PENERAPAN TEKNOLOGI 4.0 DALAM INDUSTRI GULA TERPADU
Disusun Oleh : Nama : Siti Khodijah Putri Wibisono NIM : H0919093 Kelas : SPB-A
PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2021 Prospek industri gula di Indonesia sangatlah besar, hal ini karena besarnya permintaan persediaan (supply) gula yang cukup tinggi. Namun permintaan gula yang tinggi tidak sebanding dengan produksi gula sehingga terjadi kesenjangan antara produksi dan konsumsi gula nasional. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi gula nasional semakin melebar dari tahun ke tahun, seperti contoh pada 2015 kesenjangan mencapai 4 juta ton sehingga masih memerlukan supply gula dari luar negeri. Padahal Indonesia memiliki lahan tebu yang berpotensi untuk industri gula. Sayangnya produktivitas lahan perkebunan tebu cenderung masih rendah dan stagnan meski luas lahan mengalami peningkatan. Mayoritas kepemilikan lahan perkebunan tebu yang masih dikuasai oleh petani dengan lahan kecil dan skala ekonomi yang rendah, hal ini lah yang mungkin meyebabkan produktivitas dan konsistensi hasil tebu sebagai supply industri gula masih rendah. Sebagian besar Pabrik Gula di Pulau Jawa masih menggunakan mesin-mesin tua yang sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak efisien dan menghasilkan gula dengan tingkat rendemen yang rendah (Indraningsih dan Malian, 2006). Berdasarkan data Pabrik Gula Krebet Baru yang terletak di Malang Jawa Timur menunjukkan bahwa ren demen rata-rata yang diperoleh pada tahun 2002 sebesar 6,77 persen dan pada musim giling tahun 2003 sebesar 6,91 persen pada musim giling 2003 (Malian dkk., 2004). Adanya teknologi 4.0 dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu penggunaan teknologi dalam industri integrasi adalah penggunaan mesin Sugarcane Harvester sebagai mesin pemanen pemanen tebu. Pemotongan tebu secara manual menggunakan tangan merupakan perkerjaan yang berat dan tidak efisien. Selain itu, pemanenan secara manual memerlukan pekerja yang banyak dan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu didunakannya mesin Sugarcane Harvester yang dapat digunakan dari menebang hingga mengangkut tebu. Mesin lain yang berguna dalam pemanenan tebu adalah Grab loader. Mesin ini berfungsi untuk memindahkan tebu dari lahan ke transloading ataupun truck. Mesin ini bekerja dengan mencengkram tebu yang telah diikat. Tets tebu mengandung 50-60% gula yang dapat dimanfaatkan sebagai pencampur makanan ternak/ sapi, bahan pembuat gula, dan bahan pembuat ethanol (Mahmud, 2011). Tahap pertama dalam pengolahan tebu adalah ekstraksi sari tebu. Mesin diffuser menghasilkan jus berupa cairan yang kotor seperti sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula. Jus yang dihasilkan dinamankan bagasse, mengandung sekitar 15% gula dan serat residu. Setelah itu dilakukan proses liming yaitu pembersihan jus dengan menggunakan kapur (Slaked lime). Kapur ini akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Setelah dilakukan proses liming, selanjutnya dilakukan evaporasi menggunakann evaporator majemuk. Sirup yang dihasilkan dimasukkan ke dalam panci besar untuk dididihkan sehingga terbentuklah kristal gula. Mesin sentrifugasi digunakan untuk memisahakan kristal campuran yang dihasilkan dengan larutan induk (mother liquor). Kristal-kristal yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan. Pemanfaatan teknologi dalam pengolahan limbah pabrik yaitu pengubahan blotong menjadi bahan baku produksi biogas. Blotong merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pabrik gula yang merupakan limbah organik yang dapat berpotenis sebagai bahan baku produksi biogas (Sasongko dan Tantalu, 2018). Teknologi yang digunakan untuk mengolah blotong adalah digestion. Digestion merupakan teknologi yang dilakukan dengan proses pembusukan tanpa oksigen (anaerob) dengan hasil akhir yaitu biogas. Bahan baku teknologi digestion yaitu blotong dan bahan campuran yaitu kotoran sapi serta inokulum sebagai starter bakteri metan. Sludge biodigester dapat digunakan sebagi inokulum karena masih banyak mengandung bahan organik dan bakteri metan (Kurniasari, 2010). DAFTAR PUSTAKA
Indraningsih, K. S., & Malian, A. H. 2006. Perspektif pengembangan industri gula
di Indonesia. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Kurniasari, H. D. 2010. Pemanfaatan Sludge Limbah Biodigester untuk Meningkatkan Kecepatan Produksi Biogas dan Konsentrasi Gas Metan dalam Biogas. UGM. Yogyakarta. Mahmud, F. 2011. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Tebu Menjadi Gula Merah. Univesitas Islam Makasar. Makasar. Malian, A. H., Ariani, M., Indraningsih, K. S., Zakaria, A., Askin, A., & Hestina, J. 2004. Revitalisasi Sistem dan Usaha Agribisnis Gula. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Sasongko, P& Tantalu, L. 2018. Fermentasi Blotong Limbah PG. Krebet dan Rumen Sapi Dalam Produksi Biogas. Jurnal Buana Sains, 18 (2): 131-138.