Anda di halaman 1dari 31

TUGAS 5

KELOMPOK 3

Anggota :

Albi Wafa - 20200420069

Nisrina Aqila Fitria - 20200420070

Naela Lintang Ifada - 20200420071

Azzah fadillah - 20200420077

Nisa Khairani Wahid - 20200420078

Ilham David Nusa – 20200420079

RESUME MATERI

PENDAPATAN DAN BIAYA

A. PENDAPATAN
 PENGERTIAN
Penghasilan didefinisikan dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan
keuangan sebagai peningkatan ekonomi pada periode akuntansi tertentu.
Menurut FASP:
Pendapatan adalah arus masuk atau penambahan lainnya pada aktiva satu kesatuan
usaha atau penyelesaian kewajiban- kewajibannya (atau kombinasi keduanya) dari
pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa, atau kegiatan lain yang
merupakan kegiatan utama atau pusat dari satuan usaha yang berkesinambungan.
 Sumber Pendapatan
Pendapatan biasanya diterima dari kegiatan operasional utama perusahaan, namun tidak
menutup kemungkinan adanya pendapatan lain yang diterima dari kegiatan lainnya
seperti dari pendapatan bunga ataupun pendapatan dari hasil keuntungan penjualan aset
tetap yang tidak dipakai lagi.
Pendapatan yang diterima suatu perusahaan umumnya berasal dari beberapa sumber,
yang kemudian digolongkan menjadi:

1. Pendapatan operasional, yakni pendapatan yang berasal dari aktivitas utama


perusahaan, contohnya pendapatan atas penjualan barang atau jasa.

2. Pendapatan non operasional, yaitu pendapatan yang tidak berkaitan dengan


kegiatan utama perusahaan, akan tetapi dapat menambah ekuitas perusahaan,
contohnya pendapatan bunga dan pendapatan sewa.
3. Pendapatan luar biasa, yakni pendapatan yang berasal dari kegiatan yang tidak
sering terjadi dan tidak berhubungan dengan usaha normal perusahaan.

PSAK 23 menjelaskan mengenai pendapatan yang timbul dari transaksi dan


kejadian berikut ini:
1. Penjualan barang
Dalam transaksi penjualan barang, pendapatan diakui jika kepemilikan atas
barang telah dipindahkan dari penjual ke pembeli. Pemindahan kepemilikan di sini berarti
baik risiko, manfaat, serta hak atas barang tersebut telah dialihkan sepenuhnya kepada
pembeli.
2. Penjualan jasa
Transaksi penjualan jasa biasanya identik dengan suatu kontrak jasa baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Pendapatan diakui jika kontrak jasa tersebut dapat
diukur secara andal, baik secara jumlah maupun tahapan penyelesaian kontrak.
3. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen
Pendapatan atas bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif.
Pendapatan atas bunga harus diakui secara akrual karena pendapatan bunga tidak selalu
dibayarkan pada tanggal pelaporan.
 Pengakuan Pendapatan
Pengakuan pendapatan ada 2 cara yaitu :
1. Dasar Kas (Cash Basis)
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 1,
“Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar”.
2. Dasar Akrual (Accrual Basis)
PSAP 01 menyebutkan bahwa “Basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu
terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar”.

Prinsip pengakuan pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan diakui saat terdapat kemungkinan
manfaat ekonomik akan mengalir kepada perusahaan dan manfaat tersebut dapat diukur secara andal.
Menurut Kieso (2018:236) empat transaksi pendapatan diakui sesuai dengan prinsip ini:

1. Perusahaan mengakui pendapatan dari penjualan produk pada tanggal penjualan. Tanggal ini
biasanya diartikan sebagai tanggal pengiriman kepada pelanggan.

2. Perusahaan mengakui pendapatan dari jasa yang diberikan, ketika jasa telah selesai dilakukan
dan dapat ditagihkan.

3. Perusahaan mengakui pendapatan dari mengizinkan pihak lain untuk menggunakan aset
perusahaan, seperti bunga, sewa, dan royalti seiring dengan berlalunya waktu atau saat aset
digunakan.

4. Perusahaan mengakui pendapatan dari pelepasan aset selain produk yang biasa dijual pada
tanggal penjualan.

Martani, dkk (2015:208) menjelaskan mengenai saat kapan umumnya masing-masing jenis
pendapatan dapat diakui:

1. Penjualan barang: umumnya pendapatan diakui pada saat penjualan yaitu saat penyerahan
barang.
2. Pendapatan jasa: umumnya pendapatan diakui pada saat penyerahan jasa yang dapat
ditagihkan.
3. Pendapatan yang berasal dari penggunaan aset, misalnya pendapatan bunga, sewa atau
royalti: umumnya pendapatan dapat diakui pada saat berlalunya waktu atau pada saat aset
digunakan.
4. Pendapatan yang berasal dari penjualan aset selain persediaan: umumnya pendapatan
(keuntungan dari pelepasan aset) diakui pada saat penjualan atau pertukaran
Berikut ini merupakan penjelasan pengakuan untuk masing-masing jenis pendapatan:
1. Penjualan barang
Menurut IAI (2018:23.3) pendapatan dari penjualan barang diakui jika memenuhi syarat berikut:
a) entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada
pembeli
b) entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas
barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual
c) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal
d) kemungkinan besar manfaat ekonomok yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir
ke entitas, dan
e) biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan tersebut dapat
diukur secara andal.
Penentuan kapan pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan merupakan hal
yang kritikal dan memerlukan pengujian atas keadaan tersebut.
2. Penjualan jasa
Penjualan jasa dapat terjadi dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Banyak kontrak jasa mencakup
beberapa periode akuntansi seperti kontrak jangka panjang dalam industri konstruksi.
Kieso, dkk (2018:262) menyatakan bahwa kontrak jasa harus diakui ketika kondisi berikut terpenuhi:
1. Kontrak harus dapat diukur dengan andal
2. Manfaat ekonomik sangat mungkin terjadi
3. Tahapan penyelesaian harus dapat diukur dengan andal
4. Biaya perolehan harus dapat diukur dengan andal Kieso,
dkk (2018:263) menjelaskan lebih lanjut mengenai metode pengakuan pendapatan untuk pemberian jasa
dengan melakukan lebih dari satu tindakan, yaitu:
a. Sejumlah tindakan tertentu yang identik atau serupa, jumlah pendapatan yang sama dicatat untuk
setiap tindakan yang diekspektasi akan dilakukan.
b. Sejumlah tindakan tertentu dapat ditentukan, tetapi tidak identik. Pendapatan diakui berdasarkan
persentase penyelesaian dengan menggunakan ukuran yang sesuai.
c. Sejumlah tindakan tidak tertentu yang identik atau serupa dengan periode tetap selama kinerja
dilakukan, pendapatan diakui secara garis lurus selama periode tertentu kecuali terdapat bukti bahwa
metode lain dapat lebih mempresentasikan pola pemberian jasa.
Menurut Kieso (2018:250) terdapat dua metode akuntansi yang jelas berbeda untuk kontrak jasa
jangka panjang, yaitu:
1. Metode persentase penyelesaian (percentage-of-completion method). Perusahaan mengakui
pendapatan dan laba bruto setiap periode berdasarkan kemajuan konstruksi yang dicerminkan
dalam metode persentase penyelesaian. Perusahaan mengakumulasi biaya konstruksi ditambah
laba bruto yang diperoleh hingga saat ini dalam akun persediaan (Pembangunan dalam Proses),
dan mengakumulasi penagihan kemajuan dalam akun kontra persediaan (Penagihan untuk
Pembangunan dalam Proses).
2. Metode pemulihan biaya (cost recovery/zero-profit method). Dalam beberapa kasus,
pendapatan hanya diakui sebesar biaya yang dikeluarkan yang diharapkan dapat dipulihkan.
Setelah seluruh biaya diakui, maka keuntungan diakui. Perusahaan mengakumulasikan biaya
konstruksi dalam akun persediaan (Pembangunan dalam Proses)
IAI dalam PSAK 23 (2018:23.4) menyatakan:
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, maka
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui dengan mengacu pada tingkat penyelesaian
dari transaksi pada akhir periode pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal jika seluruh
kondisi berikut ini dipenuhi:
a) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal
b) kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas
c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal, dan
d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur
secara andal.
3. Pendapatan bunga, royalti, dan dividen
Menurut Martani, dkk (2017:217) pendapatan dari bunga, royalti, atau dividen diakui sebagai berikut:

1. Pengakuan pendapatan bunga mengikuti konsep akuntansi akrual. Pendapatan bunga diakui
menggunakan metode suku bunga efektif.

2. Pendapatan royalti diterima dari penggunaan aset perusahaan seperti paten, hak cipta musik dan film,
akan diakui berdasarkan garis lurus selama periode waktu perjanjian royalti.

3. Pendapatan dividen diakui ketika muncul hak pemegang saham untuk menerima pembayaran dividen,
yaitu tanggal pengumuman dividen.

IAI dalam PSAK 23 (2018:23.6) menyatakan bahwa pendapatan yang timbul dari penggunaan aset
entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui, jika:

a) kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir
ke entitas, dan
b) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
B. BIAYA
 PENGERTIAN
Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan juga
rugi(loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos tidak memenuhi
difinisi asset ( dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan), kos tersebut
dapat masuk sebagai biaya atau rugi.

Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua
karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:

1) Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in assets,
decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of assets, use of
economic services, expired costs, applicable costs to current period).
2) Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing major
operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues, creation
of revenues, earning activities).

Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai
konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan pendukung dibahas
berikut ini:

 Penurunan Aset
 Operasi Utama yang Menerus
 Kenaikan Kewajiban
 Penurunan Ekuitas
 Aliran Fisis atau Moneter?
Tampaknya FASB memisahkan antara pengertian biaya dan pengukuran biaya.
Bahwa biaya timbul dari penyerahan atau produksi barang (from delivering or
producing goods) atau dari pelaksanaan jasa (rendering servise) memberi isyarat
bahwa FASB memaknai biaya (penurunan asset) sebagai kejadian fisis (physical
event). Bila asset diganti dengan barang dan jasa ( seperti disarankan Kam), aliran
tersebut jelas menunjukkan aliran fisis. Untuk mencapai makna semantic biaya yang
tepat, Kam (1990) menggabungkan berbagai makna yang dikandung oleh berbagai
definisi dan mengusulkan pendefinisian biaya sebagai berikut:
 Rugi

Sebagai lawan makna untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi
adalah:
1) Penurunan ekuitas (asset bersih).
2) Transaksi peripheral atau incidental.
3) Selain apa yang didefinisikan sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik.

Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85):
a. Periferal dan incidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat berharga,
penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatug tempo.
b. Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain: misalnya
pencurian dan pembayaran ganti rugidari kekalahan dalam tuntutan perkara hokum.
c. Penahanan aset (holding assets); misalnya penurunan harga sekuritas inevstasi,
penurunan nilai – tukar valuta asing, dan penurunan harga karena penahan
sediaan (holding losses).
d. Factor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih rendah dari
kos asset yang rusak. Contoh lain adalah lenyapnya manfaat asset yang tidak diasuransi
akibat kebakaran.

Paton dan Littleton (1970, hlm. 93-96) mendefinisi rugi sebagai hal yang berbeda
dengan biaya yang merupakan penyerapan atau pengorbanan kos tanpa suatu
kompensasi atau kembalian (return). Yang dimaksud kembalian disini adalah bahwa
kos yang diserap tersebut tidak ditutup melalui pendapatan karena dianggap bahwa
keluarnya kos tersebut tidak merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan.

PENGAKUAN BIAYA

Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan pengakuan rugi. Pengakuan menyakut


masalah kriteria pengakuan (recognition criteria) yaitu apa yang harus dipenuhi agar
penurunan nilai asset yang memenuhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah
saat pengakuan (recognition rules atau timing) yaitu peristiwa atau kejadian apa yang
menandai bahwa kriteria pengakuan telah dipenuhi. Tidak seperti pendapatan atau
untung, biaya dan rugi tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi.

Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut
dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):
a. Konsumsi manfaat (consumption of benefits) Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat
ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi dalam
pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau kegiatan
lain yang merepresentasi operasi utama atau sentral entitas tersebut.
b. Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future benefits).
Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya diperkirakan telah
berkurang manfaat ekonomiknyan atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik.

 Kaidah atau Saat Pengakuan

Kejadian (event) apa yang menandai bahwa salah satu dari kriteria di atas telah
dipenuhi? Dengan kata lain, kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya yang
diperkirakan telah menghasilkan pendapatan diakui? Sebagai pedoman bagi penyusun
standar atau manajemen (kebijakan akuntansi perusahaan), perlu dirumuskan pedoman
umum saat pengakuan di tingkat rerangka konseptual.

 Konsumsi Manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung pada
saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang berkaitan.
Berbagai jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang berbeda yaitu (SFAC
No. 5, prg. 86):

a. Beberapa pos biaya, seperti kos barang terjual, dibandingkan (matched with)dengan
pendapatan yang terkait. Meretia diakui pada saat atau perioda yang sama dengan
pengakuan pendapatan yang dihasilkan langsung atau bersama(directly or jointly) dari
transaksi atau kejadian lain yang sama dengan yang menimbulkan biaya.
b. Banyak pos biaya, seperti gaji staf penjualan dan administrative, diakui selama periode
pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk barang dan jasa yang
dimanfaatkan/ dikonsumsi bersamaan dengan pemerolehan atau segera setelah itu.
c. Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, dialokasi (diakui) dengan prosedur
sistematik dan rasional untuk perioda-perioda yang menikmati manfaat asset
bersangkutan.

 Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang

Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa manfaat
ekonomik masa datang suatu asset yang diakui sebelumnya telah berkurang atau
lenyap atau bahwa kewajiban timbul atau bertambah tanpa adanya manfaat.

 Kaidah Pengakuan APB


Kaidah pengakuan di atas sebenarnya dilandasi oleh basis asosiasi yang oleh APB
disebut sebagai prinsip pengakuan biaya pervasive atau luas (pervasive expense
recognition principles). Hal ini dinyatakan oleh APB sebagai berikut (APB Statement
No. 4, prg.157-160):
a. Mengasosiasi sebab dan akibat (associating cause and effect). Beberapa kos diakui
sebagai biaya atas dasar asosiasi langsung dengan pendapatan tertentu
b. Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation). Bila tidak ada
cara langsung untuk mengasosiasi sebab dan akibat, beberapa kos diasosiasi dengan
periode sebagai biaya atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos secara
systematic dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati manfaat.
c. Pengakuan segera (immediate recognition). Beberapa kos diasosiasi dengan perida
berjalan sebagai biaya karena:
1) Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat masa datang yang
cukup nyata (discernible).
2) Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda sebelumnya tidak lagi
mempunyai manfaat ekonomik yang cukup nyata.
3) Mengalokasiberbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan pendapatan atau atas dasar
perioda akuntansi dipandang tidak mempunyai manfaat yang berarti.

 Hubungan Kos dan Biaya


Beberapa sumber mendefinisi biaya dalam kaitannya dengan pengertian kos
karena memang biaya tidak dapat dipisahkan dengan kos. Akan tetapi, kos tidak selalu
dapat disebut biaya karena kos dapat juga merepresentasi asset.
Dengan kos sebagai pengukur, kriteria konsumsi manfaat dan kelenyapan manfaat
dapat dinyatakan dalam bentuk keterbatasan kos (cost expiration). Kriteria konsumsi
lebih berkaitan dengan pengakuan biaya sehingga kriteria ini oleh paton dan Littlen
(1970) disebut kehabisan kos penciptaan pendapatan (revenue producing cost
expiration) sedangkan kriteria kelenyapan lebih berkaiatan dengan rugi sehingga
krtiteria ini dapat disebut keterhabisan kos non penciptaan pendapatan (not revenue
produsing cost expiration).

 Proses dan Konsep Penandingan


Prinsip penandingan menjadi suatu kebutuhan (necessity) dalam akuntansi karena
alasan berikut:
1) Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan biaya karena
teknik pembukuan tidak memungkinkan hal tersebut. Dengan kata lain, proses
penandingan tidak dilakukan pada saat transaksi pendapatan terjadi tetapi pada
umumnya dilakukan pada akhir tahun.
2) Transaksi terjadinya pendapatan pada umumnya tidak berkaitan langsung dengan
transaksi terjadinya biaya. Sebagai contoh, pemerolehan dan pembayaran barang dan
jasa untuk menghasilkan produk tidak selalu bersamaan (tidak terjadi dalam perioda
yang sama) dengan penjualan dan pengumpulan kas.

Bila dianalisis, tiap ketentuan selalu didasarkan atas pertimbangan berikut:


1) Hubungan atau asosiasi dengan pendapatan.
2) Biaya diakui/ dilaporkan dalam perioda yang sama dengan perioda diakui/
dilaporkannya dengan pendapatan.
 Kelayakan Ekonomik

Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan bukan
fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi manfaat asset atau jasa
secara fisis tetapi nilai asset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara
tepat dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar
penandingan yang paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic
reasonanbleness) bukannya dasar aliran fisis semata-mata.

Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke produksi
adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis yang bagian
dari kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan sisa kulit
sebagai bahan buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam operasi
hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang dianggap telah
menghasilkan pendapatan.

 Menandingkan Bukan Mengkompensasi

Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang


(ekspedisi), dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi penjualan
dikurangkan langsung terhadap hasil penjualan dan hanya jumlah rupiah netonya
dicatat dalam akun penjualan dan penjualan dilaporkan sebesar jumlah netonya.
Perlakuan semacam ini secara teoritis tidak layak. Karena karakteristik yang berbeda,
upaya harus dipisahkan dengan hasil. Semua kos yang mempresentasi upaya harus
tetap dicatat sebagai kos (atau biaya kalau langsung dibebankan). Sebaliknya, seluruh
hasil penjualan produk harus dicatat seluruhnya secara utuh sebagai pendapatan.

 Basis Asosiasi
Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan basis asosiasi
yang menggambarkan penandingan yang secara ekonomik layak. Berbagai basis
asosiasi dibahas berikut ini.

 Asosiasi Sebab dan Akibat


Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam
rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan. Ini berarti ada hubungan sebab
akibat antara biaya dan pendapatan. Oleh karena itu, basis penandingan yang paling
masuk akal adalah sebab akibat. Walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada
kenyataan karena dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa
biaya menyebabkan pendapatan.

 Identifikasi Kos Produk

Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk akan


dipecah menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah terjual dan Kos produk
yang belum terjual dan masih menjadi aset perusahaan. Kos yang melekat pada produk
terjual akan langsung dibebankan sebagai biaya. Kos sdiaan baru dibebankan sebagai
biaya kalau produk telah terjual. Masalah teknik yang timbul adalah tidak semua Kos
potensi jasa dapat dengan mudah dikaitkan dengan unit produk. Demikian juga, tidak
semua unsur Kos produksi dapat secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk
atau dengan suatu angkatan produksi.

Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan dalam suatu


periode hanya sebesar kas yang diterima, penandingan langsung atas dasar sebab-
akibat mengalami kesulitan teknis untuk menentukan Kos yang dianggap telah
menghasilkan penerimaan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cujkup teliti
untuk memecah Kos kedalam bagian yang telah menjadi sebab. Dalam hal tertenti
pemecah tersebut menjadi sangat arbitrer sehingga penandingan langsung tidak mudah
diterapkan untuk penjualan angsuran.

 Produk Usang Atau Musiman

Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat adalah
adanya produk musiman yang tidak laku dijual. Persoalanya adalah apakah Kos
produk musiman yan tidak terjual merupakan sebab ( sebagai biaya ) atau bukan
(sebagai rugi ).

Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual dalam
suatu periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual. Sebagai
contoh, suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai ukuran dan warna
yan cukup banyak untuk memenuhi selera konsumer dengan konsekuensi yang tidak
terhindarkan dan cukup pasti bahwa sebagian dari sediaan pakaian jadi tersebut tidak
akan laku terjual pada

akhir musim tertentu.

 Barang Rusak

Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk rusak.
Apakah Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau sebab untuk
menimbulkan pendapat?

Kelayakan ekonomik menuntut pertimbangan dengan memperhatikan kodisi yang


melingkupi suatu masalah. Bila kerusakan produk merupakan hal yang normal atau
bahkan merupakan prasyarat. Untuk menghasilkan barang dengan kualitas baik, Kos
barang yang rusak dapat di anggap sebagai upaya menghasilkan pendapatan.

 Identifikasi Kos Nonproduk

Kalau penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan


maka secara logis tidak seluruh Kos nonproduksi akan dibebankan sebagai biaya.

Oleh karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapatdicapai penandinganyang tepat
antara biaya dan pendapatan yang dihasilkan.

Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit secara teknis untuk
menelusuri hubungan sebab-akibat tersebut.

Sulit untuk mengatakan bahwa bagian dari Kos nonproduksi yang ditunda
pembebananya tersebut akan menghasilkan pendapatan dimasa mendatang.

Dalam kaitanya dengan penandingan sebab-akibat, Koa nonproduksi tidak harus


ditunda pembebananya untuk dikaitkan dengan pendapatan masa datang yang dapat
dikaitkan dengan Kos nonproduksi tersebut.
 Biaya Antisipasian

Biaya Antisipasian ( anticipated expenses ) adalah biaya yang dianggap menyebabkan


timbulnya pendapatan tetapi baru terjadi setelah pendapatan diakui. Sebagai contoh
adalah Kos yang berkaitan dengan kegiatan purna-jual (after- sale costs) seperti
jaminan penjualan, jaminan reparasi gratis, dan pengumpulan piutang.

 Alokasi Sistematik dan Rasional

Alokasi sistematik dan rasional merupakan penandingan dengan periode sebagai


penakar pendapatan dan biaya. Proses ini sering disebut penandingan periode (period
matching). Dalam pengkuan biaya, diasumsi bahwa yang menerima manfaat dari
potensi jasa adalah periode bukanya produk. Dasar penandingan ini sebenarnya
merupakan alternatif dasar sebab-akibat karena tidak selalu mudah mengidentifikasi
hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.

Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton
dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh
(deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik
tidak dilakukan karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness)
padahal kenyataanya tidak demikian.

 Kriteria Penangguhan

Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan


dasar untuk menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi pada suatu periode
akandibebankan langsung atau akan ditunda.

Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada umumnya
Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya kecuali untuk sediaan
barang dan biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat disimpulkan bahwa Kos
nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan untuk langsung dibebankan dari
pada ditunda atau disediakan untuk mencapai tepat- tanding

 Alokasi Kos Bergabung atau Bersama.


Alokasi merupakan proses yang tidak dapat dihindari untuk mencapai
penandingan sebab-akibat. Karena karakteristik operasi perusahaan pada umumny,
penentuan kos produk secara tepat membutuhkan alokasi untuk kos bergabung (joint
cost) atau kos bersama (common cost) betapapun dasar alokasi tersebut agak bersifat
arbitrer.

Kedua jenis kos ini sama-sama merupakan kos fasilitas, kegiatan, proses, atau
departemen jasa yang dinikmati oleh beberapa angkatan produk atau objek kos lain
(misalnya departemen produksi). Akan tetapi keduanya berbeda dalam hal penyerapan
oleh produk. Kos bersama tidak diserap langsung oleh produk tetapi diserap melalui
departemen produksi. Kos bergabung terjadi karena satu fasilitas atau proses proses
terpaksa digunakan untuk mengolah beberapa produk sekaligus karena secara teknis
atau alamiah beberapa produk tersebut tidak dapat dipisahkan pengolahannya sampai
titik tertentu ( split pont). Kos fasilitas pengolahan pabrik gula sampai titik
dipisahkannya guka dan tetes merupakan contoh kos bergabung.

Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda sehingga
hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut meskipun dasar
alokasi agak arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak diterapkan untuk alokasi
secara arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya daripada tidak dilakukan
alokasi karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) yang dalam
kondisi tertentu mungkin tidak dapat dipenuhi.

 Alokasi Bukan Sarana Pemerataan Laba.

Dalam akuntansi manajerial dikenal metoda yang disebut pengkosan


normal (normal costing). Dengan metoda ini, kos overhead dibebankan ke produk atas
dasar tarif taksiran untuk suatu perioda. Tujuannya adalah agar kos produksi untuk
perioda interim (bukanan) menggambarkan kos yang tepat dibanding kos aktual
perioda tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pos-pos overhead tidak terjadi merata
sepanjang tahun. Misalnya kos pemeliharaan mesin hanya terjadi sekali setahjun di
bulan Mei, depresiasi baru diperhitungkan dan diakui pada bulan Dsember, dan gaji
ke-13 dibayarkan pada bulan Puasa. Dengan demikian, menentukan kos produksi
untuk keperluan keputuan manajerial atas dasar kos aktual bulanan dapat
menyesatkan. Misalnya, penentuan harga untuk order khusus yang datang pada bulan
Juli harus memeperhitungkan kos pemeliharaan yang dibayar pada bulan Mei dan
depresiasi yang baru dicatat akhir tahun. Bila didasarkan atas kos aktual, harga yang
ditawarkan dapat menjadi terlalu rendah.

Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan serangkaian
statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang telah
diratakan.

 Pendekatan Nonalokasi

Alokasi hanya dapat dipertahankan bila tiga karakteristik berikut dipenuhi :

1. Ketertambahan (additivity). Keseluruhan harus sama dengan hasil penggunggungan


bagian-bagian.
2. Ketakraguan (unambiguity). Metode alokasi harus unik dan jelas untuk tiap tujuan.
3. Ketepertahankanan (defensibibiy). Untuk metoda alokaso yang dipilih, penentu
kebijakan harus dapat mempertahankan argumen yang meyakinkan.

Hanya karakteristik pertama dan kedua dipenuhi oleh alokasi dalam akuntansi.
Alokasi mengalami masalah dalam karakteristik ketiga. Hampir seluruh alokasi dalam
akuntansi bersifat takterjelaskan; artinya tidak dapat didukung tetapi dapat ditolak.
Lebih tegasnya, para akuntan tidak dapat membuktikan bahwa alokasi memberi
informasi yang bermanfaat sementara itu tidak ada bukti yang dapat membantah bahwa
informasi hasil alokasi tersebut tidak bermanfaat.

Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis
dengan semangat refutasi ilmiah (scientific refutation) dan prinsip
ketersalahan (principle of falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis
nol (default hypothesis) yang harus disanggah validitasnya. Bila tidak dapat dibuktikan
dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak benar atau valid (sehingga nonalokasilah
yang valid), maka alokasi terpaksa harus "diterima" atau tidak dapat ditolak.

 Pembebanan Arbitrer.
Suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda
terjadinya (immediate recognition). Ini berarti bahwa kos ditandingkan dengan
pendapatan secara arbitrer. Konsep yang melandasi pembebanan semacam ini semata-
mata adalah kepraktisan(expediency). Memang pada umumnya pengakuan segera kos
sebagai biaya atau rugi dilakukan karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak
cukup pasti. Contoh yang paling jelas adalah pengakuan segera selisih kurs utang
valuta asing akibat kenaikan nilai tukar mata uang asing atau pengakuan segera kos
riset dan pengembangan. Walaupun demikian, kalau terdapat alasan yang kuat atau
karena kebijakan khusus akibat kejadian luar biasa, dapat saja selisih kurs tersebut
dikapitalisasi meskipun manfaat ekonomik masa datang tidak ada lagi atau sulit
dihubungkan dengan perioda masa datang.

Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi.


Kos suatu potensi jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau terbukti bahwa
manfaat ekonomiknya menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future benefits).

 Penandingan dan Penyajian Pos-Pos Biaya

Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan


dengan menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu,
idealnya tiap unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan,
administrasi, dan pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar, kos objek
atau kegiatan sebagai pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam penakar tidak harus
jelas dan tegas berkaitan dengan pendapatan yang masuk dalam penakar (perioda)
tersebut. Di bawah ini meringkas konsep penandingan dan implikasi terhadap
klasifikasi biaya sebagai pengurang pendapatan.

Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk


semua jenis potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap,
khususnya fasilitas fisis yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and
equipments). Uraian berikut membahas masalah teoretis yang menyangkut pos-pos
tersebut.
 Sediaan

Secara umum masalah teoretis sediaan berkaitan dengan pengukuran kos


barang terjual dalam rangka penandingan dengan pendapatan dan masalah penilaian.
Proses pengukuran dan penilian pada umumnya dilakukan pada akhir periode. Dengan
demikian masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhirnya periode dapat
dinyatakan sebagai berikut:

1. Penentuan besarnya kos barang terjual untuk ditandingkan dengan penjualan sehingga
dapat ditentukan besarnya laba perusahaan. Penentuan ini melibatkan berbagai metoda
asosiasi sebagai dasar pemecahan kos produksi menjadi kos yang melekat pada sediaan
dan ang melekat pada barang terjual.
2. Penentuan nilai sediaan sebagai unsur aset lancar perusahaan. Penentuan nilai sediaan
sangat penting untuk menilai likuiditas operasi perusahaan.

 Metoda Asosiasi

Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos yang
melekat dengan jumlah rupiah penjualan. Dengan demikian metoda asosiasi dapat pula
diartikan sebagai asumsi aliran kos dalam mengikuti aliran fisis barang. Metoda
asosiasi atau asumsi aliran kos yang telah dikenal adalah :

1. Identifikasi khusus (specific identification)


2. Masuk pertama keluar pertama/MPKP (first-in, first-out/FIFO).
3. Rata-rata berbobot (weighted average).
4. Sediaan normal/minimal (normal stock).
5. Masuk terakhir keluar pertama/MTKP (last-in, first-out/LIFO).

Dasar pemilihan metoda sangat tergantung pada tujuan atau kondisi yang
dihadapi perusahaan. Tujuan utama pemilihan metoda biasanya adalah mengasosiasi
biaya dan pendapatan untuk menentukan laba yang tepat. Tujuan lain adalah
menentukan nilai sediaan untuk dicantumkan dalam neraca.
 Identifikasi Khusus
Metoda ini adalah yang paling ideal. Bila sistem akuntansi
memungkinkan, metoda ini sangat dianjurkan penerapannya. Untuk jenis barang
mahal dan perputarannya rendah, metoda ini sangat cocok sekali untuk tujuan
pengendalian di samping tujuan penandingan yang tepat. Namun demikian, metoda ini
mengandung beberapa kelemahan antara lain:

a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos khusus karena pendapatan
perusahaan merupakan hasil dari seluruh upaya perusahaan sebagai kesatuan.
b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relatif murah, metoda ini menjadi
terlalu mahal dan tidak sepadan dengan nilai tambahan informasi yang diperoleh.
c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat digunakan sebagai alat
manipulasi laba atau earnings management.

 Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)

`Metoda ini berasumsi bahwa faktor kos mengalir melalui


perusahaan secara berurutan seperti antrean; tidak ada saling mendahului. Dalam
banyak kasus, aliran fisis faktor jasa yang sesungguhnya memang harus mengalir
seperti ini terutama kalau bahan, barang, atau produk harus segera digunakan karena
meretia merupakan jenis yang mudah rusak atau usang karena waktu. Metoda ini
sangat logis dalam merefleksi asosiasi sebab-akibat karena sangat sederhana dan jelas
untuk memecah kos ke dalam dua komponen (sediaan dan barang terjual) atas dasar
kos yang benar-benar melekat dalam kedua komponen tersebut.

Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan, metoda ini
paling didukung atas dasar argumen berikut:

a. Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar pemecahan
kos. Metoda ini sistematik dan konsisten dengan aliran fisis yang sesungguhnya
sehingga penandingan yang ideal dipenuhi.
b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terrealisasi dan diakui
bersamaan dengan terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan
melekat dalam angka laba.
c. Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang mendekati kos
sekarang atau kos pengganti, Tentu saja hal ini tergantung pada fluktuasi kos setelah
pembelian atau produksi terakhir. Bila fluktuasi harga yang sangat tajam, metoda ini
tidak dapat memisahkan untung atau rugi fluktuasi harga sebagaimana disebut dalam
butir b.

 Rata-rata Berbobot

Metoda ini menganggap bahwa dalam proses produksi terjadi


peleburan faktor produksi yang sama selama satu perioda menjadi satu massa yang
homogenus. artinya, bahan baku tertentu yang dibeli berkali-kali atau produk yang
dihasilkan dari beberapa angkatan produk dalam suatu perioda dianggap sebagai satu
kesatuan (massa). Barulah kemudian massa tersebut dipecah menjadi dua bagian yaitu
sediaan barang dan barang terjual. Sebagai konsekuensi, tiap sediaan yang ada pada
saat tertentu akan selalu mengandung proporsi tertentu tiap pembelian yang pernah
terjadi. Dengan demikian, metoda rata-rata akan menjadi logis, obyektif, atau valid.
Walaupun demikian, metoda ini tidak sejalan dengan aliran fisik yang sesungguhnya.
Dalam kenyataannya, separti bahan baku yang dikonsumsi pada saat tertentu jarang
sekali terdiri atas semua bahan baku yang diperoleh dari berbagai pembelian secara
proporsional. Jadi kalau pemakaian bahan baku untuk produksi mengikuti pola ini
maka akan terjadi bahwa separtai barang yang berasal dari pembelian tertentu tidak
akan pernah habis.

 Sediaan Normal

Metoda ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (iron-


stock method). Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan investasi
permanen dalam sediaan. Tujuannya adalah penandingan pendapatan sekarang dengan
kos sekarang sekaligus meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan
sediaan atau fluktuasi harga. Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan harga
satuan yang cukup pasti. Biasanya harga satuan yang ditentukan untuk sediaan
minimal cukup rendah. Karena pendapatan sekarang ditandingkan dengan kos
sekarang, laba yang diperoleh tidak mengandung untung atau rugi akibat menahan
sediaan.

 Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)

Metoda ini berasumsi bahwa sediaan merupakan aset tetap yang


tidak berkaitan dengan aliran kos. Dengan demikian, begitu sejumlah sediaan tertentu
telah tertimbun maka aliran faktor kos berikutnya dianggap hanya melewati timbunan
tersebut dan langsung melekat pada penjualan (sebagai kos barang terjual). Metoda ini
akan menghasilkan laba operasi yang bebas dari untung atau rugi akibat fluktuasi
harga. Asumsi metoda ini adalah bahwa perusahaan perlu mempertahankan investasi
dalam sediaan selama umur perusahaan tersebut.

Keuntungan metoda ini adalah investasi permanen (disebut LIFO layer) dapat dijaga
dan pekerjaan administrasi pencatatan barang dapat dikurangi. Walaupun cukup
menawan secara teoretis, metoda ini sama sekali tidak dapat menuhi tujuan pelaporan
keuangan umum.

 Implikasi Motoda Asosiasi Terhadap Laba

Dalam bidang-bidang usaha tertentu yang voluma penjualan dan


harga bahan bakunyaberfluktuasi cukup besar antarperioda, metoda MTKP mendapat
dukungan yang kuat sebagai salah satu cara untuk menstabilkan laba periodik sampai
tingkat tertentu. Dalam suatu sistem perpajakan yang sangat menekankan perhitungan
labaperiodik, praktik penstabilan laba tersebut menjadi konsekuensi logis yang
akhirnya banyak dianut. Namun demikian, laba yang distabilisasi hendak-tidak
dilaporkan sebagai laba sebenarnya untuk tahun tertentu. Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, pemecahan yang terbaik untuk mengatasi fluktuasi harga adalah
melengkapi (to supplement) statemen tahunan dengan beberapa laporan kumulatif dan
rata-rata bukan mengembangkan metoda untuk menghilangkan fluktuasi tahunan yang
memang benar-benar atau nyata-nyata terjadi.

 Fasilitas Fisis
Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan
pada umumnya diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai
biaya sesuai dengan pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.

 Karakteristik dan Tujuan Pelaporan

Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya, Fasilitas fisis mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

a. Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok ini
adalah aset yang berkaitan dengan operasi.
b. Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
c. Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
d. Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan berupa
potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).

Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk


menentukan penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah
menghasilkan pendapatan. Tujuan yang lain adalah members informasi kepada
pemakai laporan tentang kuantitas fisis dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang
masih melekat pada aset fisis tersebut.

 Istilah

Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai


karakteristik di atas tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi.
Banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset tetap
(fixed assets), aset tetap berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud (tangible
assets), aset operasi (operating assets), aset jangka panjang (long-lived/long-term
assets), tanah, pabrik/bangunan, dan perlengkapan (property, plant and equipments),
dan fasilitas fisis (plant assets).
Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia mempunyai makna
sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas karena tia mencakupi investasi
jangka panjang, aset tak berwujud, sumber alam, dan aset jangka panjang lainnya.
Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis
sehingga fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset tetap.

Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum menggambarkan sifat
sebagai aset yang digunakan dalam operasi. Aset berwujud mempunyai arti yang
terlalu luas dan kurang menggambarkan sifat permanen yang melekat pada aset fisis.
Dengan istilah ini, sediaan barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini.

Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula aset
tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya. Aset
operasi jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset
tersebut diperlukan dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi.

Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini adalah
tanah, pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut deskriptif
karena dapat merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas. Dalam
hal perusahaan non pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan dapat digunakan.
Istilah fasilitas fisis sebenarnya cukup deskriptif untuk menggambarkan karakteristik
aset yang masuk dalam pengertian property, plant, and equipment. Oleh karena itu,
istilah ini dipakai dalam pembahasan di sini walaupun istilah aset tetap atau yang lain
kadang-kadang dipakai juga.

 Basis Pembebanan

Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya (misalnya
dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya atau kapasitas
fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya
menjadi beban pendapatan.

Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah
penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat
sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan,
masalah timbul karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan
penyerapan manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan
secara fisis. Di lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos
yang terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.

Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration), tidak ada
proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi, pembebanan
kos fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar pengukuran
fisis yang objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan (judgment) atas
dasar taksiran faktor-faktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan
nilai residual) yang sering tidak dapat diuji validitasnya secara objektif.

 Makna Depresiasi

Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang


kuat untuk membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut
diperoleh atau diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk
menghasilkan produk dan produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang
dihasilkan selama umur efektif fasilitas bersangkutan bukannya selama tahun tertentu.
Fasilitas fisis merupakan suatu “sediaan” jasa (service-capacity) dan jasa tersebut akan
tersedia sepanjang umur ekonomik aset tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos
secara sistematik selama taksiran umur pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan
objektif dan masuk akal daripada pembebanan langsung seluruh kos pada saat
pembelian atau pada saat pemberhentian. Bagian dari kos yang dibebankan untuk
perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi untuk aset tak berwujud dan deplesi
untuk sumber alam).

 Depresiasi Sebagai Proses Akumulasi Dana

Pengertian ini didasari oleh gagasan bahwa untuk dapat


mempertahankan kelangsungan hidup, perusahaan harus dapat mengganti fasilitas
fisik yang habis umurnya. Akibatnya, perusahaan harus menyisihkan dana dari
pendapatan yang diperoleh. Dengan mengurangi pendapatan, laba akan berkurang
sebesar depresiasi yang dibebankan. Ini berarti bahwa laba sejumlah depresiasi tidak
dapat dibagi kepada pemegang saham. Bagian inilah yang dianggap sebagai dana
untuk membeli kembali fasilitas fisis di kemudian hari. Dengan demikian, depresiasi
adalah sarana untuk menjaga keutuhan sumber daya. Konsep pemertahanan sumber
daya semacam ini disebut konsep pemertahanan kapital (capital maintenance concept)
yang akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan laba di bab lain.

 Depresiasi Sebagai Pemulihan Investasi

Konsep pemulihan investasi (investment cost recovery) ini secara


konseptual sama dengan pandangan di atas tetapi dianggap bahwa fasilitas fisis didanai
dengan utang. Agar perusahaan mampu membayar kembali investasinya maka harus
dilakukan penyisihan dana dengan cara mengurangi pendapatan perusahaan sebesar
depresiasi. Pandangan ini dapat disanggah dengan argument yang sama dengan yang
dijelaskan di atas.

 Depresiasi Sebagai Proses Penilaian

Pendefinisian depresiasi sebagai bagian kos yang dibebankan secara


sistematik dan rasional merupakan pemaknaan depresiasi secara sintaktik. Artinya,
depresiasi didefinisi sebagai penerapan prosedur. Kelemahan pendefinisian ini adalah
bahwa alokasi sistematik dalam banyak hal tidak merepresentasi fenomena atau
kegiatan operasi yang sesungguhnya. Dengan kata lain, alokasi kos hanya merupakan
mekanisme yang tidak merepresentasi realitas ekonomik. Misalnya, dengan metoda
garis lurus, depresiasi tetap diperhitungkan meskipun mungkin dalam suatu perioda
kegiatan produksi sedang rendah atau berhenti sehingga depresiasi tidak
merepresentasi realitas yang ada. Oleh karena itu, diperlukan definisi yang bersifat
semantik.

Salah satu pendefinisian secara semantik adalah depresiasi dipandang sebagai


penurunan potensi jasa (decline in service potential) selama perioda operasi akibat
keausan fisis, konsumsi manfaat, atau keusangan teknologis. Dengan demikian,
penurunan potensi jasa selama perioda dapat dipandang sebagai selisih penilaian
antara potensi jasa awal dan potensi jasa akhir baik secara fisis maupun moneter.

 Nilai Setara Tunai (current cash equivalents).


Dengan basis ini, penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung
selisih nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah harga pasar aset
yang sama dalam kondisi yang sama sebagai barang bekas. Di sini dianggap bahwa
daya beli uang stabil. Kalau tidak, dalam hal tertentu nilai pasar dapat naik sehingga
nilai tidak turun atau bahkan menjadi lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini kadang-
kadang nilai jual ini disesuaikan dengan indeks harga yang berlaku untuk
menghilangkan pengaruh kenaikan harga karena perubahan daya beli uang.

 Kontribusi Pendapatan Neto Diskunan (discounted netrevenue contributin).

Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai
diskunan aliran kontribusi pendatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi
pendapatan neto adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan) karena adanya
investasi fasilitas fisis bersangkutan. Penilain ini mirip dengan penerimaan kas masa
datang diskunan (discounted future cash receipst) untuk penilaian investasi jangka
panjang misalnya obligasi. Bedanya, aliran kas masuk investasi jangka panjang berasal
langsung dari investasi yang jumlah dan saatnya cukup pasti sedangkan aliran kas
masuk dari fasilitas fisis tidak langsung dan harus ditaksir melalui pendapatan neto
(laba tunai) yang dikontribusi oleh penggunaan aset. Penilaian semacam ini
merupakan contoh imputasi pendapatan. Tambahan aliran masuk ini juga dapat berupa
penghematan kos (cost saving).

 Depresiasi Sebagai Sarana Penandingan

Kos dengan Kontribusi Pendapatan Neto

Pemaknaan depresiasi ini sebenarnya sama dengan pemaknaan


depresiasi secara konvensional yaitu alokasi kos atas dasar pola penyerapan.
Perbedaannya adalah pola penyerapan tidak langsung didasarkan atas penyerapan jasa
tetapi atas dasar pendapatan neto yang dihasilkan oleh fasilitas fisik bersangkutan.
Pendapatan neto di sini adalah pendapatan yang dihasilkan oleh fasilitas fisik
dikurangi biaya pengoperasian fasilitas fisis. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa
variasi pendapatan merefleksi variasi penyerapan jasa fasilitas fisik. Dengan kata lain,
pola penyerapan sejalan dengan pola kontribusi pendapatan neto.
Metoda Alokasi

Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan


rasional bukan sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut
sistematik dan rasional? Metoda yang paling rasional adalah metoda yang
mendasarkan diri pada aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain,
metoda yang paling tepat adalahmetoda unit produksi (production or output method).
Kesulitan utama yang dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat
dihasilkan selama umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis
tidak selalu proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor
keusangan (obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan fluktuasi produk
yang dihasilkan.

 Hubungan Depresiasi dan Laba

Telah dibahas sebelum ini bahwa mengaitkan depresiasi dengan


kontribusi pendapatan neto sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Ini
berarti besarnya biaya depresiasi bergantung pada besarnya pendapatan dalam perioda
tertentu. Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup kecil, akan terjadi semacam
penundaan biaya depresiasi atau “tahun gemuk menutup tahun kurus.” Sekali
depresiasi telah deprogram secara sistematik dan rasional, depresiasi hendaknya tidak
ditunda pembebanannya semata-mata karena “pendapatan tidak dapat menutup biaya.”
Alasannya adalah bahwa proses keausan/kerusakan tidak akan berhenti karena aset
fisis tidak digunakan dan perkembangan teknologi juga tetap berjalan selama perioda
depresiasi.

Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya
untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa
akhirnya laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun
(aktual), hal ini tidak mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya.
Jadi, meskipun tetap dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama,
rasional, dan objektif, hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi
besarnya laba.
 Koreksi Terhadap Kesalahan Taksiran

Mengingat kesulitan dalam meramalkan saat pemberhentian unit


fasilitas fisis, program depresiasi tidak memberikan hasil yang sama persis dengan
kenyataannya setelah berjalannya waktu. Misalnya, fasilitas fisis menjadi usang lebih
cepat dari yang diantisipasi sehingga tahun-tahun yang telah berjalan dibebani terlalu
sedikit dengan depresiasi. Sebaliknya, fasilitas fisik yang seharusnya sudah dihentikan
dari pemakaian (dan habis didepresiasi) ternyata masih berfungsi dengan baik
sehingga depresiasi telah dibebankan terlalu tinggi.

 Tanah

Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau fungsi
tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak
akan pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu
didepresiasi atau diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah
untuk menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi
alasan kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam
fasilitas produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik
permanen. Karena karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut
perlu dipisahkan dari fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi dalam pelaporannya.

 Tanah Bukan Hak Milik Permanen

Kos tanah sewaguna (leasehold), tanah hak guna bangunan (HGB), atau bentuk
investasi non permanen lainnya dalam bentuk tanah harus secara sistematik
dibebankan ke produksi selama umur ekonomik atau selama jangka kontrak.

Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi
permanen. Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan
atas tanah (topsoil) yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah
tersebut secara ekonomik tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini,
akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang
dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos
elemen tanah yang dapat habis jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian
ditentukan alokasi kos sistematik yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi, dengan
akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan kesuburan
tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus didepresiasi.

 Sumber Alam

Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses


penambangan (extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering
disebut dengan “aset habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk
minyak mentah dan gas) adalah contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang
biasanya tidak diremajakan lagi oleh perusahaan pengekstraksi dapat dikategori
sebagai aset habis pakai. Kos sumber alam tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah)
harus diserap secara sistematik ke produksi atas dasar pengambilan atau konsumsi.
Kos yang diserap ini disebut deplesi. Seperti juga pada depresiasi, deplesi sebagai kos
atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus ditentukan secara objektif dan
rasional tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap laba bersih.

 Aset Tak Berwujud

Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak
cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis,
kos aset tak berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya
terhadap pendapatan selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan
untuk menyerap kos tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya.
Penghapusan langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi
menunjukkan bahwa aset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik
yang penting. Karena banyak masalah teoritis yang timbul, dua jenis aset tak berwujud
yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah ini.

 Goodwill

Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang sudah
berjalan secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau
setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai
buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi sebagai
kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal perusahaan
yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut tidak dapat diperoleh
secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau cara lainnya. Secara
akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri oleh perusahaan tetapi harus
melalui pembelian suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos kampanye produk
baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill.

 Kos Organisasi

Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi sebelum perusahaan mulai beroperasi biasanya


ditampung dalam satu akun menjadi kos pendirian atau kos organisasi (organization
cost). Pengeluaran tersebut meliputi kos pencetakan saham, tarif akte notaris,
pengeluaran untuk ijin perusahaan, dan kos kegiatan selama proses pendirian. Kos
organisasi diperlakukan sebagai aset tak berwujud karena kos tersebut tidak dapat
dikaitkan dengan aset tetap berwujud yang ada dalam perusahaan. Seperti telah
diuraikan dalam pembahasan tanah, kos organisasi menunjukkan suatu aset permanen
(tidak perlu diamortisasi) sepanjang perusahaan dapat mempertahankan diri sebagai
perusahaan yang beroperasi secara penuh dan yang bertumbuh sebagaimana
ditunjukkan oleh kemampuan untuk menghasilkan laba dan posisi keuangannya. Akan
tetapi, kos pendirian tersebut harus mulai diserap atau dihapuskan bila terjadi
penurunan laba dan pengerutan (contraction) kekayaan yang terus menerus akibat
kegagalan usaha atau proses likuidasi. Jadi, kos organisasi tidak semestinya
diamortisasi dalam hal perusahaan berjalan terus dan berkembang tetapi tidak
semestinya dipertahankan tetap utuh dalam hal perusahaan mengalami kemunduran
yang terus-menerus. Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha eksploitasi
sumber alam, penyerapan secara sistematik kos organisasi selama umur fasilitas fisis
(pabrik) adalah perlakuan yang paling layak. Dengan dasar pikiran yang sama, jumlah
rupiah komisi atau berbagai pengeluaran lain yang berkaitan dengan penerbitan surat-
surat berharga harus diserap (dihapuskan) selama sisa umur surat berharga tersebut.
 Penyajian Biaya

Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk itu
adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi
bergantung pada konsep tentang apa saja yang membentuk laba.

Anda mungkin juga menyukai