perkebunan atau pertanian dan penulis memfokuskan pada perkembangan teknologi karet dengan
membandingkan perkembangan teknologi karet yang ada di Malaya dengan yang ada di
Indonesia. Pada halaman 278. penulis menjelaskan bahwa Di kawasan Malaya, memiliki banyak
perusahaan perkebunan maupun kebun tani kecil di sepanjang jalan raya dan dajaln kereta api,
yang dibangun untuk melayani tambang-tambang timah, wilayah perkebunan-perkebunan
tersebut diperluas oleh pemerintah Malaya. Sehingga pada tahun 1910, tahun dimana seluruh
daerah Malaya barat telah memiliki jaringan luas dalam perekonomian dan perkebunan. Penulis
juga menjelaskan bahwa tindakan pemerintah Malaya dalam pembangunan prasarana lebih luas
dan penting daripada pembangunan prasarana di Indonesia. Hal tersebut dikaitkan dengan cara
pendekatan yang lebih positif pihak pemerintah malaya jajahan Inggris dalam membina
pembangunan pada masa menjelang tahunn 1915.
Penulis juga menjelaskan bahwa, selain dari sisi cara pendekatan yang positif, Kemajuan
dalam urusan perkebunan dan perekonomian Malaya tidak lepas akan perkembangan teknologi,
penulis menambahkan bahwa perkembangan teknologi tersebut sudah sejak awal dilakukan oleh
pemerintah Malaya. Pemerintah Malaya menekankan usaha menyempurnakan teknologi karet
dan meningkatkan pengembangannya. Penulis membandingkan upaya pemerintah Malaya
tersebut dengan upaya di Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa berbeda dengan di Malaya,
upaya Indonesia dalam perkembangannya melalui usaha mengadakan Cultuurtuin (tanaman
budidaya) di Kebun raya Bogor untuk meningkatkan kapasitas penghasilan dengan
mendagangkan bibit baru dari Amerika Selatan dan memilih pohon yang lebuh banyak hasil
getahnya sebagai sumber bibit unggul. Selain upaya tersebut penulis juga menambahkan upaya
lain di Indonesia dalam memajukan usaha perkebunannya yaitu melalui pengembangan cara
pencakokan kuncup (bud grafting) yaitu pembiakan nabati, dengan langsung melipat gandakan
hasil getah yang dapat dicapai sebelumnya dan upaya tersebut merupakan langkan kemajuan
terbesar yang dicapai dalam teknologi produksi karet.
Pada halaman 279, Penulis lebih berfokus dalam penjelasan upaya penelitian dari kedua
negara yaitu Malaya dan Indonesia dalam mengembangkan teknologi perkebunan dengan
penjelasan lembaga pemerintah dan swasta yang mendukung usaha penelitian tersebut dan hal-
hal yang menghambat dalam mengembangkan upaya kemajuan teknologi perkebunan di masing-
masing negara. Pada halaman 280 terdapat sebuah tabel yang menjelaskan mengenai Luas
tanaman dan Jumlah Produksi pada perkebunan karet dan kebun karet tani kecil di Malaya tahun
1921.
Di halaman 281, Selain melalui teknologi, penulis juga mempunyai sudut pandang lain
dalam melihat usaha perkembangan perkebunan di kedua negara jajahan tersebut yaitu melalui
pengaturan. Pengaturan yang dimaksud penulis yaitu pengaturan keadaan karet dengan tujuan
mengukuhkan harganya, namun hal ini lebih dilaksanakan oleh pihak Inggris daripada pihak
Belanda. Pengaturan keadaan karet tersebut didasari oleh Rencana Stevenson yang menerapkan
kuota produksi di Malaya dan Srilanka. Sehingga dapat menyumbangkan 70% produksi dunia
pada tahun 1921. Namun, dijelaskan pula oleh penulis bahwa pemerintah jajahan Indonesia tidak
mengikuti peraturan Stevenson yang disebabkan oleh beberapa faktor sehingga membuat
pemerintah jajahan di Indonesia tidak mengikuti aturan Stevenson tersebut. Di halaman 282,
penulis menjelaskan keadaan pasang surut kemajuan dari usaha perkebunan di kedua negara
jajahan yaitu Malaya dan Indonesia. Hal tersebut dipengaruhi faktor keadaan politik dalam
masing-masing negara jajahan, kekurangan bahan baku, dan anjloknya harga karet yang
mempengaruhi perkembangan di industri perkebunan karet.