4. Bacalah artikel berikut untuk menerapkan teknik SQ3R! Sisi Positif Parenting Budaya
Jepang Oleh: Buyung Okita Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin
tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting
agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina
rumah tangga di kemudian hari. Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu
gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit
penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut. Secara sederhana gaya asuh otoriter
adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya tanpa begitu
memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak. Gaya asuh
orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan,
memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk
upaya yang telah putra-putrinya lakukan. Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana
orangtua tidak memberikan batasan kepada anakanaknya, semisal tidak memberikan
garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya
untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk
hal yang bersifat sangat serius. Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana
orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman
yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putraputrinya di berbagai
aspek. Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa
anak-anak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur
kompetitif yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat
lulus masuk ke sekolah atau kampus yang bergengsi. Tentunya unsur kompetitif di satu
sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan
orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala
orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif?
1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat
Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun
anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya
berada. Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil
melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain.
Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk
berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah. Pada usia antara 0-5
tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda
dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah
membiarkan anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan. MKWU4108-1 2
dari 4 Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role
model yang baik. Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan
bahwa sang anak tumbuh sehat. Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk
bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga dapat lebih mengenal saudara
dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa mungkin menemani
putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang orangtuanya.
2. Orang tua adalah cerminan anak
Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana
orangtua mengasuh anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan
menunjukan anak cara untuk membuat suatu piramida, sesudah itu membiarkan
anaknya untuk membuat piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan
caranya sendiri. Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang
ia lakukan kepada anaknya, sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi
anaknya. Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan
sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti
membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan
oleh orangtua. Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan
cara-cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan
batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan atau
tidak. Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan
tidak hanya sebagai mata pelajaran dan diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga
anak diberikan ruang untuk melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani,
kegiatan makan siang di sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di
sekolah-sekolah Indonesia. Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin,
meskipun terkesan monoton merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak
belajar untuk disiplin.
3. Orangtua dan anak adalah setara Setelah
anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat lebih
mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.
Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan
setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan
menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis. Fase ini untuk mempersiapkan
anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga serta
belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak diajarkan
untuk mulai independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa.
Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya
diadakan upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat
yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun.
4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi
Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial
masyarakat yang lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami
dan menghormati perasaanya sendiri. Orangtua mengajarkan anaknya untuk
melakukan hal yang tidak mempermalukannya. Contohnya tidak menegur anaknya
atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal yang dirasa kurang
pantas. Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk
menasehatinya. Anak diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan saling
menghormati orang lain. Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka
menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya barat pun
menginsipirasi cara orangtua di Jepang mendidik anaknya. Namun meskipun terjadi
pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di Jepang yang menyayangi
putraputrinya tidak berubah. Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua
di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuhnya merupakan perpaduan antara
sedikit gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).
Sumber:https://www.kompasiana.com/buyungokita/
%205f22b2a4d541df59d84bebe2/sisi-positifparenting-budaya-jepang?
page=all#section2
Sumber: https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/28/190600323/sewindu-riset-
pesisir-data-karbonbiru-padang-lamun-indonesia-tercapai?page=all#page2.
Jawablah pertanyaan berikut!
1. Kata ”PRK” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa?
2. Kata ”SCC” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa?
3. Frasa “Robust Linear Mixed Models” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa?
Jawaban
1. Fungsi bahasa menurut M.A.K. Halliday terbagi menjadi 7, yaitu fungsi instrumental,
fungsi regulasi, fungsi representasional, fungsi interaksional, fungsi personal, fungsi
heuristik, dan fungsi imajinatif. Penjelasan beserta contohnya.
Penjelasan:
1. Fungsi Instrumental
Contoh: "Jangan membuka pintu" dalam contoh ini fungsi instrumental bahasa
menyebabkan pintu tidak terbuka.
2. Fungsi Regulasi
Fungsi regulasi meliputi penggunaan bahasa yang ditujukan untuk mengendalikan atau
mengatur keadaan. Mirip dengan fungsi instrumental, tetapi fungsi regulasi cenderung
ditujukan pada orang lain karena berhubungan dengan penerapa norma, peraturan,
kaidah, maupun nilai.
Contoh: Seorang ibu mengatakan pada anaknya "Jika kamu nakal, kamu tidak mendapat
uang jajan" dalam contoh ini fungsi regulasi bahasa mengendalikan perilaku anak.
3. Fungsi Representasional
Fungsi representasional ialah fungsi bahasa untuk menyampaikan fakta dan pengetahuan,
serta menyampaikan atau menjelaskan suatu peristiwa yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Contoh: "Matahari terbit di timur" dalam contoh ini fungsi representasional bahasa
menyatakan suatu fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya.
4. Fungsi Interaksional
Contoh: "Bagaimana kabarmu hari ini?" dalam contoh ini fungsi interaksional bahasa
bertugas membuka percakapan agar tercipta komunikasi.
5. Fungsi Personal
Contoh: "Wah, indah sekali pemandangan di gedung ini" dalam contoh ini fungsi
personal bahasa menunjukkan perasaan kagum dari pembicara mengenai pemandangan
yang ia lihat.
6. Fungsi Heuristik
Fungsi heuristik ialah fungsi bahasa yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan
mempelajari lingkungan sekitar.
Contoh: "Mengapa ibu bekerja?" merupakan contoh penggunaan fungsi heuristik bahasa
untuk mendapatkan pengetahuan mengenai alasan atau penyebab ibu bekerja.
7. Fungsi Imajinatif
Yang dimaksud dengan fungsi imajinatif ialah penggunaan bahasa untuk menciptakan
hal-hal atau peristiwa-peristiwa fiktif (tidak nyata), seperti dongeng.
Contoh: "Semalam aku bermimpi bertemu naga" merupakan contoh penggunaan fungsi
imajinatif bahasa dimana pembicara mengungkapkan peristiwa fiktif.
Penjelasan:
1. fase bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditandai Ejaan van Ophuijsen dan
Kongres Bahasa Indonesia I
2. fase bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara ditandai Pasal 36 UUD 1945,
Kongres Bahasa Indonesia II, Praseminar Politik Bahasa Nasional (1974), Seminar
Politik Bahasa Nasional (1975), Seminar Politik Bahasa (1999), Ejaan Suwandi
(1947), dan Ejaan yang Disempurnakan (1972)
3. fase bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional ditandai Kongres Internasional IX
Bahasa Indonesia, UU Nomor 24 Tahun 2009, dan Pusat Pengembangan Strategi dan
Diplomasi Kebahasaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.