Anda di halaman 1dari 11

Kelas Akuntansi Perpajakan Diploma III

Kamis , 4 Maret 2020

BAB V
KONSEP PENGAKUAN PENGHASILAN

Oleh :

Kelompok 1 :
Jovan Michael Sandricho (03)
Maria Magdalena Santalia Jhon (06)
Kadek Dwika Dharma Putra (09)
Putu Ersanti Nurwita Devi (19)
Kadek Ayu Sasmita Cahyani (24)

DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020

Pengertian Penghasilan
Penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikkan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanamann modal
(PSAK Nomor 23 buku SAK 1994). Pengertian penghasilan dapat menjangkau keuntungan
yang belum direalisasi, misalnya selisih lebih revaluasi aktiva tetap. Penghasilan dapat
menambah atau menimbulkan berbagai jenis aktiva, atau mengurangi dan menyelesaikan
kewajiban.
Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari konsep
penghasilan pada akuntansi komersial, karena perpajakan umumnya berkaitan dengan
keadilan vertikal dan horizontal serta dapt dipakai sebagai suatu instrumen kebijakan
ekonomi dan sosial. Untuk keperluan perpajakan, terdapat dua pendekattan pendefinisian
penghasilan, yaitu :
1. pendekatan sumber (Source concept of income)
Pendekatan pertama membatasi penghasilan untuk kepentingan pajak, berdasarkan pasal
2b penghasilan berasal dari :
a. Usaha dan tenaga
b. Harta tak bergerak
c. Harta bergerak
d. Hak atas pembayaran berkala
Menurut konsep sumber beberapa penghasilan menurut pengertian akuntansi komersial
yang tidak tersebut dalam ketentuan perpajakan bukanlah merupakan penghasilan
(menurut pajak)
2. Pendekatan pertambahan (accretion concept of income).
Pendekatan pertambahan terdapat dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh 1984. Berbeda
dengan konsep sumber, konsep pertambahan mendefinisikan istilah penghasilan secara
meluas yang meliputi unsur pertambahan kekayaan dan pengeluaran konsumsi. Namun
terdapat pendekatan (sintesis) dari kedua konsep itu dengan pembatasan definisi pada
konsep pertambahan dan perluasan definisi pada konsep sumber yang akan memberikan
jumlah penghasilan kena pajak yang relatif sama.
Secara sepintas tampak terdapat perbedaan konsep penghasilan antara akuntansi dan
ketentuan perpajakan, terutama dari cara merumuskan pengertiannya. Namun, perbedaan
itu hanya bersifat minor saja. Pada umumnya apa yang oleh akuntansi dianggap sebagai
penghasilan akan dianggap begitu oleh ketentuan pajak. Misalnya, sehubungan dengan
hibah tertentu dan deviden saham. Perbedaan yang lain kadangkala lebih bersifat
perbedaan waktu pengakuan saja.
Pengakuan Dan Pengukuran Penghasilan
Sesuai dengan aspek stabilitas dan kontinuitas anggaran, pajak penghasilan dikenakan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam tahun pajak. Untuk dapat
mengenakan pajak atas penghasilan tahunan, dua hal yang perlu ditentukan , yaitu berapa
besar penghasilan (pengukuran) dan kapan penghasilan dapat dianggap diperoleh dalam suatu
tahun(pengakuan).

Pada umumnya diakui cara yang terbaik untuk mengukur panghasilan dengan
menggunakan nilai tukar (exchange value) dari barang dan jasa. Nilai tukar berupa kas atau
yang setara dengan kas (cash equivalent) yang diterima dari transaksi penghasilan.
Penghasilan diakui (recognized) pada waktu terjadi penjualan walaupun didapat (earned)
secara bertahap selama proses perolehan penghasilan. Dengan demikian, pengakuan
penghasilan terjadi pada saat realisasi penjualan dan pada saat itu penghasilan sudah didapat.
Penjualan dianggap direalisasi apabila terjadi penyerahan barang dengan berpindahnya hak
pemilikan atas barang. Mengenai kapan pengakuan penghasilan dilakukan, terdapat tiga
faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu :

a. Substansi ekonomis dari transaksi mendahulukan bentuk formal transaksi

b. Kolektibilitas piutang dari penjualan

c. Resiko dan manfaat kepemilikan ditransfer kepada pembeli.

Sehubungan dengan pengakuan penghasilan dalam praktek terdapat dua kebiasaan


sebagai berikut :

(1) Prinsip umum

Secara umum penghasilan diakui pada saat realisasi transaksi, yaitu :

a. Penghasilan dari transaksi penjualan produk diakui pada tanggal penjualan (tanggal
penyerahan produk kepada pembeli)
b. Penghasilan dari pemberian jasa diakui pada saat jasa dilakukan dan dibuatka
fakturnya
c. Imbalan atas penggunaan aktiva atau sumber ekonomis perusahaan, seperti bunga,
sewa dan royalty, diiakui sejalan dengan berlalunya waktu (accrual) atau pada saat
penggunaan aktiva
d. Pennghasilan dari penjualan aktiva selain barang dagangan diakui pada tanggal
penjualan.

(2) Pengecualian terhadap prinsip umum

Dalam keadaan tertentu, pengakuan penghasilan dapat menyimpang dari prinsip umum
seperti berikut ini

a. Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi. Pendekatan ini diterapkan
terhadap produk yang harga dan pemasarannya terjamin, misalnya logam mulia dan
produk pertanian.
b. Penghasilan diakui secara proporsional selama tahap produksi. Pendekatan ini
umumnya dilakukan terhadap proyek konstruksi dan pemberian jasa jangka panjang ,
dengan mendasarkan kepada persentase penyelesaian pekerjaan.
c. Penghasilan diakui pada saat pembayaran diterima. Pendekatan ini umumnya dipakai
dalam perusahaan jasa dengan kolektibilitas piutang atas penyerahan jasa kkurang
pasti dan kemungkinan terdapat pembatalan transaksi dalam frekuensi yang cukup
tinggi.
d. Penghasilan dari penjualan konsinyasi. Untuk barang yang dijual melalui konsinyasi,
penghasilan baru diakui setelah consignee (penitip) melakukan penjualan dan
melaporkan hasil penjualan itu.

Realisasi Penghasilan
Istilah realisasi didefinisikan sebagai saat dimana ketidakpastian yang berkaitan
dengan jumlah uang yang pada akhirnya akan diterima tidak lagi tampak; sehingga tidak
terdapat lagi keraguan untuk mengakui dan melaporkan adanya sejumlah penghasilan.
Adanya perubahan (dalam hal ini kenaikan) nilai dari sumber-sumber ekonomi; secara
rasional dapat diukur atau ditentukan jumlahnya. Oleh karena itu, penekanan harus diberikan
kepada transaksi, kejadian, atau keadaan; sebagai aspek krusial dalam keseluruhan proses
untuk memperoleh penghasilan. Dengan transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai acuan,
maka secara garis besar penghasilan harus diakui pada saat diperoleh (earned), direalisasikan
(realized), atau dapat direalisasikan (realizable).

Tergantung pada sifat dan jenis pekerjaan atau usaha, serta industri dan masing-
masing entitas; transaksi atau peristiwa yang dianggap krusial tersebut bisa berupa saat
terjadinya:

1. Penjualan barang atau penyerahan jasa


2. Penerimaan kas
3. Diselesaikannya proses produksi atau kegiatan konstruksi
4. Saat diselesaikannya tahap-tahap tertentu dari suatu proses produksi atau kegiatan
konstruksi.

Dalam banyak hal, prinsip realisasi dan pengakuan penghasilan yang dianut oleh
Undang-Undang Pajak sama seperti halnya yang dianut oleh Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Namun demikian, dalam setiap hal; UU Pajak biasanya mengatur secara lebih
spesifik, serta tidk memberikan banyak alternatif. Lebih dari itu, UU Pajak dapat dikatakan
lebih konsisten di dalam menggunakan transaksi atau kejadian sebagai acuan didalam
mengakui penghasilan (dan biaya sebagai pengurang penghasilan bruto). Pengakuan
penghasilan atas kontrak jangka panjang misalnya, sementara SAK memperkenankan baik
metode kontrak selesai maupun metode persentase penyelesaian; UU Pajak hanya
memperkenankan metode persentase penyelesaian. Demikian pula menyangkut pengakuan
terhadap Biaya Kerugian Piutang sebagai pengurang penghasilan bruto. Sementara SAK
memperkenankan baik metode cadangan maupun metode penghapusan langsung untuk
mengakui biaya kerugian piutang. Dihadapkan pada ketidakpastian, dalam banyak hal SAK
lebih toleran dibanding UU Pajak. Hal ini disebabkan oleh karen di dalam mengakui
penghasilan (pendapatan, keuntungan, dan kerugian) disamping didasarkan pada konsep
realisasi, SAK juga menganut konsep konservatisme, yang dapat dikatakan tidak di kenal
dalam UU Pajak.
Sisi lain yag membuat aplikasi prinsip realisasi penghasilan berbeda antara SAK
dengan UU Pajak, adalah terletak pada konsistensinya. Dalam kaitan ini, barangkali tidak
salah apabila dikatakan UU Pajak relatif lebih taat asas daripada SAK. Konsistensi di dalam
mengaplikasikan prinsip realisasi penghasilan mutlak diperlukan dalam UU Pajak, dengan
dua alasan yaitu untuk efisiensi di dalam administrasinya dan untuk menjamin obyektivitas
dan perlakuan yang adil bagi semua Wajib Pajak. Adalah mustahil untuk bisa mencipatakan
suatu sistem admistrasi yang efisien, obyektif, dan dirasakan adil bagi semua Wajib Pajak
terhadap adanya penghasilan yang belum direalisasikan dab biaya yang belum sesungguhnya
terjadi; yang pada umumnya harus di dasarkan pada taksiran.
SAK dan UU Pajak keduanya memang menganut prinsip realisasi penghasilan.
Namun demikian, seperti telah dikemukakan terdapat beberapa perbedaan di dalam
implementasinya. Perbedaan itu, terutama tampak pada toleransinya terhadap alternatif
metode atau prosedur, dn penyimpangan-penyimpangan baik dalam kaitannya dengan unsur
ketidakpastian maupun konsistensinya. Akan tetapi, karena pada dasarnya menganut prinsip
yang sama, maka disamping perbedaan harus diakui pula adanya beberapa kesamaan. Baik
SAK maupun UU Pajak, keduanya berorientasi pada transaksi (menggunakan pendekatan
transaksi) sehingga diperlukan adanya suatu transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai kriteria
pengakuan pendapatan.

Pengakuan penghasilan : stelsel akrual dan stelsel kas

Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, Undang-Undang


Perpajakan menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak
berdasarkan akrual dan kas basis. Pendekatan akrual mengakui penghasilan pada saat
diperoleh, pendekatan kas mengakui penghasilan pada saat diterima. Namun, stelsel kas
murni tidak dapat sepenuhnya digunakan dalam penghitungan Pajak Penghasilan. Hal ini
karena stelsel kas murni dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan penghasilan,
artinya besar penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan
kas dan pengeluaran kas. Untuk memakai stelsel kas dalam menghitung Pajak Penghasilan
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan,
baik tunai maupun bukan. Akibatnya penghitungan harga pokok penjualan harus
menyertakan seluruh pembelian dan persediaan.
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasikan, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan
melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)

Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian stelsel


dalam perpajakan adalah stelsel akrual dan stelsel campuran (stelsel kas dengan akrual).
Sekalipun demikian, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan pembukuan berdasarkan stelsel
kas, asalkan ketika menghitung Penghasilan Kena Pajak syarat-syarat pemakaian stelsel kas
dapat terpenuhi.
Konsep Akuntansi
Para akuntan menggunakan pendekatan transaksi (transaction approach) dan konsep
harga pertukaran (exchange price) sebagai dasar pengukuran penghasilan. Alasan utama
digunakannya pendekatan dan harga demikian adalah karena transaksi yang sesungguhnya
terjadi dan harga pertukaran bersifat obyektif dan dapat diverifikasi kebenarannya.
Pendekatan transaksi dan harga pertukaran sebagai dasar pengukuran penghasilan bukan
tanpa kelemahan atau keterbatasan. Salah satu kelemahan dari penggunaan konsep harga
pertukaran adalah karena penghasilan diukur hanya berdasar jumlah rupiah absolut, tanpa
mempetimbangkan kemungkinan adanya perubahan tingkat harga atau penurunan daya
beli/inflasi.
Pengalaman tingkat inflasi yang relatif tinggi dibeberapa negara maju, telah membuat
sebagian akuntan untuk memikirkan kembali kemungkinan diaplikasikannya model-model
akuntansi dengan mempertimbangkan perubahan tingkat harga (current cost accounting
model, general price level accounting model, replacement cost accounting model); yang
sebagai konsekuensinya harus mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai
komponen penghasilan. Namun pada umumnya, para akuntan tetap bersikukuh untuk tidak
beranjak dari model akuntansi berdasar harga historis (historis cost accounting model), yang
tidak mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan.
Secara garis besar, perbedaan antara konsep akuntansi dengan konsep ekonomik
menyangkut penghasilan dapat diakui sebagai berikut. Menurut konsep ekonomik,
penghasilan meliputi semua keuntungan dan kerugian; dari manapun sumbernya, yang
didalam pengukuran atau penentuan jumlahnya harus mempertimbangkan efek perubahan
tingkat harga. Sedang menurut konsep akuntansi, penghasilan hanya meliputi keuntungan
yang direalisasikan dan semua kerugian (termasuk yang belum sesungguhnya terjadi namun
besar kemungkinannya akan terjadi); yang di dalam pengukuran atau penentuan jumlahnya
tidak perlu mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga.

Pengertian Penghasilan Menurut Akuntansi


Menurut Standar Akuntansi Keuangan (1999:12), penghasilan didefinisikan sebagai
peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Berdasarkan definisi di atas, penghasilan meliputi pendapatan (revenues) maupun
keuntungan (gains). Pendapatan (revenues) timbul dari pelaksanaan aktivitas perusahaan
yang bisa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees),
bunga, deviden, royalty dan sewa. Sedangkan keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya
yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat
ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh
karena itu, pos ini tidak di pandang sebagai unsur terpisah dari penghasilan.
Ada dua metode akuntansi yang lazim digunakan oleh perusahaan dalam hal
mengakui pendapatan, yaitu :

a. Metode Kontrak Selesai Metode kontrak selesai digunakan apabila perusahaan


mengerjakan proyek-proyek yang sebahagian besar sifatnya jangka pendek, sehingga
dengan demikian posisi keuangan maupun hasil operasi tidak akan jauh berbeda
dengan jika diterapkan metode persentase penyelesaian. Pendapatan pada metode
kontrak selesai diakui hanya pada saat pekerjaan atau kontrak telah selesai
dilaksanakan, dimana pada saat itu seluruh biaya yang berhubungan dengan pekerjaan
telah dihitung dan jumlah pendapatan yang diperoleh sudah dapat ditentukan.

Hal ini berdasarkan pada pendapatan bahwa laba atau rugi suatu perusahaan baru akan
diakui apabila sudah dilakukan penjualan terhadap barang yang bersangkutan dalam
bentuk finish good. Dengan kata lain, pengakuan pendapatan dan laba tidak ada
selama periode terjadinya pekerjaan, pendapatan hanya akan diakui pada saat
pekerjaan telah diselesaikan. Sebagai akibat dari metode ini laporan keuangan
perusahaan tidak akan mencantumkkan pendapatan dari suatu pekerjaan, pendapatan
hanya akan diakui pada saat pekerjaan telah diselesaikan. Meskipun sesungguhnya
untuk pekerjaan itu sendiri telah dikeluarkan sejumlah sumber daya perusahaan dan
dibebankan pada periode yang bersangkutan sebagai biaya. Akan tetapi kerugian yang
terjadi selama pelaksanaan pekerjaan akan tetap diakui dan dilaporkan pada periode
terjadinya kerugian tersebut.

b. Metode Persentase Penyelesaian Berdasarkan metode ini perusahaan akan mengakui


pendapatan dan biaya sesuai dengan tingkat kemajuan pekerjaan yang telah dicapai
pada suatu periode dan bukan menangguhkan pencatatan itu sampai kontrak tersebut
selesai seluruhnya. Tingkat kemajuan penyelesaian suatu pekerjaan ditentukan dengan
membandingkan biaya-biaya yang telah terjadi dalam suatu periode akuntansi dengan
taksiran biaya yang masih dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam
mengukur dan menentukan tingkat kemajuan penyelesaia pekerjaan dalam metode
persentase penyelesaian dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

1. Ukuran Masukan ( input measure )Ukuran ini didasarkan pada suatu hubungan
yang nyata antara unit masukan dengan produktivitasnya yang terdiri dari :

a) Metode biaya ke biaya ( cost to cost method )Dalam metode ini tingkat
penyelesaian suatu kontrak ditentukan dengan cara membandingkan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dengan taksiran terbaru mengenai seluruh
biaya yang diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Persentase
penyelesaian=Biaya yang telah dikeluarkan x 100% Taksiran biaya
penyelesaian Untuk menetapkan jumlah pendapatan atau jumlah laba kotor
yang diakui sampai sekarang, persentase yang diperoleh dari perbandingan
biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap taksiran jumlah seluruh biaya yang
ditetapkan pada jumlah seluruh pendapatan atau taksiran seluruh laba kotor
dalam kontrak.
b) Metode usaha yang dikeluarkan Metode ini mendasarkan penentuan
persentase penyelesaian pada ukuran tertentu dari pekerjaan yang
dilaksanakan. Ukuran tersebut meliputi jam kerja buruh, upah buruh,
jumlah jam mesin dan lainnya. Tingkat penyelesaian diukur dengan cara
yang sama dengan yang digunakan dalam pendekatan biaya ke biaya.
Tingkat penyelesaian diukur dengan cara membandingkan usaha yang
telah dikeluarkan dengan taksiran biaya yang masih diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Sebagai contoh jika ukuran dari pekerjaan yang
dilaksanakan adalah jam kerja maka tingkat penyelesaian adalah rasio dari
jam kerja yang sudah dilaksanakan terhadap taksiran seluruh biaya jam
kerja untuk menyelesaikan pekerjaan.

2. Ukuran hasil ( output measure )Ukuran keluaran yang dibuat berdasarkan pada
perbandingan hasil yang telah dicapai atau diselesaikan secara fisik dengan
keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakan. Pengukuran fisik ini biasanya
dilakukan dengan meminta bantuan para arsitek dan insinyur untuk
mengevaluasi berbagai pekerjaan kemudian menaksir persentase pekerjaan
yang telah selesai. Setelah pengukuran tingkat penyelesaian suatu kontrak
selesai, selanjutnya pendapatan akan ditentukan dengan cara mengalihkan
tingkat persentase penyelesaian dengan niali keseluruhan kontrak yang
bersangkutan.

Salah satu dari kedua metode ini dapat digunakan oleh setiap perusahaan yang
bergerak dalam usaha kontrak kontruksi, tetapi harus didasarkan pada evaluasi yang
seksama mengenai kondisi perusahaan tersebut. Sebab kedua metode ini mensyaratkan
kondisi-kondisi tertentu yang harus ada dalam perusahaan jika ingin menerapkan salah
satu dari metode ini diluar batas resiko usaha yang biasa maka sebaiknya digunakan
metode kontrak selesai.
Kedua metode diatas baik metode kontrak selesai maupun metode persentase
penyelesaian memiliki kelebihan dan kekurangan. Keuntungan dari metode persentase
penyelesaian adalah adanya pengakuan akan prestasi kerja berkala perusahaan.
Sedangkan kelemahannya adalah perusahaan dituntut untuk membuat penaksiran-
penaksiran yang tepat mengenai biaya-biaya dimana ini bukanlah merupakan pekerjaan
mudah.

Pengertian Penghasila Menurut Pajak


Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri, (2001), Teori Akuntansi, Peneribit Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, (2002), Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.

M. Munandar (1981), Pokok-pokok Intermediate Accounting, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Suwardjono, (1989), Teori Akuntansi, Penerbit BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Soemarsono. SR, (2000) Akuntansi Suatu Pengantar, Jilid 2, Edisi 4, Jakarta PT. Rineka
Cipta.
Tuanakotta, Theodorus M., (2000), Teori Akuntansi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.

Zaki Baridwan, (1997) Intermediate Accounting, BPFE. Yogyakarta, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai