Temu 6
Temu 6
PEMBAHASAN......................................................................................................................................1
A. Revaluasi Aktiva Tetap..................................................................................................................1
B. Aktiva Tetap Yang Dapat Direvaluasi..........................................................................................3
C. Nilai Pasar atau Nilai Wajar..........................................................................................................4
D. PPh Final atas Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap..................................................................7
E. Penyampaian Pemeritahuan Ke KPP............................................................................................9
F. Pengalihan Aktiva Tetap setelah penilaian Kembali..................................................................11
G. Prosedur Permohonan Revaluasi Aktiva Tetap.....................................................................15
I. Contoh Kasus Revaluasi Aktiva Tetap........................................................................................17
Kesimpulan...........................................................................................................................................21
Daftar Pustaka......................................................................................................................................22
PEMBAHASAN
Revaluasi aktiva tetap merupakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang diakibatkan
adanya kenaikan nilai aktiva tetap dipasaran atau karena rendahnya nilai aktiva tetap dalam
laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai
aktiva tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
Revaluasi aktiva tetap ini sangat penting dilakukan oleh para pengusaha, karena akan
berdampak pada nilai asset mereka, pelaporan akuntansi, dan laporan terhadap pemerintah yang
berhubungan dengan pajak. Karena revaluasi aktiva tetap yaitu penilaian kembali aset-aset
perusahaan menurut depresiasi nilai aset tersebut.
Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran kas
masuk, perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan keuangan nya.
Sedangkan bila terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan akan dikenai PPh final sebesar
10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan
tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aset
turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun
harga asetnya meningkat, maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final. Padahal
kenaikan harga aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan apalagi
untuk menilai nilai wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar, perusahaan membutuhkan jasa
penilai (assessor) sehingga akan makin menambah biaya yang keluar untuk menilai asset – aset
tersebut. Maka hal ini hanya akan menjadi pemborosan saja bagi perusahaan.
Perusahaan seiring berjalannya waktu akan mengalami perubahan nilai pada asetnya.
Perubahan ini bisa menjadikan nilai aset menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. Apabila nilai
aset sebenarnya lebih besar dari nilai buku maka perusahaan telah mencatat terlalu rendah,
begitu sebaliknya. Hal ini terjadi disebabkan
1. Inflasi, yang mengakibatkan harga pasar tidak sesuai dengan harga buku
2. Aset memiliki daya tahan yang kuat
3. Aset rusak disebabkan beberapa hal seperti salah penggunaan, kecelakaan, bencana
alam dan lain-lain.
Dengan kondisi seperti itu IAI mengeluarkan PSAK 16 yang terakhir kali direvisi pada tahun
2011 yang mengatur tentang penilaian kembali aset atau disebut dengan revaluasi aset. Dalam
PSAK itu dijelaskan bahwa revualuasi aset diperbolehkan selama peraturan memperbolehkan.
9. Aktiva yang direvaluasi tersebut tidak diperkenankan dialihkan dalam jangka waktu 5 tahun,
kecuali :
Pada tanggal 23 Mei 2008 Menteri Keuangan telah menandatangani Peraturan Menteri
Keuangan No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk
Tujuan Perpajakan. Peraturan Menteri Keuangan ini menggantikan Keputusan Menteri
Keuangan No. 486/KMK.03/2002. Di PMK ini terdapat kententuan baru yang sebelumnya
belum diatur. Menurut catatan saya, peraturan yang baru tersebut :
[a.] Revaluasi hanya bisa dilakukan setelah lima tahun dari revaluasi sebelumnya, Pasal 3
ayat (2);
Sebelumnya, batasan revaluasi hanya menyebutkan “satu kali dalam tahun buku yang sama”.
Artinya, revaluasi bisa dilakukan berkali-kali sebelum lima tahun asal tahun buku yang beda.
Tapi sekarang hanya boleh lima tahun sekali. Kurang dari lima tahun tentu saja tidak boleh :D
[b.] Revaluasi dilakukan paling lambat satu tahun sejak tanggal laporan penilai, Pasal 4
ayat (3);
Walaupun sebelumnya tidak disebutkan tetapi untuk daerah yang dinamis seperti Jakarta, tentu
saja nilai aktiva tetap tahun ini akan berbeda dengan nilai aktiva tetap tahun depan. Misalnya
nilai pasar atas tanah. Karena itu sangat wajar jika revaluasi dilakukan tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan penilai karena jika lebih lama lagi kemungkinan besar nilainya
akan berubah lagi. Sesuai dengan ketentuan di Pasal 4 ayat (2), jika revaluasi tidak
mencerminkan nilai wajar pasar yang sebenarnya, maka nilai revaluasi hasil perusahaan penilai
atau ahli penilai bisa dikoreksi [ditetapkan kembali] oleh Direktorat Jenderal Pajak.
[c.] Aktiva yang telah direvaluasi tidak boleh dijual atau dialihkan sebelum habis masa
manfaatnya, Pasal 8;
Untuk aktiva tepak kelompok 1 dan kelompok 2, tidak ada perubahan ketentuan periode
larangan dijual. Diketentuan sebelumnya memang diatur bahwa aktiva tetap hasil revaluasi
tidak boleh dijual sebelum habis masa manfaatnya. Tetapi ketentuan baru ada perbedaan
perlakuan untuk kelompok 3, kelompok 4, bangunan dan tanah. Khusus untuk kelompok 3,
kelompok 4, bangunan dan tanah, batas waktu “tidak boleh dijual” selama 10 (sepuluh) tahun.
Jika pada batas waktu tersebut telah terjadi pengalihan aktiva hasil revaluasi, maka dikenakan
tambahan PPh.
Selisih lebih revaluasi kenakan PPh final sebesar 10%. Tetapi jika aktiva telah hasil revaluasi
dijual sebelum batas waktu diatas, maka dikenakan PPh Tambahan sebesar tarif tertinggi PPh
Badan dikurangi 10%. Berdasarkan UU NO. 17 tahun 2000 tarif tertinggi Pasal 17 adalah 30%.
Maka tarif PPh Tambahan adalah 30% - 10% = 20% dan bersifat final!
Ketentuan sebelumnya, PPh Tambahan tersebut tarifnya ditentukan, yaitu 20%. Selain itu,
batasan tidak boleh dijual juga hanya masa manfaat. Contoh, masa manfaat bangunan 20 tahun.
Ketentuan sebelumnya, bangunan yang telah direvaluasi tidak boleh dijual sebelum 20% sejak
revaluasi [habis masa manfaatnya]. Tetapi sekarang, batasan bangunan hanya 10 tahun saja.
Pada tahun yang ke 11 [sebelas] aktiva hasil revaluasi untuk kelompok 3, kelompok 4,
bangunan dan tanah bebas dijual tanpa ada PPh Tambahan!
[d.] Atas selisih lebih hasil revaluasi diatas nilai buku dikenakan PPh Final sebesar 10%,
Pasal 5;
Sebelumnya bunyi tarif PPh final sebagai berikut:
(1) Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula setelah
dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya
berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku,
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).
(2) Kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap harus dilakukan
terlebih dahulu, meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat
penghasilan kena pajak dari keuntungan usaha dan atau sumber lainnya.
Sedangkan bunyi ketentuan baru :
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).
Artinya, untuk menghitung PPh revaluasi sekarang tidak boleh memperhitungkan kompensasi
kerugian fiskal. Selisih lebih langsung dikalikan tarif 10%. Karena itu, mungkin saja Wajib
Pajak yang sedang mengalami kerugian dan memiliki kompensasi kerugian fiskal tetap
diharuskan membayar PPh final atas selisih lebih revaluasi.
Setelah melakukan revaluasi aktiva tetap maka Wajib Pajak memberitahukan hasil penilaian
kembali dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada Dirjen Pajak cq.Ka.KPP tempat
WP terdaftar dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut: Laporan penilaian dari perusahaan
penilai/penilai profesional yang diakui oleh pemerintah; Neraca penyesuaian yang telah diaudit
oleh akuntan publik yang secara kelas terlihat nilai aktiva sebelum dan sesudah dilakukannya
revaluasi aktiva tetap; Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi aktiva tetap dan perhitungan
besarnya PPh terutang; Surat Setoran Pajak (SSP).
Merupakan permohonan WP untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk
tujuan perpajakan/revaluasi aktiva tetap
sesuai peraturan terakhir :
PMK-79/PMK.03/2008, 23 Mei 2008 dan
PER-12/PJ./2009, 23 Pebruari 2009
Cara :
Permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan
Pajak tempat Perusahaan terdaftar (KPP Domisili), dengan menggunakan formulir Lampiran I
PER-12/PJ/2009.
1. Fotocopy surat ijin usaha perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh ijin dari
Pemerintah, yang dilegalisir oleh instansi Pemerintah yang berwenang menerbitkan surat ijin
usaha tersebut;
2. Laporan penilaian Perusahaan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang
memperoleh ijin dari Pemerintah;
3. Daftar Penilaian Kembali Aktita Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II PER-12/PJ/2009
4. Laporaan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali tetap perusahaan yang
telah diaudit akuntan publik.
Paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan perusahaan
1. 3% untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai
paling lambat 31 Desember 2016.
2. 4% untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 30 Juni 2017.
3. 6% untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan
penilaian kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017.
Sebelum adanya PSAK 16 Revisi 2007, semua perusahaan di Indonesia mencatat akuntansi
untuk aset tetapnya dengan menggunakan model biaya historis. Perlakuan revaluasi untuk
menyajikan kembali nilai aset tetap yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan nilai saat ini
merupakan pelanggaran terhadap standar. Beberapa perusahaan memang melakukan revaluasi.
Biasanya revaluasi tersebut dilakukan dengan tujuan tertentu seperti untuk memperbaiki posisi
keuangan dalam rangka tujuan memperoleh kredit dari bank, proses penjualan perusahaan,
ataupun adanya kuasi reorganisasi. Selain tidak adanya standar akuntansi yang
memperbolehkan perlakuan revaluasi, perusahaan mungkin juga enggan melakukan revaluasi
sehubungan dengan adanya kemungkinan pembayaran pajak tambahan. Pajak tambahan
tersebut dapat timbul dari pengakuan atas kenaikan nilai aset tetap akibat adanya revaluasi.
Pada dasarnya perlakuan awal untuk aset tetap yang disajikan pada harga wajarnya dengan
menggunakan model revaluasian sesuai PSAK 16 revisi 2007 adalah sama dengan perlakuan
awal dengan menggunakan model biaya. Perlakuan awal tersebut tentunya dimulai ketika
perolehan aset yang kemudian diakui sebagai aset tetap karena telah memenuhi syarat untuk
diakui sebagai aset tetap. Kesamaan tersebut termasuk dalam komponen-komponen biaya yang
dapat dikategorikan sebagai bagian dari nilai perolehan aset tetap.
Perbedaan perlakuan tersebut terutama adalah perlakuan pada saat pengukuran sesudah tanggal
perolehan. Didalam model biaya historis pengukuran setelah perolehan dilakukan dengan
menentukan nilai buku aset tetap. Nilai buku tersebut diperoleh dari total nilai perolehan
dikurangi dengan total beban depresiasi yang dikumpulkan dalam perkiraan akumulasi
depresiasi. Di dalam perlakuan akuntansi dengan model revaluasi menurut PSAK 16 Revisi
2007, secara garis besar perlakuan tersebut sama. Titik utama perbedaannya terletak pada
penentuan total nilai perolehan dari aset yang bersangkutan dan akumulasi depresiasi yang
dimiiki.
Di dalam model biaya historis, total nilai perolehan atas suatu aset tidak akan berubah selama
tidak ada transaksi yang berkaitan dengan aset tetap tersebut. Transaksi yang dapat
mempengaruhi nilai perolehan aset tetap menurut model biaya historis antara lain adalah
pembelian, penjualan, penghapusan, pertukaran aset tetap, dan perbaikan aset tetap yang masuk
dalam kategori pengeluaran modal. Nilai perolehan aset tetap tersebut tidak akan berubah
walapun terdapat perubahan harga yang signifikan. Nilai aset tersebut hanya akan berubah jika
perusahaan melakukan revaluasi, yang dalam hal ini bertentangan dengan standar akuntansi
sebelumnya, dan memerlukan perlakuan khusus.
Nilai akumulasi depresiasi dalam akuntansi dengan model biaya historis juga pada umunya
hanya akan berubah pada saat pengakuan beban depresiasi. Selain itu transaksi lain yang dapat
mengubah nilai akumulasi depresiasi adalah pelepasan aset tetap dan penurunan nilai aset tetap.
Di dalam akuntansi dengan model revaluasi, kedua hal tersebut yaitu nilai perolehan dan
akumulasi depresiasi dapat berubah selain dari transaksi yang telah disebutkan sebelumnya.
Perubahan tersebut adalah perubahan yang disebabkan karena adanya penilaian kembali aset
tetap. Nilai perolehan aset yang dicatat di dalam neraca perusahaan akan berubah seiring
dengan perubahan nilai wajar aset tetap yang diketahui dengan melakukan penilaian kembali.
Akumulasi depresiasi sendiri akan mengikuti perubahan akibat penilaian kembali tersebut.
Perlakuan akuntansi dengan model revaluasi biasanya akan menghasilkan nilai yang lebih besar
daripada nilai yang tercatat dalam buku perusahaan. Salah satu faktor utama yang mendorong
hal tersebut adalah adanya inflasi di masayrakat.
Di dalam PSAK 16 revisi 2007 dikatakan bahwa nilai wajar yang disajikan pada laporan
keuangan merupakan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai profesional baik dengan
menggunakan data-data pasar mapun pertimbangan profesional mereka sendiri. Nilai wajar
tersebut akan disajikan dalam laporan keuangan dan akan menghasilkan perkiraan baru yang
bernama “selisih/surplus revaluasi aset tetap”. Perkiraan tersebut merupakan bagian dari
perhitungan laba komprehensif dan langsung dimasukkan ke dalam bagian ekuitas.
Untuk saldo akumulasi depresiasi sendiri terdapat dua cara yang bisa dilakukan dalam
kaitannya dengan pelaksanaan revaluasi. Berdasarkan paragraf 35 PSAK 16 Revisi 2007,
perlakuan terhadap depresiasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Disajikan kembali secara proporsional sehingga nilai tercatat aset sama dengan nilai
hasil revaluasi
2. Dieliminasi terhadap saldo bruto aset tetap, dan jumlah neto setelah eliminasi disajikan
sejumlah nilai revaluasi aset tersebut
Sebuah aset yang dimiliki oleh perusahaan pada tahun 20X5 diperoleh dengan nilai X.
Perusahaan mengubah metode pencatatan yang dilakukan dengan menggunakan model
revaluasi. Pada akhir periode 20X9 aset tersebut dinilai naik menjadi Y. Jurnal yang dilakukan
oleh perusahaan tersebut adalah
Akibat perubahan dari transaksi tersebut adalah aset tetap di neraca perusahaan pada akhir
20X9 akan disajikan senilai Y dan bukan X. dan di dalam neraca perusahaan perusahaan bagian
ekuitas akan ditemukan perkiraan surplus revaluasi senilai perbedaan antara nilai perolehan
dengan nilai revaluasi. Akumulasi depresiasi yang berkaitan juga disesuaikan dengan juranl
tersebut. Depresiasi selanjutnya juga tetap dilakukan hanya saja dasar depresiasi bukan lagi
nilai perolehan melainkan nilai hasil revaluasi.
PT XYZ
Neraca (parsial)
Aset
…………………………………………………
………………………………………………….
Total Aset
…………………………………………………
Selisih Lebih Revaluasi xxxx (selisih nilai perolehan dan nilai revaluasi)
………………………………………………..
Alternatif kedua adalah dengan menghapuskan saldo akumulasi depresiasi dan mencatat saldo
neto sebagai nilai revaluasi.
Akibat dari transaksi tersebut adalah aset tetap di neraca perusahaan pada akhir 20X9 akan
disajikan senilai Y dan bukan X. dan di dalam neraca perusahaan perusahaan bagian ekuitas
akan ditemukan perkiraan surplus revaluasi senilai perbedaan antara nilai buku dengan nilai
revaluasi. Akumulasi depresiasi yang berkaitan dengan aset tersebut tidak ada karena sudah
dihapuskan. Depresiasi selanjutnya juga tetap dilakukan hanya saja dasar depresiasi bukan lagi
nilai perolehan melainkan nilai hasil revaluasi.
PT XYZ
Neraca (parsial)
Aset
…………………………………………………
………………………………………………….
Total Aset
…………………………………………………
Selisih Lebih Revaluasi xxxx (selisih nilai perolehan dan nilai revaluasi)
………………………………………………..
Perusahaan yang memilih model biaya harus menyesuaikan nilai aset tetap mereka secara
teratur. Di dalam PSAK disebutkan revaluasi tersebut dilakukan secara teratur sesuai dengan
frekuensi perubahan nilai wajar aset tetap yang bersifat signifikan. Penjelasan lanjutan dalam
PSAK 16 Revisi 2007 juga menyebutkan aturan untuk revaluasi yang dilakukan setelah
revaluasi yang pertama. Aturan tersebut berbunyi:
“Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke
ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui di dalam laporan
laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah dilakukan
sebelumnya dalam laporan laba rugi.”
“Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba
rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada
bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi untuk aset tersebut.”
Artinya dalam pelaksanaan revaluasi lanjutan, nilai surplus atas revaluasi yang dihasilkan pada
revaluasi pertama harus diperhitungkan dalam melakukan revaluasi pada periode berikutnya.
Jika terdapat saldo selisih revaluasi yang berlawanan, misalnya sebelumnya mengalami
kenaikan akibat reavalusi dan berikutnya mengalami penurunan akibat revaluasi atau
sebaliknya, selisih lebih revaluasi periode kedua dan seterusnya tersebut terlebih dahulu
digunakan untuk mengelimininasi saldo selisih lebih revaluasi yang ada dari revaluasi pertama.
Sedangkan dalam kaitannya dengan perhitungan pajak, selain perbedaan dalam akuntansi dan
pajak untuk penentuan masa manfaat, nilai sisa, dan metode depresiasi, penggunaan model
revaluasi akan menambah kompleks perbedaan tersebut. Di dalam aturan pajak yaitu Undang-
undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terdapat aturan bahwa pajak atas
revaluasi besarnya adalah 10% dan bersifat final. Artinya pelaksanaan revaluasi yang
menambah menambah nilai aset tetap perusahaan akan menyebabkan perusahaan mendapat
tambahan beban pembayaran pajak. Sedangkan jika dalam revaluasi tersebut terdapat
penurunan tidak ada perlakuan apapun yang terkait dengan perhitungan pajak.
public);
2. Meningkatkan biaya penyusutan aktiva tetap dimasa datang sehingga deductibie
expense dimasa datang semakin besar dan beban pajak semakin kecil;
3. Meningkatkan keakuratan perhitungan penghasilan maupun biaya sehingga
mencerminkan kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam menghasilkan laba;
4. Agar neraca perusahaan menunjukan posisi kekayaan perusahaan yang sebenarnya.
Untuk tahun 2002 PT. PQR memperoleh laba sebesar Rp. 200.000.000. Tahuntahun
sebelumnya PT. PQR mencatatatkan kerugian sebagai berikut:
Tahun Kerugian
1995 Rp. 200.000.000
1996 Rp. 300.000.000
1997 Rp. 250.000.000
1998 Rp. 2.000.000.000
1999 Rp. 3.000.000.000
2000 Rp. 200.000.000
2001 Rp. 100.000.000
Pembahasan:
PT. PQR terlebih dahulu mengkompensasikan laba tahun 2002 sebesar Rp. 200.000.000
dengan rugi tahun 1997 sebesar Rp. 250.000.000 sehingga sisa rugi tahun 1997 adalah
Rp. 50.000.000.Kemudian selisih revaluasi dikompensikan dengan urutan sebagai berikut:
Selisih Lebih Kompensasi Kerugian Sisa Selisih lebih
Rp. 7.750.000.000 Th. 2001 Rp. 100.000.000 Rp. 7.650.000.000
Rp. 7.650.000.000 Th. 2000 Rp. 200.000.000 Rp. 7.450.000.000
Rp. 7.450.000.000 Th. 1999 Rp. 3.000.000.000 Rp. 4.450.000.000
Rp. 4.450.000.000 Th. 1998 Rp. 2.000.000.000 Rp. 2.450.000.000
Rp. 2.450.000.000 Th. 1997 Rp. 50.000.000 Rp. 2.400.000.000
PPh Revaluasi aktiva tetap = 10% x Rp. 2.400.000.000 = Rp. 240.000.000 (Final)
Apabila revaluasi tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan usaha merger atau
konsolidasi, maka PPh Final sebesar Rp. 240.000.000 dapat diangsur sampai 5 tahun
minimal 20%/tahun.
Contoh Kasus 2
Studi Kasus
PT (Persero) Angkasa Pura
Laba rugi perusahaan PT. Angkasa Pura adalah Rp. 4.464.157.000 sebelum dikenakan
Pajak Penghasilan (PPh) terhadap Badan dengan pengenaan tarif pajak Badan sebesar
25%. Dengan demikian besarnya PPh Terhutang PT. (Persero) Angkasa Pura I Kantor
Cabang Bandar Udara Sam Ratulangi sesuai dengan tarif pajak PPh Pasal 17 ayat 2 (a)
adalah sebagai berikut :
25% x Rp.4.464.157.000 = Rp. 1.116.039.250
Pengaruh Revaluasi Aktiva Tetap Terhadap Laba Kena Pajak
Laporan laba rugi sebelum PPh badan sebesar Rp.3.084.186.000. Perhitungan PPh Terhutang
adalah:
25% x Rp.3.084.186.000 = Rp. 771.046.500
Tarif PPh Final :
10% x Rp.59.226.358.127,78 = Rp. 5.922.635.812,77
Final ditambah dengan PPh badan yaitu sebesar Rp.6.693.682.312.77