Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

INDUSTRI GULA

Dosen : Susanti Dhini Anggraini, M. SI.

Nama Kelompok :

1. Mahendra Dodik S. (1411190013)


2. Riski Putra dwi C. A (1411190016)
3. Thoyifur Rohman (1411190033)
4. Ainul Iqbal Fadilla (1411190037)
5. Leviana Auliatul Rohma (1411190049)

Progam Studi Teknik Industri


Fakultas Teknik
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
2019
KATA PENGANTAR

Assalam’ualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan


para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat


diterima, terimakasih Wassalam’ualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tuban, November 2020


Penulis

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber


energi dan komoditas perdagangan utama. Gula paling banyak
diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan
makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam),
menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan industri gula di Indonesia?
2. Apa saja sumber-sumber gula?
3. Bagaimana proses pembuatan Gula Kristal Putih (GKP)?
4. Bagaimana proses pembuatan gula Rafinasi?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan
beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perkembangan industry gula di
Indonesia
2. Untuk mengetahui sumber-sumber gula
3. Untuk mengetahui proses pembuatan Gula Kristal Putih
4. Untuk mengetahui proses pembuatan gula Rafinasi

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 pengertian gula

Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia.


Rata-rata manusia di Indonesiamengkonsumsi gula sebanyak 12-15 kg per
tahun. Dengan semakin bertambahnyajumlah penduduk, tentu kebutuhan
akan gula akan semakin meningkat pula. Di Indonesia gula Kristal yang
konsumsi sehari-hari didominasi oleh gula tebu. Gula kristal ini dibuat dan
diproses daritanaman tebu. Bagi penduduk di daerah pedesaan Jawa tentu
sudah sangat kenal dengan Tebu. Tanaman ini merupakan jenis tanaman
semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali.Pernah kah anda
membayangkan bagaimana membuat gula dari Tebu ?? lain hal nya
dengan beras atau jagung atau bahan pokok lain. Proses pembuatan gula
dari tebu memerlukan beberapatahapan dan proses kimia serta mekanis.
Kalau beras yang kita makan hanya dilakukan proses penggilingan dari
gabah menjadi beras beda dengan pembuatan gula dari tebu yang
harusdilakukan dalam skala pabrik

.2.2 Industri gula di ndonesia

Tahun 1930-an adalah masa kejayaan industri gula Indonesia yang


mampu mengekspor ke banyak negara dan telah menjadi negara
pengekspor gula menjadi dua setelah Kuba, tetapi situasinya terbalik sejak
1967 di mana Indonesia akan mengimpor gula dari Brasil, India, dan
Thailand untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bahan baku dan industri
makanan dan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya
produksi gula sangat tidak ekonomis karena inefisiensi yang membentang
dari budidaya ke pengolahan di pabrik sehingga sulit untuk memperoleh
margin keuntungan. Sasaran dan di luar swasembada gula tidak dapat
dicapai karena sangat diatur, tidak ada sinergi dan cenderung konflik
kepentingan antara kementerian atau lembaga, dan konflik internal sering
terjadi antara pabrik gula dan ketidakharmonisan antara petani tebu oleh
pejabat pabrik gula . Dalam persaingan industri gula yang lebih ketat, di
era Masyarakat Ekonomi Asean, itu berarti tingkat efisiensi pabrik-pabrik
gula di negara itu perlu perhatian khusus, hal yang sama juga berlaku
untuk pengguna industri gula, dan gula sebagai komponen bahan baku
berkontribusi pada penciptaan produk makanan dan minuman yang efisien
sehingga dapat bersaing dengan produk serupa dari negara lain.
Mengamati bagaimana persaingan yang ketat dalam Masyarakat Ekonomi
Asean didasarkan pada perdagangan bebas, hasil gula yang merupakan
biaya produksi yang efisien sangat penting dan mendesak pada saat ini,
termasuk pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Gula merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang sangat


penting bagi manusia di seluruh dunia. Gula memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia, selain manfaat bagi tubuh, namun Gula juga
memberikan manfaat yang besar dari kehidupan manusia mulai proses
awal pembuatan gula yakni penanaman tebu. Keberadaan pabrik gula
disuatu daerah, secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian
dan kemajuan infrastruktur di daerah tersebut, hal ini dikarenakan
keberadaan pabrik gula membutuhkan akses jalan raya sebagai akses
utama pengiriman tanaman tebu yang sudah panen untuk diangkut menuju
pabrik yang kemudian akan diolah menjadi gula. Ini terlihat dari kebijakan
yang diterapkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang membuat
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memberlakukan cutuurstelsel atau
sitem tanam paksa menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami
tanaman ekspor, seperti tebu, teh, dan kopi. Tebu terutama ditanam di
sejumlah karesidenan, seperti Surabaya, Pasuruan, dan Besuki. Wilayah
Jombang. Selain jalan raya, keberadaan pabrik gula juga membantu
membuka akses kereta api dimana pada zaman dahulu juga digunakan
sebagai angkutan tebu. Selain kemajuan infrastruktur, dampak adanya
keberadaan pabrik gula juga memunculkan berbagai bisnis baru yang
mendukung keberlangsungan produksi gula.

Setelah Indonesia merdeka, komoditas gula masih tetap


dibutuhkan oleh masyarakat dan masih penting sebagai pendorong
peningkatan perekonomian di Indonesia. Pemerintah Indonesia berusaha
tetap menjalankan produksi gula di pabrikpabrik gula peninggalan
pemerintahan Hindia Belanda. Namun seiring berjalannya waktu, produksi
gula di Indonesia, kondisinya tidak ada peningkatan yang signifikan, hal
ini dikarenakan industri gula di Indonesia yang sarat kepentingan, akhirnya
marjin perusahaan gula tak akan pernah memiliki kemampuan untuk
ekspansi guna perluasan lahan dan membangun pabrik baru.

Pendapatan yang dihasilkan dari produksi gula dalam satu musim


giling hanya cukup untuk gaji karyawan, operasional perusahaan, dan
dividen kepada pemegang saham. Jika hanya mengandalkan dari bisnis
gula saja maka optimalisasi laba akan sulit terwujud. Selain itu, masalah
inefisiensi di pabrik gula dan dari sisi produktivitas juga tertinggal
dibanding negara-negara lain. Biaya produksi gula di pabrik belum pada
posisi ekonomis karena penggunaan bahan bakar fosil, masalah rendemen,
biaya maintenance masih tinggi, rendahnya produktivitas tenaga kerja,
masalah kandungan gula di dalam tanaman tebu, dan terbatasnya nilai
tambah produk.

Dalam rangka mengatasi permasalahan industri gula di Indonesia,


pemerintah melalui BUMN perlu membuat kebijakan untuk mengurangi
kuota import gula dari negara lain guna tetap menjaga produk gula dalam
negeri. Selain itu, BUMN perlu mengintruksikan kepada seluruh
manajemen pabrik gula di Indonesia untuk melakukan modernisasi alat
produksi guna mendorong efisiensi dan daya produksi gula di masa
mendatang. Melalui BUMN pula, pemerintah perlu membuat kebijakan
untuk seluruh pabrik gula di Indonesia untuk dapat membuka bisnis baru
selain produk gula itu sendiri seperti limbah tebu itu sendiri (ampas dan
tetes).

Tebu merupakan salah satu sumber energi terbarukan karena


memiliki kemampuan untuk mengubah energi surya menjadi energi kimia,
mengandung unsur dan senyawa organik karbon, hidrogen, dan oksigen
yang reaksi biologi dan kimianya bisa menghasilkan energi. Energi bisa
diambil oleh tubuh manusia apabila diproduksi sebagai gula, dan dapat
digunakan sebagai bahan bakar apabila diolah menjadi co product biofuel
–alkohol atau biogas serta bisa dipakai untuk pembangkit listrik apabila
ampas tebu dipergunakan untuk co generation plant. Selanjutnya limbah
tebu dapat dimanfaatkan untuk sumber energi tidak langsung, seperti
blotong untuk pupuk biokompos atau biochar, dan limbah ethanol
dipergunakan untuk pupur cair organik. Kelebihan ampas dapat
dimanfaatkan langsung sebagai bahan baku kertas dan blotong bisa
diproduksi menjadi lilin. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan
Pabrik Gula di Indonesia dapat meningkatkan pendapatannya sendiri
sehingga pabrik gula di Indonesia dapat berkembang dan semakin
meningkatkan produktifitas dalam memproduksi gula. Selain itu,
pemerintah juga perlu membuat kebijakan mengenai penetapan harga
standar untuk produk gula, agar seluruh hasil produksi pabrik gula dapat
berada pada harga yang seharusnya dan pada ketersediaan stok yang
memadai, sehingga tidak menarik perhatian mafia-mafia gula untuk
memborong semua hasil giling dan menimbunnya kemudian menunggu
hingga harga gula melonjak sangat mahal lalu menjualnya kepada
konsumen. Dengan adanya upaya-upaya diatas, diharapkan produksi gula
melalui pabrik gula di Indonesia dapat semakin meningkat dan dapat
mengurangi kuota import gula dari negara di ASEAN. Selain itu,
kebijakan rendemen yang semakin meningkat akan membuat efisiensi
produksi akan semakin meningkat sehingga dapat membuat industri gula
di Indonesia semakin kuat dalam menghadapi persaingan di ASEAN.

2.3 Sumber Gula

Sukrosa Gula atau gula meja sukrosa yang kita kenal berasal dari hasil
ekstraksi tanaman. Dua tanaman gula yang paling penting adalah tebu
(Saccharum spp.) dan bit (Beta vulgaris), dengan kadar gula bisa mencapai 12%
- 20% dari berat kering tanaman. Beberapa tanaman gula komersial lainnya
termasuk kurma (Phoenix dactylifera), sorgum (Sorghum vulgare), dan mapel
(Acer saccharum).

1. Tebu (Saccharum) merupakan genus yang terdiri dari 6-37 spesies


(tergantung dari pengertian taksonominya) dari rerumputan tinggi
(famili Poaceae), berasal dari kawasan bersuhu hangat hingga tropis di
Dunia Tua (sebagian Eropa, Asia dan Afrika) dan Pasifik. Tanaman ini
memiliki batang berserat yang kuat dan beruas dengan ketinggian 2-6 m
dan mengandung cairan yang kaya dengan gula. Seluruh spesies saling
berkawinan, dan varietas komersial yang paling banyak ditemui adalah
jenis hibrida kompleks terutama dari varietas Saccharum officinarum, S.
spontaneum, S. barberi dan S. sinense.

Tebu 
Budidaya tanaman tebu membutuhkan iklim tropis atau subtropis
dengan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun. Tanaman ini
memiliki kemampuan fotosintesis yang paling efisien dibandingkan
dengan seluruh jenis tanaman lainnya, dan dimana dapat mengubah
sebanyak 2% energi matahari menjadi biomasa. Jumlah tebu Tebu
diperbanyak dibiakkan dari pemotongan batang-batangnya dan bukan
dari benih. Setiap potong paling tidak musti harus mengandung satu ruas
bakal-tanaman (bud), dan potongan-potongan tersebut biasanya ditanam
secara manual dengan tangan. Dalam sekali tanam, satu batang tebu
dapat dipanen hingga beberapa kali; setelah tiap kali pemanenan, anakan
tebu akan tumbuh menjadi batang-batang baru dinamakan ratoons. Hasil
yang didapat pada pemanenan berikutnya biasanya lebih rendah, oleh
karena itu dilakukan penanaman kembali.
Pada tiap penanaman, panen dapat dilakukan 2 hingga 10 kali
tergantung pada praktik pertanian yang dilakukan. Rata-rata tebu yang
dihasilkan adalah 100 ton tebu per hektar atau 10 ton gula per hektar.
Tebu dapat dipanen secara manual dengan tangan atau menggunakan
mesin. Lebih dari separuh produksi tebu di dunia dipanen secara manual
dengan tangan, khususnya yang dilakukan di negara-negara yang
berkembang. Pemanenan cara ini diawali dengan pembakaran lahan. Api
yang menyebar cepat akan membakar daun-daun, tetapi meninggalkan
batang-batang yang kaya air dan akar juga tidak rusak. Para pemanen
kemudian memotong batang tepat di atas tanah dengan parang. Pemanen
tebu yang sudah terlatih dapat memotong 500 kg tebu dalam satu jam.

Pemanenan 
2. Bit
Bit(Beta..vulgaris L.)..termasuk..dalam..anggota..sub..famili Che
nopodiaceae dan famili Amaranthaceae. Bit merupakan tanaman yang
umbinya
mengandung..sukrosa..dalam..jumlah..yang..dengan..konsentrasi..tinggi..
Bit..secara..langsung..memiliki..hubungan..dengan beetroot, chard dan f
odder beet.
Bit merupakan tanaman umbi biennial (tanaman yang memiliki
siklus 12 hingga 24 bulan) dari wilayah beriklim sedang (temperate).
Tanaman ini menghasilkan gula selama tahun pertama pertumbuhan dan
kemudian muncul bunga-bunga dan benih di tahun kedua. Oleh karena
itu bit mulai ditanam pada musim semi dan dipanen pada permulaan
musim gugur atau awal musim dingin. Bit mengandung gula yang
tersimpan dalam umbi yang memiliki suatu kemiripan mirip
dengan parsnip (semacam wortel) bulat.
Kandungan gula di dalam bit umumnya adalah 17% dari berat,
tetapi angka ini tergantung dari varietas dan juga bervariasi dari tahun ke
tahun dan dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Secara mendasar Pada
dasarnya, jumlah ini lebih besar dari kandungan gula tebu yang sudah
dewasa tetapi hasil dari bit per hektar jauh lebih kecil dari tebu, sehingga
hasil yang diharapkan untuk menghasilkan gula hanya sekitar 7 ton per
hektar.

Bit 
Sampai dengan akhir pertengahan abad ke-20, pembudidayaan
bit membutuhkan buruh dalam jumlah yang sangat banyak, karena
penanganan gulma dilakukan dengan mengatur tanaman dengan jarak
yang rapat, yang kemudian harus dipangkas secara manual dengan sabit/
parang tiap dua atau tiga kali selama musim tanam. Pemanenan juga
membutuhkan banyak pekerja. Meskipun akar umbinya dapat diambil
keluar dengan alat seperti bajak yang bisa ditarik oleh sekelompok kuda,
namun pekerjaan selanjutnya musti menggunakan tangan. Para pekerja
membersihkan bit-bit dengan memegang daun-daunnya kemudian
dihentakkan untuk menghilangkan sisa-sisa tanah yang menempel, dan
kemudian menaruhnya dalam sebuah barisan/lajur, umbi akar di satu sisi
dan bagian berdaun di sisi yang lain. Para pekerja yang lain dilengkapi
dengan semacam pengait untuk mengangkat bit-bit tersebut dan
memotong mahkota dan daun-daun dari umbi akar dalam sekali potong.
Para pekerja ini kemudian menempatkan barisan bit yang kemudian dapat
diangkut ke dalam gerobak.

Pada saat ini, pemanenan seluruhnya dilakukan secara mekanis.


Para pekerja memotong daun dan mahkota dari umbi akar, mencabut
akar, dan menghilangkan sisa-sisa tanah dari umbi akar dalam satu urutan
sekaligus. Pemanen yang modern biasanya dapat mengerjakan 6 baris
dalam waktu bersamaan. Bit ini ditampung di tepi lahan dan kemudian
dialirkan ke dalam trailer pengangkut untuk dibawa ke pabrik. Dengan
menggunakan ban berjalan (konveyor), sisa-sisa tanah di bit dapat lebih
banyak dibersihkan – seorang petani akan didenda oleh pabrik jika sisa-
sisa tanah di panenannya melebihi batas yang dipersyaratkan

.
3. Kurma

Tanaman kurma (Phoenix dactylifera) merupakan tanaman


palma yang secara luas dibudidayakan dan diambil buahnya. Sejarah
budidaya tanaman ini sangat panjang sehingga penyebaran alaminya
tidak diketahui secara pasti, tetapi tanaman kurma kemungkinan berasal
dari suatu tempat di oase-oase padang gurun Afrika Utara, dan mungkin
juga di Asia B b arat D d aya. Tanaman ini berukuran sedang, dengan
tinggi 15-25 m. Dari satu sistem akar seringkali terdiri dari kumpulan
beberapa batang, tetapi bisa juga berupa batang-batang yang tumbuh
sendiri-sendiri. Daunnya menyerupai daun kelapa, berupa tangkai
panjang dengan banyak helaian daun (pinnate ), dengan panjang
mencapai 3m. Tangkai-tangkai daun muncul dari bagian petiola dan
terdiri dari sekitar 150 helai daun; helaian daun ini bisa mencapai panjang
30 cm dan lebar 2 cm. Gula dapat diekstrak dari buah kurma, tetapi ini
hanya dilakukan secara lokal pada skala kecil.

Tanaman kurma di Siprus

4. Sorgum
Sorgum merupakan genus yang terdiri dari 20 spesies rumput-
rumputan, berasal dari kawasan tropis hingga subtropis di Afrika Timur,
dengan satu spesies di antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman ini
dibudidayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Asia Selatan. Gula
dapat diekstrak dari biji-bijinya, tetapi seperti halnya kurma, ekstraksi ini
hanya dilakukan secara lokal dalam skala kecil.
Sorgum

5. Maple

Pohon mapel (Acer saccharum) merupakan tanaman yang sangat


dikenal di kawasan hutan di Amerika Utara bagian timur. Tanaman ini
merupakan spesies mapel Amerika yang terbesar, dapat mencapai
ketinggian hingga 30-37 m. Gula mapel sudah diproduksi di Amerika
Utara selama beberapa abad dan hingga sekarang masih digunakan untuk
pemanis, terutama dibuat menjadi sirup mapel yang dimurnikan sebagian.
Gula mapel memiliki kemanisan dua kali lipat dari gula pasir standar, dan
gula mapel ini tidak mengandung gula yang sesungguhnya (sukrosa,
sakarosa), tetapi penyusun utamanya adalah fruktosa.

Pohon mapel 

2.4 Proses Pembuatan Gula Kriistal Putih (GKP)


            Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula
(sakarosa) maksimal dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal.
Untuk itu dilakukan analisa pendahuluan untuk mengetahui faktor
pemasakan, koefisien daya tahan, dll. Ini dilakukan kira-kira 1,5 bulan
sebelum penggilingan.

Setelah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan


pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di
pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagain besar  bekerja secara
otomatis.

1. Tahap-tahap dalam Pembuatan Gula

Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa tahapan


pengolahan, yaitu pemerahan nira, pemurian, penguapan, kristalisasi,
pemisahan kristal, dan pengeringan.

2. Pemerahan Nira (Ekstrasi)

Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan


antara bagian padat (ampas) dengan cairannya yang mengandung gula
(nira mentah). Alat penggiling tebu yang digunakan di pabrik gula berupa
suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja pendahuluan
(Voorbewer keras) yang dirangkaikan dengan alat giling dari logam. Alat
pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang
berfungsi sebagai pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami
pencacahan dilakukan pemerahan nira untuk memerah nira digunakan 5
buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan ukuran 36”X64”.
3.    Pemurnian Nira

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula
yaitu cara defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula
di indonesia memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat biaya 
produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan
adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber).

Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan


saringan Rotary Vacuum Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur
tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran.

Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan


susu kapur dalam defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, 
dipanaskan dan diendapkan dalam alat pengendap. Nira kotor yang
diendapkan kemudian disaring menggunakan  Rotery Vaccum Filter. Dari
proses ini dihasilkan nira jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira
jernih yang dihasilkan kemudian dikirim kestasiun penguapan.

4.    Penguapan Nira (Evaporasi)

Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk


menghilangkan kadar air dilakukan penguapan (evaporasi). Dipabrik gula
penguapan dilakukan dengan menggunakan beberapa evaporator dengan
sistem multiple effect yang disusun secara interchangeable agar dapat
dibersihkan bergantian. Evaporator bisanya terdiri dari 4-5 bejana yang
bekerja dari satu bejana sebagai uap pemanas bejana berikutnya. Total luas
bidang pemanas 5990m2 vo.

Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan


pemanas uap bekas secara tidak langsung. Uap bekas ini terdapat dalam
sisi ruang uap dan nira yang diuapkan terdapat dalam pipa-pipa nira dari
tombol uap. Dari sini, uap bekas yang mengembun dikeluarkan dengan
kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dari bejana nomor 1 diuapkan
dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1. Kemudian
uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam
bejana nomor 3, nira yang berasal dari bejana nomor 2 diuapkan dengan
menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian seterusnya, sampai
pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan
kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO 2 sebagai belancing
dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke
kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.

5.  Kristalisasi

Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam
suatu pan vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan
dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga
timbul kristal gula. Sistem yang dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B
sebagai produk,dan gula D dipakai sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi
dilebur untuk dimasak kembali. Pemanasan menggunakan uap dengan
tekanan dibawah atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg, sehingga suhu
didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu
yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan
(Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada
palung pendinginan (kultrog).

6.   Pemisahan Kristal Gula


Pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang
bekerja dengan       gaya memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas
memisahkan gula terdiri dari :

1. 3 buah broadbent 48” X 30”untuk gula masakan A.

2. 4 buah bactch sangerhousen 48” X 28” untuk masakan B.

3. 2 buah western stated CCS untuk D awal.

4. 6 buah batch sangerhousen 48” X 28” untuk gula SHS.

5. 3 buah BNA 850 K untuk gula D.

Dalam tingkatan pengkristalan, pemisahan gula dari tetesnya terjadi


pada tingkat B. Pada tingkat ini terjadi poses separasi (pemisahan).
Mekanismenya menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya sistem ini,
tetes dan gula terpisah selanjutnya pada tingkat D dihasilkan gula melasse
(kristal gula) dan melasse (tetes gula).

7.   Pengeringan  Kristal Gula

Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup


tinggi, kira-kira 20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak
dibandingkan gula kering, untuk menjaga agar tidak rusak selama
penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu.
pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai
udara panas kira-kira 800c. pengeringan gula secara alami  dilakukan
dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang. Dengan
melalui talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin. Proses
pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas
dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula
menggunakan cara pemanasan. Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran
berlawanan dengan aliran udara panas.

1. Sumber Tenaga Penggerakan Mesin Pembuat Gula


Tenaga yang menggerakan mesin-mesin pembuat gula selain berasal
dari  pembangkit listrik juga berasal dari pembangkit tenaga uap. Sebagai
penghasil tenaga digunakan 5 buah ketel pipa air Niew mark 16 ton/jam
masing-masing 440 m2vo dengan tekanan kerja 15 kg/cm 2 dan satu buah
ketel cheng-cheng kapasitas 40 ton/jam. Uap yang dihasilkan dipakai
untuk menggerakan turbin generator dan mesin uap. Uap bekasnya dipakai
untuk memanaskan dan menguapkan nira dalam panci mengguapkan dan
memanaskan gula.

Bahan bakar pembangkit tenaga uap adalah ampas tebu yang berasal
dari proses pemerahan nira. Ampas tebu yang di hasilkan dari proses
pemerahan nira tersebut sekitar 30% tebu. Ampas tebu mengandung kalori
sekitar 18000 kca/kg  dan kekurangannya di tambah BBM (F,O).

2. Kelebihan dan Kekurangan Produksi Gula Menggunakan Mesin


Manual

Produksi gula menggunakan mesin manual hasilnya cukup


memuaskan, gula yang diproduksi pun adalah gula putih atau SHS
(Superieure Hoofd Suiker). Selain itu produksi gula menggunakan mesin
manual lebih menghemat energi, karena bahan bakarnya berasal dari
ampas tebu. Tetapi produksi gula menggunakan mesin manual juga
memiliki kekurangan yaitu, tingkat produksi gula belum mampu
mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat, karena produksi gula
menggunakan mesin manual lebih sedikit dari pada produksi gula
menggunakan mesin yang berteknologi canggih.

2.5 Proses Pembuatan Gula Ravinasi

Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari keputihannya


melalui standar ICUMSA( International Commission For Uniform
Methods of Sugar Analysis). ICUMSA merupakan lembaga yang dibentuk
untuk menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggota lebih dari
30 negara. Mengenai warna gula ICUMSA telah membuat rating atau
grade kualitas warna gula. Sistem rating berdasarkan warna gula yang
menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gula
tersebut.
Gula rafinasi memiliki ICUMSA 45 dengan kualitas yang paling
bagus karena melalui proses pemurnian bertahap. Warna gula putih cerah.
Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi industri makanan karena
membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna putih.
Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih
lanjutdari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang tidak
dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut.
Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal
putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses Carbonasi sedangkan gula
kristal putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi memiliki standar
mutu khusus yaitu mutu 1 yang memiliki nilai ICUMSA < 45 dan mutu 2
yang memiliki nilai ICUMSA 46-806. Gula rafinasi inilah yang digunakan
oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku. Peredaran gula
rafinasi ini dilakukan secara khusus dimana distributor gula rafinasi ini
tidak bisa sembarangan beroperasi namun harus mendapat persetujuan
serta penunjukan dari pabrik gula rafinasi yang kemudian disahkan oleh
Departemen Perindustrian. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi “rembesan”
gula rafinasi ke rumah tangga.

2.6 Proses Pengolahan Gula Rafinasi

Pengolahan kristal gula mentah (raw sugar) menjadi gula rafinasi


cukup rumit. Pengolahan meliputi berbagai macam tahapan, dimana
masing-masing dapat mencakup beberapa unit operasional pemisahan.
Efisiensi operasional dari tiap tahapan pengolahan sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan tahapan sebelumnya. Adapun tahapan pemurnian gula kristal
mentah (raw sugar) mejadi gula kristal rafinasi meliputi  tahap afinasi,
klarifikasi, filtrasi, dekolorisasi, evaporasi dan kristalisasi, sentrifugasi,
pengeringan dan pendinginan (Baikow, 1978).

1. Tahap..Afinasi
Menurut Baikow (1978), tahap permulaan pengolahan raw sugar
adalah proses afinasi yaitu penghilangan lapisan molasses yang
melapisi kristal gula. Raw sugar dicampurkan dengan syrup bersuhu
700 C dengan kemurnian sedikit lebih tinggi sehingga tidak melarutkan
kristal. Pencucian raw sugar dengan kelebihan penggunaan syrup dapat
menurunkan efisiensi dari afinasi. Hal ini dikarenakan volume magma
yang diputar bertambah sedangkan kapasitas mesin tetap.
Tujuan afinasi adalah mencuci kristal raw sugar agar lapisan
molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warnanya semakin
cerah atau nilai ICUMSA lebih kecil. Pencucian dilakukan dalam mesin
sentrifugal yaitu setelah raw sugar dicampur dengan sirup
menjadi magma. Penurunan intensitas warna yang dicapai pada stasiun
ini berkisar 30-50 %. Gula kristal mentah yang telah dicuci dilebur
dengan mencampur dengan air atau sweet water menghasilkan leburan
(liquor) dengan brix sekitar 65 ( Anonim, 2009).

2. Tahap.Klarifikasi
Pengoperasian unit ini bertujuan untuk membuang semaksimal
mungkin pengotor non sugar yang ada dalam leburan (melt liquor). Ada
dua..pilihan..teknologi..yaitu..fosflotasi..dan..karbonatasi,..keduanya..ba
nyak..dipakai, fosflotasi pada umumnya digunakan di pabrik rafinasi di
negara Amerika Latin dan beberapa di Asia sedangkan selebihnya
menggunakan teknologi karbonatasi, termasuk pabrik rafinasi di
Indonesia.
a.…Teknologi..Fosflatasi
Pada proses ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang
akan membentuk gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini
berlangsung di reaktor. Penambahan flokulan (anion) sebelum tangki
aerator dilakukan untuk membantu pembentukan gumpalan sekunder
yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan primer yang terikat oleh rantai
molekul flokulan. Pembentukan gumpalan sekunder dapat
menyerap berbagai pengotor : zat warna, zat anorganik, partikel yang
melayang dan lain-lain. Untuk memisahkan gumpalan tersebut oleh
karena dalam media liquor yang kental (brix: 65-70) maka gumpalan
tidak diendapkan melainkan diambangkan. Proses pengambangan
berlangsung dengan bantuan partikel udara yang dibangkitkan dalam
aerator, proses pengambangan terjadi pada clarifier. Pada clarifier ini
juga pemisahan gumpalan yang mengambang (scum) terjadi, yaitu
dengan sekrap yang berputar pada permukaan clarifier dan
menyingkirkan scum ke kanal yang dipasang pada sekeliling clarifier.

b..Teknologi..Karbonatasi
Pada proses karbonatasi leburan dibubuhi kapur {Ca(OH)2}
kemudian dialiri gas CO2 dalam bejana karbonatasi, sehingga terbentuk
endapan kalsium karbonat yang akan menyerap pengotor termasuk zat
warna. Sumber gas CO2 berasal dari gas cerobong ketel yang sudah
dimurnikan melalui scrubber. Proses karbonatasi dilakukan dua tahap,
pertama dilakukan pembubuhan kapur sebanyak 0,5% brix bersamaan
dengan pengaliran CO2 ekivalen dengan jumlah kapur yang
ditambahkan. Kedua pada karbonator akhir menyempurnakan reaksi
dengan aliran CO2 sampai pH turun di sekitar 8,3. Selanjutnya liquor
ditapis pada penapis bertekanan (leaf filter) menghasilkan filter liquor
dan mud ( Anonim, 2009).
Proses karbonatasi adalah salah satu metode pemurnian yang
dapat memisahkan kotoran berupa koloida yang terdapat pada leburan
gula. Proses tersebut juga dapat menyerap atau menghilangkan warna
yang mempunyai berat molekul yang tinggi yang berasal dari raw
sugar. Dengan pencampuran susu kapur dan gas karbondioksida yang
ditambahkan pada raw liquor sehingga terbentuk gumpalan yang
mengikat sebagian bukan gula (Baikow, 1978). Suhu turut berperan
penting dalam proses karbonatasi. Hal ini dikarenakan suhu dapat
menyebabkan terbentuknya warna dan mempengaruhi proses filtrasi
pada carbonated liquor. Priono (2003) menyatakan bahwa semakin
tinggi suhu maka penghilangan warna akan semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena selama penghilangan warna tersebut, terjadi pula
pembentukan warna.

3.…Tahap..Filtrasi
Pemisahan campuran antara cairan dengan zat padat tidak terlarut
melalui media penapis (filter) yang meloloskan cairan namun menahan zat
padatnya pada permukaan penapis (filter) disebut filtrasi. Menurut Priono
(2003), penggunaan rotary leaf filter dalam proses filtrasi di pabrik gula
memiliki keuntungan, yaitu filter cake yang dihasilkan memiliki ukuran
yang sama yang disebabkan oleh bingkai-ningkai filter yang ikut berputar.

4.…Tahap..Dekolorisasi
Penghilangan warna merupakan titik kritis dalam produksi gula
rafinasi. Penghilangan warna dilakukan dengan pertukaran ion.
Pertukaran ion adalah suatu proses perempelan ion-ion bebas pada
sekelompok..ion tidak bebas yang berada pada polaritas yang berbeda. Ion
yang menempel digantikan oleh ion lain yang berasal dari kelompok ion
tidak bebas.(Baikow, 1978).
Pada stasiun dekolorisasi pada prinsipnya ada dua teknologi yang
lazim digunakan yaitu karbon aktif dan penukar ion, masing-masing
dengan keunggulan dan kelemahannya. Kedua teknologi tersebut dapat
menurunkan..warna..sekitar..75-85..%,..pemilihan..teknologi..harus
disesuaikan..dengan..kondisi..lokal. Untuk menghilangkan zat warna dapat
dilakukan dengan cara yaitu:

a.…Dengan..granul..karbon..aktif.
Kandungan karbon aktif sekitar 60 % dan dicampur dengan 5%
MgO untuk mencegah turunnya pH. Karbon aktif ini dapat digunakan
selama 3-6 minggu tergantung dari kualitas dan jumlah bahan yang masuk.
Kemampuan karbon aktif dalam mereduksi zat warna sangat tinggi, namun
bahan ini tidak mampu menghilangkan zat anorganik yang terlarut.

b.…Resin..penukar..ion..(Ion-Exchange..Resin)
Bahan ini mudah diregenerasi dan dalam penggunaannya
mempunyai kapasitas lebih besar dibandingakan dengan karbon aktif
maupun bone char, Selain itu penggunaan air juga lebih efisien. Ada dua
jenis resin yang digunakan dalam refinery yaitu :Resin anion yang
berfungsi mereduksi warna dan resin kation untuk menghilangkan
senyawaan anorganik ( Anonim, 2009)

5..Tahap.Evaporasi
Evaporasi bertujuan menurunkan kadar air dan meningkatkan brix.
Semakin kecil kandungan air bahan maka brix bahan akan semakin tinggi.
Peningkatan brix bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses
kristalisasi yang terjadi dalam vacuum pan (Baikow, 1978)

6..Tahap.kristalisasi
Menurut de Man (1997), proses kristalisasi bertujuan untuk
merubah molekul-molekul sukrosa dalam fine liquor menjadi kristal gula
dengan kehilangan minimum dan proses sesingkat mungkin. Makin murni
larutan gula makin mudah gula mengkristal. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kristal sukrosa adalah kelewatjenuhan larutan, suhu,
kecepatan nisbi kristal dan larutan, sifat permukaan kristal. Kristalisasi
dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan penguapan liquor pada
suhu sekitar 70-80 C sampai mencapai supersaturasi tertentu. Pada kondisi
tersebut dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga inti kristal akan
tumbuh mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa menumbuhkan kristal
baru. Campuran kristal sukrosa dengan liquor disebut masakan ( Anonim,
2009).

7..Tahap.Sentrifugasi
Kristal gula dengan molasses dipisahkan menggunakan centrifugal.
Prinsip kerja centrifugal ini menggunakan gaya sentrifugasi, dimana kristal
yang terdapat dalam basket putaran akan terlempar dan akan tertahan
disaringan, sedang larutannya akan lolos melalui saringan (Chen Chou,
1993).
Pemisahan kristal dilakukan dengan cara memutar masakan dalam
mesin sentrifugal menghasilkan kristal (gula A) dan sirop A. Selanjutnya
sirop A dimasak seperti yang dilakukan sebelumnya menghasilkan gula B
dan sirop B. Demikian seterusnya secara berjenjang menghasilkan gula A,
B dan C yang masuk dalam katagori gula rafinasi ( Anonim, 2009).

8..Tahap.Pengeringan.dan.Pendinginan
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air yang tersisa
pada gula sampai dengan kadar 0,05%. Setelah proses pengeringan
diperlukan pendinginan dikarenakan gula yang keluar suhunya masih
relatif tinggi. Apabila langsung dikemas mengakibatkan gula menjadi
rusak (Baikow, 1978). Menurut Winarno (1993), penurunan kadar air pada
gula sampai dengan batas tertentu dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi di setiap tempat dari bahan tersebut dan uap air yang
diambil berasal dari semua permukaan bahan keluar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju pengeringan antara lain :

a..Luas.Permukaan.Bahan
Apabila bahan yang dikeringkan kecil atau tipis maka pengeringan
berlangsung lebih cepat. Karena partikel-partikel yang kecil atau lapisan
yang kecil akan mempercepat perpindahan panas menuju pusat bahan dan
mempermudah perpindahan air.

b..Kelembaban
Relatif humidity juga menentukan besarnya penurunan kadar air
dari produk pangan yang dikeringkan.

c..Waktu.Pengeringan
Semua metode pengeringan menggunakan panas sedangkan unsur-
unsur dalam bahan pangan sensitif terhadap panas maka perlu menentukan
batas waktu maksimum pengeringan untuk mempertahankan kualitas
bahan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Produksi gula diupayakan terus meningkat baik dari segi kualitas


maupum kuantitas,  penggunaan mesin-mesin (mekanisaai)  merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan produksi gula. Meskipun mesin-
mesin yang digunakan bukan mesin berteknologi  canggih. Pada umumnya
mesin-mesin yang digunakan oleh pabrik-pabrik gula di Indonesia
pengoprasiannya dilakukan oleh manusia. Mesin-Mesin tersebut bekerja
secara manual tidak secara komputerisasi.

Pembuatan gula terdiri dari beberapa tahapan dan setiap tahap


menggunakan mesin-mesin tersendiri. Adapun tahapan-tahapan pembuatan
gula itu adalah :

1. Tahapan pemerahan nira (ekstasi);


2. Tahapan pemurnian nira;
3. Tahapan penguapan nira;
4. Tahapan kristalisasi;
5. Tahapan pemisahan kristal; dan
6. Tahapan pengeringan.

Mesin-mesin yang digunakan dalam tahapan-tahapan pembuatan


gula di atas digerakan oleh tenaga yang berasal dari pembangkit listrik dan
pembangkit tenaga uap. Sedangkan bahan bakar untuk pembangkitan
tenaga uap itu sendiri berupa ampas tebu yang dihasilkan dari proses
pemerahan nira. Produksi gula menggunakan  mesin manual lebih
menghemat energi dibandingkan dengan produksi gula menggunakan
mesin yang berteknologi canggih. Kekurangan produksi gula
menggunakan mesin manual adalah tingkat produksi gula belum mampu
mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat.
B. Saran

Penggunaan mesin-mesin pembuat gula (mekanisasi) memang


telah mampu meningkatkan produksi gula, tetapi hasilnya belum cukup
memuaskan. Tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat
konsumsi masyarakat karena itu, uapnya untuk meningkatkan produksi
gula dalam negeri masih harus diupayakan. Kalau selama ini mesin-mesin
yang digunakan di pabrik gula masih bersifat manual (tidak berteknologi
canggih), mungkin untuk masa yang akan datang mesin-mesin yang
digunakan harus lebih canggih. Dengan mesin-mesin berteknologi tinggi
(canggih ) produksi gula akan lebih meningkat, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas dibanding dengan produksi gula saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007.PT.MADUBARU.Yogyakarta:Padokan.

http://putrandaputranda.blogspot

http://teknologietanol.blogspot.

indonetwork.co.id

Nurlaela,Ela.Marlina,dkk.1998.makalah.Sukaresmi.

Anda mungkin juga menyukai