Anda di halaman 1dari 19

Kamis, 12 Maret 2020

BAB VI

BIAYA DAN PENGELUARAN

KELOMPOK 1:
JOVAN MICHAEL SANDRICHO (04)
MARIA MAGDALENA SANTALIA JHON (06)
KADEK DWIKA DHARMA PUTRA (09)
PUTU ERSANTI NURWITA DEVI (19)
NI KADEK AYU SASMITA CAHYANI (24)

KELAS PERPAJAKN I
DIPLOMA III PERPAJAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................1
BAB I..........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
1.1 KONSEP PENGAKUAN............................................................................................................2
1.2 BIAYA-BIAYA YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN.....................................................7
1.3 BIAYA-BIAYA DALAM PERPAJAKAN.................................................................................9
1.4 PEMBAYARAN DALAM BENTUK NATURA......................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................18

1
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 KONSEP PENGAKUAN


Konsep Pengakuan dan Pengukuran dalam laporan keuangan Badan Usaha. Pengakuan adalah
proses secara resmi memasukkan item ke dalam laporan keuangan suatu entitas sebagai aset,
kewajiban, pendapatan, biaya, atau item like
Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan
pendapatan.  Pada prinsip pengakuan pendapatan (revenue recognation principle), umumnya
pendapatan diakui pada saat (1) direalisasikan atau dapat direalisasikan dan (2) dihasilkan
(earned).  Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa:

1. Pendapatan dianggap direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan, atau harta
lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan dianggap dapat direalisasikan apabila
aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi kas atau
klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui;
2. Pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada hakikatnya
telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang
dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau
sebenarnya telah selesai.

Empat transaksi pendapatan telah diakui sesuai dengan prinsip di atas, yaitu :

1. Pendapatan dari penjualan produk diakui pada tanggal penjualan, yang biasanya
diinterpretasikan sebagai tanggal penyerahan pada pelanggan.
2. Pendapatan dari pemberian jasa diakui ketika jasa diakui ketika jasa-jasa itu telah
dilaksanakan dan dapat ditagih.
3. Pendapatan dari mengizinkan pihak lain untuk menggunakan aktiva perusahaan seperti
bunga, sewa dan royalti diakui sesuai dengan berlakunya waktu atau ketika aktiva itu digunakan.
4. Pendapatan dari pelepasan aktiva selain produk diakui pada tanggal penjualan.

Pengukuran pendapatan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah diukur dengan nilai
wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang pendapatan


menyatakan bahwa pendapatan timbul dari peristiwa ekonomi berikut ini : (1) Penjualan barang;
(2) Penjualan jasa; (3) Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan
bunga, royalty, dan deviden.

2
Pendapatan dari penjualan barang harus diakui jika :

1.Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan


manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
2.Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang
dijual;
3. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
4. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
5.Biaya yang terjadi dan akan terjadi sehubungan dengan transaksi dapat diukur dengan
andal.

Pendapatan yang berhubungan dengan transaksi penjualan jasa yang dapat diestimasi dengan
andal (bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakaiannya sebagai pemakaian yang tuluis dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang
secara wajar diharapkan dapat disajikan) harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian
dari transaksi pada tanggal neraca.

Suatu transaksi dapat diestimasi dengan andal jika :

1. Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan


diperoleh perusahaan;
2. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi dari tanggal neraca dapat diukur dengan andal;
3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
4. Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk penyelesaian transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.

Bila transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, pendapatan yang
diakui hanya berkaitan dengan beban yang telah diakui yang dapat diperoleh kembali.

Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalty, dan dividen harus diakui atas dasar :

1. Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aktiva
tersebut;
2. Royalty harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan;
dan
3. Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai diakui bila hak pemegang saham untuk
menerima pembayaran ditetapkan.

3
Pengakuan atas dasar tersebut dilakukan bila :
 (1) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh perusahaan; dan
 (2) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar jumlah yang telah masuk
dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah pemulihannya atau
pengembaliannya tidak lagi besar kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian
jumlah pendapatan yang diakui semula.

Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari pendapatan dan merupakan dasar
akuntansi untuk transaksi pendapatan.  Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan,
adakalanya pendapatan diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian
besar diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize earlier) jika
terdapat tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah pendapatan yang dihasilkan dan (2)
keinginan untuk menangguhkan pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai
jumlah pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan
penyelesaian yang substansial dari proses menghasilkan laba.

Pengakuan pendapatan yang sering dilakukan perusahaan menurut Kieso, dkk


(2002:5) terdiri dari : 
(1) Pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan);
(2) Pengakuan pendapatan sebelum penyerahan;
(3) Pengakuan pendapatan setelah penyerahan;
(4) Pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus – waralaba dan konsinyasi.
Berikut penjelasan dari keempat pengakuan pendapat di atas :

1. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan)  


Pendapatan dari aktivitas pabrikasi serta penjualan umumnya diakui pada saat penjualan
(point of sell) yang biasanya berarti terjadi penyerahan.  Namun timbul masalah dalam
pelaksanaannya yang disebabkan oleh tiga situasi yaitu :
a) Penjualan dengan Perjanjian Beli Kembali
Dalam situasi ini, hak milik legal telah berpindah pada pembeli namun resiko kepemilikan
tetap berada pada penjual.  Untuk itu jika terjadi perjanjian beli kembali dengan harga tertntu
dan harga tersebut dapat menutupi semua biaya persediaan ditambah biaya kepemilikan yang
terkait, maka persediaan dan kewajiban yang terkait itu tetap ada dalam pembukuan
penjualan dengan kata lain tidak terjadi penjualan.

b) Penjualan dengan hak retur


Perlakuan akuntansi untuk situasi seperti ini sebenarnya normal, namun jika tingkat retur
tinggi maka perlu dilakukan penundaan pelaporan penjualan sampai hak retur habis masa
berlakunya.  Untuk itu terdapat tiga metode pengakuan pendapatan alternative jika penjual
mengalami situasi ini yaitu : (1) Tidak mencatat penjualan sampai seluruh hak retur habis

4
masa berlakunya; (2) Mencatat penjualan, tetapi mengurangi penjualan dengan estimasi retur
dimasa depan; dan (3) Mencatat penjualan serta memperhitungkan retur pada saat terjadi.

Jika terjadi penjualan dengan hak retur maka pendapatan dari transaksi penjualan diakui pada
saat penjualan jika memenuhi keenam kondisi sebagai berikut : (1) Harga penjual kepada
pembeli relatif tetap (fixed) atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan; (2) Pembeli sudah
membayar penjual, atau pembeli berkewajiban untuk membayar penjual, dan kewajiban itu
tidak bergantung pada penjualan kembali produk tersebut; (3) Kewajiban pembeli pada
penjual tidak akan berubah apabila terjadi pencurian atau kerusakan atau rusaknya fisik
produk; (4) Pembeli yang memperoleh produk untuk dijual kembali memiliki substansi
ekonomi yang terpisah dari yang diberikan oleh penjual; (5) Penjual tidak memiliki
kewajiban yang signifikan atas kinerja masa depan yang secara langsung menyebabkan
penjualan kembali produk itu oleh pembeli; dan (6) Jumlah retur dimasa depan dapat
diestimasi secara layak.

Jika pendapatan penjualan dan harga pokok penjualan tidak diakui karena keenam kondisi
tidak dipenuhi harus diakui ketika hak retur secara substansial telah habis masa berlakunya
atau kemudian keenam kondisi ini dapat dipenuhi.

c)     Trade Loading
Trade Loading dan Channel Stuffing merupakan praktik yang gila; licik; dan tidak ekonomis;
melalui praktik ini pabrikan membujuk (dengan penjualan, laba, dan pangsa pasar yang
sebenarnya tidak mereka miliki) pelanggan mereka untuk membeli produk dari pada yang
bisa mereka jual kembali atau dengan kata lain mencatat pembukuan hari ini untuk
pendapatan yang akan datang.

2. Pengakuan pendapatan sebelum penyerahan  


Contoh yang paling konkrit dari pengakuan pendapatan sebelum penyerahan adalah
”akuntansi kontrak konstruksi jangka panjang”.  Kontrak jangka panjang sering kali
menetapkan bahwa penjual (kontraktor) dapat menagih pembeli pada selang waktu ketika
berbagai tahap  dari proyek yang telah dicapai.  Terdapat dua metode akuntansi untuk
kontrak kontruksi jangka panjang yang diakui oleh profesi akuntansi, yaitu :

a)    Metode persentase penyelesaian


Pendapatan dan laba kotor  diakui setiap periode berdasarkan kemajuan proses kontruksi,
yaitu persentase penyelesaian.
Metode ini digunakan hanya jika estimasi kemajuan kearah penyelesaian, pendapatan, serta
biaya secara layak dapat dipercaya, dan memenuhi syarat-syarat  berikut : (1) Kontrak itu
secara jelas menetapkan hak-hak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya mengenai barang
atau jasa yang diberikan dan diterima oleh pihak yang terlibat dalam kontrak, imbalan yang
akan dipertukarkan, serta cara dan cara penyelesaian; (2) Pembeli dapat diharapkan untuk
memenuhi semua kewajiban dalam kontrak; dan (3) Kontraktor dapat diharapkan untuk
melaksanakan kewajiban kontraktual tersebut.

5
b)    Metode kontrak selesai
Pendapatan dan laba kotor hanya diakui pada saat kontrak diselesaikan.
Metode ini hanya digunakan (1) Jika suatu entitas terutama memiliki kontrak jangka pendek,
atau (2) Jika syarat-syarat untuk menggunakan metode persentase penyelesaian tidak dapat
terpenuhi, atau (3) Jika terdapat bahaya yang melekat dalam kontrak  itu di luar resiko bisnis
normal dan berulang.

3. Pengakuan pendapatan setelah penyerahan


Dalam beberapa kasus, hasil penagihan atas harga jual tidak dapat dipastikan secara layak
sehingga pengakuan pendapatan akan ditangguhkan.  Ada dua metode yang dapat digunakan
dalam menagguhkan pengakuan pendapatan sampai kas diterima, yaitu : (1) Metode
akuntansi penjualan cicilan dan (2) Metode pemulihan biaya.

a)    Metode akuntansi penjualan cicilan (installment sales method)   


Dalam metode akuntansi penjualan cicilan mengakui laba dalam periode penagihan bukan
dalam periode penjualan.  Metode akuntansi penjualan cicilan dibenarkan atas dasar bahwa
jika tidak ada pendekatan yang layak untuk mengestimasi tingkat ketertagihan, pendapatan
tidak boleh diakui sampai kas berhasil ditagih.

b)    Metode pemulihan biaya (cost recovery method)


Dalam metode pemulihan biaya, tidak ada laba yang diakui sampai pembayaran kas oleh
pembeli melebihi harga pokok barang dagang yang dijual bagi penjual.  Setelah seluruh biaya
dipulihkan, setiap penagihan kas tambahan dimasukkan dalam laba.  Laporan laba rugi untuk
periode penjualan melaporkan pendapatan penjualan, harga pokok penjualan, serta laba kotor
baik jumlah yang diakui selama periode berjalan maupun jumlah yang ditangguhkan.  Laba
kotor yang ditangguhkan dikurangkan dari piutang terkait dengan neraca.  Laporan laba rugi
selanjutnya melaporkan laba kotor sebagai pos pendapatan terpisah apabila laba kotor diakui
pada saat dihasilkan.

Dalam beberapa situasi kas diterima sebelum penyerahan atau pengalihan properti dan
dicatat sebagai simpanan karena transaksi penjualan tersebut belum selesai.  Cara ini disebut
metode simpanan (deposit method).  Menurut metode ini penjualan melaporkan kas yang
diterima dari pembeli sebagai uang tanggungan atas kontrak dan mengklasifikasikannya
dalam neraca.  Selain itu, penjual juga mencatat beban penyusutan sebagai biaya periode
untuk properti tersebut. Menurut metode ini tidak ada pendapatan atau laba yang harus diakui
sampai penjualan selesai.  Pada saat itu akun simpanan ditutup dan salah satu metode
pengakuan pendapatan diatas diterapkan.

4. Pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus


a)    Waralaba
 Peruasahaan waralaba memperoleh pendapatan dari sumber-sumber berikut, yaitu : (1) dari
penjualan waralaba awal dan aktiva atas jasa terakit; dan (2) dari iuran (fee)

6
berkesinambungan yang didasarkan pada pengoperasian waralaba. Franchisor adalah pihak
yang memberikan hak bisnis dalam waralaba, dan franchisee adalah pihak yang
megoperasikan bisnis warlaba.

Dalam perjanjian waralaba iuran awal dicatat sebagai pendapatan hanya bila dan ketika
franchisor melaksanakan pelaksanaan substansial jasa yang wajib ia laksanakan dan
penagihan iuran dapat dipastikan secara layak.  Iuran waralaba yang berkesinambungan
diakui sebagai pendapatan saat dihasilkan dan dapat ditagih dari franchisee.

b)    Konsinyasi
Dalam perjanjian konsinyasi,  Consignor (pabrikan) mengirim barang dagang kepada
Consignee (dealer) yang bertindak sebagai agen yang menerima barang dagang dan setuju
untuk menjual dan menjaga barang tersebut.  Kas yang diterima dari pelanggan dikirim
kepada consignor setelah dikurangi komisi penjualan dan semua beban yang dapat
dikenakan.

Pendapatan hanya diakui setelah consignor menerima pemberitahuan penjualan dan


pengiriman kas dari consignee.
1.2 BIAYA-BIAYA YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN
Pasal 9 Undang-undang PPh mengatur pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang tidak boleh
dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Walaupun secara komersial (diantaranya) diperbolehkan.

Secara ringkas, biaya yang tidak boleh yaitu:

1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi;
2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan;
7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;

7
8. Pajak Penghasilan;
9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat
dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.

Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang
sifatnya:

 pemakaian penghasilan, atau


 jumlahnya melebihi kewajaran.

Pembagian Laba

Pembagian laba, apapun bentuk dan namanya, merupakan pemakaian penghasilan. Dan
penghasilan ini akan dikenai pajak penghasilan.

Termasuk bentuk pembagian laba, yaitu:

 pembayaran dividen kepada pemilik modal,


 pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan
 pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis.

Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh menyebutkan macam-macam dividen. Ada 12
macam dividen, yaitu:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang
berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

8
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.

1.3 BIAYA-BIAYA DALAM PERPAJAKAN


Biaya-biaya ini lebih dikenal dengan sebutan ‘biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan’ atau sering disingkat dengan biaya 3M. Secara umum, ketentuan
mengenai biaya 3M ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh). Namun, beberapa jenis biaya diatur tersendiri, seperti Pasal 5 untuk bentuk usaha tetap
(BUT), Pasal 11 dan 11A untuk penyusutan dan amortisasi.

Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan,
yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun dan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak
lebih dari satu tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya
administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.

Adapun pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya
dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun
pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian
tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berikut penjelasaan lebih lengkap mengenai
biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

1. Biaya yang Secara Langsung atau Tidak Langsung Berkaitan dengan Kegiatan
Usaha

Biaya-biaya ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran.
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Biaya-
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha tersebut antara lain:

 biaya pembelian bahan;

9
 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
 bunga, sewa, dan royalti;
 biaya perjalanan;
 biaya pengolahan limbah;
 premi asuransi;
 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK);
 biaya administrasi; dan
 pajak kecuali PPh;

Untuk biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh
dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan,


menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan
pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan
pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, juga tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.

Namun, pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Adapun bagi pegawai yang bersangkutan, premi tersebut
merupakan penghasilan.

Perlu dicatat, pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan


dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang (benefit in cash). Pengeluaran yang
dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), misalnya fasilitas menempati
rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima
atau menikmati bukan merupakan penghasilan.

Kendati demikian, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, seperti penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan
merupakan penghasilan.

Kemudian, pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus


dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.
Dengan demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi
oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan
Pasal 18 beserta penjelasannya.

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang

10
benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya
biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur
dengan atau berdasarkan PMK No. 02/PMK.03/2010.

Adapun pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain PPh,
misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB), bea meterai (BM), pajak hotel, dan pajak restoran,
dapat dibebankan sebagai biaya.

2. Biaya Penyusutan dan Amortisasi

Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 11
(penyusutan) dan Pasal 11A (amortisasi) UU PPh. Penyusutan dilakukan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
tak berwujud dan biaya lain.

Selain itu, sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap
penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan secara alokasi atau sesuai dengan
jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contohnya, pada
April 2019 wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu 5 tahun sebesar Rp600 juta.
Maka biaya sewa tahun 2019 hanya sebesar Rp600 juta x (9 bulan/60 bulan) atau sebesar Rp90
juta saja.

Secara garis besar, metode untuk penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak adalah
sebagai berikut:

 metode garis lurus (straight line method), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut; dan
 metode saldo menurun (double declining method), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian
yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan
atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan
syarat dilakukan secara taat asas.

UU PPh juga mengatur besaran tarif yang berlaku untuk penyusutan dan amortitasi tergantung
dari kelompok aktiva.

Tabel 1 - Tarif Penyusutan

11
Tabel 2 - Tarif Amortisasi

 
Jika terjadi pengalihan aktiva atau kejadian luar biasa, seperti kebakaran atau banjir, maka aktiva
tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada langsung dibiayakan. Sebaliknya,
jika aktiva itu dijual maka harga jualnya merupakan penghasilan bagi wajib pajak. Selain itu,
apabila wajib pajak mendapat penggantian asuransi kerugian maka penggantian asuransi tersebut
juga merupakan penghasilan.

3. Iuran kepada Dana Pensiun yang Pendiriannya telah Disahkan oleh Menteri
Keuangan

Pengeluran iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.

4. Kerugian atas Penjualan atau Pengalihan Aset

12
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak
dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau
yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.

Sementara kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan
dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

5. Kerugian Selisih Kurs Mata Uang Asing

Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku
di Indonesia.biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

6. Biaya Penelitian dan Pengembangan

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang
wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Biaya penelitian dan pengembangan di luar Indonesia
tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.

7. Biaya Beasiswa, Magang, dan Pelatihan

Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan
memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah
beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.

8. Piutang Tak Tertagih

Tidak semua piutang macet boleh dibiayakan. Istilah yang digunakan oleh UU PPh adalah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal
atau terakhir oleh wajib pajak.

Persyaratan lebih lanjut tentang persyaratan piutang macet ini diatur dengan PMK No.
207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 105/PMK.03/2009 tentang Piutang
yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Berdasarkan PMK 207/2015, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan
sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan berikut:

 telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

13
 wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak berbentuk hard copy dan soft copy; dan
 piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
o telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara;
o terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
o telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
o adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu.

Persyaratan telah dipublikasi dalam penerbitan umum atau khusus tidak berlaku untuk piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.

9. Biaya Sumbangan

Pada prinsipnya, pengeluaran sumbangan tidak dapat dibiayakan atau tidak dapat mengurangi
penghasilan bruto. Namun, UU PPh mengecualikan lima jenis sumbangan yang dapat
dibiayakan. Kelima sumbangan yang dimaksud adalah:

 sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan


sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan
penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak
yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana
penanggulangan bencana;
 sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan
untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang
disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
 sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan
yang disampaikan melalui lembaga Pendidikan;
 sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk
membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis
olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
 biaya pembangunan infrastruktur sosial yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.

Kemudian, PMK No. 76/PMK.03/2011 mengatur lebih detail terkait syarat-syarat pengeluaran


sumbangan yang dapat dibiayakan, yaitu:

 wajib pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan surat pemberitahuan (SPT)
tahunan PPh tahun pajak sebelumnya;
 pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada tahun pajak
sumbangan diberikan;
 didukung oleh bukti yang sah;

14
 lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
(NPWP) kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU
PPh;
 besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto untuk satu tahun dibatasi tidak melebihi 5% dari
penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya; dan
 pemberi dan penerima tidak memiliki hubungan istimewa.

Selain persyaratan di atas, PMK 76/ 2011 juga mengatur nilai sumbangan, tata cara pencatatan
dan pelaporan biaya sumbangan.

10. Sumbangan Keagamaan

Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila memenuhi persyaratan. Hal ini diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 dan PMK No. 254/PMK.03/2010.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

 zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama
Islam dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah.
 sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk
agama selain agama Islam dan/ atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
 badan amil zakat atau lembaga amil zakat adalah badan atau lembaga yang dibentuk
berdasarkan UU yang mengatur tentang pengelolaan zakat dan perubahannya.
 zakat atau sumbangan keagamaan berupa uang atau yang disetarakan dengan uang. Yang
disetarakan dengan uang adalah zakat atau sumbangan keagamaan yang diberikan dalam
bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan.
 zakat atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah yang
diterbitkan oleh lembaga yang disahkan oleh Pemerintah. Jika dikeluarkan oleh lembaga yang
belum disahkan, maka tidak boleh dibiayakan.

Dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 05/PJ/2019 ditetapkan lembaga-lembaga keagamaan penerima


sumbangan atau zakat yang dapat pengeluarannya dapat dibiayakan secara fiskal.

11. Kompensasi Kerugian

Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan di atas dikurangkan dari penghasilan bruto


dan didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba
fiskal selama lima tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya
kerugian tersebut.

15
Contoh :
PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima tahun
berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:

2016: laba fiskal Rp200 juta

2017: rugi fiskal (Rp300 juta)

2018: laba fiskal Rp Nihil

2019: laba fiskal Rp100 juta

2020: laba fiskal Rp800 juta

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut (dalam juta rupiah):

Rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp100 juta yang masih tersisa pada akhir tahun 2020 tidak boleh
dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021, sedangkan rugi fiskal tahun 2017 sebesar
Rp300 juta hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2021 dan tahun 2022, karena
jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2017 berakhir pada akhir tahun 2022.
16
1.4 PEMBAYARAN DALAM BENTUK NATURA
Pengertian Penerimaan Atau Penghasilan Dalam Bentuk Natura adalah :
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang tetapi
dalam bentuk barang. Contoh Imbalan Dalam Bentuk Natura :
Pemberian Beras, gula, pakaian seragam, makanan dan minuman kepada karyawan oleh
wajib pajak sebagai pemberi kerja.
Pengertian Penerimaan Atau Penghasilan Dalam Kenikmatan adalah :
Penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang atau
setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau
keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.
Contoh Imbalan Dalam Bentuk Kenikmatan :
Penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan.
Seorang pegawai, karyawan, atau karyawati mendapatkan perawatan kesehatan dari suatu
rumah sakit, dan rumah sakit tersebut menerima pembayaran langsung dari pemberi kerja,
maka balas jasa yang diterima pegawai, karyawan, atau karyawati tersebut merupakan
kenikmatan yang bukan obyek Pajak Penghasilan. Balas jasa tersebut tidak diterima atau
diperoleh dalam bentuk uang tunai oleh pegawai, karyawan atau karyawati, melainkan
diterima dalam bentuk kenikmatan. Pembayaran uang tunai tidak pernah diterima atau
diperoleh oleh pegawai, karyawan, atau karyawati.Oleh karena pembayaran yang dilakukan
oleh pemberi kerja walaupun dalam bentuk tunai, tetapi dilakukan kepada pihak ketiga
sebagai pembayaran atas pemberian pelayanan kesehatan kepada pegawai, karyawan atau
karyawati, maka diterima pegawai, karyawan atau karyawati dalam bentuk kenikmatan
sehingga pembayaran kepada rumah sakit tersebut tidak merupakan beban yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dalam menghitung penghasilan netto
pemberi kerja tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://sistem-akuntansi1000.blogspot.com/2012/09/prinsip-pengakuan-pendapatan.html
https://www.coursehero.com/file/p738cub1/Teori-Akuntansi-Konsep-Pengakuan-dan-
Pengukuran-Statement-Of-Financial/
https://aguspajak.com/2018/10/11/biaya-yang-tidak-boleh-dikurangkan-dari-penghasilan-bruto/

18

Anda mungkin juga menyukai