Anda di halaman 1dari 12

KUIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PADA

SISTEM PERKEMIHAN, PENCERNAAN, DAN KERACUNAN

Nama : Herkulanus Erwin Danuwineta


NIM :30120117056
Keperawatan Gadar

1. Tn.C 30th datang ke UGD dengan penurunan kesadaran berdasarkan pengkajian dari
keluarga mengatakan klien tidur dimobil, dengan kondisi mobil menyala dan jendela
ditutup, saat dibangunkan klien tidak bangun bangun, ekstremitas dingin, berdasarkan
data diatas diagnose klien adalah gangguan perfusi jaringan otak
a. Berdasarkan data diatas klien menderita keracunanan karbon monoksida
b. Pengkajian yang didapat berdasarkan data adalah bagaimana proses keracunan
pada kasus sampai dengan terjadinya
Penyebab utama keracunan dalam mobil kebanyakan dari keluarnya gas karbon
monoksida (CO) pada sistem pembuangan yang tidak berfungsi baik karena pipa
pembuangan yang tidak dirawat alias bocor. Hanya sedikit sekali keracunan di mobil
yang diakibatkan oleh zat-zat yang terdapat dalam perabotan mobil.
Ketika seseorang menghidupkan AC dalam waktu lama saat mobil diam dan
kondisinya tertutup rapat akan membuat sirkulasi udara tidak berjalan. Akibatnya gas
karbon monoksida akan terakumulasi di dalam mobil. Orang yang terpapar gas
karbon monoksida yang lama kebanyakan berakhir dengan kematian.
Karbon monoksida sangat cepat menyingkirkan oksigen sehingga menghalangi
hemoglobin darah mengikat oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh hingga ke
paru-paru dan otak. Suplai oksigen yang berkurang ini bisa berbahaya bagi jaringan
dalam tubuh dan mengakibatkan kematian.
Biasanya orang yang terpapar gas karbondioksida akan lemas, luar biasa mengantuk
dan seperti berhalusinasi. Sedikit sekali yang begitu sadar mampu mencari
pertolongan karena begitu lemasnya hingga tidak bisa menggerakkan tangan untuk
sekedar membuka pintu mobil.
Jika si korban masih bisa diselamatkan, efek keracunan karbon monoksida bisa
merusak otak dan sistem saraf, mempengaruhi kelakuan dan tingkat kepintaran,
pertumbuhan lambat, sakit kepala, mual dan muntah. Tapi kebanyakan korban yang
terpapar karbon monoksida tidak bisa diselamatkan.
Gejala umum yang ditimbulkan jika keracunan karbon monoksida adalah sakit
kepala, pusing, lemas, mual, muntah, sakit pada dada dan merasa linglung. Jika
kadarnya sudah tinggi maka bisa menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian
yang cepat.

Survei Primer
Breathing (Pernafasan)
 Dipsnea
Circulation (Sirkulasi)
 Hipotensi
 Akral dingin
 Nadi perifer tidak teraba
 Takikardia
 Eritema dan bulla
Disability
 Perubahan tingkat kesadaran
 GCS (Glasgow Coma Scale) 3/15 (Koma)
c. Jelaskan patofisiologinya sampai dengan pasien mengalami gangguan A, B, C
dan D
 Circulation Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya
kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan
penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi
berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang
mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung. Efek
toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh
gangguan transportasi oksigen.
 Circulation CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang
menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali
lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan
gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan
oksigen untuk jaringan menurun. Circulation CO mengikat myoglobin
jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan
depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan.
 Breathing Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang
menyebabkan kegagalan respirasi.
 Disability CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya
ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit
neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila CO dapat
menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang
dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi
hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan
sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba . Hal ini
menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal. CO dieliminasi di paru-paru.
Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus
persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 – 90 menit,
sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen
100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.
d. Jelaskan penatalaksanaan meggawat daruratan prehospital dan hospital
1) Pre-hospital
Bila terjadi keracunan karbon monoksida, maka untuk pertolongan pertama
adalah segera bawa korban ke tempat yang jauh dari sumber karbon
monoksida, longgarkan pakaian korban supaya mudah bernafas. Pastikan
korban masih bernafas dan segera berikan oksigen murni. Korban harus
istirahat dan usahakan tenang. Meningkatnya gerakan otot menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen, sehingga persediaan oksigen untuk otak
dapat berkurang. Segera bawa ke rumah sakit terdekat.
2) Hospital
Pemberian oksigen 100% dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan
gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada
pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar
HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan
waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90
menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi
oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya gangguan
kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam
waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik,
sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan
monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi
kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar
PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat
dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan
membaik dengan pemberian terapi oksigen.
e. Jelaskan cara menetralisir dan mengeluarkan zat racun baik secara farmaco dan
non farmakologi sebutkan indikasi, kontraindikasi dan kerja obat tersebut
 Terapi oksigen hiperbarik
 Indikasi: penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan karbon
monoksida, cedera, anemia kehilangan darah akut, abses intrakranial,
luka bakar termal, fascitis nekrotikans, gas gangren, dan kehilangan
pendengaran akut.
 Kontraindikasi: kontraindikasi mutlak untuk perawatan hiperbarik adalah
pneumotoraks yang tidak diobati. Kontraindikasi relatif lainnya adalah
jika pasien menggunakan agen kemoterapi tertentu seperti Adriamycin
dan Cisplatinum atau Antabuse. Masalah lain yang menjadi perhatian
adalah pasien berventilasi, pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol,
dan penderita diabetes.
 Cara kerja: menghilangkan karbon monoksida dari dalam darah dengan
pemberian oksigen murni bertekanan tinggi. Oksigen hiperbarik akan
menggerakkan kurva saturasi untuk meningkatkan saturasi oksigen sel
darah merah yang menggantikan molekul karbon monoksida. Terapi
oksigen hiperbarik (HBOT) memberikan oksigen di bawah tekanan
untuk meningkatkan kadar oksigen jaringan. Oksigen diberikan 2-3
kali lebih tinggi dari tekanan atmosfer, dan didistribusikan di sekitar
area yang terinfeksi; sehingga memungkinkan terjadinya proses
penyembuhan alami tubuh dan memperbaiki fungsi jaringan.
2. Jelaskan bagaimana terjadinya shock sepsis sampai mengganggu A, B dan C pada pasien
dengan trauma abdomen dan jelaskan terapi yang diberikan baik prehospital maupun
hospital?

 PATOFISIOLOGI
Cedera intra abdomen merupakan cedera seriius dan biasanya memerlukan
pembedahan. Pada cedera intra abdomen faktor yang paling penting ialah kecepatan peluru
masuk ke tubuh. Peluru kecepatan tinggi membuat keusakan jaringan yang luas, hampir
semua luka tembak membutuhkan bedah eksplorasi. Luka tusuk tembus abdominal
menimbulkan insiden yang tinggi dari luka terhadap organ beruang, terutama usus halus
sedangkan hati merupakan organ padat yang paling sering cedera.
Trauma pada abdomen dibagi menjaadi trauma tumpul dan trauma tajam atau
tembus. Trauma tumpul abdomen disebakan oeh kompresi dan deselerasi. Kompresi oleh
benda- benda terfiksasi seperti sabk pengaman dan stri kemudi yang akan meningkatkan
tekanan intraluminal dengan cepat sehingga memungkinkan terjadinya rupture usus atau
perdarahan prgan padat. Gaya deselerasi (perlambatan) alan menyebabkan tarikan atau
regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergrak. Deselerasi dapat
menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat,
seperti ligament teres pada hati.
Bila terjadi benturan pala bagian eksternal abdomen yang diakibatkan oleh
kecelakaan, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemambuan obyek
statis untuk menaahan tubuh pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan distrupsi jaringan.
Trauma juga tergantung pada elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Beratnya
trauma yang terjadi tergantung seberapa jauh gaya yang ada akan dapat dilewati ketahanan
jaringan serta posisi tubuh relative terhadap permukaan benturan. Meningkatnya tekanan
intra abdomen yang mendadak dan hebat oleh gaya tekanan dari luar seperti benturan yang
dapat mengakibatkan rupture dari organ padat maupun organ berongga. Terjepitnya organ
intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding
toraks. Terjadinya gaya akselerasi hingga deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
robekan pada organ dan pedikel vaskuler.
Trauma pada abdomen juga dapat disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran
atau kuatnya tekanan yang menyebabkan kerusakan pada usus yang menyebabkan
peritonitid san sepsis. Trauma abdomen dapat menyebabkan terjadinya perpindahan cairan
dikarenakan kehilangan darah dan syok, perubahan metabolic, masalah koagulasi dan
pembekuan, inflamasi, infeksi, perubahan nutrisi dan elektrolit.
PENATALAKSANAAN PRA HOSPITAL DAN HOSPITALISASI
 PRE HOSPITAL
Penilaian awal yang dilakukan adalah prosedur ABC. Jika ada indikasi korban tidak
bersepon, segera buka dan bersihkan jalan nafas.
1) Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2) Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara“look,feel, and hear’, tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme, adekuat atau tidak adekuatnya
pernapasan).Pastikan untuk mengontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen
yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada
gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal.
3) Circulation
Dengan perdarahan hebat jika disertai dengan pernafasan pasien cepat dan tidak
adekuat, maka berikan bantuan pernafasan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan segera resusitasi jantung paru .rasio kompresi dada dan napas dalam RJP
adalah 30:2 (30 kali kompresi dan 2 kali bantuan napas).
 Penanganan awal trauma non-penetrasi
1) Stop makan dan minum
2) Imobilisasi
3) Kirim kerumah sakit
 Penanganan awal trauma penetrasi
1) Tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan
adanya tim medis
2) Penanganan dilakukan dengan melilitkan kain kassa pada daerah antara pisau
untuk memfiksasikan pisau sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar tersebut
dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan perban steril.
4) Immobilisasi paseian
5) Tidak dianjurkan memberikan makanan dan minuman
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
7) Segera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit
 HOSPITALISASI
1) Trauma non penetrasi
a) Pengambilan contoh darah dan urin
Darah diambil dari salahsatu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
langkap, postasium, glukosa, amilasi, dan lain sebagainya
b) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaaan rontgen servikal lateral, toraks anterposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, berguna
untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas di
bawah diagfragma yang keduanyamemerlukan laparotomy segera
c) Studi kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.
2) Trauma penetrasi
a) Bila terdapat pasien dengan indikasi luka lembus dinding abdomen seorang ahli
bedah yang akan memeriksa lukanya secara local untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan keluar yang
berdekatan.
b) Skrining pemeriksaan rontgen. Foto rontgen torak tegak, berguna untuk
menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen dengan posisi supine untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum
c) IVP atau urogram excretory dan CT scanning dilakukan untuk mengetahui jenis
cidera yang ada
d) Uroterografi digunakan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
e) Sistografi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kemih
contohnya pada fraktur pelvis

3. Seorang laki laki usia 60 tahun dating ke UGD dengan keluhan sesak, klien dan edema
tampak pucat, tekanan darah 200/100mmHg, pernapasan 32x/menit, saturasi oksigen
90%, klien memiliki riwayat CKD, klein diakukan pemeriksaan laboratorium hematologi
Hb 10, Ureum300, Creatinin 5, dilakukan thorax foto adagia udem interstitial alveolar.
berdasarkan adat ..
a. jelaskan pengkajian dan kegawat daruratan dan diagnosa keperawatannya
 Pengkajian
1) History, keluhan sesak
2) Examination:
a) Airway
1. Adanya bunyi napas
b) Breathing
1. Takipnea
2. Penggunaan otot bantu pernapasan
c) Circulation
1. Capillary refill time 3-4 detik
d) Disability
3) Documentation, TD: 200/100mmHg, RR: 32x/menit, SpO2: 90%
4) Investigasi, Hb 10, Ureum300, Creatinin 5, dilakukan thorax foto adagia
udem interstitial alveolar.
 Pemeriksaan Fisik
Sistem perkemihan, pemeriksaan ginjal dengan perkusi ; nyeri tekan ginjl
mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada sudut
costovertebra. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut
cukup membuat nyeri, dan dapat pula ditinju dengan permukaan ulnar kepala
tangan kanan dengan beralaskan volar tangan kiri (fish percussion).
 Diagnosa Keperawatan: Gangguan pertukaran gas
b. Jelaskan proses patofisiologi dari kasus sampai mengganggu A,B,C,dan D
Patofisiologi GGK diawali dengan adanya PGK yang bersifat progresif.
Patofisiologinya diawali dengan adanya etiologi yang mendasarinya, tetapi dalam
proses selanjutnya perkembangan yang terjadi kurang lebih sama. Terdapat dua
pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi
ginjal pada GGK. Sudut pandang tradisional mengatakan bahwa semua unit
nefron telah terserang penyakit, namun dalam stadium yang berbeda-beda dan
bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat
saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya, lesi organik pada
medula akan merusak susunan anatomik pada lengkung Henle dan vasa rekta,
atau pompa klorida pada pars ascendens lengkung Henle yang akan mengganggu
proses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar. Pendekatan kedua dikenal
dengan nama hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang berpendapat
bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila
jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini sangat
berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal
progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan
elektrolit tubuh saat LFG sangat menurun.
Urutan peristiwa dalam patofisiologi GGK dapat diuraikan dari segi hipotesis
nefron yang utuh. Meskipun PGK terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidak berubah,
meskipun jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.
Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus
dalam setiap nefron meskipun LFG untuk seluruh massa nefron yang terdapat
dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil
dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat
fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa
nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap
nefron tinggi sehingga keseimbangan glomerulus atau tubulus (keseimbangan
antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat
lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun pada proses
zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat
mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah LFG (yang
berarti makin sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan
ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urin
menyebabkan berat jenis urin menyebabkan nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu
sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan
nokturia.
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)
dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal .
Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah
akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh
darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk
membuang kelebihan air serta zat sisadari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang
terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih
meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014).

c. Jelaskan terapi firmako dan non firmako yang diberikan


 TERAPI NON FARMAKOLOGI
1) Pengaturan asupan protein: mulai dilakukan pada LFG ≤60 ml/mnt, sedangkan
di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6-0,8 kgBB/hari
2) Pengaturan asupan kalori: 30-35 kkal/kgBB/hari
3) Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4) Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5) Garam (NaCl): 2-3gram/hari
6) Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
7) Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari (pasien HD: 17 mg/hari)
8) Kalsium: 1400-1600 mg/hari
9) Besi: 10-18 mg/hari
10) Magnesium: 200-300 mg/hari
11) Asam folat pasien HD: 5 mg
12) Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
 TERAPI FARMAKOLOGI
1) Kontrol tekanan darah
a. Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE inhibitor) dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
b. Penghambat kalsium
c. Diuretik
2) Untuk pasien diabetes melitus, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin
dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk
diabetes melitus tipe 1 yaitu 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk diabetes
melitus tipe 2 yaitu 6%.
3) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4) Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), kalsitrol
5) Koreksi asidosis metabolik dengan target HC03 20-22 mEq/l
6) Koreksi hyperkalemia
7) Kontrol dislipidemia dengan target LDL 100 mg/dl dianjurkan golongan statin
8) Terapi ginjal pengganti

Anda mungkin juga menyukai