NIM : 044570383
Jurusan : S1 Manajemen
Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan baik.
Jawaban :
Contohnya adalah ketika ada seorang pria dari Bandung berkunjung ke Jogja untuk
kepentingan pekerjaannya sebagai jurnalis. Kendala utamanya adalah ia tidak bisa
berbahasa Jawa, maka ia berinisiatif menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana
komunikasi dengan warga sekitar. Ia mewawancarai narasumber menggunakan
bahasa Indonesia agar ia mendapatkan informasi yang ia cari. Dengan begitu warga
sekitar pun paham bahwa ketika seseorang dari luar daerah mereka menggunakan
bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, itu menjelaskan bahwa orang tersebut tidak
menguasai bahasa daerah mereka. Bahasa Indonesia juga sangat berperan penting di
dunia jurnalis, agar berita atau artikel yang mereka kerjakan dapat dibaca oleh
seluruh pembaca di Indonesia, maka harus disajikan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, karena apabila disajikan dalam bahasa Jawa, yang
memahami isi berita atau artikel tersebut hanyalah orang Jawa saja.
Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat
untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat
diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah
tangga di kemudian hari.
Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa,
permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat
gaya asuh tersebut.
Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan
kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif
sang anak.
Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan
yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan
memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan.
Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan
kepada anak-anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh
dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia
inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat
serius.
Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-
putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain.
Karena itu banyak membatasi putra-putrinya di berbagai aspek.
Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-
anak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur
kompetitif yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat
lulus masuk ke sekolah atau kampus yang bergengsi.
Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena
tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa
tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita
lihat sebagai hal yang positif?
Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun
anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya
berada.
Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan
kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir
setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja
dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah.
Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya
ini sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa
saja adalah membiarkan anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.
Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role
model yang baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan
bahwa sang anak tumbuh sehat.
Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan
kerabat sehingga dapat lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga
beranggapan bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak
merasakan kasih sayang orangtuanya.
Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangtua
mengasuh anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan
anak cara untuk membuat suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk
membuat piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan caranya sendiri.
Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada
anaknya, sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya.
Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu
usia 5-15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan
rumah, belajar untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.
Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang
telah dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang
jelas mengenai hak dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan atau tidak.
Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton
merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.
Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat
lebih mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.
Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan
setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan
menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis.
Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya
sendiri dan keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat
Jepang). Anak diajarkan untuk mulai independen dan dipersiapkan untuk dapat siap
menjadi orang dewasa.
Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan
upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti
oleh pemuda berusia 20 tahun.
Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial
masyarakat yang lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan
menghormati perasaanya sendiri.
Orangtua di Jepang tidak menganggap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang
terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di
Jepang mendidik anaknya. Namun meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, gaya
asuh orangtua di Jepang yang menyayangi putra-putrinya tidak berubah.
Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat dipahami
bahwa gaya asuhnya merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif,
gaya authoritative (berwibawa).
Sumber: https://www.kompasiana.com/buyungokita/
%205f22b2a4d541df59d84bebe2/sisi-positif-parenting-budaya-jepang?
page=all#section2
Jawaban :
Jawaban :
Jawaban :
a. Jenis-jenis gaya parenting ada 4, yaitu gaya asuh otoriter, gaya asuh
berwibawa, gaya asuh permisif, dan gaya asuh terlalu protektif.
b. Fase gaya asuh orang tua di Jepang yaitu,
Fase Balita (0-5 Tahun), anak diajak untuk bersosialisasi dengan
keluarga dan kerabat sehingga dapat lebih mengenal saudara dan
mudah bersosialisasi. Orang tua juga beranggapan bahwa sebisa
mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak bisa merasakan kasih
sayang orangtuanya.
Fase Anak-Anak (5-15 Tahun), fase ini mengajari anak-anak untuk
dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah dilakukan secara
turun-temurun. Pada fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas
mengenai hak dan kewajiban anak, apa yang boleh dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan.
Fase Remaja (15-20 Tahun), fase ini mempersiapkan anak-anak untuk
melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga,
serta bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak
mulai diajarkan independent (mandiri) dan dipersiapkan untuk siap
menjadi orang dewasa.
c. Jenis gaya asuh orang tua di Jepang merupakan perpaduan antara sedikit
gaya asuh permisif dan gaya asuh authoritative (berwibawa).
Jawaban :
Jawaban :
Kesimpulan : Artikel ini sangat bermanfaat dan isi artikel ini sangat jelas,
sehingga musah dipahami oleh pembaca. Gaya asuh di Jepang menggunakan
gaya permisif dan perlahan menjadi gaya berwibawa. Gaya asuh di Jepang
tidak berubah walaupun terjadi pergeseran dan perubahan nilai budaya barat.