Anda di halaman 1dari 53

ANALISIS PENGARUH KINERJA KARYAWAN, KUALITAS

PELAYANAN KESEHATAN, dan FASILITAS TERHADAP

KEPUASAAN PASIEN di RS XXX PADA MASA PANDEMI

COVID-19

PROPOSAL TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Manajemen

Bisusun Oleh:

Bunga Tri Amanda

NIM 202010053

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

BEKASI 2021
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN...........................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iii

ABSTRAK..............................................................................................................iv

ABSTRACT ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR............................................................................................vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN........... ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Landasan Teori ................................................................................................ 6

2.1.1 Teori Kualitas Kinerja Karyawan ...................................................... 6


2.1.2 Teori Kualitas Pelayanan Kesehatan..............................................10

2.1.3 Teori Kepuasan Pasien ....................................................................... 19

2.3 Hipotesis .................................................................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 28

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................. 28

3.2 Tempat dan WaktuPenelitian ................................................................... 28

3.3 Kerangka Konsep...................................................................................27.......

3.3.1 Desain Penelitian................................................................................281

3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian.......................................28

3.4 Populasi dan Pengambilan Sampel ......................................................... 32

3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 32

3.6 Metode Analisis Data .................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA 41
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di akhir tahun 2019, sederet kasus pneumonia yang tidak diketahui

penyebabnya muncul di Wuhan (Hubei, China). Beberapa minggu kemudian,

pada Januari 2020 teridentifikasi virus baru yang mengakibatkan sindrome

pernapasan akut parah yaitu Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) sebagai agen

penyebab dari cluster pneumonia yang diamati di Wuhan. Pada 11 Februari

2020, Ketua dari World Health Organization (WHO), dr.Tedros Adhanom

Ghebreyesus, menyebutkan bahwa penyakit yang ditimbulkan oleh

SARS-CoV-2 sebagai “COVID-19” (Corona Virus Disease 2019) dan pada 11

Maret 2020 ketika jumlah negara yang terinfeksi adalah 114 dengan lebih dari

118.000 kasus dan lebih dari 4000 kematian, sehingga WHO menyatakan

status sebagai pandemi.

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan virus RNA dengan

tampilan khas seperti mahkota di bawah mikropkop elektron karena adanya

lonjakan glikoprotein pada amplopnya. Ini bukan pertama kalinya virus

corona yang menyebabkan epidemi menjadi ancaman kesehatan global yang

signifikan. Sebelumnya, pada November 2019, wabah Coronavirus (CoV)

dengan sindrom pernapasan akut yang parah dimulai di provinsi Guangdong,

China dan pada September 2012, Sindrom Pernapasan Timur Tengah

(MERS-CoV) muncul. Ada empat generasi CoV: (1) α-Coronavirus (alphaCoV),

(2) β-Coronavirus (betaCoV) mungkin ada pada kelelawar dan hewan pengerat

seperti tikus, hamster, tupai, dan lainnya, sedangkan (3) δ-coronavirus

(deltaCoV), dan (4) γ-coronavirus (gammaCoV) mungkin mewakili spesies

burung. Virus memilki asal alami dan zoonosis yaitu dua skenario yang secara

masuk akal dapat menjelaskan asal mula dari SARS-CoV2 adalah: (1) seleksi

alam pada hewan inang sebelum transfer zoonosis; dan (2) seleksi alam pada

manusia mengikuti transfer zoonosis. Gambaran klinis dan faktor risiko


sangat bervariasi, membuat keparahan klinis berkisar dari asimptomatik

hingga fatal dan mengakibatkan kematian.

Penyebaran COVID-19 yang sangat pesat ini mendorong pemerintah di

berbagai negara untuk memberlakukan kebijakan lockdown dalam rangka

mencegah penyebaran virus corona. Kebijakan lockdown yaitu membatasi

interaksi antar manusia. Namun, di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan

dilema bagi pemerintah karena akan berdampak pada perekonomian negara

juga psikologis masyarakat. Dampak psikologis bisa muncul akibat lockdown

yang membatasi aktivitas seseorang, karena itu akan meningkatkan rasa takut

dan gelisah yang berlebihan terutama ketika masyarakat menyadari bahwa

kebutuhan sosial mereka tidak dapat terpenuhi. Dampak psikologis tersebut

akan semakin terasa ketika masyarakat merasakan dampak perekonomian

dari berkurangnya penghasilan mereka. Sehingga dapat memicu terjadinya

gangguan kesehatan mental. Lockdown juga membatasi interaksi masyarakat

untuk lebih kreatif. Berdasarkan atas dampak positif dan negatif tersebut,

pemerintah Indonesia memilih untuk tidak menggunakan sistem lockdown.

Pada awal penyebaran COVID-19, pemerintah Indoensia memberlakukan

kebijakan physical distancing. Selanjutnya, pada bulan Mei 2020 diberlakukan

kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kemudian diberlakukan

kebijakan “new nowmal” untuk mengurangi dampak penyebaran covid-19

pada 1 Juni 2020.

COVID-19 memberikan tugas bagi para tenaga kesehatan di Indonesia.

Salah satu ujung tombak dalam penanganan COVID-19 adalah tenaga

kesehatan termasuk dokter dan perawat. 80% dari tenaga kesehatan di rumah

sakit terdiri dari dokter dan perawat. Karena rumah sakit merupakan fasilitas

pelayanan kesehatan masyarakat yang dituntut untuk melayani maksimal 24

jam. Kemampuan sumber daya manusia di rumah sakit tersebut menentukan

kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, perlu kualitas


kinerja karyawan yang maksimal, kinerja karyawan di Rumah Sakit berfungsi

sebagai tolak ukur dalam pelayanan kesehatan. Sehingga perlu mengkaji

tentang kinerja karyawan di rumah sakit dalam mempertahankan dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti

memilih untuk membuat penelitian mengenai “ANALISIS PENGARUH

KINERJA KARYAWAN, KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN, dan FASILITAS

TERHADAP KEPUASAAN PASIEN di RS XXX PADA MASA PANDEMI COVID-19”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1) Apakah ada pengaruh kinerja karyawan terhadap kepuasan pasien

selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

2) Apakah ada pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan

pasien selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

3) Apakah ada pengaruh fasilitas kesehatan terhadap kepuasan pasien

selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

4) Apakah ada pengaruh, kinerja karyawan, kualitas pelayanan kesehatan,

dan fasilitas kesehatan terhadap kepuasan pasien selama masa

pandemi covid-19 di RSxxx?


1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui pengaruh kinerja karyawan terhadap kepuasan

pasien selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

2) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap

kepuasan pasien selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

3) Untuk mengetahui pengaruh fasilitas kesehatan terhadap kepuasan

pasien selama masa pandemi covid-19 di RSxxx?

4) Untuk mengetahui pengaruh, kinerja karyawan, kualitas pelayanan

kesehatan, dan fasilitas kesehatan terhadap kepuasan pasien selama

masa pandemi covid-19 di RSxxx?

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian proposal tesis ini diharapkan akan memberi manfaat baik

secara teoritis maupun praktis untuk berbagai pihak yang membaca :

1) Manfaat Teoritis, semoga kesimpulan daripada penelitian proposal tesis

ini akan menjadi sarana pengembangan teori ilmu pengetahuan yang

dimiliki dalam manajemen sumber daya manusia yang selama ini

diperoleh di bangku kuliah untuk kemudian diterapkan pada dunia

kerja.

2) Manfaat Praktis, semoga pula hasil penelitian proposal tesis ini akan

dapat menjadi bahan pertimbangan bagi RSxxx yang membaca hasil

penelitian ini untuk kemajuan peningkatan kualitas pelayanan RS.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan (job performance) dapat diartikan sebagai sejauh

mana seseorang melaksanakan tanggung jawab dan tugas kerjanya (Singh et

al., 1996) Faustino Gomes (1995) mengatakan performansi pekerjaan adalah

catatan hasil atau keluaran (outcomes) yang dihasilkan dari suatu fungsi

pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.

Sedangkan pengukuran performansi menurut Faustino Gomes (1995)

merupakan cara untuk mengukur tingkat kontribusi individu kepada

organisasinya. Kinerja karyawan umumnya diposisikan sebagai variabel

dependen dalam penelitian-penelitian empiris karena dipandang sebagai

akibat atau dampak dari perilaku organisasi atau praktek-praktek sumber

daya manusia bukan sebagai penyebab atau determinan.

Faustino Gomes (1995) lebih lanjut menjelaskan terdapat dua kriteria

pengukuran performansi atau kinerja karyawan, yaitu (1) pengukuran

berdasarkan hasil akhir (result-based performance evaluation); dan (2)

pengukuran berdasarkan perilaku (behaviour-based performance evaluation).

Pengukuran berdasarkan hasil, mengukur kinerja berdasarkan pencapaian

tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir saja. Tujuan organisasi

ditetapkan oleh pihak manajemen atau kelompok kerja, kemudian karyawan

dipacu dan dinilai performanya berdasarkan seberapa jauh karyawan

mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Kriteria pengukuran ini

mengacu pada konsep management by objective (MBO). Keuntungan

pengukuran kinerja karyawan seperti ini adalah adanya kriteria-kriteria dan


target kinerja yang jelas dan secara kuantitatif dapat diukur. Namun

demikian, kelemahan utama adalah dalam praktek kehidupan organisasi,

banyak pekerjaan yang tidak dapat diukur secara kuantitatif sehingga

dianggap mengabaikan dimensidimensi kinerja yang sifatnya non kuantitatif

(Faustino Gomes, 1995).

Pengukuran berdasarkan perilaku lebih menekankan pada cara atau

sarana (means) dalam mencapai tujuan, dan bukan pada pencapaian hasil

akhir. Pengukuran berdasarkan perilaku condong pada aspek kualitatif

daripada aspek kuantitatif yang terukur. Pengukuran berdasarkan perilaku

umumnya bersifat subyektif dimana diasumsikan karyawan dapat

menguraikan dengan tepat kinerja yang efektif untuk dirinya sendiri maupun

untuk rekan kerjanya (Faustion Gomes, 1995).

Pengukuran berdasarkan perilaku mendapat perhatian luas dari

penelitian-penelitian mengenai perilaku organisasi dan sumber daya manusia

karena terbukti skala pengukuran subyektif mempunyai konsistensi

(reliabilitas) yang tidak kalah dengan pengukuran obyektif (Sing et al., 1996).

Kelemahan utama kriteria pengukuran ini adalah rentan terhadap bias

pengukuran karena kinerja diukur berdasarkan persepsi. Untuk mengatasi

hal tersebut, Babin dan Boles (1998), Bono dan Judge (2003) serta Sing et al.

(1996) menyarankan penggunaan instrumen yang mengukur kinerja dari

banyak aspek perilaku spesifik, seperti perilaku inovatif, pengambilan

inisiatif, tingkat potensi diri, manajemen waktu, pencapaian kuantitas dan

kualitas pekerjaan, kemampuan diri untuk mencapai tujuan, hubungan

dengan rekan kerja dan pelanggan, dan pengetahuan akan produk

perusahaannya serta produk pesaing (product knowledge). Cara ini menurut

Judge dan Bono (2003) selain ditujukan untuk mengatasi bias pengukuran juga

dimaksudkan untuk mengakomodir ukuranukuran kinerja yang sangat luas,

sehingga diperoleh gambaran job performance yang komprehensif.


Kinerja karyawan dalam penelitian ini diukur berdasarkan kriteria

perilaku yang spesifik dengan pertimbangan bahwa pengukuran seperti ini,

meskipun menurut Faustino Gomes (1995) sebenarnya sudah ada sejak lama,

memperoleh perhatian yang lebih luas dalam penelitian empiris tentang

perilaku organisasi dan sumber daya manusia. Pengukuran kinerja

berdasarkan perilaku memungkinkan pengungkapan aspek-aspek pekerjaan

yang lebih luas sehingga diperoleh gambaran kinerja yang komprehensif.

2.1.1.1 Faktor-faktor Kinerja Karyawan

Menurut Simanjutak dalam Widodo (2015:133) kinerja dipengaruhi

oleh:

1) Kualitas dan kemampuan pegawai, hal-hal yang berhubungan dengan

pendidikan/pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan

kondisi fisik pegawai.

2) Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan

kerja (keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi)

dan hal yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/gaji,

jaminan sosial, keamanan kerja).

3) Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan

pemerintah dan hubungan industrial manajemen.

Sedangkan Sedarmayanti dalam Widodo (2015:133), mengungkapkan

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

1) Sikap dan mental (motivasi, disiplin kerja, dan etika kerja)

2) Pendidikan

3) Keterampilan
4) Manajemen kepemimpinan

5) Tingkat penghasilan

6) Gaji dan kesehatan

7) Jaminan sosial

8) Iklim kerja

9) Sarana dan prasarana

10)Teknologi

11)Kesempatan berprestasi

Sedangkan menurut Mangkunegara (2015:67) faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah

Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis kemampuan (ability) dan

kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai dengan IQ di atas

rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah

mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan

pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Faktor motivasi Motivasi berbentuk sikap (attitude) seorang pegawai

dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.


2.1.1.2 Indikator Kinerja Karyawan

Adapun indikator dari kinerja pegawai menurut Bernadine dalam

Mas’ud (2004) dalam jurnal Bryan Johannes Tampi (2014) adalah sebagai berikut:

1) Kualitas

Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna,

dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan

aktifitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu

aktifitas.

2) Kuantitas

Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus

aktifitas yang diselesaikan.

3) Ketepatan Waktu

Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan,

dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.

4) Efektifitas

Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi mengurangi

kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

5) Kemandirian

Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya

tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut

campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.


2.1.2 Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah salah satu bentuk pelayanan yang sangat

penting dikalangan masyarakat. Menurut Levey dan Loomba (1973) dalam

Azwar (1999) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara

bersama-sama dalam satu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan serta pemulihan

kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Tujuan pelayanan kesehatan adalah untuk menigkatkan derajat

kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam

memlihara kesehatanya untuk mencapai kesehatan yang optimal mandiri,

keluarga dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan menurut Azwar (1999) mengatakan bahwa

pelayanan kesehatan memiliki beberapa tingkatan atau macam yaitu :

1) Primary health care.

2) Primary Health Care yaitu pelayanan tingkat pertama yang

ditunjukkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang

ringan atau meningkatkan kesehatan. Bentuk pelayanannya

antara lain: puskesmas, pusling, pustu, bakesmas.

3) Secondary Health Care

Secondary Health Care yaitu pelayanan tingkat dua yang

ditunjukan kepada masyarakat yang memerlukan rawat inap

dan memerlukan tersedianya tenaga dokter umum maupun


dokter spesialis.

4) Tertiary health care

Tertiary health care yaitu pelayanan kesehatan tingkat tiga ang

ditunjukan kepada sekelompok masyarakat yang sudah tidak

dapat ditangani oleh kesehatan skunder dan membutuhkan

tenaga superspesialis.

Pelayanan kesehatan adalah upaya pemerintah untuk memberikan

memberikan pelayanan kesehatan serta bantuan demi terwujudnya suatu

negara yang sehat dan sejahtera.salah satu kewenagan wajib pemerintah

yaitu memberikan pelayanan minimal bidang kesehatan yaitu

penyelenggaraan kesehatan dasar. Jenis pelayanan dalam

penyelenggaraan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan ibu dan

anak, pelayanan kesehatan anak pra sekolah, pelayanan keluarga

berencana, Pelayanan imunisasi, pelayanan pengobatan atau perawatan,

pelayanan kesehatan jiwa (Dinkes Jateng, 2005).

Syarat-syarat layanan umum sebagaimana diatur dalam Surat

keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor 81 tahun 1993

adalah sebagai berikut:

1) Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan harus

jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

2) Penggunaan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan

kondisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas.

3) Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat

member keamanan, kenyamanan, kepastian, kelancaran dan kepastian


hokum pelayanan umum yang dilaksanakan

Menurut Parasuraman, et.al. (2004), terdapat lima dimensi pelayanan yaitu :

1) Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai

dan sarana komunikasi. Penampilan dan kemampuan sarana dan

prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dari layanan yang diberikan oleh pemberi jasa, ini meliputi

fasilitas fisik gedung, peralatan, pegawai, sarana prasarana dan

teknologi.

2) Reabilitas (reability) kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan

dengan terampil, segera, akurat, dan memuaskan. Pelayanan harus

sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan yaitu kinerja yang

tepat waktu, layanan tanpa kesalahan, sikap simpatik petugas dan

memiliki akurasi yang tinggi.

3) Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.

Pelayanan yang tanggap merupakan harapan setiap pelanggan dengan

pelayanan yang cepat maka pelanggan akan semakin tertarik untuk

berkunjung ke pelayanan tersebut

4) Jaminan (asurance), mencangkup pengetahuan, kompetisi, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,

resiko atau keragu-raguan

5) Empaty, yaitu memberikan perhatian, tulus, dan bersifat individual

atau pribadi kepada pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan pelanggan, dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki


suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami

kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu

pengoprasian yang nyaman bagi pelanggan.

Pelayanan kesehatan yang baik menurut Azwar (1996:38-39)

harus memenuhi syarat-syarat pokok sebagai berikut

1) Tersedia dan berkesinambungan, artinya jenis pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta

keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang

dibutuhkan.

2) Dapat diterima dan wajar, artinya tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3) Mudah dicapai, untuk mewujudkan pelayanan yang baik, pengaturan

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, sehingga tidak

terjadi konsentrasi sarana kesehatan yang tidak merata.

4) Mudah dijangkau, artinya harus diupayakan biaya pelayanan

kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5) Berkualitas, yaitu yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat


memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara

penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah

ditetapkan.

Hal senada juga disampaikan oleh Yacobalis (2001: 61) bahwa

pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi syarat-syarat, ”tersedia dan

terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi/etika

profesi, wajar dan aman, kualitas memuaskan bagi pasien yang dilayani”.

Menurut Schulz R. Dkk (2003: 222), pelayanan medis yang baik adalah

pelayanan medis yang memenuhi syarat-syarat :

1) Didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu

kedokteran.

2) Mengutamakan pencegahan.

3) Terjadinya kerja sama antara masyarakat dengan ilmuwan medis.

4) Mengobati seseorang sebagai keseluruhan.

5) Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien.

6) Berkoordinasi dengan pekerja sosial.

7) Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis.

8) Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteran yang

dibutuhkan masyarakat.

Untuk melihat pelayanan itu berkualitas dan memenuhi keinginan

pelanggan atau masyarakat, ada beberapa cara-cara untuk menilainya,

antara lain dengan sistem dan saran, survei kepuasan pelanggan, serta

pengamatan pada kepuasan pelanggan. Dengan demikian fokus pada

kebutuhan/keinginan masyarakat diartikan sebagai orientasi pemerintah


terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat atas layanan yang diinginkan

masyarakat.

Kualitas pelayanan kesehatan bersifat multidimensional, yaitu kualitas

menurut pemakai jasa layanan kesehatan (pasien, dan keluarga), dan

kualitas menurut penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter, perawat dan

petugas lainnya).

Pemahaman konsep tentang kualitas pelayanan terikat dengan faktor

kepuasan pasien walaupun puasnya pasien itu tidak selalu sama dengan

pelayanan berkualitas (Sumarwanto, 1994:54). Umumnya kualitas pelayanan

medis di rumah sakit sangat tergantung pada individu dokter, dan diluar

kewenangan direksi rumah sakit untuk mengaturnya (Rijanto, 1994:18).

Variabel input dalam proses mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan

adalah :

1) Faktor manusia: pemberi jasa layanan langsung (administrator dan

profesional tidak langsung (pemilik ).

2) Faktor sarana: bangunan dan peralatan rumah sakit.

3) Faktor manajemen: prosedur pelayanan yang dipergunakan rumah

sakit.

Dengan demikian kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada

dasarnya apabila pelayanan tersebut tersedia dan terjangkau, tepat

kebutuhan, tepat tujuan, tepat sumber dayanya, tepat standart profesi, wajar

dan aman, memuaskan bagi pasien yang dilayani

2.1.2.1 Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan Kesehatan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan

dikelompokkan menjadi tiga kategori utama dan sembilan tema (Tabel 1).

Faktor yang terkait dengan penyedia layanan (dokter). dan penerima layanan

kesehatan (pasien) dan lingkungan dimana pelayanan medis disediakan

mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan

(Ali,Mohammad, 2014).

Lingkungan organisasi pelayanan kesehatan bisa diklasifikasikan ke

dalam lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal mengacu pada

lingkungan kerja dimana pelayanan kesehatan disediakan dan sumber daya

dan fasilitas yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan. Lingkungan

eksternal mengacu kepada lingkungan sekitar organisasi pelayanan

kesehatan yang mempengaruhi kinerja, kualitas pelayanan karyawan

(Ali,Mohammad, 2014).

Tabel 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kualitas pelayanan kesehatan (Ali,Mohammad. IJPH 2014)

Kategori Tema

Faktor yang berhubungan Jenis sosio-demografic

dengan pasien pasien

Kerjasama pasien

Penyakit pasien
Faktor yang berhubungan Jenis sosio-demographic

dengan Dokter dokter

Kompetensi dokter Motivasi

dokter dan

kepuasan

Faktor lingkungan Sistem pelayanankesehatan

Sumber daya dan fasilitas

Kerjasama dan

Pengembangan

mitra/sejawat

dan penerima layanan kesehatan (pasien) dan lingkungan dimana

pelayanan medis disediakan mempengaruhi kualitas pelayanan

kesehatan yang diberikan (Ali,Mohammad, 2014).

Lingkungan organisasi pelayanan kesehatan bisa


diklasifikasikan ke dalam lingkungan internal dan eksternal.

Lingkungan internal mengacu pada lingkungan kerja dimana

pelayanan kesehatan disediakan dan sumber daya dan fasilitas yang

dibutuhkan untuk memberikan pelayanan. Lingkungan eksternal

mengacu kepada lingkungan sekitar organisasi pelayanan kesehatan

yang mempengaruhi kinerja, kualitas pelayanan karyawan

(Ali,Mohammad, 2014).

Tabel 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kualitas pelayanan kesehatan (Ali,Mohammad. IJPH 2014)

Faktor yang berhubungan Jenis sosio-demographic

dengan Dokter dokter

Kompetensi dokter

Motivasi dokter dan

kepuasan
Faktor lingkungan Sistem pelayanankesehatan

Sumber daya dan fasilitas

Kerjasama dan

Pengembangan

mitra/sejawat

2.1.2.2 Indikator Pelayanan Kesehatan

Indikator mutu rumah sakit adalah ukuran kuantitatif yang diukur

untuk lebih memahami mutu pelayanan di rumah sakit. Indikator perlu

dirancang dengan seksama dengan mempertimbangkan dimensi

mutu yang ingin diukur, cara pengumpulan data, dan strategi

analisisnya. Dengan hati-hati merancang indikator mutu pelayanan, sumber

daya bisa dihemat, hasil lebih akurat, dan pengambilan keputusan di tingkat

sistem mikro maupun sistem makro bisa lebih strategis.

Di Indonesia, penetapan indikator dipandu Peraturan Menteri

Kesehatan No.129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Rumah Sakit. Dalam lampiran Permenkes tersebut, diatur 21 jenis pelayanan

dan 107 indikator yang telah ditetapkan standar minimalnya dengan nilai

tertentu. Kementrian Kesehatan menetapkan standar ini menjadi tolak ukur

pelayanan rumah sakit badan layanan umum daerah.

Tabel 1. Dimensi mutu (World Health Organization 2006).

Dimensi Mutu Maksud Dimensi Mutu


Pelayanan kesehatan yang erat
pada basis bukti dan berhasil dalam
meningkatkan luaran kesehatan
individu atau komunitas
Efektif / Effective berdasarkan kebutuhan.
Intensifier / Efficient Pelayanan kesehatan yang
memaksimalkan sumber daya dan
menghindari pemborosan.
Pelayanan kesehatan yang tepat
waktu, wajar secara geografis,
dan disediakan dalam kerangka
yang tepat dari sisi keterampilan
dan sumber daya untuk memeuhi
Mudah diakses / Accessible kebutuhan.
Pelayanan kesehatan yang
mempertimbangkan pilihan dan
aspirasi individu pengguna
Diterima / Accepted layanan dan budaya
(Patient-centred) komunitasnya
Pelayanan kesehatan yang tidak
berbeda dalam kualitas karena
karakteristik personal seperti
gender, ras, etnis, lokasi geografis,
Tidak berpihak / Equity dan status sosio ekonomi.
Pelayanan kesehatan yang
Aman / Safe meminimalisasi resiko dan harm.

2.1.3 Pengertian Kepuasan Pasien

Menurut Kotler Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa

seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau

kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau harapan-harapan.

Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan

harapan. Ada tiga tingkat kepuasan yaitu nilai kinerja berada di bawah

harapan, pasien tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pasien puas.

Junaidi berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk

dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja

produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan

mengalami kepuasan. Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati

yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa

dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan

dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan

yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang
diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau

harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas (Purwanto, 2007).

Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak

didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi

atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisinya, seperti

yang dikemukakan oleh Richard Oliver bahwa kepuasan adalah respon

pemenuhan dari konsumen (Pali, 2012).

Harapan konsumen atau pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman

sebelumnya, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan

saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama serta dapat

memberikan komentar yang baik tentang perusahaan. Kepuasan pelanggan

Puskesmas dalam hal ini adalah pasien dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,

antara lain pendekatan dan perilaku petugas, pengalaman masa lalu (saat

pertama kali datang), mutu informasi yang diterima (words of Mouth) baik

dari Puskesmas atau dari kerabatnya seperti apa yang dikerjakan, apa yang

dapat diharapkan dari pelayaanan Puskesmas, juga dapat dipengaruhi oleh

janji pemberi pelayanan (Tjiptono & Diana, 2001).

Untuk mewujudkan dan mempertahankan pelanggan, organisasi jasa

harus melakukan empat hal. Pertama, mengidentifikasi siapa pelanggannya.

Kedua, memahami tingkat harapan pelanggan atas mutu. Ketiga, memahami

strategi mutu layanan pelanggan. Keempat, memahami siklus pengukuran

dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Berhubungan dengan mutu, maka

ada tiga level harapan pelanggan mengenai mutu yaitu :

1) Level Pertama : Level ini merupakan harapan pelanggan yang paling

sederhana dan berbentuk asumsi. Misalnya, saat seseorang

membutuhkan pelayanan Puskesmas mereka akan berfikir atau

membayangkan dan berharap Puskemas buka tepat waktu, dokter,

perawat, serta petugas lainnya siap melayani dengan baik, keluhan


didengarkan dengan baik dan berharap dapat memperoleh

kesembuhan yang baik.

2) Level Kedua : Level ini merupakan harapan pelanggan yang lebih tinggi

dari level pertama, dimana kepuasan dicerminkan dalam pemenuhan

persyaratan dan/atau spesifikasi, misalnya Puskesmas buka tepa waktu,

semua petugas telah siap melayani, mereka ramah dan selalu

memberikan informasi yang jelas, suka menolong, dan lain-lain

3) Level Ketiga : Level ini merupakan harapan yang lebih tinggi dari level

pertama dan kedua serta menuntun kesenjangan (delightfulness) atau

pelayanan yang begitu bagusnya sehingga membuat pasien tertarik.

Disini ada kebutuhan pasien yang tersembunyi yang pasien sendiri

tidak mengetahuinya sebelum pelayanan diberikan. Misalnya ternyata

Puskesmas juga menyiapkan tempat parkir kendaraaan yang amana

dan nyaman, ada tempat bermain untuk anak-anak, ruang tunggu dan

halaman yang tertata aindah dan rapih, petugas melayani dengan tidak

membeda-bedakan status sosial, penuh respek dan menangani ssesuatu

dengan cermat. Akan tetapi yang paling mengesankan adalah ketika

petugas menanyai keadaan pasien apakah baik baik saja setelah

mendapatkan pelayanan kesehatan sebelumnya. Pada level ini

Puskesmas harus Proaktif mencari hal-hal tersembunyi yang diinginkan

pasien agar menjadi nilai tambah bagi Puskesmas (Tjiptono & Diana,

2001).

Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan

yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya,

ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila

kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan

harapannya. Keluhan adalah tanda ketidakpuasan dan memilki

hubungan dengan pelayanan para petugas. Ketidakpuasan yang sering

terjadi pada Puskesmas yaitu sikap dan perilaku patugas,


keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat, kurang

berkomunikasi serta memberikan informasi yang kurang jelas, proses

pendaftaran yang lama, serta kebersihan lingkungan dan ruangan.

2.1.3.1 Faktor-faktor Kepuasan Pasien

Menurut (Notoatmodjo, 2010), menyatakan bahwa adapun faktorfaktor

yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah sebagai berikut :

1) Pengetahuan, tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi

prilaku idividu, yang mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang

tentang kesehatan, maka makin tinggi untuk berperan serta.

2) Kesadaran, bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan

sendirinya timbul suatu kesadaran untuk berprilaku partisipasi.

3) Sikap postif, merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu

kompensasi dari sikap positif adalah menerima (receiving), diartikan

bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

4) Sosioekonomi

5) Sistem nilai

6) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan

diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan

penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

7) Empati yang ditunjukkan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Sikap ini

akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan terpengaruh terhadap

tingkat kepatuhan pasien.


2.1.3.2 Indikator Kepuasan Pasien

Istilah kepuasan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil,

membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu

dengan kebutuhan yang telah diperolehnya. Berdasarkan uraian di atas

dapatlah disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan

pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan

determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian

(reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang

diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait

dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap kondisi

rumah sakit (kualitas baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah

sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien. Beberapa

karakteristik individu yang diduga menjadi determinan dan indikator kualitas

pelayanan kesehatan dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, adalah

(Utama, 2005:5) berikut ini:

1) Umur, masa hidup pasien, yang dinyatakan dalam satuan tahun sesuai

peryataan pasien.

2) Jenis kelamin, yang dapat digunakan untuk membedakan pasien

lakilaki atau perempuan.

3) Lama perawatan, sesuatu periode waktu yang dihitung sejak pasien

terdaftar resmi sebagai pasien rawat inap.

2.1.4 Hubungan Kualitas Kinerja Karyawan dan Pelayanan

Kesehatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien

Kepuasan masyarakat sebagai penerima layanan merupakan

perbandingan antara layanan yang diterima dengan layanan yang

diharapkan. Bila hasilnya mendekati satu maka masyarakat akan puas, begitu
juga sebaliknya bila harganya jauh lebih kecil dari satu maka masyarakat

semakin tidak puas. Idealnya adalah melebihi satu yang berarti bahwa jasa

layanan yang diberikan melebihi harapan, atau ada harapan yang tidak

diduga (antisipasi) yang dipuaskan. Bila hal ini tercapai maka masyarakat

akan sangat puas terhadap layanan yang diterima Secara teoritis, definisi di

atas dapatlah diartikan, bahwa semakin tinggi selisih antara kebutuhan

pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai keinginan pasien dengan

pelayanan yang telah diterimanya, maka akan terjadi rasa ketidakpuasan

pasien. Asumsi teoritis di atas selaras pendapat Gibson (2007:112), yang dapat

disimpulkan bahwa kepuasan seseorang (pekerja, pasien atau pelanggan)

berarti terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan yang diperoleh dari

pengalaman melakukan sesuatu, pekerjaan, dan memperoleh perlakuan

tertentu atau memperoleh sesuatu sesuai kebutuhan yang diinginkan.

2.2 Hipotesis

Hipotesa dalam karya ilmiah ini, dengan tema Analisis Kualitas Kinerja

Karyawan Terhadap Tingkat Pelayanan Kesehatan dan Kepuasan Pasien di RS

xxx Pada Masa Pandemi Covid-19 di tetapkan sebagai berikut :

1) Hipotesis pertama : dinyatakan bahwa kualitas kinerja karyawan

berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien.

2) Hipotesis kedua : dinyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan


berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam tesis ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif, hal

tersebut berdasarkan pada judul yang diteliti yaitu “Analisis Kinerja

Karyawan, Kualitas Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan Terhadap Tingkat

Kepuasan Pasien di RS xxx Pada Masa Pandemi Covid-19”. Penulis ingin

mengetahui apakah ada pengaruh antara kinerja karyawan, kualitas

pelayanan, dan fasilitas kesehatan terhadap tingkat kepuasan pasien pada

masa pandemi covid-19

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS.xxx dan waktu penelitian dilaksanakan

pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2021 dengan tabel sebagai

berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Sumber: Peneliti

3.3 Kerangka Konsep

Menurut Utama (2005: 5) indikator pelayanan kesehatan yang dapat

menjadi prioritas menentukan kepuasan pasien adalah: kinerja tenaga dokter,

kinerja tenaga perawat, kondisi fisik rumah sakit, makanan dan menu

pasien, sistem administrasi pelayanan, pembiayaan, dan rekam medis. Pada

penelitian ini variabel kualitas pelayanan yang akan diteliti adalah :

pelayanan dokter (medis), pelayanan perawat (paramedis), pelayanan sarana

penunjang rumah sakit, pelayanan administrasi rumah sakit, dan fasilitas

yang tersedia di rumah sakit.

Karakteristik pasien (responden) seperti : umur, jenis kelamin, lama

perawatan, sumber biaya, diagnosa penyakit, pekerjaan, pendapatan

pendidikan, suku bangsa, tempat tinggal, kelas perawatan, status

perkawinan, agama, dan preferensi (Utama, 2005: 5), yang diduga menjadi
indikator kualitas pelayanan kesehatan dan mempengaruhi tingkat kepuasan

pasien namun tidak menyeluruh dibahas dalam penelitian ini.

3.3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Gambar 3.1 Desain Penelitian

X1

X2
Y

X3

X1 = Kualitas Kinerja Karyawan

X2 = Kualitas Pelayanan Kesehatan

X3 = Fasilitas

Y = Kepuasan Pasien
3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Adapun definisi Operasional variabel dalam penelitian ini akan


dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel

Uraian Instrumen/Dimensi Penjelasan Atas


Variabel
Instrumen Variabel

Kinerja 1. Kualitas 1. Tingkat


Pegawai dimanahasilaktifitas

(X1)
yangdilaku
(Mas’ud
kan mendekati
(2004)
sempurna,
dalam
dalamartimenyesuaik
jurnal
an beberapa cara
Bryan
idealdari
Johanne
penampilan
s Tampi
aktifitas
(2014))
ataupunme

menuhi

tujuanyang

diharapkandari

suatu aktifitas.
2. Kuantitas 2. Jumlah yang

dihasilkan dalam

istilah jumlah unit,

jumlah siklus aktifitas

yang diselesaikan.

3. Ketepatan waktu
3, Tingkat suatu
aktifitas diselesaikan
pada waktu awal yang
diingikan, dilihat dari
sudut koordinasi
dengan hasil output
serta memaksimalkan
waktu yang tersedia
untk aktifitas lain.

Efektifitas
4. Tingkat
penggunaan sumber
daya manusia
organisasi
dimaksimalkan
dengan maksud
menaikkan
keuntungan atau
mengurangi kerugian
dari setiap unit dalam
penggunaan sumber
daya.
Kualitas 1. Tangibles atau bukti a) Keamanan
Pelayanan langsung Meliputi pasien
Kesehatan(X
penampilan fasilitas
2) b) Penampilan
(Simamora fisik,perlengkapan,da
Karyawan yang
(2004, p.442) nsarana komunikasi
dalam Tanto menarik,
serta yang lainnya
Wijaya
yang dapat dan harus c) Ketersediaan
(2015))
ada dalam proses fasilitas dan obat

jasa. Rancangan

gedung yang

menarik.

a) Ketelitian kasir

2. Reliability dalam melayani

(keandalan).Kemamp pasien

uan memberikan
b) Daya tanggap
pelayanan yang
seluruh
dijanjikan dengan
karyawan
tepat dan
membantu
Kemampuan untuk
pasien dan
dipercaya terutama
keluarga yang
memberikan jasa
berkunjung
secara tepat waktu
Kemampuan
(ontime) dengan cara
karyawan
yang sama sesuai
menguasai
dengan jadwal yang
lingkungan RS.
dijanjikan tanpa
melakukan kesalahan

(ketelitian, daya

tanggap,

kemampuan)

3. Responsiveness (daya a) Kecepatan

tanggap). cKeinginan karyawan

para karyawan untuk menangani

membantu dan masalah

memberikan jasa pelanggan

yang dibutuhkan b) Kemauan


(kecepatan, kemauan, karyawan
ketanggapan memberikan
informasi). perhatian secara

individu

c) Ketanggapan

informasi yang

jelas kepada

pasien dan

keluarga pasien

a) Kemudahan
4. Assurance (jaminan),
berkomunikasi
Pengetahuan,
antara
keramahan, sopan
karyawan
dan sifat dapat
dengan pasien
dipercaya dari kontak
dan keluarga
personel untuk
menghilangkan sifat pasien

keragu-raguan
b) Pemberian
konsumen dan
informasi yang
merasa terbebas dari
jelas kepada
bahaya dan resiko
pasien dan
(komunikasi,
keluarga
informasi jelas,

Kecerdasan) c) Kecerdasan

karyawan

mengenali

pelayanan yang

masih tersedia

a) Kemampuan
5. Empathy (empati). berkomunikasi
Sikap kontak personel dengan pasien
maupun perusahaan Ketersediaan
untuk memahami kotak saran
kebutuhan maupun
b) Kemudahan
kesulitan pasien,
mendapat
komunikasi baik,
informasi
perhatian,

kemudahan dalam

komunikasi atau

hubungan.
Fasilitas Kelengkapan ruangan, alat Kelengkapan alat
Rumah Sakit kesehatan di ruang rawat

jalan maupun rawat inap

yang harus tersedia sesuai

dengan kelas rumah sakit

Kepuasan Kepuasan pasien a) RS xxx sebagai


Pasien merupakan jasa yang fasilitas kesehatan
mampu memberikan lebih yang nyaman
daripada yang diharapkan
oleh pasien. b) RS xxx sebagai

fasilitas kesehatan

yang memiliki

kualitas pelayanan

yang baik

Sumber : Beberapa sumber yang diolah peneliti

3.4 Populasi Dan Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pRS.xxx, sehingga

pengambilan sampel penelitian ini dengan metode sampling, yaitu teknik

pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau

kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Metode sampling yang digunakan adalah tehnik sampling jenuh dengan

jumlah sampel 100 responden. Penelitian ini populasinya

relative sedikit dan terbatas. Dimana semua anggota populasi dijadikan

sampel. Sampel jenuh sering diartikan sampel yang sudah maksimum,

ditambah tidak akan merubah keterwakilan (Bintarti, Surya 2015).


3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1) Observasi, mengobservasi atau pengamatan yang dilakukan secara

langsung pada pasien RS.xxx sebagai objek penelitian mengenai kinerja

karyawan, kualitas pelayanan, dan fasilitas yang ada.

2) Data Kuesioner, pengumpulan data untuk mengukur variabel yang

akan diteliti dengan cara menyebarkan angket kuesioner dengan cara

pemberian skor yang berisi tentang pernyataan mengenai variabel

penelitian kinerja karyawan, kualitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

yang ada di rumah sakit yang diberikan kepada pasien sebagai

responden. Dalam pengukuran jawaban responden, pengisian

kuesioner diukur denganvmenggunakan skala Likert dapat

dilihat pada tabel berikut;


Tabel 3.3

Skala Likert dan Bobot Nilai Jawaban Responden

Alternative Jawaban Bobot Nilai

Sangan Tidak Setuju (STS) 1

Tidak Setuju (TS) 2

Netral (N) 3

Setuju (S) 4

Sangat Setuju (SS) 5

Studi Kepustakaan, dilakukan dengan cara mengumpulkan

artikel-artikel, teori yang relevan, dan literatur lainnya yang ada kaitannya

dengan penelitian ini.


3.6 Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan

metode kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Motode survey

adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu,

dimana peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya

dengan mengedarkan kuesioner, tes, wawancara terstruktur, dan sebagainya

(Sugiyono, 2014). Pendekatan kuantitatif digunakan karena data yang akan

digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dinyatakan dengan

angka. Sehingga data yang berbentuk angka tersebut diolah dengan

menggunakan statistik pada program SPSS 21.0.

3.6.1 Analisis Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah kuesioner atau daftar pertanyaan yang diberikan pada responden.

Selanjutnya akan dijelaskan uji coba instrumen sebagai berikut :

1) Uji Validitas

Uji validitas item merupakan uji instrumen data untuk mengetahui

seberapa cermat suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur. Item

dapat dikatakan valid jika adanya korelasi yang signifikan dengan skor

totalnya, hal ini menunjukkan adanya dukungan item tersebut dalam

mengungkap suatu yang ingin diungkap. Item biasanya berupa pertanyaan

atau pernyataan yang ditujukan kepada responden dengan menggunakan

bentuk kuesioner dengan tujuan untuk mengungkap sesuatu. Pengujian

validitas item dalam SPSS bisa menggunakan tiga metode analisis yaitu

Korelasi Pearson, Corrected Item Total Corelation, dan analisis faktor

(Purnomo, 2016).
Teknik uji validitas item dengan korelasi Pearson yaitu dengan cara

mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya. Skor total adalah

penjumlahan seuruh item pada satu variabel. Kemudian pengujian

signifikansi dilakukan dengan kriteria menggunakan r tabel pada tingkat

signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika nilai positif dan r hitung ≥ r tabel maka

item dapat dinyatakan valid, jika r hitung < r tabel maka item dinyatakan

tidak valid. Tinggi rendahnya validitas suatu angket atau kuesioner dihitung

dengan teknik Korelasi Product Moment dengan rumus sebagai berikut :

n(∑ XY) − (∑ X )(∑ Y)

rxy
(N ∑ X 2 − (∑ X 2 )) − (N ∑ Y 2 − (∑ Y 2 ))

(Suharsimi,1997: 51)

Keterangan :

r XY = koefisien korelasi product

moment n = jumlah sampel

X = skor pernyataan

Y = skor total
2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajegan atau

konsistensi alat ukur yang biasanya menggunakan kuesioner, maksudnya

apakah alat ukur tersebut akan mendapatkan pengukuran yang tetap

konsisten jika pengukuran diulang kembali. Metode yang sering digunakan

dalam penelitian untuk mengukur skala rentangan (seperti skala Likert 1-5)

adalah Cronbach Alpha.

Uji realiabilitas diambil setelah dilakukannya uji validitas yaitu

dengan metode korelasi pearson, dengan memasukan item-item yang tidak

gugur saat uji validitas. Jika hasil uji reliabilitas pada variabel kompensasi

(X1), kepemimpinan (X2), disiplin kerja (X3) dan kinerja pegawai (Y) diatas

0,6 seperti 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik, maka dapat

disimpulkan bahwa variabel tersebut reliable. Oleh karena itu pada

penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan menggunakan teknik Cronbach’s

Alpha seperti skala Likert 1-5 dengan rumus sebagai berikut:

Uji reliabilitas memiliki kriteria dengan rumus alpha adalah


apabila rhitung > rtabel dengan a = 0,05 maka dapat dinyatakan reliabel

dan sebaliknya apabila rhitung < rtabel maka dapat dinyatakan tidak

reliabel.

3) Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang

dibuat dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik. Uji asumsi klasik

yang digunakan, yaitu: uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji

heteroskedastisitas.

4) Uji Normalitas

Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah

nilai residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau

tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang

terdistribusi secara normal. Beberapa metode uji normalitas yaitu dengan

melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik Normal P-P Plot

of regression standardized residual..


5) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen, jika

tidak terjadi korelasi yang tinggi maka model regresi dinyatakan baik.

Model pengujian yang digunakan yaitu dengan melihat nilai Inflation Factor

(VIF) dan Tolerance pada model regresi (Priyatno, 2016: 116). Kriteria uji

multikolinearitas sebagai berikut:

• Jika nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance > 0,01 maka model regresi tidak

terjadi masalah multikolinearitas.

• Jika nilai VIF > 10 dan nilai Tolerance < 0,01 maka model regresi terjadi

masalah multikolinearitas.

6) Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain, Priyatno (2016: 117). Ada atau tidaknya

heteroskedastisitas disini dilihat dengan melihat pola titik-titik pada


scatterplots regresi yang dihasilkan melalui SPSS. Apabila pola membentuk

pola tertentu, maka model regresi memiliki gejala heteroskedastisitas. Jika

tidak ada pola yang jelas dengan titik-titik yang menyebar di atas dan di

bawah angka nol dan pada sumbu Y, maka disimpulkan bebas

heteroskedastisitas.

7) Uji Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh

atau hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen

dengan satu variabel dependen. Perbedaan dengan regresi linier sederhana

adalah, bahwa regresi linier sederhana hanya menggunakan satu variabel

independen dalam satu model regresi, sedangkan regresi linier berganda

menggunakan dua atau lebih variabel independen dalam satu model regresi

(Purnomo, 2016). Variabel inpenden dilambangkan dengan X1, X2, X3...Xn

sedangkan variabel dependen dilambangkan dengan Y.


Persamaan regresi dengan linear berganda dengan tiga variabel

independen adalah sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 +

b6x6

Keterangan:

X1 = Kualitas Kinerja Karyawan

X2 = Kualitas Pelayanan Kesehatan

X3 = Keandalan

X4 = Keyakinan

X5 = Empati

X6 = Berwujud

Y = Tingkat Kepuasan Pasien

a = Nilai konstanta, yaitu nilai Y jika X1, X2, dan X3 = 0

= Koefisien regresi, yaitu nilai peningkatan atau


penurunan variabel Y yang didasarkan variabel X1, X2,
b1-b6 dan X3

8) Uji Hipotesis

a) Uji t

Uji t (uji koefisien regresi secara parsial) digunakan untuk mengetahui

pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel

dependen (Purnomo, 2016). Uji t pada kasus ini digunakan untuk


mengetahui apakah kompensasi, kepemimpinan dan disiplin kerja

berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap kinerja pegawai.

Kriteria pengujian:

• Ho diterima jika –t tabel > t hitung < t table

• Ho ditolak jika –t hitung < t table atau t hitung > t table Berdasarkan

Signifikansi: Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima Jika signifikansi

0,05 maka Ho ditolak

b) Analisis Koefisien Determinasi (Adjused R2)

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui

persentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen (Y) (Munik, 2017). Uji koefisien determinasi ini

digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang

diberikan variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditunjukan

dengan prosentase. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut :
DAFTAR PUSTAKA

A.Kelejan.,V.P.K.Lengkong.,H.N.Tawas.,2018. Pengaruh Perencanaan

Sumber Daya Manusia dan Pengalaman Kerja Terhadap kinerja

Karyawan di PT. Air Manado. Jurnal EMBA Vol.6 No.4 September

2018, Hal. 1918 – 1927

Aldy Rochmat, Purnomo. (2016). Analisis Statistik Ekonomi dan Bisnis

dengan SPSS. Yogyakarta: Fadilatama

Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67), Manajemen Sumber Daya

Manusia Perusahaan.

Cardoso, Gomes, Faustino, 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia,

Yogyakarta: CV. Andi Offset

Di Gennaro, F., Pizzo, D., Marotta, C., Antunes, M., Racalbuto, V.,

Veronese, N., & Smith, L. (2020). Coronavirus Diseases (COVID-19)


Current Status and Future Perspectives: A Narrative Review.

International Journal of Environmental Research and Public Health,

17(8), 2690. doi:10.3390/ijerph17082690

Gibson, JL. et.al. 2007. Organisasi dan Manajemen Perilaku, Struktur,

Proses. Jakarta: Erlangga

Hani Handoko, 1987, Manajemen Personalia dan Sumber Daya

Manusia. BPFE: Yogyakarta. Triton, PB, 2009, Mengelola Sumber

Daya Manusia, Oryza, Yogyakarta.

Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan Manajemen Personalia”

(1984:122-127)

SHusein Umar, 2008, Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan:

Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah, Ed.1-1,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ilyas, Y. 2002. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.


Levey, Samuel, N. Paul Loomba. 1973. Health Care Administration : “A

Managerial perspective”. Dalam: Azwar, Asrul. 1996. Pengantar

Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta : FKUI.

Lusiana, Herlina. 2018. Analisis Kinerja Karyawan Terhadap

Produktivitas Kerja. Jurnal Ilmiah Manajemen At-Tadbir Vol.2 No.1

(2018) 1-11

Malayu SP Hasibuan, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE

YKPN, Yogyakarta.

Mulyono, M., Hamzah, A., dan Abdullah, A. 2013. Faktor yang

Berpengaruhi Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Tingkat III

16.06.01 Ambon. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Volume

2 Nomor 01 Tahun 2013. Hal. 18-26

Nitosemito, 1992, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Priyatno, Duwi. 2016. Belajar Alat Analisis Data Dan Cara

Pengolahnnya Dengan SPSS Praktis dan Mudah Dipahami untuk


Tingkat Pemula dan Menengah. Yogyakarta: Gava Media

Prof. dr. Wibowo, S.E., M.Phil, 2007 Manajemen Kinerja, Ed.3, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Rivai, Veithzal “Performance apprasial, PT Raja Grafindo, Persada

Jakarta : 2005

Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A., 2008. Perilaku Organisasi Buku

1, Salemba Empat, Jakarta.

Sondang P Siagaian, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke

1 Cetakan Ketiga, PT. Bima Aksara, Jakarta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tjiptono fandy. Dan Diana Anastasia, 2001, Total Quality Manajement,

Edisi Revisi.

Utama, S. 2005. ”Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit”.


Jurnal Manajemen Kesehatan. 09 (1), 1-7.

World Health Organization 2006, Quality of care : a process for making

strategic choices in health systems , World Health Organization,

Geneve, Switzerland.

Anda mungkin juga menyukai