat
memberikan pertolongan dengan respon time yang cepat. Code blue adalah
suatu kode yang menandakan adanya seorang pasien yang mengalami cardiac
arrest dan mengalami henti nafas secara mendadak sehingga dapat mengancam
nyawa pasien di suatu rumah sakit (Price et al., 2012). Cardiac arrest bisa
dipulihkan apabila dilakukan tindakan secepat mungkin oleh tim medis khusus
dengan melakukan resusitasi jantung paru (basic life support) dan defibrilasi
untuk mengembalikan denyut jantung menjadi normal kembali (ENA, 2013).
Hal ini yang menyebabkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam penanganan
henti jantung yang lebih dikenal dikenal dengan sebutan tim code blue.
Tim code blue berbeda dengan tim medis yang lain karena bertujuan
untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat, benar dan sesegera mungkin
mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya
kematian otak permanen (DeVita et al., 2004). Penanganan secara tim
memungkinkan berbagai anggota dengan berbeda keterampilan dan dapat
memberikan kontribusi dalam penyelamatan pasien (Price et al., 2012). Agar tim
code blue dapat mencapai hal ini, mereka harus terorganisir, mahir dengan
pengetahuan, keterampilan serta efektif dalam berkomunikasi agar tercapai
sistem kerja yang baik antar tim. Tim code blue terdiri dari tenaga medis dan

2
paramedis ataupun petugas lain yang sudah terlatih dan mempuyai pengalaman
yang cukup dimana tim ini sudah diatur dengan tugas masing-masing (ENA,
2013). Melihat dari hasil beberapa penelitian menyimpulkan code blue efektif
untuk meningkatkan angka ROSC (Risalti, 2018). Pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan yang dimiliki oleh tim code blue akan berpengaruh langsung
dengan apa yang telah dilakukan berupa outcome. Outcome adalah hasil respon
partisipan terhadap pelayanan yang diberikan dalam suatu program/prosedur
yang sudah ditetapkan sehingga didapatkan hasil sesuai dengan apa yang telah
dikerjakan (Kenward et al., 2004).
Sistem penanganan pasien dengan kasus serangan jantung (Cardiac
Arrest) dan gagal nafas (Respiratory Arrest) di ruang rawat inap RS PMI Bogor
yang dikenal dengan sebutan tim code blue, sudah mulai dibentuk sejak tahun
2016 sampai sekarang. Berdasarkan data dari rekam medis RS PMI Bogor
antara bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2021 didapatkan panggilan code
blue untuk rawat inap berjumlah 38 pasien

B.  Road Map Penelitian


Kecepatan dalam memberikan pertolongan kepada penderita gawat
darurat baik dalam keadaan sehari – hari atau sewaktu bencana merupakan salah
satu parameter keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat.
Keberhasilan Response time juga sangat berpengaruh pada kualitas pemberian
pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat
kejadian, dalam perjalanan hingga sampai di rumah sakit (Haryatun &
Sudaryanto, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sahin (2014) pada kasus
pengangana code blue didapatkan bahwa dari 139 total panggilan code blue
tercatat waktu kedatangan tim untuk kasus code blue berkisar antara 1 sampai
dengan 5 menit. Waktu tanggap 1 menit tercatat sebanyak 56,8% dari kasus, 2
menit tercatat sebanyak 30,9% dari kasus, 3 menit sebanyak 11,5% dari kasus,
dan 5 menit sebanyak 0,7% dari kasus.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Al Afik (2017) di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta periode November 2015 - Juli. 2017, didapatkan
data rata-rata respon time yang dilakukan oleh tim code blue dalam penanganan

3
emergency call adalah 6,09 menit dan kelangsungan hidup pasien setelah
mendapatkan manajemen tim code blue adalah 82,4% meninggal duni dan
17,6% dirawat di ruang intensif. Hasil uji spearmen menunjukkan bahwa ada
hubungan antara waktu tanggap dengan kelangsungan hidup pasien yang
mendapat penanganan kegawatdaruratan oleh tim code blue. Kesimpulan
penelitian, respon time yang dianjurkan yaitu empat menit, pasien harus sudah
mendapat tindakan CPR. Setelah itu dalam delapan menit harus sudah mendapat
pengobatan definitif dan intervensi penunjang lainnya yang meningkatkan angka
kelangsungan hidup pasien. Peningkatan waktu respon satu menit diperkirakan
meningkatkan kelangsungan hidup pasien sebesar 24%. Waktu respon dalam
empat menit terkait dengan peningkatan Kembalinya Sirkulasi Spontan (ROSC).
Semakin cepat pasien mendapat pertolongan, angka kematian akan semakin
menurun

C. Urgensi Penelitian
Morano C (2017) menerangkan dalam proses asuhan keperawatan ketika
seorang perawat mengetahui adanya kejadian cardiac arrest pada pasien sering
ditemukannya kendala-kendala yang muncul, dijelaskan juga bahwa tingkat
kewaspadaan dan keyakinan staf ketika menemui pasien dalam kondisi cardiac
arrest dan sikap segera menolong untuk melakukan tindakan memiliki dampak
yang besar untuk mencapai outcome yang diinginkan. Tersedianya fasilitas yang
memadai dan berfungsi dengan baik terkait dengan adanya sistem code blue
mejadi salah satu indikator keberhasilan dalam menolong pasien cardiac arrest
Perawat atau bidan sebagai orang pertama yang menemukan pasien
dalam kondisi cardiac arrest dirumah sakit harus bisa melakukan CPR secara
baik dan benar karena akan berpengaruh terhadap hasil yang didapat (DeVita et
al., 2004). Keberadaan tenaga inilah yang selama ini menjadi masalah karena
tidak semua tim medis bisa melakukan tindakan kegawat daruratan pada pasien
cardiac arrest. Bahkan di rumah sakit yang banyak terdapat tenaga medis yang
sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan penyelamatan
hidup akan tetapi belum dapat mengaplikasikan secara maksimal keterampilan
yang dimiliki ketika berada dalam sebuah tim resusitasi, sehingga untuk

4
melaksanakan bantuan hidup dasar menunggu tim code blue tiba di tempat
kejadian.
Diperoleh data rekam medis RS PMI Bogor pada bulan Mei sampai
dengan bulan Juli 2021 didapatkan pasien dengan cardiac arrest dirawat inap
dan dilakukan tindakan code blue berjumlah 27 pasien, dengan respon time
kurang dari lima menit sebanyak 56% dengan tingkat keberhasilan 48%. Hal ini
membuktikan masih tingginya angka kejadian kematian akibat cardiac arrest
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang hubungan respon time terhadap angka harapan hidup pasien cardiac
arrest di RS PMI BOGOR

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Response Time
a. Pengertian
Response time adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan akses pelayanan kegawatdaruratan dengan cepat dan
tepat dengan mutu pelayanan yang terjamin sebagai upaya menurunkan
angka kematian dan kecacatan (SPGDT, 2016).
Respon time merupakan kecepatan waktu penanganan yang
dimulai dari permulaan pasien mengalami suatu kejadian
kegawatdaruratan sampai pasien mendapatkan respon dari petugas dan
diberikan tindakan. Respon time bagi pasien yang mengalami henti
jantung yaitu ≤ 5 menit, sedangkan bagi pasien dengan kasus
kegawatan medis yaitu ≤ 10 menit (Kemenkes RI, 2015)

b. Waktu tanggap dalam pelayanan gawat darurat


Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan penderita
gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang
memadai baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Pasien yang tidak mendapat pertolongan kegawatdaruratan dengan
segera dapat terjadi kematian, kecacatan ataupun kerusakan organ-
organ. Terjadinya kasus pasien meninggal disebabkan oleh
keterlambatan dalam penanganan primer (Mohammadi, 2015).
Respon time pada sistem realtime yaitu waktu dari saat kejadian
kegawatdaruratan sampai instruksi pertama rutin layanan dieksekusi,
disebut juga dengan event response time. Sasarannya adalah
meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan pelayanan pertama
kegawatdaruratan (emergency response time rate), dapat dihitung
dengan hitungan menit dan dipengaruhi oleh berbagai hal, salah

6
satunya yaitu jumlah tenaga. Dikatakan tepat waktu atau tidak
terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata
standar yang ada (Firmansyah, 2013)

c. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Response time


Kecepatan dan ketepatan dalam penanganan pasien gawat darurat
memerlukan standar pelayanan yang sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan sehingga dapat menjamin pelayanan dengan respon time
yang cepat dan tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan managemen rumah sakit
sesuai standar (Taryono, 2018).
American College of Emergency Physician (2008) dalam
Medscape (2020) menuliskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi respon time dalam penanganan kegawatdaruratan yaitu
kondisi yang tidak terprediksi, baik keadaan pasien maupun jumlah
pasien yang dirawat inap, keterbatasan sumber daya manusia, waktu,
serta adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi
kesehatan yang bekerja di ruang perawatan.
Menurut Duncan &McMullan (2012) beberapa faktor yang
mempengaruhi respon time perawat dalam pelayanan
kegawatdaruratan yaitu keterampilan perawat dan beban kerja perawat,
juga usia, jenis kelamin, lama kerja, latar belakang pendidikan dan
pengetahuan

d. Prosedur Pengukuran Response Time


Pengukuran sebuah standar pelayanan dapat dievaluasi dari
waktu ke waktu dan dipakai sebagai tolak ukur prestasi terhadap
perubahan dari standar yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
memperhatikan hubungan kerjasama para pelaksana pelayanan dari
tenaga kesehatan dan tenaga lain yang bekerja di rumah sakit.
Kecepatan pelayanan merupakan indikator standar pelayanan mutu
rumah sakit dalam pengukuran respon time demi terselenggaranya
pelayanan yang cepat, responsive dan mampu menyelamatkan pasien

7
gawat darurat, dengan memperhatikan keselamatan pasien dan
keefektifan pelayanan rumah sakit (Doyle, 2015).

Prosedur pengukuran respon time dalam penelitian yang


dilakukan oleh Eko Widodo (2015) dengan cara observasi yaitu teknik
pengumpulan data dimana data tidak hanya diukur dari sikap
responden (angket dan wawancara) namun juga dapat digunakan
merekam berbagai situasi dan kondisi. Dalam prosedur ini, untuk
menghitung waktu yang dibutuhkan perawat pertama kali saat
menemukan penurunan kondisi pasien di ruang rawat inap hingga
melakukan tindakan awal dengan menggunakan stopwatch (arloji).
Cara menghitung waktu tanggap seorang petugas kesehatan pada
pasien yang mengalami henti jantung dengan respon time maksimal 5
menit yaitu dimulai saat perawat menemukan bahwa nadi karotis
pasien tidak teraba, memanggil tim code blue, melakukan RJP dengan
high quality sampai tim code blue tiba di lokasi kejadian. Tujuan dari
respon time adalah terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsive
dan mampu menyelamatkan pasien gawat darurat yang membutuhkan
pertolongan (Rose, 2012)

2. Harapan Hidup
a. Pengertian
Harapan hidup adalah perkiraan lama hidup seseorang. Snyder
mengatakan harapan hidup adalah kemampuan seseorang individu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan disertai dengan motivasi yang
dimiliki untuk mencapai harapan hidup tersebut. Harapan merupakan
motivator, semua orang membutuhkan harapan dalam hidup untuk
terus melanjutkan hidupnya. Meskipun jumlah umur ditentukan oleh
sang pencipta Allah SWT., tetapi manusia wajib memilihara dirinya
sehingga harapan hidupnya semakin Panjang.
Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan salah satu parameter
yang dipakai untuk menilai derajat kesehatan penduduk atas
keberhasilan program pemerintah. Badan Pusat Statistik menjelaskan

8
yang dimaksud angka harapan hidup yaitu menggambarkan ratarata
tahun hidup seseorang yang akan dijalani dan telah berhasil mencapai
umur yang telah ditetapkan, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi
mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan
hidup merupakan perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.

b. Hubungan Response time team Code Blue terhadap tingat harapan


hidup pasien Cardiac Arrest.
Dalam menangani pasien gawat darurat mempunyai teori yaitu
Time Saving is Life Saving, yang mengandung arti seluruh tindakan
yang dilakukan di ruang gawat darurat harus benar-benar efektif dan
efisien, semakin cepat tindakan kita dalam penanganan semakin besar
pula kesempatan kita untuk menyelamatkan nyawa seseorang, dalam
hitungan menit saja pasien dapat kehilangan nyawa, berhenti nafas 2-3
menit dapat mengakibatkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009
dalam Surtiningsih et al, 2016).
Waktu tanggap atau response time harus dipergunakan oleh
perawat dan dokter untuk memenuhi prosedur utama dalam
penanganan kasus gawat darurat. Yang termasuk penangan gawat
darurat, termasuk tindakan yang disebut tindakan ABCD (Airway,
Breathing, Circulation dan Disability). Tindakan ABCD harus
dilakukan dengan cepat dan tepat, karena ketika rentang waktu tanggap
semakin lama maka peluang untuk menyelamatkan pasien akan
semakin kecil terutama pada pasien dengan masalah Airway, Breathing
dan Circulation. Perawat harus selalu dalam kondisi siap siaga dalam
segala kondisi, salah satunya adalah menghadapi kejadian cardiac
arrest.
Cardiac arrest merupakan penyakit yang dapat terjadi secara
tiba-tiba dan memerlukan penanganan yang cepat dan tepat dengan
bantuan hidup dasar. Tingkat keberhasilan BHD sangat
terpengaruholeh beberapa faktor. Salah satunya adalah “Response
Time”. Dalam menangani kondisi henti jantung, beberapa menit di

9
awal adalah masa emas yang dapat menentukan tingkat keberhasilan
dalam melakukan BHD. Berdasarkan Guidelines AHA 2015,
disebutkan semakin cepat kita melakukan tindakan BHD maka angka
keberhasilan penanganan cardiac arrest akan semakin tinggi.
Keterlambatan waktu 1 menit memiliki angka keberhasilan 98%,
keterlambatan waktu 3 menit memiliki angka keberhasilan 50% dan
keterlambatan waktu 10 menit memiliki angka keberhasilan 1%.
Parameter keberhasilan penanganan medik gawat darurat, salah
satunya adalah kecepatan dalam memberikan pertolongan kepada
pasien. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Naser et al (2015)
kepada 40 orang perawat di RSUP Prof. DR. R.D Kandou Manado
mengatakan sebagian besar response time perawat lambat, berjumlah
25 orang (62%), hasil penelitian lain response time perawat > 5 menit
sebanyak 17 perawat (56.7%) dari 30 perawat yang diteliti (Maatilu et
al, 2014).

B. Kerangka teori

Code Blue
1. Sistem peringatan
2. Penanganan Gawat Darurat

Sistem peringatan Penangan Gawat Darurat


1. Hospital Alert 1. Airway
2. Breathing
3. Resituasi Jantung Paru
Response Time

Outcome
1. ROSC
2. Meninggal.

10
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep –
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian – penelitian yang akan
dilakukan (Sugiyono, 2012).
Kerangka konsep adalah penjelasan tentang konsep – konsep yang
terkandung didalam teori yang akan digunakan untuk mengistilahkan unsur –
unsur yang terkandung didalam fenomena yang akan diteliti (Dharma, 2015).
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel
independent yakni response time team code blue dan variabel dependen tingkat
harapan hidup pasien cardiac arrest. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat
pada gambar berikut.

Variabel independen Variabel dependen

Angka
response time team code blue harapan hidup
pasien cardiac
arrest
D. Hipotesis
Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yangdiberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono,2011).

Berdasarkan kategori rumusannya, hipotesis penelitian dapat dibedakan menjadi


2, yaitu.:
1. Hipotesis Nol (Ho)
Sering disebut hipotesis statitik, karena biasanya dipakai dalam penelitian
yang bersifat statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan

11
antara dua variabel atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel
Y (Sugiyono, 2011).

Hipotesis nol (Ho) :


a. Tidak ada hubungan antara respon time team code blue terhadap
tingkat harapan hidup pasien cardiac arrest di RS PMI Bogor.

2. Hipotesis kerja (Ha) sering disebut hipotesis alternative, yang menyatakan


adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y atau adanya perbedaan
antara dua kelompok (Sugiyono, 2011).
a. Ada hubungan antara respon time team code blue terhadap tingkat
harapan hidup pasien cardiac arrest di RS PMI Bogor.

12
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisa hubungan response time team code blue terhadap
tingkat harapan hidup pasien cardiac arrest di RS PMI Bogor.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran tentang response time team code blue di RS PMI
Bogor
b. Dietahui gmbaran tingkat harapan hidup pasien cardiac arrest di RS PMI
Bogor.
c. Diketahui hubungan response time team code blue terhadap tingkat
harapan hidup pasien cardiac arrest di RS PMI Bogor.

B. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit PMI Bogor
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat mempertahankan atau
meningkatkan Respon Time team code blue.

2. Bagi Peneliti
a. Peneliti dapat menganalisa mengenai hubungan response time team code
blue terhadap angka harapan hidup pasien cardiac arrest.

3. Bagi Institusi Pendidikan (STIKIM)


Diharapkan hasil yang didapat dalam penelitian ini dapat memberikan
informasi tambahan, khususnya mahasiswa keperawatan mengenai hubungan
real time tim code blue terhadap angkaharapan hidup pasien cardiac arrest.

13
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti
lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama dan variable
yang berbeda.

14
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Berpijak pada masalah dan tujuan yang telah dirumuskan, maka dalam
penelitian ini digunakan metode Analisis Korelasi. Analisis Korelasi yakni studi
yang membahas tentang derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif,
dinamakan koefisien korelasi.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah variabel response
time team code blue (X) sebagai variabel independen dan tingkat harapan hidup
pasien cardiac arrest (Y) sebagai variabel dependent.

B. Prosedur Penelitian dan Tahapan Penelitian


1. Alur penelitian

Persetujuan Judul Oleh Pembimbing

Izin Penelitian ke Instansi Terkait

Penetapan Waktu Penelitian

Pengambilan Data (Data Sekunder)

Penetapan Sampel (Kriteria inklusi & eksklusi)

Pengolahan dan Analisa Data

Hasil Dan Pembahasan

Kesimpulan

15
2. Tempat dan waktu Penelitian
a. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di RS PMI Bogor
b. Waktu penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari – Juli 2021
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
kejadian Code Blue di RS PMI BOGOR
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti atau Sebagian dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2015). Pengambilan
sample dilakukan dengan cara memilah kejadian Code blue dengan
kasus Cardiac Arrest di RS PMI Bogor.

4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


a. Kriteria Inklusi
Merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi agar subjek dapat
diikutsertakan (Sugiyono, 2013)
1) Kejadian Code Blue terjadi di ruang rawat inap dewasa RS PMI
Bogor

b. Kriteria Ekslusi
Merupakan keadaan yang menyebabkan subjek penelitian tidak dapat
diikutsertakan dalam penelitian karena menganggu pengukuran
interpretasi, menganggu dalam pelaksanaan, hambatan etis dan subjek
menolak untuk berpartisipasi (Sugiyono, 2013).
1) Pasien dengan Do not Attempt Resuscitation (DNAR)
2) Kejadian Code Blue terjadi di ruang IGD, ICU, ICCU, HCU,
OK RS PMI Bogor.

16
5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
a. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel, yaitu:
1) Response time tim Code Blue di RS PMI Bogor dalam
menanggapi kejadian Code Blue
2) Tingkat keberhasilan pelaksanaan Code Blue dalam menangani
pasien cardiac arrest di RS PMI Bogor.
b. Definisi operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang membatasi ruang
lingkup atau pengertian dari variabel-variabel yang diamati atau diteliti
(Notoatmodjo, 2012).
1) Response time tim Code Blue di RS PMI Bogor dalam
menanggapi kejadian Code Blue
Response time merupakan waktu dari penanggapan kejadian
Code Blue yang dimulai dari berbunyinya alarm Code Blue
hingga Code Blue Tim datang ke tempat kejadian Code Blue
dan melakukan penanganan kegawat daruratan.

Kriteria objektif :

a) Tepat : Dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat


apabila waktu tanggap ≤ 5 menit
b) Terlambat : Dikatakan terlambat apabila waktu tanggap
> 5 menit

2) Tingkat keberhasilan dan Outcome Pelaksanaan Code Blue


Tingkat keberhasilan dan Outcome pelaksanaan Code Blue
merupakan hasil yang didapatkan dan tingkat kesuksekan
pelaksanaan Code Blue dilihat dari bagaimana keadaan pasien
setelah mendapatkan penanganan yang cepat dan efisien dari
Code Blue tim.

17
Kriteria objektif :

a) Berhasil : apabila pasien yang mendapatkan penanganan


Code Blue berhasil diselamatkan, pasien Code Blue
meninggal dunia sebelum mendapatkan penanganan dari
Code Blue Tim dengan waktu tanggap tepat.
b) Tidak berhasil : apabila pasien tidak dapat diselamatkan
setelah mendapat penanganan dari Code Blue Team.

6. Tehnik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan
data. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar dapat
memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2007). Dalam melakukan
pengumpulan data, data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh melalui penelusuran dokumen tentang pelaksanaan Code
Blue di RS PMI Bogor.

7. Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan
data agar Analisa yang dihasilkan memberikan informasi yang benar.
Adapun tahapan pengolahan data sebagai berikut.:
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa Kembali kebenaran data yang
diperoleh. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
data telah terkumpul.

b. Coding
Setelah penyuntingan dilakukan pengkodean atau coding, yaitu
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan sehingga data yang diperoleh dapat disederhanakan.

18
Pengkodean dilakukan dengan maksud untuk memudahkan proses
pengolahan data

c. Prosesing
Pemprosesan data atau pengolahan data pada penelitian ini dimulai
dengan tabulating skor atau melakukan entry data kasar. Data yang
sudah dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer.
Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk
memasukkan data penelitian adalah SPSS for Windows. Tujuan
dilakukan tabulasi data ini adalah memastikan kesiapan data dengan
tepat sebelum di entry data kedalam program komputer.

d. Cleaning
Apabila semua data telah dimasukkan, maka perlu dicek kembali untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.

8. Analisa bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan


karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa ini akan menghasilkan
distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti. Pada penelitian ini
analisa bivariat digunakan untuk mendeskripsikan hubungan Response time
tim Code Blue terhadap tingkat harapan hidup pasien Cardiac Arrest di RS
PMI Bogor

9. Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika untuk setiap kegiatan yang
melibatkan antara pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat
yang memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut. Penelitian
kesehatan yang mengikutsertakan subyek manusia harus mengedepankan
aspek etik karena manusia mempunyai hak asasi (Notoatmodjo, 2012).
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan masalah etika
penelitian yang meliputi.:

19
20
a. Prinsip beneficence
RJP adalah pemulihan kesehatan dan fungsi-fungsinya serta
meringankan rasa sakit dan penderitaan. Jarang sekali pasien bertahan
hidup setelah dilakukan RJP ketika henti jantung yang timbul
disebabkan oleh penyakit selain jantung atau disfungsi organ. Harapan
hidup pasien setelah dilakukan tindakan RJP sangat buruk (Maharjan
RK, 2014).

b. Prinsip Non Maleficence (Do No Harm)


Biasanya digambarkan oleh tingkat kerusakan otak berkaitan dengan
tindakan RJP. Pada salah satu penelitian, 55 dari 60 anak meninggal
karena pemberian RJP yang berkepanjangan; lima lainnya bertahan
hidup pada kondisi coma persistent atau status vegetative di rumah
sakit. Banyak pasien dengan disabilitas berat yang diikuti dengan
kerusakan otak berada dalam kondisi yang sama dengan kematian. RJP
menjadi berbahaya dan bersifat merusak ketika risiko kerusakan otak
relatif tinggi. Oleh karena gangguan aliran darah ke otak atau ke
jantung dapat menyebabkan kerusakan berat, (Maharjan RK, 2014)

c. Prinsip Otonomi
Pasien harus dihormati secara etik dan di sebagian besar negara
dihormati secara legal. Otonomi pasien mencakup dua aspek - pertama,
hak untuk meminta perawatan dan kedua, hak untuk menolak
perawatan seperti do not ressucite (DNR). Mengenai hak untuk
meminta perawatan meskipun sia-sia, misalkan pasien yang tidak setuju
dengan DNR, maka harus dilakukan prosedur yang adil. Akan tetapi hal
itu membutuhkan kemampuan komunikasi seorang pasien untuk dapat
menyetujui atau menolak tindakan medis termasuk RJP. Di Amerika
Serikat, pasien dewasa dianggap memiliki kapasitas dalam mengambil
keputusan kecuali jika pengadilan telah menyatakan bahwa mereka
tidak kompeten untuk membuat keputusan tindakan medis sedangkan di
negara lain keputusan pengadilan tidak diperlukan untuk

21
penderitapenderita dengan incompetency seperti pada penderita
penyakit jiwa. (Maharjan RK, 2014)

d. Prinsip keadilan/Justice
lebih spesifik dipahami sebagai keadilan distributif, membutuhkan
bahwa dengan sumber daya yang terbatas, keputusan alokasi harus
dibuat secara adil, dan bahwa manfaat dan beban didistribusikan secara
adil . Prinsip keadilan yang menciptakan hak untuk menerima sesuatu
dan menyeimbangkan tujuan sosial juga memerhatikan kebutuhan
masyarakat yang lebih besar. Melalui keadilan, keadilan akan dan
memastikan kesempatan yang sama untuk perawatan bagi semua pihak.
Di resusitasi kardiopulmoner, keputusan dari perspektif keadilan
terutama bergantung pada definisi 'kesia-siaan medis' atau “medical
futulity’. (Maharjan RK, 2014)

22

Anda mungkin juga menyukai