Anda di halaman 1dari 3

Tebu (Saccharum officinarum) adalah jenis tanaman penghasil gula dan

hanya tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis. Pada penggilingan batang
tebu menjadi gula menghasilkan beberapa limbah padat diantaranya bagas dan
blotong. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan
mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan
tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang
kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas
tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Bagas atau ampas tebu
merupakan sisa penggilingan dan pemerahan tebu berupa serpihan lembut serabut
batang tebu yang diperoleh dalam jumlah besar. Rendemen bagas mencapai
sekitar 30-40% dari jumlah bobot tebu yang masuk ke penggilingan. Sedangkan
blotong dihasilkan dari proses pemurnian nira dengan jumlah sekitar 3,8% dari
bobot tebu. Hingga saat ini bagas banyak digunakan untuk bahan bakar utama
ketel uap saat musim giling, pembuatan pupuk organik, pulp, papan partikel,
bahan makanan ternak, dan kanvas rem. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan
bagas antara lain sebagai bahan baku produk amylase, asam sitrat, dan produksi
selulosa asetat. Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu
sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga kebutuhannya terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
(Andes Ismayana, 2012).
Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi
dan komoditi perdagangan utama dalam bentuk kristal. Gula menjadi komoditi
penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula
sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung dan umbi-
umbian. Kebutuhan gula selain untuk memenuhi nutrisi tubuh,gula dapat
digunakan sebagai bahan pemanis utama yang digunakan sebagai bahan baku
pada industri makanan dan minuman. Dengan meningkatnya perkembangan
produk serta penduduk maka akan semakin meningkat pula konsumsi masyarakat
akan gula yang perlu disertai dengan meningkatnya produksi gula. Hingga saat ini
hanya sekitar setengah dari kebutuhan gula nasional terpenuhi dari produksi
dalam negeri, selebihnya dipenuhi dari gula impor. Kebutuhan impor gula
cenderung meningkat 5% sampai 8%,tiap tahun" (Gautara, 1985).
Lahan untuk menanam tebu di Indonesia terhitung luas, tanaman tebu bisa
tumbuh hingga 3 meter dan saat dewasa daun-daun mulai mongering. Pemanenan
dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin.
Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang
sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak
terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan
hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu.
Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari
areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan
kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun
lori tebu menuju ke penggilingan. Pemotongan dengan mesin umumnya mampu
memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek.
Untuk pemasaran gula pasir dari petani menjual ke tengkulak atau dari
perusahaan. Tengkulak menjual kembali ke toko-toko kelontong atau
supermarket, perusahaan dengan mengeluarkan merk-merk dan produk yang
memuaskan pada suatu segmen pasar tertentu yang mana segmen pasar tersebut
telah dijadikan sasaran pasar untuk produk yang telah diluncurkan untuk menarik
konsumen sehingga terjadi pembelian.
Gula menjadi bahan pokok di kalangan masyarakat Indonesia, gula banyak
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi, bahan baku makanan atau
minuman. Sehingga, produksi gula di Indonesia sangat meningkat dan petani
dituntut harus bisa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi
permasalahan petani tebu di Indonesia saat ini yakni harga beli Perum Badan
Urusan Logistik (Bulog) yang sangat rendah, Rp9.700 per kilogram (kg) gula.
Padahal, biaya pokok produksi (BPP) petani sudah di atas Rp10.500. Selain
persoalan harga yang anjlok permasalahan lainnya yaitu datangnya gula import
yang bersamaan dengan panennya tebu di Indonesia. Hal ini membuat harga
jualnya juga tidak sepadan dengan biaya produksi petani itu sendiri. Petani tebu di
Indonesia rata-rata mengolah hasil panen dengan menggunakan mesin-mesin yang
umurnya sudah ratusan tahun, jelas saja penggunaan mesin ini sudah tidak bisa
atau susah untuk menghasilkan gula pasir super.
Menurut saya untuk mengatasi harga beli Bulog ke petani yang sangat
rendah yakni dengan petani berusaha meningkatkan kualitas dan membuat
perjanjian ataupun membuat kesepakatn dengan Bulog agar harga beli bisa lebih
ditinggikan agar mendapat keuntungan dan bisa memperbaiki/ meningkatkan
kondisi ekonomi petani tebu. Jika harga yang dibeli dari petani bisa
mengembalikan biaya produksi bahkan petani bisa mendapat keuntungan
Menurut saya untuk mengatasi permasalahan mesin yang digunakan petani
sudah sangat berumur tua sebaiknya, para petani mengusahakan dengan cara
bekerjasama dengan pemerintah sehingga mesin-mesin yang digunakan akan dig
anti atau diperbaiki dengan bantuan dari pemerintah. Pemerintah pun akan
mendapat gula dengan kualitas baik dari petani.
Menurut saya untuk mengatasi datangnya gula impor yang bersamaan
dengan panennya para petani tebu yang membuat gula impor lebih diminati dan
hasil panen petani yang dibeli dengan harga rendah yakni dengan cara
menyampaiakan aspirasi ke pemerintah yang selanjutnya pemerintah akan
bertindak untuk pasokan gula impor bisa dikondisikan sebelum atau setelah
panen.

Daftar Pustaka
Andes Ismayana dan Moh. Rizal Afriyanto. 2012. Pengaruh Jenis Dan Kadar
Bahan Perekat Pada Pembuatan Briket Blotong Sebagai Bahan Bakar
Alternatif, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Bogor.
Gautara dan Wijandi. 1985. Dasar-Dasar Pengolahan Gula II. Departemen
Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta IPB, Bogor

Anda mungkin juga menyukai