Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR ROTAN MENTAH

MIKO DWI CAHYO


220320051

DOSENPENGAMPU:
JAMILAH S.P., M.P

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023
KATAPENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Budidaya Tanaman
Pangan Utama ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Budidaya Tanaman pangan
Utama . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Utama bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Usnawiyah SP.MP selaku
dosen pengampu Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Utama pada mata kuliah
Teknologi Budidaya Tanaman pangan Utama yang telah memberikan ilmu untuk
mengajari kami sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan studi yang
ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu. Kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan laporan ini.
PENDAHULUAN
Tulisan ini dibuat untuk mengetahui dampak kebijakan larangan ekspor
rotan mentah terhadap industri furnitur rotan Indonesia 2011-2012. Peraturan
larangan ekspor ini diberlakukan pada tahun 2011 setelah dicabutnya SK Menteri
Perdagangan tahun 2005 tentang dibukanya keran ekspor rotan mentah. Indonesia
merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan
baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh
negara lain seperti Philipina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah
penghasil rotan Indonesia tersebar di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau
Sulawesi dan Pulau Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000
ton/tahun
Perdagangan internasional adalah sebuah kegiatan transaksi barang
maupun jasa yang berasal antar pengusaha yang bertempat tinggal di negara yang
berbeda (Wulandari & Lubis, 2019).
Jumlah kegiatan dalam ekspor yang meningkat akan menyebabkan sebuah
permintaan mata uang domestik naik dan nilai tukar menguat mengakibatkan
tenaga kerja akan terserap secara penuh dan tingkat pengangguran berkurang.
Faktor lain dapat mempengaruhi nilai tukar ialah impor. Impor yang semakin
tinggi berdampak pada permintaan mata uang negara lain meningkat dan mata
uang domestik melemah. Selain impor ada investasi dan modal, akan dapat
menurunkan produksi di dalam negeri, meningkatnya banyak pengangguran dan
pendapatan menurun sehingga daya beli masyarakat juga melemah
(Sedyaningrum et al., 2016).

1. STUDI KASUS
Penghentian ekspor bahan baku rotan, ternyata belum membuat industri
mebel di Tanah Air mendapat pasokan bahan baku yang memadai. Sejumlah
pengrajin di daerah asal bahan baku rotan seperti Cirebon, Semarang, Surabaya,
Jakarta dan daerah industri pengolah bahan baku rotan tetap mengeluh
kekurangan bahan baku. Kalau pun ada, harganya sudah naik sampai 30%.
Kesulitan mendapatkan bahan baku rotan menurut Ambar Tjahjono, Ketua Umum
Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI),
disebabkan oleh kelangkaan yang terjadi karena sistem perdagangan dan distribusi
antar pulau yang tidak beres sehingga rotan dari Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi sulit masuk ke Pulau Jawa. (TubasMedia.Com 2012).
SK Menteri Perdagangan No 35/M-Dag/Per/11/2011 Menteri Perdagangan
menetapkan bahwa pengiriman ekspor terakhir adalah 20 Desember 2011. Jadi
diharapkan, setelah tanggal itu, bahan baku rotan bisa dengan mudah diperoleh.
Bahkan sebelum keputusan diberlakukan, para pengusaha rotan sudah mewanti-
wanti, kalau ekspor distop akan terjadi over supply karena produksi rotan selama
ini berkisar 300 ribu hingga 400 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan industri
dalam negeri hanya 15–30 ribu ton. Tapi, faktanya tidak seperti itu. Pengusaha
mebel rotan nasional mengaku masih kesulitan memperoleh bahan baku. Kalau
pun ada, harga yang dipasang pedagang sangat mahal. Jika biasanya harga
berkisar Rp. 10.000 kini meningkat hingga Rp 18 ribu per kilogram. Seorang
perajin mebel rotan mengatakan, pedagang menaikkan harga dengan alasan rotan
susah didapat. Konon, itu disebabkan banyak petani yang enggan mencari rotan
lagi gara-gara ekspor dihentikan. Benarkah petani rotan ngambek? Masih perlu
dicek kebenarannya. Yang jelas, para perajin mebel menuding, kenaikan harga itu
merupakan ulah para pedagang yang mencari untung besar. “Mereka memainkan
harga agar enam bulan kemudian ekspor dibuka lagi,” kata seorang perajin
lainnya.
Kebijakan larangan ekspor rotan mentah (bahan baku) mendorong
masuknya investasi di industri pengolahan rotan, khususnya yang menghasilkan
produk furnitur/mebel dan barang kerajinan berbasis rotan lainnya. Di lain pihak,
penyerapan bahan baku rotan oleh industri mebel dan kerajinan di dalam negeri
juga meningkat secara signifikan. Hal ini terkait penjualan ke dalam dan luar
negeri (ekspor) yang terus menunjukkan kenaikan. Direktur Industri Hasil Hutan
dan Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan, penutupan
keran ekspor bahan baku rotan terkait kondisi industri mebel/furnitur dan
kerajinan berbasis rotan didalam negeri. Kalangan industri nasional kesulitan
mendapatkan bahan baku rotan, karena sebagian besar diekspor, khususnya ke
China dan Vietnam. Belakangan industri pengolahan rotan di China dan Vietnam
justru menguasai pasar ekspor di dunia serta menggerus pasar ekspor industri
nasional. Pemerintah diharapkan dapat melakukan serangkaian kebijakan yang
tepat, agar industri rotan nasional dapat lebih ditingkatkan lagi guna
meningkatkan kinerja industrinya melalui perancangan kebijakan yang dapat
mempertimbangkan banyak faktor. Kajian terhadap permasalahan di atas adalah
permasalahan pada sistem pendistribusian dan ketersediaan bahan baku dari
petani sampai ke industri rotan nasional. Masalah pendistribusian dan penyediaan
untuk industri rotan dalam suatu sistem rantai pasok dilakukan dengan
menetapkan kebijakan persediaan dan kebijakan transportasi penetapannya
dilakukan harus secara terintegrasi antar bagian satu dengan bagian berikutnya
(Chan dkk, 1998). Kebijakankebijakan ini harus terkoordinasi untuk menjamin
ketersediaan produk pada saat konsumen membutuhkan. Berhubungan dengan
masalah transportasi rotan yang harus mengangkut bahan baku dari hulu sampai
industri rotan nasional diperlukan suatu perencanaan sistem transportasi.

a.Komoditi
Tulisan ini dibuat untuk mengetahui dampak kebijakan larangan ekspor
rotan mentah terhadap industri furnitur rotan Indonesia 2011-2012. Peraturan
larangan ekspor ini diberlakukan pada tahun 2011 setelah dicabutnya SK Menteri
Perdagangan tahun 2005 tentang dibukanya keran ekspor rotan mentah. Indonesia
merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan
baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh
negara lain seperti Philipina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah
penghasil rotan Indonesia tersebar di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau
Sulawesi dan Pulau Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000
ton/tahun

b.Negara Yang Menerapkan Kebijakan


Indonesia adalah negara dengan sistem perekonomian terbuka yang sangat
mengandalkan kegiatan perdagangan luar negeri demi mendukung sebuah
perekonomiannya. Ekspor mampu memberikan sumbangan devisa yang lumayan
besar untuk membiayai sebuah pembangunan negara dan biaya yang paling besar
adalah memberikan sebuah kontribusi bagi neraca perdagangan Indonesia yaitu
ekspor non migas setelah adanya pergeseran beberapa posisi ekspor migas yang
terus menerus menurun setelah terjadinya resesi dunia kemarin.
Bagi sebuah Negara, ekspor impor dan perdagangan Internasional
keseluruhan ialah satu bagian yang penting dari sebuah perekonomian tingkat
nasional, dampak dari kegiatan adanya tersebut bisa berpengaruh pada kegiatan
pembangunan sebuah ekonomi. Adanya ekspor impor dapat mempengaruhi
produk domestik bruto (PDB) yang kemudian akan dapat mendorong
pertumbuhan sebuah ekonomi. Maka sangat diperlukan adanya suatu kebijakan
demi reformasi ekonomi yang secara terbuka dan aliran modal melalui sebuah
penerapan strategi pertumbuhan pada perdagangan internasional (Dai et al., 2016).

c.Dampak Kebijakan
Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah tahun 2005 mengenai pencabutan
larangan ekspor rotan mentah ke luar negeri, keadaan industri furnitur rotan
Indonesia lesu dan tidak berkembang. Semenjak tahun 2005, baik produksi,
ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di
Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Dan penurunan tersebut
berlanjut pada tahun 2006.
Bila dirincikan ada beberapa dampak negatif yang membuat industri furnitur
Indonesia menjadi tidak berkembang semenjak dikeluarkannya kebijakan
pembukaan keran ekspor tahun 2005,

 Perdagangan
Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah tahun 2005
mengenai pencabutan larangan ekspor rotan mentah ke luar negeri,
keadaan industri furnitur rotan Indonesia lesu dan tidak berkembang.
Semenjak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga
kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Indonesia mengalami
penurunan yang signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun
2006.
Bila dirincikan ada beberapa dampak negatif yang membuat
industri furnitur Indonesia menjadi tidak berkembang semenjak
dikeluarkannya kebijakan pembukaan keran ekspor tahun 2005
Industri furnitur rotan dalam negeri kesulitan dalam memperoleh
bahan baku untuk industrinya karena petani dan pemasok rotan mentah
lebih memilih mengekspornya ke luar negeri daripada harus menjualnya di
dalam negeri. Diketahui harga rotan poles bila diekspor US$ 1,2/kg
sedangkan bila dijual di dalam negeri harganya Rp 9.200/kg, begitu juga
rotan hati harganya bila diekspor US$ 2,2/kg sedangkan di dalam negeri
harganya Rp 13.000/kg.7 Hal ini tentu saja membuat petani rotan dan
pemasok rotan lebih memilih mengekspor daripada menjualnya di dalam
negeri.
Semenjak diberlakukannya kebijakan larangan ekspor rotan
mentah, kondisi industri furnitur rotan Indonesia terus membaik. Ada
beberapa pengaruh positif semenjak diberlakukannya kebijakan larangan
ekspor rotan mentah, antara lain sebagai berikut:
a. Tercukupinya pasokan bahan baku industri furnitur rotan.
b. Teratasinya kegiatan penyelundupan rotan mentah ke luar negeri.
c. Terjadi peningkatan nilai ekspor furnitur rotan indonesia.

 Prekonomian
Semenjak adanya kebijakan rotan 2011 ini, industri furnitur rotan
Indonesia mulai bangkit kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia memberi dampak positif terhadap perkembangan
industri furnitur rotan Indonesia. Pangsa pasar rotan Indonesia seperti
Jerman, Turki, Malaysia, Amerika, Israel, Inggris, dan Belanda mulai
melirik kembali rotanIndonesia. Tidak hanya itu semenjak adanya
kebijakan tahun 2011, kasus-kasus penyelundupan rotan mentah selama
periode 2013, telah berhasil digagalkan penyelundupan rotan mentah
sebanyak 14 kali dengan total 38 kontainer. Sedangkan pada tahun 2012,
tercatat 42 kontainer rotan mentah dengan nilai rotan Rp 6,3 milyar
berhasil digagalkan.
Selain itu, nilai ekspor produk furnitur rotan Indonesia terus
mengalami peningkatan. nilai ekspor produk rotan pada tahun 2012 yang
mencapai US$ 202,67 juta yang terdiri dari rotan furnitur senilai US$
151,64 juta dan rotan kerajinan/anyaman sebesar US$ 51,03 juta. Angka
ekspor produk rotan tersebut mengalami peningkatan 71% jika
dibandingkan pencapaian pada tahun 2011. Tercatat pada tahun 2011, total
ekspor produk rotan senilai US$ 143,22 juta yang terdiri dari rotan furnitur
sebesar US$ 128,11 juta dan rotan kerajinan/anyaman sebesar US$ 15,11
juta. Hal ini membuktikan adanya kebijakan rotan tahun 2011 berhasil
melindungi industri furnitur rotan Indonesia serta memajukan kembali
industri furnitur rotan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), 2009.
Ekspor Rotan Indonesia 1990-2006. Jakarta

Cahyat, A, 2001. Memperbaiki Pengelolaan Sumber daya dan Sistem


Perdagangan Rotan. Bahan Lokakarya Penguatan Kapasitas dan Posisi
Tawar Produsen menuju Perdagangan Berkeadilan, dalam Pemetaan
Potensi Bahan Baku Rotan. Jakarta: Departemen Perindustrian Direktorat
Jenderal Industri Kecil dan Menengah.

Dai, F., Wu, S., Liang, L., & Qin, Z. (2016). Bilateral Trade under Environmental
Pressure: Balanced Growth. Journal of Industry, Competition and Trade,
16(2), 209–231. https://doi.org/10.1007/s10842-015-0205-9

Departemen Kehutanan, 2009. Data Perkembangan Ekspor Hasil Hutan Indonesia


1990-2002. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.

E. D, Astuty, 2000. Kajian Daya Saing Ekspor Komoditas Pertanian. Jakarta:


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Erwinsyah, 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Pengusahaan


Rotan di Indonesia. Epic Discussion Paper.

Sabar, (2012). Larangan Ekspor Rotan Tujukkan Hasil Positif. Dakses 30


september 2023 dari https://www.tubasmedia.com/larangan-ekspor-rotan-
tunjukkan-hasil-positif/

Sedyaningrum, M., Suhadak, S., & Nuzula, N. (2016). PENGARUH JUMLAH


NILAI EKSPOR, IMPOR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TERHADAP NILAI TUKAR DAN DAYA BELI MASYARAKAT DI
INDONESIA Studi Pada Bank Indonesia Periode Tahun 2006:IV-2015:III.
Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 34(1), 114–121.

Wulandari, S., & Lubis, A. S. (2019). Analisis Perkembangan Ekspor Impor


Barang Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Administrasi Bisnis,
8(1), 31–36. https://doi.org/10.14710/jab.v8i1.22403

Anda mungkin juga menyukai