Persaingan antar pelabuhan di pesisir pantai Jawa Timur, sudah mulai
muncul pada akhir-akhir masa Majapahit. Pada masa Majapahit, Tuban masih menjadi pelabuhan utama bagi kerajaan di pedalaman. Sumber sejarah Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, disebutkan adanya pangkalan-pangkalan dalam jalur lalu lintas air yang terdiri atas 33 tempat yang disebut nusa (kemungkinan yang dimaksud adalah tempat-tempat di tepi laut), dan 47 tempat disebut naditirapradesa, yang artinya tempat-tempat di tepi sungai. Keterangan ini mengindikasikan bahwa pada saat memasuki abad ke-15 mulai muncul kota-kota pelabuhan dengan status yang sama dengan Tuban. Pusat-pusat ini memungkinkan terjadinya persaingan antar kota-kota pelabuhan dalam memenuhi kepentingan pusat di Ibu kota Majapahit. Kemudian muncul adanya dua kota yang menjadi saingan Tuban yaitu Gresik dan Surabaya. Bahwa status kota Gresik dan Surabaya sederajat dengan Tuban. Namun setelah keruntuhan Majapahit, pada awal abad ke-16 kapal-kapal dagang lebih suka di pelabuhan Gresik dari pada di Pelabuhan Tuban. penyebabnya, yaitu berkurangnya atau menurunnya fasilitas di pelabuhan Tuban dan tingginya beacukai sehingga para pedagang enggan singgah karena tidak mendapatkan keuntungan yang diharapkan. pada awal abad ke-16 kegiatan dagang terlihat lebih sedikit di Tuban, akibat dari banyaknya peristiwa perompakan sehingga banyak saudagar dan pedagang mengalihkan perhatiannya ke pelabuhan Gresik yang relatif lebih aman. Namun pada tahun 1601 tidak ada lagi rempah-rempah yang mengalir ke Gresik. Hal ini akibat permintaan Belanda yang besar atas rempah-rempah di Banten membuat semua pasokan rempah-rempah dialirkan ke pelabuhan itu. Hal itu terjadi lagi pada tahun 1608, ketika hanya sedikit rempah- rempah yang mencapai pasar Gresik dan perdagangan pun menjadi tidak ramai lagi. Keadaan menjadi buruk lagi ketika pasokan rempah-rempah terus menurun akibat perang di Banda. Hal ini pastinya juga berdampak kepada perdagangan di pelabuhan Tuban. Karena pada waktu itu rempah-rempah yang berkualitas baik ini kelihatannya juga telah menghilang dari pasar Tuban. Peran Pelabuhan Surabaya kian menguat saat pelabuhan di sekitarnya mulai memudar, seperti Sedayu, Gresik, dan Tuban. Kedatangan orang Cina pada abad XVII, menjadikan bandar ini kian ramai. Transaksi yang semula dilakukan di atas kapal beralih ke pemukiman penduduk. Setelah itu datang pula orang Arab, Melayu, Sunda, Madura, dan lain-lain yang kemudian meramaikannya dengan membuat pemukiman. Menetapnya para pendatang di sekitar pelabuhan itu semakin menghidupkan aktivitas Pelabuhan Surabaya. Hingga saat ini Surabaya mempunyai 2 pelabuhan yaitu Tanjung Perak dan Kalimas. Meski Pelabuhan yang sebelumnya terletak di Kalimas akhirnya dipindahkan ke Tanjung Perak tetapi kegiatan Kalimas tetap hidup, yaitu untuk kegiatan pelayaran rakyat. Sedangkan pelabuhan Tanjung Perak yang merupakan pelabuhan besar digunakan untuk pelayaran internasional dan regional.