Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Persiapan Lahan dan Penanaman Karet

Disusun Oleh : Ronaldo Doanda Amos Sinambela


NIM : C1051181034

ILMU TANAH 2018


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
Daftar Isi
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
2.1. Persiapan Lahan Untuk Budidaya Karet....................................................................4
Tabel 1. Produksi karet pada tanah sulfat masam...............................................................4
2.2 Kriteria kesesuaian iklim...............................................................................................5
Tabel 2. Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan dan produksi...............................6
2.3. Teknik Replanting.........................................................................................................7
2.4. Teknik Pengolahan Tanah Tanaman Karet...............................................................7
2.5 Konservasi Tanah Pada Areal Berbukit......................................................................8
2.6. Persiapan Tanam dan Penanaman Pada Areal Miring...........................................10
BAB III....................................................................................................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................12
Daftra Pustaka........................................................................................................................13

i
Daftar Tabel
Tabel 1. Produksi karet pada tanah sulfat masam.
Tabel 2. Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan dan produksi

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk lebih memahami lagi tentang Persiapan
Lahan dan Penanaman Karet di mata kuliah Manajemen Produksi Teknologi Pertanian
program studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Makalah ini dibuat
berdasarkan hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari data-data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan Manajemen Produksi Teknologi
Pertanian serta infomasi yang berhubungan dengan tema. saya menyadari bahwa dalam
makalah ini masih jauh dari sempurna terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dan jauh
dari apa yang saya harapkan.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang.

Ledo, 20 Maret 2021

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan penting bagi perekonomian
nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat serta sebagai pengembangan pusat-pusat pertumbuhan
perekonomian di daerah dan sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan,
dari volume ekspor tahun 2002 sebesar 1.496 ribu ton senilai US$ 1.038 juta meningkat
menjadi 2.287 ribu ton senilai US$ 4.300 juta pada tahun 2006 (volume meningkat rata-rata
per tahun sebesar 10%). Sedangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman karet
mampu menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, belum termasuk tenaga kerja yang terserap
dalam berbagai sub sistem lainnya.
Selain itu, tanaman karet juga merupakan tanaman tahunan yang mampu memberikan
manfaat dalam pelestarian lingkungan, terutama dalam hal penyerapan CO2 dan penghasil
O2. Bahkan ke depan, tanaman karet merupakan sumber kayu potensial yang dapat
mensubsidi kebutuhan kayu hutan alam yang dari tahun ke tahun ketersediaannya semakin
menurun.
Pengembangan perkebunan karet yang dilakukan pada wilayah-wilayah bukaan baru
terbukti telah menjadi penggerak perekonomian wilayah dengan berbagai multiplier effect.
Data empiris membuktikan bahwa dengan banyaknya pengembangan perkebunan karet di
wilayah baru yang sebelumnya terpencil, muncul pusat-pusat perekonomian baru 3 seperti di
Sumatera Selatan (Mesuji) dan Kalimantan Barat (Sintang, Sambas).
Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal karet hanya 2,208 juta ha dan pada tahun 2006
meningkat menjadi 3,309 juta ha atau meningkat sekitar 50%. Dari luasan 3,309 juta ha,
produksi yang dihasilkan mencapai sebesar 2,637 juta ton. Status pengusahaan umumnya
dikelola melalui Perkebunan Rakyat/PR (85%) dengan melibatkan sekitar 2,1 juta KK petani.
Selebihnya diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebesar 8% dan Perkebunan
Besar Negara (PBN) sebesar 7%. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat, hanya sebagian
kecil dikembangkan melalui Pola PIR, UPP dan Partial/Swadaya. Dalam pengembangan
komoditas karet, Pemerintah didukung oleh Pusat Penelitian Sungai Putih, Balai Penelitian
Sungei Putih, Balai Penelitian Sembawa, dan Balai Penelitian Getas serta Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Pertanian dalam pengkajian teknologi.
Dari aspek produksi, produktivitas karet rakyat umumnya masih rendah yaitu antara
900-1.000 kg/ha/tahun (50%-60% dari potensi produksi). Rendahnya produktivitas karet
rakyat disebabkan sebagian besar belum menggunakan klon unggul, dan tanaman yang sudah
tidak produktif mencapai 400.000- 500.000 ha yang perlu segera diremajakan. Untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, Departemen Pertanian telah
menyiapkan program Revitalisasi Perkebunan, melalui kegiatan peremajaan karet
tua/rusak/tidak produktif seluas 250.000 ha dan perluasan karet seluas 50.000 ha dalam kurun
waktu 2007-2010. Kegiatan peremajaan dan perluasan karet dimaksud, didukung pembiayaan
2

kredit investasi perbankan dengan 4 subsidi bunga oleh pemerintah dan melibatkan
perusahaan perkebunan sebagai mitra khususnya dalam pembangunan kebun. Guna
mendukung keberhasilan program tersebut, perlu disusun Pedoman Teknis Pembangunan
Kebun Karet Rakyat yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang terkait
dalam program revitalisasi perkebunan.
1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman teknis pembangunan perkebunan karet rakyat adalah :
1. Sebagai acuan dan bimbingan dalam pelaksanaan peningkatan produktivitas usaha
tani karet melalui kegiatan peremajaan dan perluasan sehingga menghasilkan
pemahaman dan persepsi yang sama tentang pelaksanaan kegiatan Revitalisasi
Perkebunan tersebut.
2. Sebagai dasar penetapan standar kebun untuk menilai kelayakan perolehan paket
kredit peremajaan dan perluasan karet rakyat.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman teknis meliputi materi :
1. Kegiatan pembangunan kebun meliputi penerapan teknis budidaya karet
mulai dari pembukaan lahan sampai siap sadap.
2. Kegiatan pengawalan pelaksanaan meliputi pendampingan teknis,
monitoring dan evaluasi.
3. Kriteria dan standar penilaian kelayakan kebun.
4. Pengertian
a. Program Revitalisasi
Perkebunan 5 Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya
percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan,
peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit
investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan
melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra
dalam pengembangan pembangunan kebun, pengolahan dan
pemasaran hasil.
b. Peremajaan
Peremajaan adalah upaya pengembangan perkebunan dengan
melakukan penggantian tanaman karet yang sudah tidak produktif
(tua/rusak) dengan tanaman karet baru secara keseluruhan dan
menerapkan inovasi teknologi.
c. Perluasan
Perluasan adalah upaya pengembangan areal tanaman
perkebunan pada wilayah bukaan baru atau pengutuhan areal di sekitar
perkebunan yang sudah ada dengan menggunakan inovasi teknologi.
3

d. Diversifikasi
Diversifikasi adalah penganekaragaman usahatani, baik secara
vertikal maupun horizontal. Diversifikasi vertikal adalah usaha
peningkatan pemanfaatan hasil tanaman karet melalui penganeka-
ragaman hasil olahan karet. Diversifikasi horizontal adalah usaha
peningkatan pemanfaatan lahan diantara tanaman karet dengan
penganekaragaman jenis tanaman yang sesuai.
e. Produktivitas
Produktivitas adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh
tanaman pokok yang sudah menghasilkan per satuan luas per tahun. 6
Adapun kriteria peremajaan dan perluasan adalah :
a. Peremajaan Persyaratan kebun karet untuk dapat dilakukan
peremajaan adalah :
- Umur tanaman lebih dari 25 tahun.
- Tingkat kerusakan bidang sadap minimal 60%.
- Produksi per ha di bawah batas minimum nilai ekonomis yaitu
kurang dari 250 kg karet kering/ha/tahun.
- Kerapatan tanaman kurang dari 100 pohon/ha.
b. Perluasan
Persyaratan kebun karet untuk kegiatan perluasan adalah :
- Kondisi lahan dan agroklimat sesuai untuk tanaman karet
(lahan tidak tergenang, topografi lahan tidak miring/ maksimal
kemiringan 300 ).
- Lahan baru (belum pernah ditanami karet) dan berada
disekitar existing area.
- Lokasi relatif dekat dan dapat dijangkau dengan sarana
transportasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persiapan Lahan Untuk Budidaya Karet
Tiap jenis tanaman menghendaki syarat iklim tertentu bagi pertumbuhan optimalnya.
Menyangkut hubungan tanah tanaman, terdapat hubungan erat antara keserasian tanah
dengan faktor-faktor curah hujan, penyebaran hujan, dan deficit kejenuhan lengas udara.
Walaupun pengaruh curah hujan terhadap pertumbuhan tanaman amat bergantung pada
penyebarannya dan tipe tanahnya, hubungan antara curah hujan dengan produksi tanaman
umumnya sangat kuat (Wijaya, 2008).
Faktor tanah dan iklim sangat menetukan tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman
karet. Produksi optimal tanaman karet dapat dicapai jika lahan (tanah dan iklim) sesuai untuk
pertumbuhan karet (Siagian dkk, 2006).
1. Kriteria kesesuaian tanah
a. Tekstur tanah
Tekstur tanah yang baik bagi tanaman karet adalah tekstur berliat,
sedangkan tanah berpasir kurang baik. Tanah dengan tekstur berliat memiliki
kapasitas menahan air dan nutrisi lebih baik dibandingkan dengan tanah
tekstur pasir (Wijaya, 2008)
b. Kemasaman Tanah (Ph)
Secara umum tanaman karet tumbuh pada tanaman masam, namun pH
tanah yang ekstrim tidak kondusif untuk pertumbuhan tanaman. pH tanah
dengan kisaran 4.0 sampai 6.5 merupakan kisaran ideal bagi tanaman karet.
Pada pH di 6 bawah 3.5 pertumbuhan dan pruduktivitas sangat tertekan. Tanah
sulfat masam yaitu tanah dengan lapisan sulfur menekan produksi karet.
Produksi karet pada tanah sulfat masam dapat disajikan pada tabel 1 (Wijaya,
2008).

Tabel 1. Produksi karet pada tanah sulfat masam.


Produksi Kumulatif pada tahun sadap ke 2
Tanah samapi ke 4 (kg/ha)
RRIM600 GT 1
Non sulfat masam 5038 3758
Sulfat Masam 1679 1253

Sumber : Wijaya, 2008


c. Kemiringan tanah
Kemiringan maksimum untuk budidaya karet adalah 15 derajat. Pada
kemiringan lahan seperti ini, erosi dan aliran air pada permukaan tanah sangat
tinggi. Pada lahan seperti ini perlu tambahan biaya penyiapan lahan berupa
pembuatan teras. Kacangan penutup tanah perlu ditanam untuk melindungi
5

tanah dari erosi, selain itu penambahan bahan organik dari terasan kacangan
akan memperbaiki struktur tanah yang dapat meningkatkan infiltrasi air ke
dalam tanah (Wijaya, 2008).

d. Drainase
Tanaman karet menghendaki drainase air yang baik. Kondisi banjir
atau tegenang sangat tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Pada daerah
rendahan yang sering tergenang, pertumbuhan tanaman karet tertekan
sehingga terlambat matang sadap atau bahkan tidak dapat disadap sama sekali
kerdil (Wijaya, 2008).
e. Kedalaman
Efektif Kedalaman efektif tanah yang baik adalah lebih dari 1 m dari
permukaan tanah. Adanya lapisan cadas, konkresi besi air tanah yang dangkal
menghambat pertumbuhan tanaman karet. Bila konkreksi bersifat lepas atau
tidak berkonsolidasi pengaruhnya tidak berat, namun apabila bersifat kompak,
pengaruhnya akan sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman, yang
ditunjukan dengan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Perakaran tanaman
karet akan tumbuh dengan baik apa bila sampai pada kedalaman 1 m dari
permukaan tanah tidak dijumpai cadas/konkreksi atau air tanah (Wijaya,
2008).
2.2 Kriteria kesesuaian iklim
a. Tinggi tempat
Tanaman karet tumbuh baik di dataran rendah. Yang ideal adalah pada tinggi 0-200 m
dari permukaan laut (dpl). Pada tinggi lebih dari 200 m dari dpl, laju pertumbuhan lilit batang
lebih lambat, sehingga lebih lambat dapat disadap 3 -6 bulan setiap naik 200 m. Penyebaran
perkebunan karet di Indonesia terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dari permukaan laut.
Pada ketinggian 400 – 600 m masi mungkin mengusahakan tanaman karet. Tetapi lebih dari
600 m tidak dianjurkan (Anonim, 2010).
b. Curah hujan
Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1500 mm/tahun dengan distribusi
merata. Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan
1500-3000 mm/tahun dengan distribusi merata. Besarnya evapotranspirasi atau kebutuhan air
tanaman karet adalah setara dengan evaporasi yang diukur dengan panci kelas A atau 3 mm 5
mm per hari untuk kondisi di Indonesia Curah hujan 100 mm – 150 mm akan dapat
mencakupi kebutuhan air tanaman karet selama 1 bulan (Wijaya, 2008). Curah hujan yang
berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada penyadapan dan meningkatnya penyakit.
Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat terjadi pada wilayah pada dengan
curah hujan diatas 300 mm/tahun. Klon karet untuk daerah dengan curah hujan yang tinggi
didasarkan yang to-leran terhadap penyakit seperti klon PB 260, RRIC 100, BPM 1, dan seeri
IRR (Wijaya, 2008).
c. Suhu udara
6

Menurut Wijaya (2008) suhu udara di dataran rendah daerah tropika adalah sekitar 28
derajat dan suhu udara menurun sekitar 0.6 derajat C untuk setiap kenaikan 100 . Pengaruh
suhu secara intensif diteliti di Cina. Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan dan produksi
disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan dan produksi


Suhu Udara Pengaruh terhadap tumbuhan dan produksi
5 Kerusakan tanaman karena suhu rendah
10 Fotosintesis berhenti
18-24 Optimum untuk fotosintesis
27-33 Stromata untuk fotosintesis
35 Sromata menutup
40 Rwspirasi tinggi dan laju fotosintesis rendah
Sumber : Wijaya, 2008
d. Radiasi matahari
Matahari merupakan sumber energi dalam proses asimilasi tanaman. Faktor cahaya
matahari mempunyai peranan sangat besar dalam kehidupan tanaman. Penyinaran matahari
sangat berpengaruh terhadap pembentukan vegetatif (pertumbuhan batang, cabang, ranting,
daun, dan perakaran) maupun pembentukan generatif (pembentukan bunga, buah, dan biji)
(Wijaya, 2008).
Fotosintesa tanaman dipengaruhi oleh intensitas radiasi dan kemampuan tanaman
berfotosintesis. Pada tanaman muda dijumpai kisaran yang cukup lebar kemampuan
fotosintesis pada klon – klon karet. Pada tanaman menghasilkan, selain kapasitas daun dalam
berfotosintesis, arsitektur kanopi tanaman juga menentukan kapasitas tanaman berfotosintesis
karena kanopi tanaman mempengaruhi distribusi radiasi di dalam kanopi (Wijaya, 2008).
Pada tanaman semusim, kanopi yang ideal sering digambarkan sebagai kanopi dengan
daun vertical dengan koefisien pemadaman yang rendah sehingga strata daun bawah masih
mendapatkan intensitas radiasi yang cukup. Pada karet, studi arsitektur kanopi masih sangat
terbatas sehingga kinerja klon – klon karet kaitannya dengan lingkungan radiasi matahari di
kanopi tanaaman belum diketahui dengan baik (Wijaya, 2008).
e. Angin
Angin kencang merupakan kendala bagi pengusaha tanaman karet. Kerusakan
tanaman karet ditimbulkan dapat berupa patah cabang, patah batang, maupun tumbang.
Santosa dan Siregar melaporkan bahwa klon PR 107 merupakan klon yang paling tahan angin
di Sumatera Utara kemudian diikuti klon AVROS 2037 dan GT 1 (Wijaya, 2008).
Menurut Wijaya (2008) Kelas kesuaian tanah dibagi menjadi S1, S2, S3 dan TS masing –
masing dengan kriteria sebagai berikut:
1. S1 (sangat sesuai) dengan syarat maksimal 1 pembatas sedang.
2. S2 (cukup sesuai) dengan syarat maksimal 2 pembatas sedang.
3. S3 (kurang sesuai) dengan syarat lebih 2 pembatas sedang dan atau maksimal 1
pembatas lebih.
7

4. TS (tidak sesuai) apabila pembatas berat 2 atau lebih yang tidak dapat diperbaiki.
2.3. Teknik Replanting
Tanaman Karet Menurut Anonim (1983) replanting atau peremajaan tanaman karet adalah
penggantian tanaman sejenis ditempat yang sama dengan alasan tanaman yang lama sudah
tidak ekonomis lagi. Kriteria yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk mengadakan
peremajaan adalah :
1. Produksi perhektar
Tanaman karet dengan daya tingkat produksi dibawah batas minimum yang ekonomis
seharusnya diremajakan. Umumnya bila produksi kurang dari 400 kg/ha/tahun maka areal
tersebut sudah waktunya diremajakan.
2. Keadaan dan persediaan cadangan kulit
Dalam hal ini bukan saja keadaan kulit tanaman tetapi juga persediaan cadangan kulit,
artinya berapa lama lagi tersedia kulit yang dapat disadap secara menguntungkan. Bagi
tanaman karet kulit adalah modal produksi yang nyata. Oleh karena itu penentuan peremajaan
berdasarkan faktor penilaian kulit sangat penting.
3. Umur tanaman
Berdasarkan produksi, umur tanaman karet adalah sampai umur 30 tahun dan sesudah
itu perlu diremajakan.
4. Keadaan tanaman secara keseluruhan
Keadaan tanaman secara keseluruhan juga merupakantuan dasar penentuan yang
penting. Mungkin keadaan kulit masih baik, persediaan kulit juga masih cukup, tetapi karena
jumlah pohon per hektar sudah sedemikian sedikit, maka sudah selayaknya kebun karet
tersebut kita remajakan. Menurut Siagian dkk (2006) teknik replanting pada tanaman karet
yaitu sebagai berikut :
1. Pohon ditumbang 25-30 cm dari permukaan tanah, pohon ditumbang searah, tidak
melintang. Kayu karet diangkat dari areal untuk dimanfaatkan.
2. Tunggul dibongkar dengan traktor rantai
3. Semua tunggul cabang dan ranting dikumpul ditempat tertentu.
2.4. Teknik Pengolahan Tanah Tanaman Karet
Tujuan pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki struktur dan sifatsifat fisik tanah
dengan cara membuka tanah dan memberi kesempatan terkena jemuran sinar matahari untuk
mengurangi kemasaman tanah (Sinuhaji, 2010).
Sedangkan pengolahan tanah dengan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk
pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat
larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian,
pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap
menjaga kelestarian dan kesuburan tanah (Anonim, 2003)
8

Menurut Siagian dkk (2006) teknik pengolahan tanah pada tanaman karet yaitu sebagai
berikut :
1. Melakukan ripper I dan II dengan tujuan untuk mengangkat sisaa akar, ditarik
traktor rantai D-6/D-8 dengan kedalaman garpu 45-50 cm. Ripper I dan II selang
waktu 2-3 minggu dan saling tegak lurus.
2. Melakukan luku I dan II dengan tujuan menghancurkan tanah, membalik tubuh
tanah. Piringan luku (lebar 25 inci), ditarik traktor ban dengan kedalaman minimal 40
cm. Luku I dan II selang 2-3 minggu dan saling tegak lurus
3. Melakukan garu atau Rajang dengan tujuan meratakan tanah, dengan arah Rajang
menyilang tegak lurus dari luku II. Garu atau Rajang dilaksanakan 3 minggu setelah
luku II.
4. Ayap akar dilakukan 5 kali dengan menggunakan system giring tujuannya adalah
untuk mencegah penyakit JAP. Ayap akar dilakukan dengan cara akar dikumpul lalu
dibakar.
2.5 Konservasi Tanah Pada Areal Berbukit
Konservasi tanah merupakan salah satu tindakan dalam upaya mencegah terjadinya
erosi tanah agar kesuburan tanah tetap terjaga. Perkebunan karet pada saat ini banyak
diusahakan pada lahan-lahan marjinal karena lahan optimal sudah mulai berkurang untuk
dilakukan usaha perkebunan karet. Lahan yang berbukit dan memiliki kemiringan lebih dari
150 memerlukan teknik konservasi yang perlu diperhatikan (Ardika, 2010).
Tindakan konservasi perlu dilakukan agar tingkat terjadinya erosi pada areal
perkebunan dapat diminimalkan dan kehilangan lapisan atas tanah dapat dikurangi sehingga
kesuburan tanah tetap terjaga. Beberapa alternatif dalam usaha konservasi tanah pada
perkebunan karet untuk daerah berbukit antara lain dengan penanaman tanaman penutup
tanah, pembuatan teras kontur pada lahan perbukitan, maupun pembuatan rorak (Ardika,
2010).
Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan dalam konservasi tanah adalah
tanaman kacang-kacangan (legume). Tanaman kacang-kacangan sangat baik dipergunakan
dalam pergiliran tanaman karena tanaman kacangan ini dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Disamping meningkatkan kesuburan tanah, tanaman kacangan juga bermanfaat untuk
melindungi tanah dari pukulan air hujan dan memperbaiki sifat tanah (Ardika, 2010).
Hasil penelitian di perkebunan karet menunujukan bahwa penutup tanah kacangan
serelium sangat efektif melindungi permukaan tanah dari erosi. Selain itu tanaman penutup
tanah menunjukan bahwa kandungan hara nitrogen, fosfor dan kalium yang tinggi terdapat
pada colopogonium caeruleum (cc). Cc juga menghasilkan bahan-bahan organik yang tinggi
secara langsung atau tidak langsung akan dapat meningkatkan kesuburan tanah baik fisik,
kimia, maupun biologi tanah (Ardika, 2010).
Tujuan dari perencanaan konservasi tanah adalah membuat suatu sistem perbaikan
lahan secara individu dan relevan yang dipilih berdasarkan kondisi tertentu atau dapat juga
dikombinasikan dengan sistem lain yang berkesinambungan (Ardika, 2010).
9

Tanah yang dapat ditanami karet adalah tanah-tanah dengan derajat kemiringan
maximum 450 . Pada derajad kemiringan ingin slopenya adalah 100 % atau perbedaan tinggi
antara 2 titik pada jarak horizontal 100 m adalah 100 m. Tanah yang tidak dapat ditanami
karet adalah tanah-tanah dengan derajad kemiringan lebih dari 450 dan tanah-tanah dengan
permukaan air tanah yang tinggi dan jika dibuat parit pembuangan tidak akan dapat berfungsi
dengan baik (vedemecun, 2003). Untuk menentukan pembuatan penahanan erosi dalam batas
derajat kemiringan 00 -450 maka tanah dapat dibagi dalam 4 golongan/klas seperti berikut:
a. Tanah rata : sudut miring lebih kecil dari 00 -340
b. Tanah agak miring : sampai dengan 200 dibuat rorak
c. Tanah miring : sampai dengan 280 dibuat terras kontur
d. Tanah sangat miring : 300 teras individu Teras adalah tempat penanaman karet yang
dibuat rata, dengan merubah lereng-lereng tanah yang asli. Jenisnya yaitu terras
bersambung (kontur) dan tertas tapak kuda (individu). Penempatannya terras
bersambung dibuat pada tanah-tanah miring dan terras tapak kuda dibuat pada tanah-
tanah sangat miring (Anonim, 2003).
Terras individu sesuai atau cocok untuk areal penanaman tanaman perkebunan
didaerah yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik. Terras dibuat
berdiri sendiri untuk setiap tanaman sebagai tempat pembuatan lubang tanaman. Ukuran
terras individu disesuaikan dengan lubang tanam tanaman karet (Ardika, 2010).
Pembangunan terras bertujuan agar laju atau kecepatan dari aliran permukaan menjadi
lambat dan kekuatan untuk menghanyutkan permukaan tanah menjadi berkurang. Areal yang
berbukit dan bergelombang memerlukan persiapan lahan yang tepat agar nantinya
mempermudah dalam pemeliharaan dan panen (Ardika, 2010).
Teknik pembuatan teras yaitu tentukan lereng dengan sudut miring besar atau sudut
miring rata-rata (titik a). Dari titik a tarik garis horizontal sepanjang jarak antar barisan (misal
5 m). Dari ujung garis horizontal tarik garis vertical ke bawah sampai menyentuh tanah (titik
b). Dari titik b dimulai menarik garis kontur teras dengan menggunakan abney level. Jarak
antara dua tanaman didalam teras sama dengan jarak antar dua tanaman didalam barisan
(Siagian dkk, 2006).
Menurut Siagian, dkk (2006) cara penentuan titik-titik kontur yaitu :
- Ditetapkan titik awal pembuatan kontur berdasarkan jarak tanam yang digunakan
(jarak antar baris, misalnya 5 m)
- Di setel sudut abney level pada posisi nol derajat - Dilakukan peneropongan dengan
abney level kearah kiri dan lereng setinggi mata petugas. Peneropongan dalam posisi
timbang air (water pas).
- Pasang pancang kayu pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dengan
peneropongan diatas. - Buat teras kontur sesuai pancang kayu yang telah dibuat,
- Pancang titik tanam dalam kontur sesuai dengan jarak tanam dalam barisan
(misalnya 3m).
10

Menurut Siagian, dkk (2006) cara menggali teras yaitu :


- Pakai alat berat atau manual - Pembuatan teras dimulai dari tempat yang tinggi
(puncak)
- Permukaan teras dibuat miring kea rah lereng dengan beda tinggi maksimum 0,3 m
(sudut kemiringan 100). Dibagian belakang digali rorak ukuran dalam 60 cm, lebar 30
cm, panjang atas 2 m dan panjang bawah 1,8 m.
- Lebar teras 2 m.
2.6. Persiapan Tanam dan Penanaman Pada Areal Miring
1. Pola tanam pada areal miring Pada areal lahan bergelombang atau berbukit
(kemiringan 8%-15%) jarak tanam 8 m x 2,5 m (500 lubang /ha) pada teras-teras yang diatur
bersambung setiap 1, 25 m (penanaman secara kontur) (Anonim, 2009).
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm.
Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk
tanaman (Anonim, 2009).
Cara pengajiran pada pola tanam kontur dilakukan dengan cara menentukan ajir teras
bersambung dan memasang ajir dengan jarak tanam 3 meter pada teras yang dibuat. Jika
jarak horizontal antar teras hampir 2 kali jarak tanam (± 14 m) maka dibuat teras anakan
diantara kedua teras yang bersangkutan. Begitu pula bila jarak tanam terlalu sempit maka
teras yang dibagian bawah diputus Boerhendhy dan Suryaningtias, (2010).
2. Pembuatan lubang tanam
Secara manual menggunakan cangkul ukuran lubang tanam atas 60 x 40 cm, bawah
40 x 40 cm dan kedalaman 60 cm. Menggunakan hole digger ukuran lubang tanam 70 x 70 x
60 cm (Siagian dkk, 2006).
Pemupukan lubang tanam dilakukan menggunakan pupuk P, dosis anjuran adalah 250
g Rock Phospate per lubang tanam, pemupukan dilakukan kira-kira 1 bulan sebelum tanam,
cara pemupukan lubang tanam dengan mencampur 1/3 bagian dosis dengan tanah atas, 1/3
lagi dicampur tanah bawah dan 1/3 sisanya ditabur di dinding dan dasar lubang (Siagian dkk,
2006).
3. Penanaman
Persiapan Lahan Untuk Budidaya Karet hal-hal yang perlu diperhatikan pada
waktu penanaman adalah sebagai berikut :
a. Persiapan bahan tanaman Bila menggunakan stum mata tidur dan stum mini, mata
okulasi harus sudah membengkak/mentis. Kondisi ini dapat diperoleh dengan cara menunda
pencabutan bibit minimal seminggu dari waktu penyerongan (pemotongan). Bila
menggunakan bibit dalam polibeg, daun teratas harus dalam keadaan tua.
b. Cara penanaman Penanaman dilakukan dengan cara memasukkan bibit ke tengah-
tengah lubang, kemudian ditimbun dengan tanah bawah dan tanah atas. Bila menggunakan
bahan tanam stum mata tidur, stum mini, dan stum tinggi, pemadatan tanah dilakukan secara
bertahap sehingga timbunan menjadi padat dan kompak. Lubang tanam diisi tanah sampai
11

penuh dan dipadatkan sampai permukaannya rata dengan sekelilingnya (Boerhendhy dan
Suryaningtias, 2010).
Kepadatan yang benar, ditandai oleh tidak goyang dan tidak dapat dicabutnya stum
karet yang ditanam,Bila menggunakan bibit dalam polibeg, pemadatan tanah disekeliling
cukup dilakukan dengan tangan. Penginjakan tanah dengan kaki disekeliling tanaman tidak
dianjurkan karena akan menyebabkan bergesernya kolom tanah dan mengakibatkan kematian
tanaman. Dua minggu 19 setelah penanaman tanah disekeliling tanaman yang cekung perlu
ditambah agar rata dengan permukaan tanah disekelilingnya (Boerhendhy dkk, 2010).
Penanaman Leguminose Cover Crop (LCC) dilakukan dengan cara, LCC ditanam
segera setelah pengolahan lahan selesai, biji Cp, Cm, Pj dan Cc dicampur dengan pupuk
Rock Phospate (1:1),penanaman secara larikan dengan 3-4 jalur tiap gawangan karet, Jarak
jalur dengan barisan karet 1-1,5 m dan jarak antara jalur LCC 0,75-1 m, LCC ditanam dengan
membuat lubang sedalam 2 cm dalam larikan, kedalam lubang ditaburkan campuran
kacangan, ditutup seperlunya dengan tanah, pemakaian biji kacangan ditambah jika daya
kecambah < 60% (Siagian dkk, 2006).
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanaman Karet merupakan komoditi strategis nasional karena memiliki rantai
pemanfaatan yang panjang sehingga banyak sekali manfaat yang dapat diambil antara lain
meningkatkan ekonomi pertanian dan menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat
dimanfaatkan yang mengakibatkan meningkatnya industri pengolahan produk turunan dari
karet. Industri tersebut akan mengakibatkan banyak penyerapan tenaga kerja dan
menghasilkan peningkatan devisa bagi negara sehingga perekonomian di Indonesia
meningkat
Pemeliharaan tanaman karet merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas serta produktifitas yang dihasilkan. Sebagai tanaman perkebunan tahunan, tanaman
karet memerlukan perawatan agar produksi dari tanamanan menjadi lebih baik. Pemeliharaan
tanaman karet yang biasa dilakukan oleh petani pada umumnya kegiatan pemupukan.
13
Daftra Pustaka
Anonim, 1983. Pedoman Budidaya Karet. Dinas Perkebunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat
1 Jambi.Jambi.
Anonim. 2003. Vademikum Budidaya Tanaman Karet PTPN III.
Anonim. 2010. Budidaya Tanaman Karet. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Anonim. 2010. Saptabina Usahatani Karet Rakyat. Balai Penelitian Sumbawa Pusat Penilitian
Karet. Palembang.
Ardika, R., 2010. Konservasi Tanah Pada Perkebunan Karet di Daerah Berbukit.Warta
Perkaretan 29 (2) 2010: 9 – 17.
Boerhendhy, I., H dan Suryaningtyas. 2010. Saptabina Usahatani Karet Rakyat.Balai
Penelitian Sumbawa Pusat Penelitian Karet. Palembang.
Siagian, N, Istianto, H. Munthe, dan Sujatno. 2006. Teknik Penyiapan Lahan dan Penanaman
Karet. Seri Buku Saku. Pusat Penelitian Karet. Sei Putih. Sinuhaji, S.S. 2010. Dasar-
dasar Mekanisasi Perkebunan.STIP-AP. Medan.
Wijaya, T. 2008. Kesesuaian Tanah dan Iklim Untuk Tanaman Karet.Warta Perkaretan Puslit
Sungai Putih Vol 27. No. 2 : 34 – 44.

Anda mungkin juga menyukai