Anda di halaman 1dari 11

JURNAL POLITIK DAN KEBIJAKAN PERTANIAN NEGARA

THAILAND

Disusun Oleh:
 Bartolomeus Yoga (2210322499)
 Anselmus Mapeno (2210322486)
 Nikodemus (2210322481)
 Brigius Hendra Ismanto (2210322487)
 Bonischo(2210322501)

FAKULTAS PERTANIAN SAINS DAN TEKNOLOGI


PRODI AGRIBISNIS UNIVERSITAS PANCA BHAKTI PONTIANAK
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Thailand saat ini merupakan negara pengekspor terbesar produk


pertanian dunia. Ekonomi Thailand bergantung pada ekspor, dengan nilai
ekspor sekitar 60% PDB, dan dari sekitar 60 % dari seluruh angkatan kerja
Thailand dipekerjakan di bidang pertanian. Disamping Thailand menjadi
eksportir besar di pasar dunia, komoditi pertanian yang dihasilkan adalah
beras dengan kualitas super, tapioka, karet, biji-bijian, gula, ikan dan
produk perikanan lainnya, serta ekspor makanan jadi. Thailand saat ini
sudah unggul dalam produk pertanian dengan status eksportir atau
produsen terbesar dunia untuk beras, gula, karet, bunga potong, bibit
tanaman, palmoil, tapioka, buah-buahan dan lainnya. Hal ini karena
perhatian pemerintah Thailand dalam meningkatkan pendapatan bagi
petani disana relatif tinggi, dan tentunya didukung model atau sistem
pertanian yang baik. Sehingga nantinya akan menghasilkan kualitas
pangan yang sangat baik. Itu sebabnya, negara mengelola sektor ini secara
sangat serius, bahkan didukung riset dan rekayasa teknologi dengan
melibatkan para ahli dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan rekayasa teknologi ini Pemerintah Thailand
telah mengambil kebijakan untuk mengembangkan satu produk pada satu
wilayah (one village one commodity) dengan memperhatikan aspek
keterkaitan dengan sektor lain (back word and forward linkage), skala
ekonomi dan hubungannya dengan outlet (pelabuhan). Akibatnya, tumbuh
cluster-cluster (kelompok-kelompok) bisnis, sehingga masing-masing
wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya. Pemerintah
Thailand juga memproteksi produk pertanian dengan memberikan insentif
dan subsidi kepada petani. Kebijakan ini telah mendorong masyarakat
memanfaatkan lahan kosong dan tak produktif untuk ditanami dengan
tanaman yang berprospek ekspor. Sistem contract farming yang dipakai di Thailand
berbeda dari yang biasa kita kenal di Indonesia. Perusahaan melakukan kontrak
dengan petani tanpa perlu petani menyerahkan jaminan.
Di Indonesia, umumnya tanah petani menjadi agunan, sehingga
kalau petani gagal, tanah mereka akan disita. Kegagalan petani akan
ditanggung oleh negara. Statuta utama dalam kontrak tersebut adalah
perusahaan menjamin harga minimal dari produk yang dimintanya untuk
dita n a m oleh petani. Jika harga pasar diatas harga kontrak, petani bebas
untuk menjualnya ke pihak lain. Selain itu di Thailand juga menggunakan
model pertanian Hidroponik untuk meminimalisir penggunaan tanah.
Karena, disana kualitas dan kuantitas tanah kurang memadai. Makalah ini
membahas tentang pertanian di Thailand, sistem dan model pertanian di
negara Thailand serta masalah pertanian di Thailand.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem dan model pertanian di negara Thailand?
2. Apa saja masalah yang dihadapi dalam pengembangan pertanian di Thailand?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pertanian di negara Thailand
2. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh negara Thailand dalam
mengembangkan sistem pertaniannya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sistem Pertanian di Thailand

Thailand merupakan negara yang memiliki sistem pertanian yang baik di


dunia. Pada negara ini sistem penyuluhan dibenahi, sarana produksi dan
permodalan disediakan, infrastruktur dibangun dengan kualitas prima. Bahkan,
untuk menjangkau pasar internasional, standar yang dipakai di negara pengimpor
diterapkan di petani. Setiap petani yang akan mengekspor produknya harus
menjalankan dua standar, yaitu GAP (good agricultural practices) dan GMP (good
manufacturing practices). Jika petani telah menjalankan, pemerintahlah yang
membayar sertifikasinya. Di saat pertanian menjadi perhatian dunia, Thailand
merumuskan isu pokok yang harus dipecahkan. Tiga hal yang menjadi isu pokok saat ini
adalah:

a. Ekspor Padi
Ekspor padi menjadi perhatian utama karena merekalah saat ini yang
menjadi negara pengekspor beras terbesar. Ada wacana untuk membentuk
persatuan negara pengekspor padi, semacam OPEC untuk minyak bumi, di mana
Thailand menjadi pelopornya. Namun setelah membahasnya, mereka lebih suka
untuk menjamin negara-negara tetangga supaya bisa mendapatkan ‘harga kawan’.
Alasannya, jika negara-negara tetangga aman dari krisis pangan, maka suasana
regional akan tenang dan kondusif untuk pertumbuhan. Artinya, beras bisa tetap
dijual, sementara pemasaran produk lainnya seperti buah dan sayur bisa tetap
lancar.

b. Penataan wilayah pertanian


Penataan wilayah, atau lebih lazim disebut zoning dalam ilmu pertanian,
dimaksudkan untuk mengefektifkan pelayanan dan menekan biaya prosesing dan
distribusi. Jika produk bisa dihasilkan di pusat-pusat produksi, maka pelayanan
menjadi lebih efisien.

c. Kompetisi penanaman padi dan tanaman karet/sawit


Mengingat bahwa bukan hanya padi yang saat ini mahal, tetapi juga
produk pertanian yang bisa dipakai untuk membuat biofuel, seperti ubi kayu dan
sawit, serta produk karet alam, maka keinginan petani Thailand untuk menanam
produk ini juga sangat tinggi. Namun untuk menjaga keunggulan Thailand
sebagai produsen padi, maka penanaman kelapa sawit dan karet dilakukan secara
hati-hati. Mereka memilih untuk tidak mengkonversi lahan padi menjadi lahan
sawit dan karet. Mereka juga tidak mengkonversi hutan menjadi perkebunan
kedua jenis tanaman ini. Mereka memakai lahan-lahan yang kurang subur untuk
ditanami kedua jenis tanaman ini, khususnya karet. Kelapa sawit tidak terlalu
ditekankan karena mereka merasa tidak akan mampu bersaing dengan Malaysia
dan Indonesia yang punya Kalimantan.
Berikut ini merupakan beberapa sistem pertanian yang ada di Thailand:

a. Penanaman Sayur Dan Buah


Thailand adalah negara yang paling serius di kawasan Asia Tenggara
dalam menangani buah dan sayur. Thailand adalah negara pengekspor
babycorn terbesar kedua di dunia. Mereka juga pengekspor asparagus.
Durian mereka menyerbu supermarket Jepang, China, Taiwan dan juga
Indonesia. Bukan saja produk segar, mereka juga mengekspor buah kering
dan sayur dalam kaleng. Selain itu mereka juga membanjiri dunia dengan
produk juice berbagai buah dan sayur. Hal ini dikarenakan p eran negara dalam
mendukung petani sangatlah besar. Negara menyediakan dukungan penelitian,
pelatihan dan sarana produksi bahkan Bank Of Agriculture yang menyalurkan
modal kerja bagi petani. Negara juga menjamin kualitas produk yang
dihasilkan dengan sertifikasi.
Belanja negara untuk pembangunan infrastruktur diarahkan untuk
mendukung pengembangan pertanian. Jalan dan pasar induk dibangun dan
dikelola dengan profesional. Peran sektor bisnis juga tak boleh dilupakan.
Sistem contract farming yang dipakai di Thailand berbeda dari yang biasa
kita kenal di Indonesia. Perusahaan melakukan kontrak dengan petani tanpa
perlu petani menyerahkan agunan. Di Indonesia, umumnya tanah petani
menjadi agunan, sehingga kalau petani gagal, tanah mereka akan disita.
Kegagalan petani akan ditanggung oleh negara. Statuta utama dalam kontrak
tersebut adalah perusahaan menjamin harga minimal dari produk yang
dimintanya untuk ditaman oleh petani. Jika harga pasar diatas harga kontrak,
petani bebas untuk menjualnya ke pihak lain.

b. Sistem pemilikan tanah pemicu keunggulan Thailand


Negeri gajah putih ini memiliki tanah hanya sebesar pulau Sumatera,
itupun tidak semuanya subur. Lahan pertanian yang menghasilkan padi mutu
tinggi dengan tingkat kesuburan memadai hanya wilayah disekitar ibukota
Bangkok. Lahan ini juga dialiri oleh banyak kanal dan irigasi teknis. Lahan
sisanya hanya tanah berkapur dan bercadas yang kurang subur, namun
mampu menghasilkan karet dan cassava terbesar di dunia. Bangsa yang ulet
ditempa kerasnya alam ini justru sukses melakukan budidaya pertanian
yang pada gilirannya meneruskan cerita sukses kepada sektor industri yang
mengolah hasil pertanian.
Lahan pertanian yang terbatas ini dikelola dengan baik oleh sistem
kepemilikan tanah dan pemanfaatan yang efisien. Hampir seluruh lahan
pertanian Thailand berukuran besar sebagai unit produksi yang memenuhi
skala ekonomi. Apabila dilihat dari dalam pesawat udara yang akan
mendarat akan terlihat hamparan lahan pertanian yang luas dengan batas-
batas kasat mata dan praktis rata tanpa perbukitan. Sistem kepemilikan tanah,
lahan yang rata dan hak waris menciptakan lahan luas sehingga efisien dalam
mekanisasi pertanian yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas lahan.
Hak waris dilaksanakan dengan pembagian saham dan dikelola oleh salah satu
anggota keluarga dengan digaji dan labanya dibagikan sebagai dividen para ahli
waris.
c. Semua bibit unggul
Teknologi budidaya tanaman dikuasai bangsa ini sejak lama. Tidak
kurang dari program raja, program pemerintah, program universitas, dan
program swasta melakukan sinergi maupun berusaha sendiri-sendiri
memproduksi bibit unggul. Agro bisnis dan agro industri telah menciptakan
iklim usaha yang kondusif dan menciptakan insentif bagi para pelaku produsen
bibit unggul sehingga berlomba- lomba melakukan riset untuk memproduksi
bibit yang lebih produktif dan efisien. Sektor pertanianpun mampu menyerap
bibit unggul yang dihasilkan dan menciptakan sinergi yang saling
menguntungkan bersama dengan para pelaku agro bisnis lainnya. Pola
monokultur ini memberikan keseragaman output, memudahkan penanganan
pasca panen, meningkatkan daya saing ekspor dan mengendalikan penyakit
tanaman.

Pasar jasa pertanian yang saling menghidupi


Kalau kita bepergian dengan mobil kearah pinggiran kota Bangkok, segera
saja akan terlihat banyaknya mesin-mesin olah pertanian yang di parkir menanti
penyewa di perusahaan rental peralatan mekanisasi pertanian. Perusahaan rental
ini banyak berlokasi di pinggir jalan-jalan utama di batas kota Bangkok dengan
daerah pedesaan. Pemandangan ini akan lebih ramai lagi apabila masa-masa sibuk seperti
musim tanam, musim olah tanah, atau musim panen sudah lewat.
Lahan pertanian luas setiap unitnya dan geografis tanah Thailand yang rata
memerlukan berbagai jenis peralatan mekanisasi pertanian, dari traktor pengolah tanah,
bulldozer, backhoe, pembuat parit, pompa irigasi, penebar pupuk dan banyak lainnya.
Produsen mesin pertanian asal Amerika, Eropa, Jepang terwakili menyemarakkan pasar
rental Thailand. Struktur harga sektor pertanian dirasa pas untuk para pelaku dan mampu
saling menghidupi. Petani cukup hidup layak dengan harga jual produk pertanian di
pasar lokal dan mampu membeli barang- barang input seperti pupuk, obat-obatan, air,
bibit unggul, sewa mesin pertanian dan lainnya.

Pupuk NPK lokal dengan bahan impor


Suatu ironi pada negeri gajah putih ini, dimana pada satu sisi merupakan
negeri pertanian unggulan namun pada sisi lain sangat tergantung pada pupuk
impor terutama urea dan ammonium nitrat. Pupuk impor kemudian diblending
dengan bahan pupuk lokal Kalium menjadi pupuk NPK untuk kemudian
dimonopoli oleh BUMN dan didistribusikan secara nasional. Dengan cara ini
Thailand mendapatkan bahan baku pupuk secara efisien (tender internasional) dan
mengamankan pupuk nasional dari sisi harga, mutu maupun jumlahnya. Sejauh ini
kebijakan pupuk Thailand cukup efektif diserap petani, digunakan sesuai dengan target
lahan dan digunakan sebagai alat ukur atau memproyeksikan hasil panen. Pupuk NPK tidak
diperkenankan untuk diekspor maupun diimpor untuk menjaga kualitas yang seragam dan
mengamankan ketersediaannya pada tingkat petani terutama pada setiap musim tanam.
Keunggulan Faktor Input Pertanian
Keunggulan produk pertanian Thailand merupakan hasil perjuangan yang
menyeluruh dari para tokoh dan rakyat Thailand selama ratusan tahun. Banyak faktor
yang mempengaruhi cerita sukses Thailand, namun bila dikaji dari sisi input sejumlah
faktor berikut memberikan kontribusi yang signifikan.
Keunggulan Keterkaitan Hulu-Hilir Industri Agro
Sukses Thailand di sektor pertanian masih diperpanjang dengan kondisi harmonis
antara pasar pertanian dan pasar industri. Kedua sektor dapat saling menghidupi
menciptakan sinergi sehingga keduanya mampu mencapai tingkat kinerja bahkan daya
saing yang memadai baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Faktor utama
yang memberikan kontribusi penting diantaranya aspek distribusi dengan keberadaan
pasar agro bisnis yang meliputi mekanisme yang saling menunjang diantara pasar induk,
pasar regional, pasar kontrak, pasar lelang, yang bekerja sesuai mekanisme pasar.
Cara Tanam Padi pada Pertanian di Thailand
Dalam penanaman padi Thailand menggunakan sistem tanam SRI (System
of Rice Intensification). Perlu diingat kembali bahwa pola tanam SRI adalah cara
bercocok tanam padi dengan prinsip menanam bibit muda, jarak penanaman yang lebar,
menanam dengan segera, penanaman secara dangkal, air diatur tidak terus menerus
menggenangi sawah, penyiangan gulma secara mekanis, dan aplikasi kompos atau bahan
organik walaupun pupuk kimia tidak ‘dilarang’ untuk masih digunakan. Sedangkan
sistem organik pengertian singkatnya ditataran praktis adalah penggunaan input-input
alami seperti kompos, bakteri pengurai dan pembenah tanah, pupuk organik cair,
pestisida hayati dan lainnya sebagai penyubur atau pembenah tanah dan sebagai
pengendali hama/penyakit dengan menghindari samasekali bahan kimia buatan,
walaupun pengertian lengkapnya mengenai pertanian organik ini lebih kompleks lagi
yang harus meliputi perlindungan tanah, kontrol biologis, daur ulang makanan dan
keragaman hayati.
Dari sisi produktivitas, berdasarkan fakta banyak pihak yang merubah pola tanam
padi dari sistem konvensional ke sistem organik mengalami penurunan hasil yang bisa
terjadi sampai musim tanam ke 4 atau lebih. Kemudian banyak pihak yang merubah pola
tanam padi dari sistem konvensional ke pola tanam SRI mengalami peningkatan hasil
langsung pada musim tanam pertamanya. Namun untuk yang merubah pola tanam padi
dari sistem konvensional menjadi sistem SRI Organik banyak yang mengalami
keberhasilan dan banyak juga yang belum mencapai keberhasilan dalam 2, 3 atau
beberapa kali masa tanam di lokasi yang sama. Tentunya fakta-fakta tersebut juga
sangat dipengaruhi dengan kondisi tanah, lingkungan dan cuaca atau iklim setempat.
Biasanya pihak-pihak yang mencapai keberhasilan secara produktivitas disaat
awal perubahan pola tanam ke SRI Organik ini adalah yang memiliki modal besar baik
melalui pelaksanaan secara padat karya maupun mekanisasi atau bisa juga petani kecil
yang memiliki motivasi dan keuletan yang tinggi. SRI sesuai dengan kepanjangannya
yaitu ‘System of Rice Intensification’ adalah pola tanam padi yang memerlukan pola
kerja yang intensif sedangkan saat ini para petani Indonesia dalam mengelola
sawahnya dengan sistem konvensional pada umumnya sangatlah tidak intensif, sawah
hanya dikunjungi beberapa kali saja yaitu saat menyemai, olah lahan, tanam,
penyiangan yang umumnya dua kali, tebar pupuk yang umumnya dua kali juga dan saat
panen serta saat penyemprotan pestisida dan herbisida kalau ada serangan hama/gulma.
Penggabungan pola tanam SRI dengan sistem organik menjadi pola tanam SRI Organik
akan menuntut tingkat keintensifan perawatan padi dan sawah menjadi jauh lebih
tinggi lagi. Dengan demikian perubahan pola tanam kepada aplikasi SRI Organik ini
tidak hanya merubah cara kerja teknis saja melainkan harus merubah budaya kerja dan
budaya berpikir ke arah etos kerja yang tinggi, kritis atau cerdas, ulet atau pantang
menyerah, menghargai lingkungan atau makhluk lain dan berpikiran positif atau
optimistis. Tentunya perubahan budaya kerja dan budaya berpikir yang menjadi lebih baik
ini baik menurut norma umum maupun norma agama.
Konsekuensi logisnya adalah peningkatan kesejahteraan yang didalamnya
sudah mencakup peningkatan secara finansial serta peningkatan kualitas hidup
dan kesehatan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh para petani terutama
petani kecil atau gurem yang memiliki modal terbatas agar mencapai tingkat
keberhasilan yang tinggi baik secara produktivitas maupun secara finansial ketika
pertamakali mengaplikasikan pola tanam SRI Organikselain mengikuti garis besar prosedur
penyemaian, penanaman dan perawatan.

Faktor lain yang mempengaruhi pertanian di Thailand antara lain:

a. Perekat Bangsa Thailand


Salah satu keberhasilan sistem politik yang mempersatukan bangsa
Thailand adalah membangun perekat diantara 62 juta penduduk bangsa ini,
diantaranya adalah keseragaman bahasa, agama Budha, pola hidup, dan fungsi
raja. Walaupun terdapat konflik di wilayah selatan, namun praktis tidak ada
potensi lain yang dapat memecah persatuan diantara rakyat Thailand. Bahasa
Thailand dengan aksara cacingnya memiliki akar sansekerta dengan pengaruh
China dan perkembangan bahasa lokal yang berevolusi sepanjang sejarah
Thailand. Semua penduduk menggunakan bahasa yang sama dan aksara sama
sehingga mampu menjadi suatu ciri khusus dan jati diri yang mempersatu bangsa
Thailand.
Laos merupakan negara tetangga satu-satunya yang juga memiliki
bahasa yang nyaris sama dengan Thailand. Agama Budha yang dianut oleh
sebagian besar rakyat Thailand dengan segala tuntunan hidup maupun
filosofinya dihayati benar oleh penduduk dan dilaksanakan di dalam kegiatan
hidup sehari-hari termasuk dalam sendi-sendi ketatanegaraan sehingga menjadi
tuntunan dan perekat penting bagi bangsa dan negara ini. Tiga propinsi paling
selatan yang banyak penganut Islam menjadi kaum marjinal yang merasa
terpinggirkan sehingga menimbulkan friksi politik sebagai satu-satunya masalah
yang potensial memecah persatuan Thailand.
Raja Bumipol Aduljadej memerintah secara bijaksana selama puluhan tahun
dan sangat dicintai oleh rakyatnya bahkan dipuja bagai setengah dewa. Belum
pernah sepanjang sejarah pemerintahannya terjadi oposisi terhadap
kekuasaannya. Dengan perekat bahasa, agama dan raja, bangsa Thailand
mampu mengatasi segala persoalan negara karena homogenitas telah
mempermudah rantai komando, menyederhanakan persatuan dan kesatuan.
b. Air sebagai sumber kehidupan
Salah satu kepercayaan agama Budha yang banyak diterapkan rakyat
Thailand adalah bahwa air merupakan sumber kehidupan manusia. Apabila
manusia menginginkan hidup yang sehat dan sejahtera maka peliharalah sumber
air. Pemahaman ini dihayati benar dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Sehingga ada anggapan bahwa apabila ada sampah atau kotoran lain
di sungai, danau atau laut, maka akan dituding sebagai perbuatan para turis yang
memang banyak di Thailand, suatu indikator sukses lainnya di bidang pariwisata.
Air benar-benar merasuki setiap penduduk Thailand, tiada bangunan tanpa hiasan
air mancur, kolam ikan atau air hiasan lainnya, tiada rumah tanpa suara kricik-
kricik air.
Hari raya tahun baru Thailand, Songkran, dimeriahkan setiap tahun oleh
meriahnya pesta air berupa perang siram siraman air di jalan yang sangat digemari
para turis. Setahun sekali dirayakan pula ritual penebusan dosa kepada sumber air
dengan melabuh lampion di malam hari di sungai, laut, danau. Masyarakat tetap
merasa bersalah telah mengotori sumber air secara tidak sengaja, meskipun telah
berupaya keras menjaganya, sehingga merasa perlu untuk menebus dosa. Dengan
kepercayaan seperti mendewakan air dimanapun komunitas Thailand berada,
tidak mengherankan apabila ketersediaan air untuk keperluan pertanian hampir
tanpa masalah kekeringan, kebanjiran, polusi, intrusi air laut, tercemar bahan
racun dan sejenisnya. Kota Bangkok yang pada sejumlah tempat lebih rendah dari
permukaan laut dilindungi dari banjir oleh 200 sistem pompa raksasa dan banjir
kanal sekaligus bersinergi dengan irigasi lahan padi sehingga meningkatkan
efisiensi pemanfaatan air yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas
lahan pertanian.

c. Etos Kerja, lembur dengan amfitamin


Petani dan pekerja Thailand dikenal memiliki etos kerja yang tangguh
mampu bekerja lebih lama dengan produktivitas sama dan tekun dalam
melakukan pekerjaan. Bahkan untuk mengejar pendapatan yang lebih banyak,
mereka terkadang memaksakan diri dengan mengkonsumsi amfitamin yang
dampaknya membuat orang tahan kantuk dan lupa kelelahan. Dampak negatif
banyak terjadi selepas kerja pada saat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah.
Kelelahan yang diulur dengan obat-obatan mencapai puncak kumulatif ketika
mereka di jalan sehingga kurang peka terhadap bahaya lalu lintas.

d. Pasca Panen, tidak membawa sampah ke kota


Satu lagi keunggulan sistem supply chain management nasional Thailand
di sektor agro bisnis maupun industri agro adalah prinsip yang sangat sederhana
namun sangat efektif dengan prinsip distribusi yang “tidak membawa sampah”
dari lahan pertanian ke kota, sepanjang rantai distribusi, apalagi untuk keperluan
ekspor. Jadi setiap pergerakan distribusi produk pertanian selalu hanya membawa
produk yang lulus kualitas, keseragaman, kebersihan. Implementasi dari prinsip
ini sederhana saja. Para pedagang yang akan membeli misalnya buah jeruk dari
petani tertentu, akan menyediakan kemasan dari karton yang sudah lengkap
dengan label dan informasi lain tentang isinya, termasuk sekat-sekat dari kotak
karton tersebut yang secara otomatis merupakan ukuran buah jeruk yang dapat
diterima oleh pedagang jeruk yang bersangkutan. Dengan adanya sekat untuk
setiap butir jeruk, maka hanya jeruk yang memenuhi syarat kualitas, ukuran yang
seragam dan kebersihan, yang boleh dimasukkan kedalam kotak karton tersebut.
Jeruk lainnya ditolak oleh pedagang dan dipasarkan lokal oleh petani tersebut.
Dengan cara ini distribusi berjalan sangat efisien, hanya jeruk yang bisa jadi duit
saja yang masuk kota besar bahkan dapat langsung diekspor, sedangkan yang
apkir dan potensial menjadi sampah dikota, tidak ikut terbawa dan dimanfaatkan
dikonsumsi didesa ataupun menjadi pupuk organik.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Thailand merupakan negara yang memiliki sistem pertanian yang baik di
dunia. Pada negara ini sistem penyuluhan dibenahi, sarana produksi dan
permodalan disediakan, infrastruktur dibangun dengan kualitas prima. Bahkan,
untuk menjangkau pasar internasional, standar yang dipakai di negara pengimpor
diterapkan di petani. Thailand memiliki sistem yang berbeda dengan Negara
lainnya sehingga menjadikan pertanian di Thailand sebagai produksi utama dalam
kemajuan Negara Thailand.

2. Saran
Sebagai Negara yang memiliki sistem pertanian yang baik hendaknya
Negara – Negara yang lain dapat mencontoh sistem pertanian yang ada di
Thailand, khususnya Negara Indonesia. Agar sistem pertanian yang
dikembangkan dapat menjadi komoditas utama dalam kemajuan Negara .

Daftar Rujukan
Kumlasari, Noer. Sistem Pertanian di Negara Thailand. (Artikel). Online. Diakses
melalui http://generalgeomorphology.blogspot.co.id/2015/06/sistem-
pertanian-di-negara-thailand.html pada 14 Maret 2016.
Thailand TICA. Agriculture System. Online. Diakses melalui
http://tica.thaigov.net/main/en/information/agriculture/ITACdiakses pada 14
Maret 2016.
Dr. Ir. Saputera, M.Si. Belajar dari Negara lain. Online. Diakses melalui
https://inspirasitabloid.wordpress.com/2011/10/28/belajar-dari-negara-lain-
kualitas-ekspor-pertanian-kita/diakses pada 14 Maret 2016.
Lukman, fuad. 2014. Agribisnis Negara Thailand. Online. Diakses melalui
http://kantinkuning.blogspot.co.id/Agribisnis-Negara-Thailanddiakses pada
14 Maret 2016.
Ambarita, Dedi Setiawan. 2015. Perekonomian Thailand.(Dalam Jurnal
Universitas Gunadarma). Online. Diakses melalui http://isu-
isuekternal.blogspot.co.id/2015/06/perekonomian-thailand-3.htmldiakses
pada 14 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai