Anda di halaman 1dari 23

Daftar Isi

PEMBAHASAN......................................................................................................................................1
A. Revaluasi Aktiva Tetap..................................................................................................................1
B. Aktiva Tetap Yang Dapat Direvaluasi..........................................................................................3
C. Nilai Pasar atau Nilai Wajar..........................................................................................................4
D. PPh Final atas Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap..................................................................7
E. Penyampaian Pemeritahuan Ke KPP............................................................................................9
F. Pengalihan Aktiva Tetap setelah penilaian Kembali..................................................................11
G. Prosedur Permohonan Revaluasi Aktiva Tetap.....................................................................15
I. Contoh Kasus Revaluasi Aktiva Tetap........................................................................................17
Kesimpulan...........................................................................................................................................21
Daftar Pustaka......................................................................................................................................22
PEMBAHASAN

A. Revaluasi Aktiva Tetap


Revaluasi merupakan salah satu cara untuk mewajarkan nilai aktiva/aktiva yang dimilki
perusahaan dan seringkali digunakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar.
Aktiva Tetap merupakan aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau
penyediaan barang atau jasa untuk disewakan kepada pihak lain, atau tujuan administratif dan
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. (SAK-ETAP).
Revaluasi aktiva tetap merupakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang
diakibatkan adanya kenaikan nilai aktiva tetap tersebut dipasaran atau karena rendahnya nilai
aktiva tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab
lain, sehingga nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang
wajar. (Waluyo, 2011)
Pada dasarnya penilaian kembali aktiva tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar aktiva tetap tersebut pada saat penilaian dengan menggunakan metode penelitian yang
lazim berlaku di Indonesia dan dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh
Pemerintah. Jika nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui
oleh Pemerintah tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya maka Direktur Jenderal Pajak
akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar asset yang bersangkutan.
Biasanya revaluasi aktiva dilakukan pada saat akan go publik, menambah modal dengan
menerbitkan tambahan saham, restrukturisasi, akuisisi atau dalam rangka kuasi reorganisasi.
Salah satu tujuan revaluasi adalah agar nilai aktiva perusahaan menunjukkan kondisi yang
sebenarnya, sehingga entitas dapat menjual sahamnya dengan harga yang lebih tinggi, atau
memiliki nilai yang tinggi pada saat diakuisisi pihak lain.
Penerapan metode revaluasi dilakukan untuk aktiva tetap dalam kelompok yang sama.
Tidak ada penjelasan rinci pengertian kelompok yang sama, namun secara implisit dapat
dikatakan jika suatu entitas memiliki aktiva tetap yang disajikan dalam satu kelompok, maka
model penilaian yang digunakan harus sama. Sebagai contoh jika induk menggunakan metode
revaluasi maka konsekuensinya anak perusahaan untuk kelompok aktiva tanah harus
menggunakan metode revaluasi. Namun untuk peralatan, apakah dianggap satu kelompok atau
dapat menggunakan sub kelompok misal kendaraan, mesin, peralatan kantor, tidak ada
pedoman yang mengaturnya.
Pada saat melakukan revaluasi, selisih antara nilai tercatat aktiva dan nilai hasil revaluasi
akan dibukukan sebagai surplus revaluasi. Revaluasi tidak diakui dalam laporan laba rugi tahun
berjalan tetapi merupakan komponen dalam laba rugi komprehensif yang merupakan bagian
dari ekuitas. Jika sebelum revaluasi entitas telah melakukan penurunan nilai maka, akan
dilakukan pembalikan penurunan nilai sebelum diakui sebagai surplus revaluasi. Jika revaluasi
menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai aktiva tercatat maka penurunan nilai ini, pertama
akan mengurangi surplus revaluasi (jika ada), setelah tidak ada lagi baru akan mengurangi
saldo laba. Dengan pencatatan seperti itu, maka entitas akan mengakui penurunan nilai
(impairment), ketika revaluasi menghasilkan nilai aktiva lebih kecil dari nilai terbawa
(carrying value) dengan menggunakan metode biaya.
Surplus revaluasi yang telah disajikan ke saldo laba pada saat aktiva tersebut dihentikan
pengakuan atau disusutkan. Surplus revaluasi akan dipindahkan ke saldo laba selama sisa masa
manfaat aktiva tersebut, jika aktiva tersebut dihentikan pengakuan pemindahannya dilakukan
sekaligus dari sisa surplus revaluasi yang masih ada. Pemindahan dilakukan langsung dengan
mendebit surplus revaluasi dan kredit saldo laba tanpa melalui laporan laba rugi.
Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler sehingga nilai tercatat
aktiva tidak berbeda secara signifikan dengan nilai wajarnya. Standar tidak menyebutkan
berapa tahun sekali, revaluasi dilakukan tergantung perkembangan nilai wajar aktiva tetap. Jika
harga tidak berubah signifikan mungkin revaluasi dapat dilakukan tiga atau lima tahun sekali,
namun jika harga signifkan berubah revaluasi mungkin dilakukan setiap tahun.
Nilai wajar adalah nilai di mana suatu aktiva dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban
diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar
(arm’s length transaction). Berdasarkan konsep nilai wajar, harga pasar aktif merupakan nilai
wajar yang ideal dan memiliki keandalan yang tinggi, karena mudah diverifikasi. Namun jika
tidak ada harga pasar aktif, dapat digunakan nilai pasar terkini, harga pasar dari aktiva serupa,
menggunakan pendekatan nilai kini arus kas di masa depan atau dengan metode nilai opsi.
Khusus untuk menentukan nilai wajar dalam model revaluasi aktiva tetap, standar secara
eksplisit menyebutkan bahwa nilai tanah, bangunan dilakukan oleh penilai independen yang
profesional berdasarkan bukti pasar. Sedangkan nilai wajar pabrik dan peralatan menggunakan
nilai pasar yang ditentukan oleh penilai. Nama penilai harus diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Apabila revaluasi dilakukan, akumulasi penyusutan dapat diberlakukan dengan dengan dua
cara yatu metode eliminasi dan proporsional. Pertama dengan cara eliminasi, akumulasi
penyusutan ditutup sehingga diperoleh nilai buku aktiva, nilai ini kemudian ditambah atau
dikurangi sehingga nilainya menjadi nilai hasil revaluasi aktiva yang terbaru. Kedua dengan
cara proporsional, dengan metode ini, nilai aktiva dan akumulasi penyusutan akan dinaikkan
nilainya sebesar rasio revaluasi (rasio nilai hasil revaluasi dengan nilai buku).

Wajib pajak Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap

Revaluasi aktiva tetap merupakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang diakibatkan
adanya kenaikan nilai aktiva tetap  dipasaran atau karena rendahnya nilai aktiva tetap dalam
laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain,  sehingga nilai
aktiva tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.

Revaluasi aktiva tetap ini sangat penting dilakukan oleh para pengusaha, karena akan
berdampak pada nilai asset mereka, pelaporan akuntansi, dan laporan terhadap pemerintah yang
berhubungan dengan pajak. Karena revaluasi aktiva tetap yaitu penilaian kembali aset-aset
perusahaan menurut depresiasi nilai aset tersebut.

B. Aktiva Tetap Yang Dapat Direvaluasi


Aktiva Tetap yang dapat direvaluasi, yaitu:
1. Aktiva tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan
yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.
2. Aktiva tersebut terletak atau berada diwilayah Indonesia.
3. Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap (revaluasi total) atau
terhadap sebagian aktiva tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan.
4. Penilaian kembali aktiva tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva
tetap pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau
penilai yang diakui oleh pemerintah.
5. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau
penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencaerminkan keadaan
yang sebenarnya, Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar
yang bersangkutan.
6. Selisih antara niali pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang
dinilai kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun
berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan.
7. Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, sesebesar 10% .
8. Bagi WP yang melakukan penggabungan usaha, pajak penghasilan yang terhutang
sebesatr 10% diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung
sejak tahun dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
9. Pajak penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20%
dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun terakhir.
10. Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva tetap sebelum akhir tahun pajak, maka
kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai dengan
dilakukannya revaluasi aktiva tetap tersebut.
11. Nilai pasar atau nilai wajar merupakan dasar penyusutan aktiva mulai tahun pajak
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap tersebut penyusutan dilakukan sesuai
dengan Pasal 11 UU Pajak Penghasilan.
12. Aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan Pajak
Penghasilan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5
tahun setelah dilakukannya penilaian kembali.
13. Apabila WP mengalihkan aktiva tetap tersebut sebelum lewat jangka waktu 5 tahun,
maka atas selisih penilaian aktiva tetap tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasian yang
terutang sebesar 10% dan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%.
14. Dikecualikan dari jangka waktu 5 tahun jika aktiva tetap tersebut dialihkan kepada
pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran
usaha.

C. Nilai Pasar atau Nilai Wajar


Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam
laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga
nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi . Berdasarkan PSAK 16 yang baru,
perusahaan dapat memilih model biaya atau model revaluasi sebagai dasar menilai aset
setelah dimiliki. Aturan ini konsisten dengan peraturan dalam IAS.
Revaluasi aset tetap menurut ketentuan PSAK 16 tahun 1994 :
diperkenankan. Standar menyebutkan “revaluasi aktiva tetap tidak diperkenankan karena
penilaian dengan menggunakan harga perolehan, namun penyimpangan dari ketentuan ini
mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah”. Ketentuan pemerintah tentang
perpajakan membolehkan entitas melakukan penilaian, sehingga revaluasi aset
diperkenankan mengikuti revaluasi aset menurut ketentuan perpajakan. Berdasarkan
ketentuan PSAK 16 tahun 1994, entitas melakukan penilaian kembali asetnya sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Biasanya revaluasi aset dilakukan pada saat akan go publik,
menambah modal dengan menerbitkan tambahan saham, restrukturisasi, akuisisi atau dalam
rangka kuasi reorganisasi. Salah satu tujuan revaluasi adalah agar nilai aset perusahaan
menunjukkan kondisi yang sebenarnya, sehingga entitas dapat menjual sahamnya dengan
harga yang lebih tinggi, atau memiliki nilai yang tinggi pada saat diakuisisi pihak lain.
Revaluasi Aset Tetap menurut ketentuan PSAK 16 revisi 2007 :
Revaluasi merupakan salah satu metode penilaian aset tetap. Jika suatu entitas memilih
menggunakan metode revaluasi maka metode ini harus diterapkan secara konsisten oleh
perusahaan. Perusahaan tidak boleh hanya menggunakan metode revaluasi sesekali untuk
tujuan seperti yang disebutkan di atas, tetapi revaluasi harus dilakukan secara reguler.
Penerapan metode revaluasi dilakukan untuk aset tetap dalam kelompok yang sama. Tidak
ada penjelasan rinci pengertian kelompok yang sama, namun secara implisit dapat
dikatakan jika suatu entitas memiliki aset tetap yang disajikan dalam satu kelompok, maka
model penilaian yang digunakan harus sama. Sebagai contoh jika induk menggunakan
metode revaluasi maka konsekuensinya anak perusahaan untuk kelompok aset tanah harus
menggunakan metode revaluasi. Namun untuk peralatan, apakah dianggap satu kelompok
atau dapat menggunakan sub kelompok misal kendaraan, mesin, peralatan kantor, tidak ada
pedoman yang mengaturnya. Pada saat melakukan revaluasi, selisih antara nilai tercatat aset
dan nilai hasil revaluasi akan dibukukan sebagai surplus revaluasi.
Revaluasi tidak diakui dalam laporan laba rugi tahun berjalan tetapi merupakan
komponen dalam laba rugi komprehensif yang merupakan bagian dari ekuitas. Jika sebelum
revaluasi entitas telah melakukan penurunan nilai maka, akan dilakukan pembalikan
penurunan nilai sebelum diakui sebagai surplus revaluasi. Jika revaluasi menghasilkan nilai
yang lebih kecil dari nilai aset tercatat maka penurunan nilai ini, pertama akan mengurangi
surplus revaluasi (jika ada), setelah tidak ada lagi baru akan mengurangi saldo laba. Dengan
pencatatan seperti itu, maka entitas akan mengakui penurunan nilai (impairment), ketika
revaluasi menghasilkan nilai aset lebih kecil dari nilai terbawa (carrying value) dengan
menggunakan metode biaya. Surplus revaluasi yang telah disajikan ke saldo laba pada saat
aset tersebut dihentikan pengakuan atau disusutkan. Surplus revaluasi akan dipindahkan ke
saldo laba selama sisa masa manfaat aset tersebut, jika aset tersebut dihentikan pengakuan
pemindahannya dilakukan sekaligus dari sisa surplus revaluasi yang masih ada.
Pemindahan dilakukan langsung dengan mendebit surplus revaluasi dan kredit saldo laba
tanpa melalui laporan laba rugi.
Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler sehingga nilai
tercatat aset tidak berbeda secara signifikan dengan nilai wajarnya. Standar tidak
menyebutkan berapa tahun sekali, revaluasi dilakukan tergantung perkembangan nilai wajar
aset tetap. Jika harga tidak berubah signifikan mungkin revaluasi dapat dilakukan tiga atau
lima tahun sekali, namun jika harga signifkan berubah revaluasi mungkin dilakukan setiap
tahun. Nilai wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban
diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi
wajar (arm’s length transaction).
Berdasarkan konsep nilai wajar, harga pasar aktif merupakan nilai wajar yang ideal dan
memiliki keandalan yang tinggi, karena mudah diverifikasi. Namun jika tidak ada harga
pasar aktif, dapat digunakan nilai pasar terkini, harga pasar dari aset serupa, menggunakan
pendekatan nilai kini arus kas di masa depan atau dengan metode nilai opsi. Khusus untuk
menentukan nilai wajar dalam model revaluasi aset tetap, standar secara eksplisit
menyebutkan bahwa nilai tanah, bangunan dilakukan oleh penilai independen yang
profesional berdasarkan bukti pasar. Sedangkan nilai wajar pabrik dan peralatan
menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai. Nama penilai harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan. Apabila revaluasi dilakukan, akumulasi penyusutan
dapat diberlakukan dengan dengan dua cara yatu metode eliminasi dan proporsional.
Pertama dengan cara eliminasi, akumulasi penyusutan ditutup sehingga diperoleh nilai buku
aset, nilai ini kemudian ditambah atau dikurangi sehingga nilainya menjadi nilai hasil
revaluasi aset yang terbaru. Kedua dengan cara proporsional, dengan metode ini, nilai aset
dan akumulasi penyusutan akan dinaikkan nilainya sebesar rasio revaluasi (rasio nilai hasil
revaluasi dengan nilai buku).
Pajak atas revaluasi menurut PSAK 16 dipertanggungjawabkan mengikuti ketentuan
dalam PSAK 46 tentang pajak penghasilan. Atas selisih revaluasi tidak diakui dalam laba
rugi tahun berjalan tetapi diakui dalam laba komprehensif, maka konsekuensi pajaknya
akan dimasukkan dalam komponen laba komprehensif. Jika pajak atas revaluasi ini tidak
dikenakan menurut peraturan perpajakan maka konsekuensi pajaknya akan diakui sebagai
aset atau liabiltas pajak tangguhan. Sebagai contoh atas keuntungan revaluasi tanah akan
diakui debit beban pajak tangguhan atas surplus revaluasi dan kredit liabilitas pajak
tangguhan.
Tarif Revaluasi Aset khusus tahun 2015 dan 2016 itu sebagai berikut:
• 3% (tiga persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
• 4% (empat persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian
kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 30 Juni 2016;
• 6% (enam persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan
tanggal 31 Desember 2016
Keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 ini adalah :
1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;
2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dalam akun
“Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal …. “. Akun ini
disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi
penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi.
3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul “saham baru” baik berupa saham bonus atau saham
baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan
Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun
namanya, dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU PPh.

Keuntungan Revaluasi Aset untuk kepentingan komersial, yaitu:


1. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya), sehingga dapat lebih baik
dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan maupun investor dalam melakukan
investasi.
2. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go publik, revaluasi berguna untuk
menyusun nilai asetnya ke harga yang realistis
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur , sebagai dampak membaiknya beberapa rasio
keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh
debt to assets ratio dan debt to equity ratio.
4. Penilaian kembali aktiva tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang ingin
merger. Sebab dengan melakukan penilaian kembali aktiva tetap pada masing – masing
perusahaan yang ingin melakukan merger, maka akan dapat diketahui nilai aktiva
sesungguhnya (nilai wajarnya) untuk perusahaan bentukan baru (setelah merger).

Kerugian Revaluasi Aset Tetap bagi Perusahaan :

Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran kas
masuk, perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan keuangan nya.
Sedangkan bila terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan akan dikenai PPh final sebesar
10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan
tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aset
turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun
harga asetnya meningkat, maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final. Padahal
kenaikan harga aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan apalagi
untuk menilai nilai wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar, perusahaan membutuhkan jasa
penilai (assessor) sehingga akan makin menambah biaya yang keluar untuk menilai asset – aset
tersebut. Maka hal ini hanya akan menjadi pemborosan saja bagi perusahaan.

Perusahaan seiring berjalannya waktu akan mengalami perubahan nilai pada asetnya.
Perubahan ini bisa menjadikan nilai aset menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. Apabila nilai
aset sebenarnya lebih besar dari nilai buku maka perusahaan telah mencatat terlalu rendah,
begitu sebaliknya. Hal ini terjadi disebabkan

1. Inflasi, yang mengakibatkan harga pasar tidak sesuai dengan harga buku
2. Aset memiliki daya tahan yang kuat
3. Aset rusak disebabkan beberapa hal seperti salah penggunaan, kecelakaan, bencana
alam dan lain-lain.

Dengan kondisi seperti itu IAI mengeluarkan PSAK 16 yang terakhir kali direvisi pada tahun
2011 yang mengatur tentang penilaian kembali aset atau disebut dengan revaluasi aset. Dalam
PSAK itu dijelaskan bahwa revualuasi aset diperbolehkan selama peraturan memperbolehkan.

D. PPh Final atas Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap


1. Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 384/KMK.04/1998 Jo SE - 29/PJ.42/1998
2. Wajib pajak yang diperkenankan untuk melakukan revaluasi aktiva tetap adalah wajib pajak
dalam negeri yang mempunyai aktiva tetap yang terletak/berada di Indonesia, dengan syarat
telah memenuhi semua kewajiban pajaknya (PPh, PPN, PPnBM, dan PBB) sampai dengan
masa pajak terakhir sebelum revaluasi.
3. Aktiva tetap yang dapat direvaluasi meliputi ; tanah, bangunan, dan bukan bangunan,
dengan syarat tidak dimaksudkan untuk dialihkan.
4. Revaluasi dapat dilakukan baik terhadap keseluruhan aktiva tetap maupun sebagian aktiva
tetap yang dimiliki. Penilaian didasarkan pada nilai pasar wajar pada saat penilaian yang
dilakukan oleh lembaga penilai yang diakui Pemerintah.
5. Apabila nilai pasar/nilai wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penilai ternyata tidak
mencerminkan keadaaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak dapat menetapkan kembali
nilai pasar/nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
6. Selisih lebih antara nilai pasar/nilai wajar dengan nilai sisa buku fiskal aktiva tetap yang
dinilai kembali, harus dikompensasikan terlebih dahulu dengan rugi fiskal tahun berjalan
dan sisa rugi fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
7. PPh Final yang terutang = 10% x (Selisih antara nilai pasar dengan nilai sisa buku fiskal
aktiva tetap - Kompensasi kerugian yang masih diperkenankan).
8. Dalam rangka restrukturisasi usaha PPh Final tersebut dapat dibayar secara cicilan dalam
jangka waktu 5 tahun (tiap tahun minimal 20% dari PPh yang terutang, kecuali pelunasan
terakhir).

9. Aktiva yang direvaluasi tersebut tidak diperkenankan dialihkan dalam jangka waktu 5 tahun,
kecuali :

Dialihkan kepada Pemerintah.


-
- Dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha bagi wajib
pajak yang diperkenankan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
berdasarkan nilai buku
- Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 Jo 469/KMK.04/1998
8. Apabila aktiva tetap yang telah direvaluasi tersebut dialihkan sebelum lewat 5 tahun, wajib
pajak yang bersangkutan wajib menyetor tambahan PPh Final sebesar = 15% x (Selisih
Penilaian Kembali Aktiva Tetap - Kompensasi Kerugian yang masih diperkenankan).

Pada tanggal 23 Mei 2008 Menteri Keuangan telah menandatangani Peraturan Menteri
Keuangan No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk
Tujuan Perpajakan. Peraturan Menteri Keuangan ini menggantikan Keputusan Menteri
Keuangan No. 486/KMK.03/2002. Di PMK ini terdapat kententuan baru yang sebelumnya
belum diatur. Menurut catatan saya, peraturan yang baru tersebut :

[a.] Revaluasi hanya bisa dilakukan setelah lima tahun dari revaluasi sebelumnya, Pasal 3
ayat (2);
Sebelumnya, batasan revaluasi hanya menyebutkan “satu kali dalam tahun buku yang sama”.
Artinya, revaluasi bisa dilakukan berkali-kali sebelum lima tahun asal tahun buku yang beda.
Tapi sekarang hanya boleh lima tahun sekali. Kurang dari lima tahun tentu saja tidak boleh :D

[b.] Revaluasi dilakukan paling lambat satu tahun sejak tanggal laporan penilai, Pasal 4
ayat (3);
Walaupun sebelumnya tidak disebutkan tetapi untuk daerah yang dinamis seperti Jakarta, tentu
saja nilai aktiva tetap tahun ini akan berbeda dengan nilai aktiva tetap tahun depan. Misalnya
nilai pasar atas tanah. Karena itu sangat wajar jika revaluasi dilakukan tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan penilai karena jika lebih lama lagi kemungkinan besar nilainya
akan berubah lagi. Sesuai dengan ketentuan di Pasal 4 ayat (2), jika revaluasi tidak
mencerminkan nilai wajar pasar yang sebenarnya, maka nilai revaluasi hasil perusahaan penilai
atau ahli penilai bisa dikoreksi [ditetapkan kembali] oleh Direktorat Jenderal Pajak.

[c.] Aktiva yang telah direvaluasi tidak boleh dijual atau dialihkan sebelum habis masa
manfaatnya, Pasal 8;
Untuk aktiva tepak kelompok 1 dan kelompok 2, tidak ada perubahan ketentuan periode
larangan dijual. Diketentuan sebelumnya memang diatur bahwa aktiva tetap hasil revaluasi
tidak boleh dijual sebelum habis masa manfaatnya. Tetapi ketentuan baru ada perbedaan
perlakuan untuk kelompok 3, kelompok 4, bangunan dan tanah. Khusus untuk kelompok 3,
kelompok 4, bangunan dan tanah, batas waktu “tidak boleh dijual” selama 10 (sepuluh) tahun.
Jika pada batas waktu tersebut telah terjadi pengalihan aktiva hasil revaluasi, maka dikenakan
tambahan PPh.

Selisih lebih revaluasi kenakan PPh final sebesar 10%. Tetapi jika aktiva telah hasil revaluasi
dijual sebelum batas waktu diatas, maka dikenakan PPh Tambahan sebesar tarif tertinggi PPh
Badan dikurangi 10%. Berdasarkan UU NO. 17 tahun 2000 tarif tertinggi Pasal 17 adalah 30%.
Maka tarif PPh Tambahan adalah 30% - 10% = 20% dan bersifat final!

Ketentuan sebelumnya, PPh Tambahan tersebut tarifnya ditentukan, yaitu 20%. Selain itu,
batasan tidak boleh dijual juga hanya masa manfaat. Contoh, masa manfaat bangunan 20 tahun.
Ketentuan sebelumnya, bangunan yang telah direvaluasi tidak boleh dijual sebelum 20% sejak
revaluasi [habis masa manfaatnya]. Tetapi sekarang, batasan bangunan hanya 10 tahun saja.
Pada tahun yang ke 11 [sebelas] aktiva hasil revaluasi untuk kelompok 3, kelompok 4,
bangunan dan tanah bebas dijual tanpa ada PPh Tambahan!

[d.] Atas selisih lebih hasil revaluasi diatas nilai buku dikenakan PPh Final sebesar 10%,
Pasal 5;
Sebelumnya bunyi tarif PPh final sebagai berikut:
(1) Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula setelah
dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya
berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku,
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).
(2) Kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap harus dilakukan
terlebih dahulu, meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat
penghasilan kena pajak dari keuntungan usaha dan atau sumber lainnya.
Sedangkan bunyi ketentuan baru :
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).

Artinya, untuk menghitung PPh revaluasi sekarang tidak boleh memperhitungkan kompensasi
kerugian fiskal. Selisih lebih langsung dikalikan tarif 10%. Karena itu, mungkin saja Wajib
Pajak yang sedang mengalami kerugian dan memiliki kompensasi kerugian fiskal tetap
diharuskan membayar PPh final atas selisih lebih revaluasi.

[e.] Angsuran PPh Final, Pasal 6;


Wajib Pajak yang mengalami kesulitan keuangan dapat mengangsung PPh final yang terutang.
PPh final tersebut dapat diangsur paling lama 12 bulan. Ketentuan sebelumnya, masa angsuran
bisa sampai lima tahun. Untuk PPh final yang terutang di atas Rp2.trilyun s.d. Rp4.trilyun
boleh mengangsur 2 (dua) tahun. Untuk PPh final yang terutang di atas Rp4.trilyun s.d.
Rp6.trilyun boleh mengangsur 3 (tiga) tahun. Untuk PPh final yang terutang di atas Rp6.trilyun
s.d. Rp8.trilyun boleh mengangsur 4 (dua) tahun. Untuk PPh final yang terutang di atas
Rp8.trilyun boleh mengangsur selama 5 (lima) tahun. Nah, sekarang mah angsuran cuma satu
tahun saja.
E. Penyampaian Pemeritahuan Ke KPP

Setelah melakukan revaluasi aktiva tetap maka Wajib Pajak memberitahukan hasil penilaian
kembali dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada Dirjen Pajak cq.Ka.KPP tempat
WP terdaftar dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut: Laporan penilaian dari perusahaan
penilai/penilai profesional yang diakui oleh pemerintah; Neraca penyesuaian yang telah diaudit
oleh akuntan publik yang secara kelas terlihat nilai aktiva sebelum dan sesudah dilakukannya
revaluasi aktiva tetap; Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi aktiva tetap dan perhitungan
besarnya PPh terutang; Surat Setoran Pajak (SSP).

Merupakan permohonan WP untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk
tujuan perpajakan/revaluasi aktiva tetap
sesuai peraturan terakhir :
PMK-79/PMK.03/2008, 23 Mei 2008 dan
PER-12/PJ./2009, 23 Pebruari 2009

Cara :

Permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan
Pajak tempat Perusahaan terdaftar (KPP Domisili), dengan menggunakan formulir Lampiran I
PER-12/PJ/2009.

Permohonan harus dilengkapi dengan:

1. Fotocopy surat ijin usaha perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh ijin dari
Pemerintah, yang dilegalisir oleh instansi Pemerintah yang berwenang menerbitkan surat ijin
usaha tersebut;

2. Laporan penilaian Perusahaan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang
memperoleh ijin dari Pemerintah;

3. Daftar Penilaian Kembali Aktita Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II PER-12/PJ/2009

4. Laporaan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali tetap perusahaan yang
telah diaudit akuntan publik.

Jangka waktu penyelesaian

Paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan perusahaan

Mengangsur Pembayaran PPh Final atas Revaluasi


Perusahaan yang dalam kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekalgus
pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang dalam rangka penilalan
kembali aktiva tetap dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama
untuk 12 (dua belas) bulan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP dengan menggunakan formulir
Lampiran V PER-12/PJ/2009

F. Pengalihan Aktiva Tetap setelah penilaian Kembali


Besaran revaluasi aset tetap terbagi menjadi 3 macam dan ketiganya bersifat Final. Adapun
besaran tarif tersebut adalah:

1. 3% untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai
paling lambat 31 Desember 2016.
2. 4% untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 30 Juni 2017.
3. 6% untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017.

Sebelum adanya PSAK 16 Revisi 2007, semua perusahaan di Indonesia mencatat akuntansi
untuk aset tetapnya dengan menggunakan model biaya historis. Perlakuan revaluasi untuk
menyajikan kembali nilai aset tetap yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan nilai saat ini
merupakan pelanggaran terhadap standar. Beberapa perusahaan memang melakukan revaluasi.
Biasanya revaluasi tersebut dilakukan dengan tujuan tertentu seperti untuk memperbaiki posisi
keuangan dalam rangka tujuan memperoleh kredit dari bank, proses penjualan perusahaan,
ataupun adanya kuasi reorganisasi. Selain tidak adanya standar akuntansi yang
memperbolehkan perlakuan revaluasi, perusahaan mungkin juga enggan melakukan revaluasi
sehubungan dengan adanya kemungkinan pembayaran pajak tambahan. Pajak tambahan
tersebut dapat timbul dari pengakuan atas kenaikan nilai aset tetap akibat adanya revaluasi.

Pada dasarnya perlakuan awal untuk aset tetap yang disajikan pada harga wajarnya dengan
menggunakan model revaluasian sesuai PSAK 16 revisi 2007 adalah sama dengan perlakuan
awal dengan menggunakan model biaya. Perlakuan awal tersebut tentunya dimulai ketika
perolehan aset yang kemudian diakui sebagai aset tetap karena telah memenuhi syarat untuk
diakui sebagai aset tetap. Kesamaan tersebut termasuk dalam komponen-komponen biaya yang
dapat dikategorikan sebagai bagian dari nilai perolehan aset tetap.

Perbedaan perlakuan tersebut terutama adalah perlakuan pada saat pengukuran sesudah tanggal
perolehan. Didalam model biaya historis pengukuran setelah perolehan dilakukan dengan
menentukan nilai buku aset tetap. Nilai buku tersebut diperoleh dari total nilai perolehan
dikurangi dengan total beban depresiasi yang dikumpulkan dalam perkiraan akumulasi
depresiasi. Di dalam perlakuan akuntansi dengan model revaluasi menurut PSAK 16 Revisi
2007, secara garis besar perlakuan tersebut sama. Titik utama perbedaannya terletak pada
penentuan total nilai perolehan dari aset yang bersangkutan dan akumulasi depresiasi yang
dimiiki.

Di dalam model biaya historis, total nilai perolehan atas suatu aset tidak akan berubah selama
tidak ada transaksi yang berkaitan dengan aset tetap tersebut. Transaksi yang dapat
mempengaruhi nilai perolehan aset tetap menurut model biaya historis antara lain adalah
pembelian, penjualan, penghapusan, pertukaran aset tetap, dan perbaikan aset tetap yang masuk
dalam kategori pengeluaran modal. Nilai perolehan aset tetap tersebut tidak akan berubah
walapun terdapat perubahan harga yang signifikan. Nilai aset tersebut hanya akan berubah jika
perusahaan melakukan revaluasi, yang dalam hal ini bertentangan dengan standar akuntansi
sebelumnya, dan memerlukan perlakuan khusus.

Nilai akumulasi depresiasi dalam akuntansi dengan model biaya historis juga pada umunya
hanya akan berubah pada saat pengakuan beban depresiasi. Selain itu transaksi lain yang dapat
mengubah nilai akumulasi depresiasi adalah pelepasan aset tetap dan penurunan nilai aset tetap.

Di dalam akuntansi dengan model revaluasi, kedua hal tersebut yaitu nilai perolehan dan
akumulasi depresiasi dapat berubah selain dari transaksi yang telah disebutkan sebelumnya.
Perubahan tersebut adalah perubahan yang disebabkan karena adanya penilaian kembali aset
tetap. Nilai perolehan aset yang dicatat di dalam neraca perusahaan akan berubah seiring
dengan perubahan nilai wajar aset tetap yang diketahui dengan melakukan penilaian kembali.
Akumulasi depresiasi sendiri akan mengikuti perubahan akibat penilaian kembali tersebut.

Perlakuan akuntansi dengan model revaluasi biasanya akan menghasilkan nilai yang lebih besar
daripada nilai yang tercatat dalam buku perusahaan. Salah satu faktor utama yang mendorong
hal tersebut adalah adanya inflasi di masayrakat.

Di dalam PSAK 16 revisi 2007 dikatakan bahwa nilai wajar yang disajikan pada laporan
keuangan merupakan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai profesional baik dengan
menggunakan data-data pasar mapun pertimbangan profesional mereka sendiri. Nilai wajar
tersebut akan disajikan dalam laporan keuangan dan akan menghasilkan perkiraan baru yang
bernama “selisih/surplus revaluasi aset tetap”. Perkiraan tersebut merupakan bagian dari
perhitungan laba komprehensif dan langsung dimasukkan ke dalam bagian ekuitas.

Untuk saldo akumulasi depresiasi sendiri terdapat dua cara yang bisa dilakukan dalam
kaitannya dengan pelaksanaan revaluasi. Berdasarkan paragraf 35 PSAK 16 Revisi 2007,
perlakuan terhadap depresiasi dapat dilakukan dengan cara:

1. Disajikan kembali secara proporsional sehingga nilai tercatat aset sama dengan nilai
hasil revaluasi
2. Dieliminasi terhadap saldo bruto aset tetap, dan jumlah neto setelah eliminasi disajikan
sejumlah nilai revaluasi aset tersebut

Contoh pelaksanaan revaluasi:

Sebuah aset yang dimiliki oleh perusahaan pada tahun 20X5 diperoleh dengan nilai X.
Perusahaan mengubah metode pencatatan yang dilakukan dengan menggunakan model
revaluasi. Pada akhir periode 20X9 aset tersebut dinilai naik menjadi Y. Jurnal yang dilakukan
oleh perusahaan tersebut adalah

Alternatif pertama yaitu nilai akumulasi depresiasi disajikan secara proporsional.

Aset Tetap                                    xxxx

Surplus Revaluasi                                            xxxx


Akumulasi Depresiasi                                    xxxx

Akibat perubahan dari transaksi tersebut adalah aset tetap di neraca perusahaan pada akhir
20X9 akan disajikan senilai Y dan bukan X. dan di dalam neraca perusahaan perusahaan bagian
ekuitas akan ditemukan perkiraan surplus revaluasi senilai perbedaan antara nilai perolehan
dengan nilai revaluasi. Akumulasi depresiasi yang berkaitan juga disesuaikan dengan juranl
tersebut. Depresiasi selanjutnya juga tetap dilakukan hanya saja dasar depresiasi bukan lagi
nilai perolehan melainkan nilai hasil revaluasi.

PT XYZ

Neraca (parsial)

Per 31 Desember 20XX

Aset

…………………………………………………

Aset Tetap                                           xxxx (sebesar nilai revaluasi)

Akumulasi Depresiasi                         xxxx (disesuaikan dengan jurnal)

………………………………………………….

Total Aset

Utang dan Ekuitas

…………………………………………………

Selisih Lebih Revaluasi                        xxxx (selisih nilai perolehan dan nilai revaluasi)

………………………………………………..

Total Utang dan Ekuitas

Alternatif kedua adalah dengan menghapuskan saldo akumulasi depresiasi dan mencatat saldo
neto sebagai nilai revaluasi.

Akumulasi Depresiasi                         xxxxx

Aset Tetap                                           xxxxx

Selisih Lebih Revaluasi                                        xxxxx

Akibat dari transaksi tersebut adalah aset tetap di neraca perusahaan pada akhir 20X9 akan
disajikan senilai Y dan bukan X. dan di dalam neraca perusahaan perusahaan bagian ekuitas
akan ditemukan perkiraan surplus revaluasi senilai perbedaan antara nilai buku dengan nilai
revaluasi. Akumulasi depresiasi yang berkaitan dengan aset tersebut tidak ada karena sudah
dihapuskan. Depresiasi selanjutnya juga tetap dilakukan hanya saja dasar depresiasi bukan lagi
nilai perolehan melainkan nilai hasil revaluasi.

PT XYZ

Neraca (parsial)

Per 31 Desember 20XX

Aset

…………………………………………………

Aset Tetap                                                          xxxx (sebesar nilai revaluasi)

………………………………………………….

Total Aset

Utang dan Ekuitas

…………………………………………………

Selisih Lebih Revaluasi                   xxxx (selisih nilai perolehan dan nilai revaluasi)

………………………………………………..

Total Utang dan Ekuitas

Perusahaan yang memilih model biaya harus menyesuaikan nilai aset tetap mereka secara
teratur. Di dalam PSAK disebutkan revaluasi tersebut dilakukan secara teratur sesuai dengan
frekuensi perubahan nilai wajar aset tetap yang bersifat signifikan. Penjelasan lanjutan dalam
PSAK 16 Revisi 2007 juga menyebutkan aturan untuk revaluasi yang dilakukan setelah
revaluasi yang pertama. Aturan tersebut berbunyi:

Paragraf 39 PSAK 16 Revisi 2007

“Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke
ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui di dalam laporan
laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah dilakukan
sebelumnya dalam laporan laba rugi.”

Paragraf 40 PSAK 16 Revisi 2007

“Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba
rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada
bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi untuk aset tersebut.”
Artinya dalam pelaksanaan revaluasi lanjutan, nilai surplus atas revaluasi yang dihasilkan pada
revaluasi pertama harus diperhitungkan dalam melakukan revaluasi pada periode berikutnya.
Jika terdapat saldo selisih revaluasi yang berlawanan, misalnya sebelumnya mengalami
kenaikan akibat reavalusi dan berikutnya mengalami penurunan akibat revaluasi atau
sebaliknya, selisih lebih revaluasi periode kedua dan seterusnya tersebut terlebih dahulu
digunakan untuk mengelimininasi saldo selisih lebih revaluasi yang ada dari revaluasi pertama.

Sedangkan dalam kaitannya dengan perhitungan pajak, selain perbedaan dalam akuntansi dan
pajak untuk penentuan masa manfaat, nilai sisa, dan metode depresiasi, penggunaan model
revaluasi akan menambah kompleks perbedaan tersebut. Di dalam aturan pajak yaitu Undang-
undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terdapat aturan bahwa pajak atas
revaluasi besarnya adalah 10% dan bersifat final. Artinya pelaksanaan revaluasi yang
menambah menambah nilai aset tetap perusahaan akan menyebabkan perusahaan mendapat
tambahan beban pembayaran pajak. Sedangkan jika dalam revaluasi tersebut terdapat
penurunan tidak ada perlakuan apapun yang terkait dengan perhitungan pajak.

G. Prosedur Permohonan Revaluasi Aktiva Tetap


Prosedur permohonan revaluasi :
1. Wajib pajak (WP) yang dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penilaian
kembali aktiva tetap adalah WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak
termasuk WP yang memperoleh ijin menyelenggarakan pembukuan dengan mata uang
asing.
2. Syarat-syarat pengajuan permohonan :
a. WP dapat mengajukan permohonan dengan syarat telah memenuhi semua
kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak
dilakukannya penilaian kembali.
b. Aktiva tetap yang dapat dinilai kembali adalah aktiva tetap berwujud yang terletak
atau berada di Indonesia yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan.
c. Penelilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian altiva tetap perusahaan
termasuk aktiva tetap yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan
ketentuan yang berlaku. Dan hanya dapat dilakukan penilaian kembali paling
banyak satu (1) kali dalam satu tahun buku.
d. WP yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap wajib mengajukan permohonan
kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi KPP tempat WP terdaftar (KPP
domisili) paling lambat 30 hari kerja setelah tanggal dilakukan penilaian kembali
aktiva tetap dengan melampirkan :
 Fotokopi surat ijin usaha jasa penilai yang dilegalisir oleh instansi pemerintah
yang berwenang untuk menerbitkan surat ijin usaha tersebut.
 Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional yang
diakui pemerintah.
 Daftar Penilaian Kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
 Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap
yang telah diaudit oleh akuntan publik.
 Surat keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari KPP tempat WP
terdaftar.
e. Permohonan WP yang terlambat diajukan atau tidak dilengkapi dengan lampiran
sampai dengan batas waktu sebagaimana diatur tidak dapat dipertimbangkan.
f. Apabila permohonan WP menurut hasil penelitian telah memenuhi persyaratan
formal dan material, maka Kepala Kantor Wialayah wajib menerbitkan Keputusan
persetujuan atau penolakan Direktur Jendral Pajak paling lambat 30 hari kerja
setelah tanggal diterimanya permohonan WP.
g. Apabila setelah lewat batas waktu 30 hari kerja Kepala Kantor Wilayah belum
menerbitkan Keputusan persetujuan atau penolakan, maka permohonan WP
dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah wajib menerbitkan keputusan paling
lambat tiga (3) hari setelah tanggal berakhirnya batas waktu tersebut.
H. Alasan dalam melakukan Revaluasi Aktiva Tetap
Alasan Wajib Pajak melakukan Revaluasi Aktiva Tetap sebagai berikut:
1. Meningkatkan nilai perusahaan (mark-up) sehingga memudahkan perusahaan dalam
proses pencarian dana, baik melalui pinjaman bank maupun pinjaman saham (go

Aktiva tetap Nilai Buku Fiskal Nilai Pasar Selisih Lebih


Tanah Rp. 2.000.000.000 Rp. 2.500.000.000 Rp. 500.000.000
Bangunan Rp. 200.000.000 Rp. 450.000.000 Rp. 250.000.000
Mesin Rp. 1.000.000.000 Rp. 8.000.000.000 Rp. 7.000.000.000
Rp. 3.200.000.000 Rp. 10.950.000.000 Rp. 7.750.000.000

public);
2. Meningkatkan biaya penyusutan aktiva tetap dimasa datang sehingga deductibie
expense dimasa datang semakin besar dan beban pajak semakin kecil;
3. Meningkatkan keakuratan perhitungan penghasilan maupun biaya sehingga
mencerminkan kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam menghasilkan laba;
4. Agar neraca perusahaan menunjukan posisi kekayaan perusahaan yang sebenarnya.

I. Contoh Kasus Revaluasi Aktiva Tetap


Contoh Kasus 1
Pada tanggal 1 Januari 2003 PT. PQR melakukan penilaian kembali aktiva perusahaan.
Posisi aktiva perusahaan pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut :

Untuk tahun 2002 PT. PQR memperoleh laba sebesar Rp. 200.000.000. Tahuntahun
sebelumnya PT. PQR mencatatatkan kerugian sebagai berikut:

Tahun Kerugian
1995 Rp. 200.000.000
1996 Rp. 300.000.000
1997 Rp. 250.000.000
1998 Rp. 2.000.000.000
1999 Rp. 3.000.000.000
2000 Rp. 200.000.000
2001 Rp. 100.000.000

Pembahasan:
PT. PQR terlebih dahulu mengkompensasikan laba tahun 2002 sebesar Rp. 200.000.000
dengan rugi tahun 1997 sebesar Rp. 250.000.000 sehingga sisa rugi tahun 1997 adalah
Rp. 50.000.000.Kemudian selisih revaluasi dikompensikan dengan urutan sebagai berikut:
Selisih Lebih Kompensasi Kerugian Sisa Selisih lebih
Rp. 7.750.000.000 Th. 2001 Rp. 100.000.000 Rp. 7.650.000.000
Rp. 7.650.000.000 Th. 2000 Rp. 200.000.000 Rp. 7.450.000.000
Rp. 7.450.000.000 Th. 1999 Rp. 3.000.000.000 Rp. 4.450.000.000
Rp. 4.450.000.000 Th. 1998 Rp. 2.000.000.000 Rp. 2.450.000.000
Rp. 2.450.000.000 Th. 1997 Rp. 50.000.000 Rp. 2.400.000.000
PPh Revaluasi aktiva tetap = 10% x Rp. 2.400.000.000 = Rp. 240.000.000 (Final)
Apabila revaluasi tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan usaha merger atau
konsolidasi, maka PPh Final sebesar Rp. 240.000.000 dapat diangsur sampai 5 tahun
minimal 20%/tahun.
Contoh Kasus 2
Studi Kasus
PT (Persero) Angkasa Pura
Laba rugi perusahaan PT. Angkasa Pura adalah Rp. 4.464.157.000 sebelum dikenakan
Pajak Penghasilan (PPh) terhadap Badan dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar
25%. Dengan demikian besarnya PPh Terhutang PT. (Persero) Angkasa Pura I Kantor
Cabang Bandar Udara Sam Ratulangi sesuai dengan tarif pajak PPh Pasal 17 ayat 2 (a)
adalah sebagai berikut :
25% x Rp.4.464.157.000 = Rp. 1.116.039.250
Pengaruh Revaluasi Aktiva Tetap Terhadap Laba Kena Pajak
Laporan laba rugi sebelum PPh badan sebesar Rp.3.084.186.000. Perhitungan PPh Terhutang
adalah:
25% x Rp.3.084.186.000 = Rp. 771.046.500
Tarif PPh Final :
10% x Rp.59.226.358.127,78 = Rp. 5.922.635.812,77
Final ditambah dengan PPh badan yaitu sebesar Rp.6.693.682.312.77

Perbandingan Pengenaan Pajak Sebelum Melakukan Dan Melakukan Revaluasi Aktiva


Tetap
Sebelum Melakukan
Melakukan Revaluasi
Revaluasi
5.922.635.812,7
Biaya PPh Final Revaluasi 0
7
Laba Kena Pajak 4.464.157.000 3.084.186.000
Beban Pajak 1.116.039.250 771.046.500
Dikarenakan biaya PPh final revaluasi lebih besar daripada beban pajak , maka beban pajak
dihapuskan menjadi Rp. 0.
Biaya PPh final revaluasi dapat di angsur sampai 5 tahun.
Namun sebaiknya , PT. Angkasa Pura I sebelum melakukan revaluasi terhadap aktiva tetap
perusahaannya, sebaiknya dilakukan pertimbangan terlebih dahulu, dimana dapat dilakukan
dengan cara membandingkan besarnya pajak yang dibayar apabila melakukan revaluasi dan
tidak melakukan revaluasi aktiva tetapnya, apabila jumlah pajak PPh Final dan PPh Badan yang
dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak dengan tidak melakukan revaluasi aktiva tetap
(PPh Badan), maka perusahaan tidak perlu melakukan revaluasi melalui aktiva tetap dengan
melihat kembali peraturan yang berlaku dan nilai pasar wajar aktiva tetap perusahaan yang ada
dan menghasilkan nilai wajar yang sesuai dan mendapatkan total beban pajak yang sebenarnya.
Kesimpulan
Revaluasi aktiva tetap merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh
perusahaan sebagai salah satu cara pelaksanaan tax planning yang bertujuan untuk
meringankan beban kerugian perusahaan.
Revaluasi aktiva tetap secara umum akan menghasilkan kenaikan nilai pasar wajar
yang merupakan nilai aktiva pada tahun berjalan dan biaya disusutkan aktiva.
Kenaikan biaya penyusutan akan menurunkan laba usaha yang berdampak pada
pengurangan beban PPh badan. Pada aktiva tanah, tidak dapat menghemat pajak karena
aktiva tanah tidak dapat disusutkan, sedangkan untuk aktiva berwujud lainnya dapat
menghemat pajak karena pada aktiva tersebut dapat disustkan
Ketentuan pajak mengharuskan revaluasi dilakukan atas seluruh aktiva tetap yang
dimiliki oleh satu wajib pajak bukan satu kelompok aktiva suatu entitas seperti dalam
ketentuan dalam standar akuntansi. Akuntansi mengharuskan revaluasi dilakukan secara
reguler namun pajak justru melarang dilakukan revaluasi sebelum lima tahun.
Namun kedua pengaturan revaluasi menggunakan dasar penilaian nilai wajar atau
nilai pasar yang ditetapkan oleh penilai independen. Bagi entitas revaluasi akan
menimbulkan dua biaya besar yaitu biaya jasa penilai dan pajak final yang dibayarkan
pada saat revaluasi dilakukan. Sedangkan menurut akuntansi selisih penilaian tersebut
tidak diakui dalam laba rugi tetapi sebagai komponen ekuitas pada akun laba rugi
komprehensif.
Jika entitas berpegang pada aturan dalam standar akuntansi, maka secara otomatis
tidak akan ada perusahaan yang akan melakukan revaluasi menurut ketentuan perpajakan
dan di sisi lain perusahaan juga akan jarang memilih menggunakan metode revaluasi.
Praktik revaluasi yang hanya dilakukan sesekali menyalahi standar akuntansi sehingga
ketentuan pajak sulit diterapkan. Jika perusahaan akan melakukan revalusi menurut
ketentuan akuntansi dan pajak menganggap itu sebagai revaluasi yang diijinkan maka
entitas akan keberatan membayar pajak final 10%, maka entitas tidak akan ada yang
melakukan revaluasi karena biaya pajak dan jasa penilai tidak sebanding dengan manfaat
yang diperoleh.
Daftar Pustaka

Unikom, 2013.Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu.


Suandy, Erly. 2013. Perencanaan Pajak . Edisi Revisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
C Katuk, Yolanda. 2013. Analisis Perencanaan Pajak Melalui Revaluasi Aktiva Tetap Pada PT.
Angkasa Pura I (Persero) Bandara Sam Ratulangi. Jurnal Emba. Vol 1 No.3.

Anda mungkin juga menyukai