Anda di halaman 1dari 3

Perang Jawa pada tahun 1825-1830 mengakibatkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

mengalami krisis dalam keuangan. Sehingga, mereka memutuskan untuk membuat sebuah
system bernama cultuurstelsel atau juga yang dikenal sebagai system tanam paksa. Sistem ini
dilakukan untuk mengisi kas mereka yang kosong, dengan menerapkan peraturan bahwa
mewajibkan desa di Jawa 20 persen tanahnya ditanami beberapa tanaman yang nantinya akan di
ekspor, seperti the, tebu, dan kopi.

Salah satu wilayah yang dijadikan tempat untuk menanam yaitu di daerah Jombang ,terdapat
perkebunan tebu yang sekaligus juga didirikan sebuah Pabrik Gula Tjoekir. Industri tebu sendiri
dikenal sangat berpengaruh dalam keterikatan sosial pada masa itu. Dapat dilihat dari beberapa
infrastruktur yang berdiri ditentukan berdasar dari pabrik-pabrik gula di Jawa Timur yang ada.
Beberapa contohnya yaitu, jaringan kereta api, seperti Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM)
yang menguasai Jombang dan Kediri, kemudian Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM)
yang beroperasi di Mojokerto dan sekitarnya, serta Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij
(BDSM), dan Probolinggo Stoomtram Maatschappij (PbSM), dan lain sebagainya.

Seiring berjalnnya waktu, keadaan pabrik gula tidak hanya sekedar meningkatkan pertumbuhan
pada bidang ekonomi saja namun menyeluruh hampir dalam segala aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Serta, tidak hanya berkembang di provinsi Jawa Timur, namun provinsi-provinsi
lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah juga mengikuti . Target swasembada produksi gula yang
harus dicapai kala itu belum mencapai yang diharapkan. Hal tersebut terjadi karena adanya
penurunan kualitas panen dan rendemen, lemahnya produktivitas, tingginya biaya pokok
produksi GKP , konflik kebijakan antar kementerian / lembaga, waktu menanam dan waktu
panen kurang tepat, besarnya intervensi pemerintah, serta terjadinya pergeseran dari lahan sawah
menuju perairan yang baik ke lahan kering . Akibat yang sangat dirasakan perihal persoalan-
persoalan tersebut, membuat pabrik gula mengalami kerugian dan tidak menyentuh hasil marjin
untuk memenuhi jumlah kebutuhan gula dari dalam negri karena produksi gula untuk satu musim
hanya mampu untuk membayar gaji karyawan , biaya operasional, dan deviden kepada
pemegang saham.

Permasalahan yang menjadi dasar tentunya yaitu ketika produsen gula tidak dapat memperoleh
laba marjin yang diharapkan. Kesulitan – kesulitan yang dihadapai seperti pencarian bahan baku
tebu yang semakin susah, biaya produksi yang kian lama semakin meningkat, serta ketika harga
gula impor yang masuk ke dalam negri lebih murah dan lebih menarik di pasaran. Tentunya hal
tersebut menjadi ancaman untuk pabrik gula.

“Menurut Sink dan Thomas (1989:3) dalam Triwulandari S. Dewayana, dkk. (2011) menjelaskan
bahwa produktivitas dan efisiensi merupakan dua aspek penting dalam kinerja, hal ini berarti
dibutuhkan perbaikan kinerja untuk memperoleh laba usaha melalui pengukuran kinerja, baik
pengukuran kinerja taktis, pengukuran kinerja operasional maupun pengukuran kinerja
strategis.” Konsep tahapan produksi yang tidak rasional dapat dilihat dalam menggunakan
analisis isokuan yang menyadari adanya potensi variabilitas kedua faktor produksi (modal dan
tenaga kerja) dalam suatu sistem produksi 2 input dan 1 output atau Q = f (Capital, Labour).
Kemudian “menurut Muhammad Saechu (2009:3) bahwa ampas tebu merupakan sumber energi
yang terbarukan dan tersedia cukup besar sehingga dapat dioptimasikan dengan cara
menurunkan kadar air ampas melalui penerapan teknologi pengeringan serta memanfaatkan
program perawatan terjadwal agar jam berhenti giling di pabrik gula dapat ditekan kurang dari 5
persen. Tebu mempunyai kadar ampas cukup besar di mana sebagian dapat digunakan untuk
memenuhi jumlah kebutuhan bahan bakar di ketel, dengan instalasi yang seimbang, peralatan
yang efisien, jumlah dan kualitas tebu giling yang memadai agar dapat diperoleh kelebihan
ampas atau energi yang bermanfaat sebagai bahan baku industri.”

Metode yang dipergunakan dalam membantu penyelesaian masalah terkait terbagi menjadi dua
metode, yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan survey melalui
wawancara dan observasi ke pabrik gula dan PTPN X serta pemilik perkebunan tebu dalam
rangka memperoleh kondisi eksisting pabrik gula saat ini. Metode tak langsung dilakukan
melalui kajian pustaka, pengolahan dan analisis data, jurnal dan seminar. Jika memperhatikan
lebih dalam tentang kondisi pabrik gula di Jawa Timur memang mengkhawatirkan masa
depannya ketika tidak dilakukan perubahan dan dukungan dana yang besar apabila masih
mengharapkan terwujudnya ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Pabrik gula sebagai main
business industri memiliki keunikan tersendiri. Karena pabrik gula hanya beroperasi selama 6
bulan sekali yang nantinya dapatmengakibatkan terjadinya kerusakan atau keausan peralatan
pabrik sehingga membutuhkan maintenance khusus yang tentunya akan memakan biaya
tambahan kembali untuk proses produksi.

Produktivitas alat dan tenaga kerja selalu rendah , kemudian juga adanya ketergantungan
performance pabrik gula terhadap iklim sangat tinggi karena belum ada budidaya tebu yang
memungkinkan tebu untuk panen sepanjang tahun, serta hujan juga sangat mempengaruhi
kualitas hasil panen tebu. Pengembangan industri tebu di Indonesia dalam menuju swasembada
gula dan beyond sugar pada kenyataanya masih dibayangi oleh konflik internal yang akan terjadi
dan ketidakharmonisan antara petani tebu dengan pihak petugas pabrik gula sehingga menambah
angka kehilangan bahan baku tebu setiap tahun dan berpengaruh pada pasokan tebu ke dalam
pabrik gula. Pabrik gula BUMN harus terus dikembangkan dan dibenahi untuk meningkatkan
rendemen dan produksi gula, kemudian lahan perkebunan tebu melalui mekanisasi sehingga
penanganan panen tebu akan lebih efektif dan efisien. Penerapan hal ini bukanlah persoalan yang
mudah, sehingga perlu adanya sosialisasi kepada para petani tebu bahwa dengan diadakannya
sistem mekanisasi ini akan membawa pengaruh baik terhadap tebu yang ditanam dan dipanen.
TUGAS INDIVIDU PEREKONOMIAN INDONESIA

“Meningkatkan Daya Saing Pabrik Gula di Indonesia Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”

Disusun oleh:

Vinsa Ayu K. / 130217066/ KP B

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

UNIVERSITAS SURABAYA

2019

Anda mungkin juga menyukai