Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TUTORIAL ONLINE 1

MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA


PROGRAM STUDI : MANAJEMEN
FAKULTAS : EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
NAMA : DESI NATARIYANI
NIM : 045150906
Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan baik.

1. Jelaskanlah perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia


berdasarkan hasil kongres VII s.d. XI dengan menggunakan peta
konsep (mind mapping).
2. Masih perlukah bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia saat ini?
Penjelasan Anda harus disertai dengan alasan yang logis dan
disertai contoh.
3. Bacalah artikel berikut dengan menerapkan teknik SQ3R!

Sisi Positif Parenting Budaya Jepang

Oleh: Buyung Okita

Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi


kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu
parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau
sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari.

Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh


otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit
penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut.

Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana


orangtua memaksakan kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau
mempedulikan bagaimana perspektif sang anak.

Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua


menjadi panutan yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk
putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-
putrinya lakukan.

Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak


memberikan batasan kepada anak-anaknya, semisal tidak memberikan
garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan
putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak
mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius.

Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat


melindungi putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman
yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putra-putrinya di
berbagai aspek.

Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan


bahwa anak-anak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di
balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul karena adanya harapan
orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus
yang bergengsi.

Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi
karena tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat
putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala
orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif?

1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat

Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai
usia 5 tahun anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani
di manapun anaknya berada.

Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil


melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan
lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan
menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik
anaknya di rumah.

Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja.
Mungkin budaya ini sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud
diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan anak
berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.

Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi
role model yang baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan
aktif menandakan bahwa sang anak tumbuh sehat.

Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan
keluarga dan kerabat sehingga dapat lebih mengenal saudara dan
sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa mungkin
menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang
orangtuanya.
2. Orang tua adalah cerminan anak

Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui


bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Orangtua di Amerika
cenderung bersifat netral dan menunjukan anak cara untuk membuat
suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat
piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan caranya sendiri.

Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia


lakukan kepada anaknya, sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role
model bagi anaknya.

Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan


sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan
kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.

Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan


cara-cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua
memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban, apa yang
boleh dilakukan atau tidak.

Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai


diajarkan tidak hanya sebagai mata pelajaran dan diselipkan di mata
pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan ruang untuk melakukan
kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di
sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah
Indonesia.

Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan


monoton merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak belajar
untuk disiplin.

3. Orangtua dan anak adalah setara

Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang


untuk anak dapat lebih mandiri dengan mengurangi batasan yang
diterapkan pada fase sebelumnya.
Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai
teman dan setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri,
dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis.

Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan


bagi dirinya sendiri dan keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik
dan sopan (menurut adat Jepang). Anak diajarkan untuk mulai
independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa.

Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan


biasanya diadakan upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di
distrik/kota setempat yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun.

4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi

Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di


komunitas sosial masyarakat yang lebih luas, anak juga diberikan
semangat untuk dapat memahami dan menghormati perasaanya sendiri.

Orangtua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak


mempermalukannya. Contohnya tidak menegur anaknya atau
menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal yang dirasa
kurang pantas.

Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk
menasehatinya. Anak diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan
saling menghormati orang lain.

Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya


asuh yang terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya barat pun
menginsipirasi cara orangtua di Jepang mendidik anaknya. Namun
meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di
Jepang yang menyayangi putra-putrinya tidak berubah.

Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat


dipahami bahwa gaya asuhnya merupakan perpaduan antara sedikit
gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).
Sumber:
https://www.kompasiana.com/buyungokita/%205f22b2a4d541df59d84be
be2/sisi-positif-parenting-budaya-jepang?page=all#section2

Jawablah pertanyaan berikut ini berdasarkan artikel di atas.

1. Berdasarkan hasil survey (meninjau) Anda, topik/subtopik apa saja


yang menurut Anda penting?
2. Tuliskan daftar pertanyaan (question) berkaitan dengan informasi
yang Anda perlukan pada bacaan tersebut.
3. Berdasarkan hasil membaca (read) Anda, Informasi apa yang
Andaperoleh dari bacaan tersebut.
4. Ceritakan/jelaskan (recite) pengalaman membaca Anda berkaitan
dengan bacaan/wacana tersebut.
5. Berdasarkan langkah akhir dari SQ3R (review), apakah informasi
yang Anda perlukan sesuai daftar pertanyaan sudah cukup?

Susunlah tugas saudara dengan mengacu pada modul MKWU 4108


bahasa Indonesia pada halaman 3.25 s.d. 3.30.

Jawaban:

1. Isi perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia berdasarkan hasil kongres


VII s. XI dengan menggunakan peta konsep (mind mapping).

a. Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta (26-30 Oktober 1998). Hasil


kesimpulan dari Kongres ini, menghasilkan usulan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa Indonesia.

b. Kongres Bahasa Indonesia VIII di Jakarta (14-17 Oktober 2003). Pada


kongres ini, para pemerhati dan pakar bahasa Indonesia menyimpulkan bahwa
berdasarkan Kongres Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang
menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu bahasa, yakni bahasa Indonesia.
Bulan Oktober ditetapkan sebagai Bulan bahasa.

c. Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta (28 Oktober - 1 November 2008).


Kongres ini dilaksanakan dalam rangka memperingati 100 tahun Kebangkitan
Nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan memperingati 60 tahun berdirinya
Pusat Bahasa.
d. Kongres Bahasa Indonesia X di Jakarta (28 Oktober - 31 Oktober 2013).
Kongres ini dihadiri oleh sekitar 1 peserta dari seluruh Indonesia dan luar
negeri, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Timor Leste, Jepang,
Pakistan, China, Jerman, Belgia, Rusia dan Italia.

e. Kongres Bahasa Indonesia XI di Jakarta (28 Oktober - 31 Oktober 2018).


Kongres ini digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta dengan mengusung tema
"Menjayakan Bahsa dan Sastra Indonesia". Dalam kongres ini, diluncurkannya
beberapa produk kebahasaan dan kesastraan seperti Kamus Besar Bahasa
Indonesia Braile, buku Bahasa dan Peta Bahasa, Uji Kemahiran Berbahasa
Indonesia (UKBI) Daring, dan lainnya.

2. Masih perlukah bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia saat ini?

Tentu masih. Hal ini dikarenakan menurut personali saya sendiri, bahasa
Indonesia itu memiliki 2 peran penting yaitu, sebagai identitas dan sebagai
pemersatu. Dikatakan sebagai identitas sebab kehadiran bahasa Indonesia
menjadi sumber pandangan negara lain bahwa Indonesia memiliki identitas juga
dibidang linguistik. Dikatakan sebagai pemersatu sebab kehadiran bahasa
Indonesia menjadi jalan untuk berkomunikasi antar penduduk yang satu dengan
lainnya. Kita tahu bahwa satu daerah dengan yang lainnya memiliki perbedaan
bahasa, misalnya antar penduduk Sumatera dan Jawa. Nah oleh karena itu
dibuatlah bahasa Indonesia agar satu daerah dengan yang lain dapat
berkomunikasi dengan benar.

3. Dari artikel diatas

1. Adapun topik dan subtopik yang saya nilai penting antara lain:
 Ilmu parenting sangat penting dalam mengaruhi kehidupan berumah
tangga di kemudian hari.
 Terdapat beragam jenis gaya parenting antara lain gaya asuh yang
cenderung otoriter, berwibawa, protektif atau permisif.
 Contoh polah asuh yang dilaksanakan di Jepang sangat layak untuk
kita teladani di Indonesia.
2. Daftar pertanyaan untuk memahami artikel diatas diantaranya:

 Apa itu parenting?


 Ada berapa jenis atau gaya dalam ilmu parenting?
 Bagaimana contoh pola asuh orang tua dijepang yang patut kita ikuti?

3. Informasi yang bisa saya ambil dari artikel diatas diantaranya:

 Terdapat 4 jenis gaya parenting yaitu, gaya asuh otoriter, berwibawa,


pemisif, dan terlalu protektif.
 Steriotip mengasuh ala orang tua di jepang yang dapat kita lihat contah
dan terapkan yaitu:
1. hubungan antara orang tua dan anak sangat dekat
2. orang tua adalah cerminan anak
3. orang tua dan anak adalah setara
4. memperhatikan tentang perasaan dan emosi

4. Recite atau meceritakan kembali sesuai daftar pertanyaan yang telah


dibuat.

 Parenting adalah cara atau metode dalam mengasuh anak


 Terdapat 4 jenis gaya parenting yaitu, gaya asuh otoriter, berwibawa,
pemisif, dan terlalu protektif.
 Contoh pola asuh orang tua jepang yang dapat diterapkan yaitu:
1. hubungan antara orang tua dan anak sangat dekat
2. orang tua adalah cerminan anak
3. orang tua dan anak adalah setara
4. memperhatikan tentang perasaan dan emosi.

5. Informasi yang dapat saya ambil tentunya sudah cukup karena telah dapat
menjawab daftar pertanyaan yang telah dibuat.

Anda mungkin juga menyukai