Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk
lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi
putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari.
Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa,
permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya
asuh tersebut.
Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan
kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang
anak.
Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang
teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian
untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan.
Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada
anak-anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau
tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung
tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius.
Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-
putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu
banyak membatasi putra-putrinya di berbagai aspek.
Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak
di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif
yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk
ke sekolah atau kampus yang bergengsi.
Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat
kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan.
Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal
yang positif?
Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak
tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada.
Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan
rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap
perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus
untuk mendidik anaknya di rumah.
Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini
sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja
adalah membiarkan anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.
Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang
baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan bahwa sang anak
tumbuh sehat.
Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat
sehingga dapat lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan
bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang
orangtuanya.
Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangtua
mengasuh anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan anak
cara untuk membuat suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat
piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan caranya sendiri.
Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-
15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar
untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.
Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah
dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas
mengenai hak dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan atau tidak.
Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan tidak hanya
sebagai mata pelajaran dan diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan
ruang untuk melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di
sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia.
Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan
cara Jepang untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.
Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat lebih
mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.
Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara.
Anak didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan
dan lebih bersifat demokratis.
Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri
dan keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang).
Anak diajarkan untuk mulai independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang
dewasa.
Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan
upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh
pemuda berusia 20 tahun.
Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa
gaya asuhnya merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif,
gaya authoritative (berwibawa).
Sumber: https://www.kompasiana.com/buyungokita/5f22b2a4d541df59d84bebe2/sisi-
positif-parenting-budaya-jepang
1. Berdasarkan hasil survey (meninjau) Anda, topik/subtopik apa saja yang menurut
Anda penting?
2. Tuliskan daftar pertanyaan (question) berkaitan dengan informasi yang Anda
perlukan pada bacaan tersebut.
3. Berdasarkan hasil membaca (read) Anda, Informasi apa yang Andaperoleh dari
bacaan tersebut.
4. Ceritakan/jelaskan (recite) pengalaman membaca Anda berkaitan dengan
bacaan/wacana tersebut.
5. Berdasarkan langkah akhir dari SQ3R (review), apakah informasi yang Anda
perlukan sesuai daftar pertanyaan sudah cukup?
Susunlah tugas saudara dengan mengacu pada modul MKWU 4108 bahasa Indonesia pada
halaman 3.25 s.d. 3.30
JAWABAN TUGAS 1 TUTORIAL ONLINE
1. Jelaskanlah perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia hasil kongres VII s.d. XI dengan menggunakan peta konsep (mind
mapping)
Masih perlu, Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan sebagai alat
komunikasi untuk kesatuan dan persatuan bangsa.
Contoh,
Sebagai perantau dan tinggal di Ibu Kota Jakarta dimana beragam suku ada
menetap untuk sama sama mencari kerja dan rejeki, maka penggunaan bahasa
Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari diantara satu dan
lainnya.
3. Bacalah artikel berikut dengan menerapkan teknik SQ3R!
SQ3R
1. Survey (3 sd 5 menit)
Bagian bagian Teks Keterangan
a. Judul Sisi Postif Parenting Budaya Jepang
b. Nama majalah Kompasiana
c. Bagian pembuka Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin
tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari
bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat
diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai
bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari
d. Subjudul 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter,
berwibawa, permisif, dan terlalu protektif
Stereotip sebagai hal yang positif;
1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat
dekat
2. Orang tua adalah cerminan anak
3. Orang tua dan anak adalah setara
4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi
e. Bagian penutup Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di
Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuhnya merupakan
perpaduan antara sedikit gaya permisif,
gaya authoritative (berwibawa)
f. Penulis Buyung Okita
g. Tahun terbit 30 Juli 2020, 18:44 Diperbarui: 1 Agustus 2020, 04:18
2. Questions
a. Apa saja ke 4 jenis gaya parenting tersebut?
b. Bagaimana stereotip mengasuh ala orang tua jepang sebagai hal yang positif ?
c. Gaya asuh apa yang di gunakan orang tua dijepang?
3. Read
a) Empat jenis gaya parenting
1) Otoriter
Adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya tanpa begitu
memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak.
2) Berwibawa
Adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan,
memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan
pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan.
3) Permisif
Adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak-
anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh
dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa
yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang
bersifat sangat serius
4) Overprotektif
Adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari
segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena
itu banyak membatasi putra-putrinya di berbagai aspek.
4. Recite
Setelah membaca atikel diatas terkait “Sisi Positif Parenting Budaya Jepang” saya
mendapatkan wawasan terkait budaya asuh orang tua di Jepang dan Amerika yang mana
ada 4 jenis gaya parenting sperti; gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
overaktif.
Dan dari sisi stereotip secara hal yang positif dimana adanya; Hubungan antara
orangtua dan anak yang sangat dekat, Orangtua adalah cerminan anak, Orangtua
dan anak adalah setara, Memperhatikan tentang perasaan dan emosi.
Yang diri saya pribadi alami gaya asuh orang tua di Jepang sebetulnya tidak beda jauh
dengan gaya asuh orangtua pada saat saya masih kecil dan beranjak dewasa dimana
dirasakan adanya penerapan perpaduan sedikit dua gaya permisif dan gaya authoritative.
Mungkin karna dulunya Jepang pernah masuk dan berdiam di Indonesia maka gaya asuh
orang tua di Indonesia sedikit mengikuti pengaruh dari gaya asuh Jepang.
5. Review
a) 4 jenis gaya parenting sperti; gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan overaktif.
b) Sisi stereotip secara hal yang positif dimana adanya; Hubungan antara orangtua dan
anak yang sangat dekat, Orangtua adalah cerminan anak, Orangtua dan anak adalah
setara, Memperhatikan tentang perasaan dan emosi.
c) Gaya asuh orangtua di Jepang merupakan perpaduan sedikit gaya permisif dan gaya
authoritative.