Anda di halaman 1dari 5

NAMA : REO PRATAMA

NIM : 031106595
MATKUL : BAHASA INDONESIA MKWU4108

Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan baik.

1. Jelaskanlah perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia berdasarkan hasil kongres VII


s.d. XI dengan menggunakan peta konsep (mind mapping).
2. Masih perlukah bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia saat ini? Penjelasan Anda harus
disertai dengan alasan yang logis dan disertai contoh.
3. Bacalah artikel berikut dengan menerapkan teknik SQ3R!

Sisi Positif Parenting Budaya Jepang

Oleh: Buyung Okita

Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih
mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau
sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari.

Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut.

Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya
tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak.

Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan,
memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang
telah putra-putrinya lakukan.

Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak-
anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak.
Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi
kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius.

Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari
segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi
putra-putrinya di berbagai aspek.

Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak
di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul
karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus yang
bergengsi.

Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat kompetitif yang
tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh
ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif?

1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat


Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur
bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada.

Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti
menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan
dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah.

Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit
berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan
anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.

Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang baik. Filosofi
ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan bahwa sang anak tumbuh sehat.

Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga
dapat lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa
mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang orangtuanya.

2. Orang tua adalah cerminan anak

Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangtua mengasuh
anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan anak cara untuk membuat
suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat piramida dengan apa yang telah
diajarkan atau dengan caranya sendiri.

Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada anaknya,
sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya.

Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15 tahun
anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.

Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah dilakukan
secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban,
apa yang boleh dilakukan atau tidak.

Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan tidak hanya sebagai mata
pelajaran dan diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan ruang untuk melakukan
kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di sekolah, dan kegiatan lain yang juga
kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia.

Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara Jepang
untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.

3. Orangtua dan anak adalah setara

Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat lebih mandiri
dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.
Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara. Anak
didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat
demokratis.

Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan
keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak diajarkan
untuk mulai independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa.

Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan upacara hari
kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun.

4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi

Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial masyarakat yang
lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan menghormati perasaanya
sendiri.

Orangtua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya. Contohnya tidak
menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal yang dirasa kurang
pantas.

Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk menasehatinya. Anak
diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang lain.

Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu pula
dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di Jepang mendidik anaknya. Namun
meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di Jepang yang menyayangi putra-
putrinya tidak berubah.

Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya
asuhnya merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).

Sumber: https://www.kompasiana.com/buyungokita/%205f22b2a4d541df59d84bebe2/sisi-positif-
parenting-budaya-jepang?page=all#section2

Jawablah pertanyaan berikut ini berdasarkan artikel di atas.

1. Berdasarkan hasil survey (meninjau) Anda, topik/subtopik apa saja yang menurut Anda
penting?
2. Tuliskan daftar pertanyaan (question) berkaitan dengan informasi yang Anda perlukan pada
bacaan tersebut.
3. Berdasarkan hasil membaca (read) Anda, Informasi apa yang Andaperoleh dari bacaan
tersebut.
4. Ceritakan/jelaskan (recite) pengalaman membaca Anda berkaitan dengan bacaan/wacana
tersebut.
5. Berdasarkan langkah akhir dari SQ3R (review), apakah informasi yang Anda perlukan sesuai
daftar pertanyaan sudah cukup?
JAWAB:

1. A. Isi perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia berdasarkan hasil kongres VII s.d. XI (26
Oktober 1998 s.d 31 Oktober 2018) dengan menggunakan peta konsep (mind mapping).

a. Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta (26-30 Oktober 1998). Hasil kesimpulan dari
Kongres ini, menghasilkan usulan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa Indonesia.

b. Kongres Bahasa Indonesia VIII di Jakarta (14-17 Oktober 2003). Pada kongres ini, para
pemerhati dan pakar bahasa Indonesia menyimpulkan bahwa berdasarkan Kongres Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu
bahasa, yakni bahasa Indonesia. Bulan Oktober ditetapkan sebagai Bulan bahasa.

c. Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta (28 Oktober - 1 November 2008). Kongres ini
dilaksanakan dalam rangka memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional, 80 tahun Sumpah
Pemuda, dan memperingati 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa.

d. Kongres Bahasa Indonesia X di Jakarta (28 Oktober - 31 Oktober 2013). Kongres ini dihadiri
oleh sekitar 1.168 peserta dari seluruh Indonesia dan luar negeri, seperti Malaysia, Brunei
Darussalam, Singapura, Timor Leste, Jepang, Pakistan, China, Jerman, Belgia, Rusia dan
Italia.

e. Kongres Bahasa Indonesia XI di Jakarta (28 Oktober - 31 Oktober 2018). Kongres ini digelar
di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta dengan mengusung tema "Menjayakan Bahsa dan Sastra
Indonesia". Dalam kongres ini, diluncurkannya beberapa produk kebahasaan dan kesastraan
seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia Braile, buku Bahasa dan Peta Bahasa, Uji Kemahiran
Berbahasa Indonesia (UKBI) Daring, dan lainnya.

A. Masih, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bangsa, Untuk berkomunikasi
dengan daerah lain, untuk mempermudah tentu kita masih menggunakan bahasa Indonesia.

B. No.1

Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa,
permisif, dan terlalu protektif.

Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja.

Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang
baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan bahwa sang anak
tumbuh sehat.
Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat
sehingga dapat lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan
bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang
orangtuanya.

Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-
15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar
untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.
Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah
dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai
hak dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan atau tidak.

Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan
upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh
pemuda berusia 20 tahun.

Orangtua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya.


Contohnya tidak menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika
melakukan hal yang dirasa kurang pantas.

2. 1. Apakah parenting di budaya jepang dapat di terapkan secara maksimal untuk masyarakat
indonesia?
2. Apakah parenting tersebut disertai dengan ajaran agama yg ada di jepang?
3. Dalam penjelasan tersebut ada hal bagian dimana bahwa ada fase saat Orangtua dan anak
adalah setara, apakah parenting tersebut cocok dengan culture di Indonesia saat ini?

3. ..

4. Yang saya dapatkan dari penjelasan di atas mengenai parenting di budaya jepang adalah bahwa
kita sama2 harus bisa mendidik anak kita sesuai dengan umurnya, tidak bisa mendidik anak sama
rata dengan anak yg berumur 1tahun dengan 20tahun, mungkin hal tersebut sama saja dengan
beberapa orang tua di Indonesia, namun di jepang saat anaknya berusia 20 tahun , sedikit
diberikan ruang yg lebih di bandingkan dengan anak di Indonesia dengan umur tersebut, di
karenakan kebanyakan orangtua di Indonesia cara mendidik anak2nya di bantu oleh agama dan
kepercayaannya.

5. Cukup Baik.

Anda mungkin juga menyukai