Anda di halaman 1dari 10

LEGITIMASI PEMIMPIN NEGARA DAN PENERAPAN TUJUAN

NEGARA YANG BELUM TEREALISASI SEPENUHNYA

DISUSUN OLEH:

HANISATUN FAUZIAH
4305019014

DOSEN PENGAMPU:
Dr. AGUSTINUS W. DEWANTARA, S.S., M.Hum

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI DIPLOMA TIGA (REGULER PAGI)
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN
TAHUN 2019/2020

1
LEGITIMASI PEMIMPIN NEGARA DAN PENERAPAN TUJUAN NEGARA
YANG BELUM TEREALISASI SEPENUHNYA

Oleh:
Hanisatun Fauziah
Universitas Katolik Widya Mandala Madiun

Abstrak
Legitimasi adalah hal yang menjadikan suatu itu absah. Jadi, legitimasi
adalah sesuatu yang membuat negara tersebut sah didirikan atau suatu keabsahan.
Berdasarakan teori negara legitimasi ada banyak seperti legitimasi politik,
legitimasi religius, legitimasi politis, dan lain – lain. Negara memiliki legitimasi
agar dapat dikatakan sah. Dalam pemilihan pemimpin negara harus
memperhatikan ketentuan legitimasi yang berlaku agar tujuan negara dapat
terwujud dengan sempurna dan berjalan lancar. Menurut Aristoteles tujuan negara
ada empat yaitu mampu membuat rakyat sejahtera dan bahagia, kedua yaitu dapat
berlaku adil kepada rakyat, ketiga yaitu memberikan waktu luang kepada rakyat,
dan keempat yaitu rakyat bisa berbuat kebaikan. Tujuan negara merupakan hal
yang harus diwujudkan agar rakyat sejahtera dan bahagia. Sehingga negara bisa
berkembang dan lebih maju dalam bidang apapun baik pendidikan, teknologi,
maupun pemerintahan.

Kata – kata kunci : Legitimasi, Tujuan, Aristoteles

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki banyak
ragam budaya dan berbagai pulau mulai dari pulau besar maupun kecil. Tetapi
memiliki tujuan yang sama yaitu memajukan negara Indonesia, salah satunya
melalui sistem pembangunan infrastruktur. Indonesia juga disebut sebagai
negara maritim yaitu wilayah laut yang lebih besar dibandingkan wilayah
daratan, sehingga pembangunan negara yang merupakan salah satu tujuan

2
negara belum terlaksana secara menyeluruh atau merata. Pembangunan negara
di wilayah sekitar ibukota telah berkembang pesat seperti Jakarta, Surabaya,
Yogyakarta, dan lain - lain serta terdapat berbagai sarana yang memadai
dibandingkan dengan wilayah yang jauh dari ibukota. Wilayah yang jauh dari
ibukota seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sumatera belum berkembang
dengan pesat pada proses pembangunanya. Tujuan negara yang terealisasi
merupakan salah satu adanya kebijakan dari pemimpin negara. Untuk menjadi
seorang pemimpin tidaklah mudah, tetapi harus sesuai dengan syarat dan
peraturan yang berlaku di negara dan pada masanya. Karena syarat dan
peraturan menjadi seorang pemimpin negara bisa saja berubah setiap tahunnya.

2. LANDASAN TEORI
Tujuan negara Indonesia terkandung dalam pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 pada alinea keempat :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan /Perwakilan, serta dengan Mewujudkan suatu Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Sehingga tujuan pada setiap negara harus diwujudkan dan diupayakan agar
perdamaian dunia bisa terjadi serta rakyat sejahtera dan bahagia. Selain dalam
Pembukaan UUD 1945 tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga
terdapat pada UUD 1945 pasal 31 mengenai pendikan dan kebudayaan :
“ (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. (2) Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

3
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang –
undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang –
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dari belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.”

3. PEMBAHASAN
3.1 LEGITIMASI
Syarat dan ketentuan itu bisa dikatakan sebagai legitimasi.
Legitimasi negara antara lain legitimasi politis, legitimasi religius,
legitimasi moral, legitimasi kultural dan lain – lain. Legitimasi politis
adalah keabsahan negara yang berasal dari dukungan politik sehingga
membuat suatu pemerintahan berjalan. Negara Indonesia adalah negara
demokrasi sehingga keabsahannya berdasarkan pemilu. Jadi, jangan
pernah bermimpi atau berkeinginan menjadi presiden jika tidak unggul
dalam pemilu. Seperti pada pemilu tahun 2019 calon pemimpin negara Ir.
H. Joko widodo dengan Letnan Jenderal TNI H. Prabowo Subianto
Djojohadikusumo, ternyata hasil menunjukkan bahwa Ir. H. Joko Widodo
lebih unggul dalam pemilu sehingga yang layak menjadi presiden atau
kepala negara adalah Ir. H. Joko Widodo.
Legitimasi moral adalah keabsahan negara yang berasal dari
perilaku baik buruknya seseorang. Legitimasi politis juga harus diimbangi
dengan legitimasi moral untuk memperkuat jalannya pemerintahan, karena
apabila pemimpin negara hanya mengerti akan politik tetapi tidak
memiliki moral maka akan dilengserkan dari jabatannya. Seperti H. M.
Soeharto menang pemilu dan secara politis berhak untuk memimpin

4
negara sebagai kepala negara, tetapi secara moral beliau tidak mendapat
dukungan. Karena kecacatan moral yaitu korupsi yang dilakukan dalam
lingkup keluarga membuat mahasiswa melakukan aksi demo untuk
melengserkan beliau dari jabatannya. Jadi, pemimpin yang tidak memiliki
legitimasi moral sangatlah berbahaya.
Legitimasi konstitusional adalah adalah legitimasi yang diasalkan
kepada undang – undang. Sehingga calon pemimpin negara harus menuruti
dan memenuhi syarat sebagai calon pemimpin negara berdasarkan undang
– undang yang berlaku. Jadi, legitimasi konstitusional diamanatkan
sebagai peraturan tertulis. Dimensi konstitusi tidak bisa tidak yaitu harus
dilakukan dan harus diimbangi dengan legitimasi moral. Seperti H. M.
Soeharto berhak menjadi kandidat calon pemimpin negara karena
memenuhi syarat dan peraturan yang ada pada undang – undang sebagai
calon pemimpin negara. Tetapi karena moralnya tidak baik maka harus
mengundurkan diri atau dapat dilengserkan.
Legitimasi religius adalah legitimasi yang berhubungan dengan
agama dengan cara menghimpun dukungan yang agamis. Sehingga calon
pemimpin negara yang akan mencalonkan dirinya akan mengunjungi kyai
– kyai atau tokoh agama tertentu untuk meminta doa restu dan meminta
dukungan. Karena saat kyai memilih satu kandidat calon pemimpin
negara, maka para santri akan mengikuti pilihan kyai tersebut. Tetapi ada
juga yang menghubungan agama sebagai bagian dari sistem politik seperti
golongan partai setan, golongan partai iblis, dan lain – lain. Legitimasi
kultural adalah legitimasi yang diletakkan pada dukungan budaya.
Sehingga para calon pemimpin negara akan mendekati tokoh adat atau
orang – orang yang dianggap berpengaruh pada saat kampanye supaya
mendapat dukungan secara kultural. Calon pemimpin akan meminta
bantuan tim suksesnya atau calon itu sendiri untuk datang ke pemuka adat
agar mendapatkan dukungan dari rakyat melalui pemuka adat tersebut.
Seperti ada calon pemimpin negara yang mendapat julukan sebagai Ratu
Adil, Satrio Paningit, Si Kampret, Si Cebong, dan lain sebagainya. Jadi

5
kandidat calon pemimpin negara harus mengikuti legitimasi konstitusional
dan legitimasi politik. Serta juga harus ada mempunyai legitimasi
pendukung agar memperkuat keabsahannya.

3.2 TUJUAN NEGARA


Setiap negara yang didirikan pasti memiliki tujuan tertentu. Sama
seperti Indonesia yang pastinya memiliki tujuan negara untuk apa negara
ini didirikan. Tujuan utama dari didirikannya negara adalah untuk
kesejahteraan semua rakyat. Sehingga kunci utama menjadi seorang
pemimpin adalah dapat menyejahterakan rakyatnya. Jadi, kesejahteraan
yang sebenarnya itu seperti apa? Kesejahteraan seperti apa yang
diinginkan?. Menurut Aristoteles tujuan didirikan negara yang pertama
adalah kebahagiaan yang ditunjukkan kepada self-sufficient yaitu
kebutuhan dasar rakyat tercukupi. Kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan,
papan, dan pendidikan. Apakah negara kita ini rakyatnya sudah tercukupi
dan bahagia?. Seperti mencari pekerjaan mudah, mau makan mudah,
sekolah mudah, sakit gampang menemukan rumah sakit, dan lain
sebagainya. Dan apa yang terjadi? ternyata rakyat negara kita belum
tercukupi kebutuhannya dan belum bahagia. Karena pembangunan negara
yang merupakan tujuan dan cara agar membuat rakyat bahagia belum
terpenuhi. Di daerah yang jauh dari ibukota akan merasakan dan
mengalami dampak dari pembangunan negara yang tidak merata,
contohnya adalah Pulau Kalimantan tepatnya pada Kecamatan Lumbis
Ogong Kabupaten Nunukan yang merupakan daerah terluar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Akses untuk menuju Lumbis Ogong satu satunya hanya dapat
ditempuh dengan menggunakan jalur air yaitu melewati sungai. Akses
tersebut hanya dapat ditempuh dengan ketapel atau ketinting yang
merupakan suatu kapal kecil. Jalur yang ditempuh juga terdapat banyak
bebatuan dan arus yang jeram yang tidak jarang menghadang perjalanan.
Jalur tersebut ditempuh selama 9 jam dengan menyusuri sungai. Wilayah

6
tersebut dibagi menjadi beberapa desa dan kelompok desa. Desa tersebut
mayoritas berada di pinggir sungai dan jarak antar desa sangat jauh
sehingga jika ingin berkunjung desa lain harus menempuh jarak yang
lumayan jauh juga. Fasilitas pendidikan yang ada di kecamatan tersebut
hanya ada taman kanak – kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah
pertama tetapi untuk sekolah menengah atas belum tersedia. Untuk desa
yang hanya memiliki fasilitas pendidikan taman kanak – kanak mau tak
mau harus ke desa lain untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang
ditempuh dengan jalur sungai kira – kira selama 2 jam perjalanan. Jalur
yang dilalui juga sangat berbahaya yaitu banyak bebatuan dan apabila
sungai surut maka anak – anak tersebut terpaksa tidak bersekolah.
Kesulitan akses transportasi juga dialami sejumlah tenaga pendidik
yang akan mengambil gajinya di daerah lain. Untuk menuju kesana perlu
waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sebanding dengan gaji yang
didapatkan. Sebenarnya pemerintah sudah menyediakan perahu bersubsidi
sebanyak 2 buah untuk setiap kelompok desa, tetapi tidak mencukupi
fasilitas kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat harus menyewa
perahu lain dengan biaya yang cukup besar. Bahkan untuk membeli bahan
pokok juga harus keluar wilayah, mereka lebih memilih ke wilayah negara
tetangga karena jarak tempuh yang lumayan dekat daripada harus ke
wilayah Indonesia yang menjual kebutuhan pokok dengan jarak yang lebih
jauh. Dalam bidang kesehatan masyarakat sekitar juga mengalami
kesulitan karena kurangnya fasilitas dan minimalnya tenaga kesehatan
yang ada pada daerah tersebut. Sehingga apabila ingin cek kesehatan atau
berobat harus keluar dari daerah tersebut dengan jarak tempuh yang jauh
atau ke negara tetangga dengan fasilitas yang lebih baik.
Masyarakat perbatasan berharap bahwa tujuan negara yaitu
pembangunan negara dapat segera terealisasi ke daerah tersebut. Wilayah
perbatasan tersebut merupakan garis terdepan Indonesia dengan wilayah
negara tetangga. Seharusnya wilayah tersebut memiliki fasilitas dan
pembangunan yang memadai agar mampu menunjukkan ke negara lain

7
bahwa Indonesia dapat membuat rakyatnya bahagia, tetapi apa yang terjadi
ternyata berbeda. Daerah perbatasan negara lain sudah dapat teralisasi
bahkan terlihat indah dan bagus di mata rakyat Indonesia. Walupun
letaknya terpencil tetapi pemerintah negara tetangga mengurus wilayah
perbatasannya dengan baik dan mampu menyejahterakan rakyatnya.
Berbeda dengan wilayah perbatasan Indonesia yang tidak terurus. Batas
negara Indonesia dengan Malaysia hanya ditandai dengan sebuah patok
kecil. Yang setiap harinya harus dipantau dan dicek oleh tentara yang
bertugas daerah perbatasan untuk memastikan agar patok tersebut tidak
bergeser. Apabila bergeser maka akan dilaporkan ke pihak yang
menangani perbatasan negara.
Menurut Aristoteles tujuan negara yang kedua adalah keadilan
yang menunjuk kepada equality. Maksudnya adalah adil dalam memenuhi
kebutuhan dasar rakyat. Apakah pemerintah di negara Indonesia sudah
berlaku adil pada semua rakyatnya?. Ternyata belum, hanya adil bagi
rakyat yang berada di daerah ibukota lalu bagaimana dengan rakyat yang
berada jauh dari ibukota?. Rakyat yang berada jauh dari ibukota belum
mendapatkan keadilan, seperti daerah Kalimantan dan Sumatera. Jalan –
jalan yang ada disana masih belum dirawat sehingga masih berbentuk
tanah berlumpur, bebatuan, dan tidak ada penerangan jalan baik jalan di
desa, antar desa, antar kecamatan, bahkan antar provinsi. Apabila hujan
datang jalan tersebut akan penuh dengan air karena jalanya berlubang,
becek, dan licin. Bagi yang lewat jalan tersebut saat hujan harus sangat
hati – hati agar tidak terperosot dalam lubang tersebut. Apabila
kendaraannya terperosot pengemudi harus turun untuk mengeluarkan
kendaraanya dari lubang tersebut. Jika tidak memungkinkan maka
kendaraan akan ditinggalkan pengemudi dan kembali esok hari dengan
membawa bantuan dari orang lain. Rakyat yang wilayah pemukimannya
berada pada daerah tersebut mau tidak mau harus melewati jalan tersebut
setiap harinya untuk menjual hasil panen ke daerah lain. Saat musim
kemarau jalan tersebut dipenuhi dengan debu yang tebal. Sehingga rakyat

8
yang melewati jalan tersebut juga harus berhati – hati karena jarak
pandang yang terbatas dan jalan yang berlubang – lubang. Apakah ini adil?
Berbeda dengan daerah yang dekat dengan ibukota sangat terawat dan
diperhatian oleh pemerintah seperti jalan yang berlubang sedikit saja akan
ada upaya pembetulan jalan kembali, penerangan jalan yang mati atau
rusak akan ada upaya pembenahan. Pemerintah belum berlaku adil
sehingga rakyat Indonesia belum bisa merasakan kesejahteraan
sepenuhnya.
Menurut Aristoteles tujuan negara yang ketiga adalah kebahagiaan
yang disebut leisure time atau waktu luang untuk membangun kedalaman
jiwa manusia. Rakyat Indonesia terlalu disibukkan dengan pekerjaan
sehingga tidak memiliki waktu luang untuk memahami diri sendiri
sehingga banyak penyakit yang timbul sebelum waktunya. Berbeda
dengan negara tetangga, walaupun disibukkan dengan pekerjaan tetapi
masih memiliki waktu luang untuk memahami diri sendiri. Setiap
perusahaan memberikan waktu luang para pekerjanya untuk berlibur dan
membiayainya. Dengan berlibur atau waktu luang tersebut pekerja akan
lebih bersemangat dan terhindar dari stres yang berlebihan sehingga
sumber daya manusia dapat berkembang dengan baik. Berbeda dengan
Indonesia, pekerja tidak ada waktu luang sehingga berakibat pada stres
yang berlebih dan sumber daya manusia tidak dapat berkembang dengan
baik.
Menurut Aristoteles tujuan negara yang keempat adalah
kebahagiaan atau eudaemonia yaitu merealisasi keutamaan atau kebaikan
(virtues). Seseorang tidak akan hidup bahagia jika memiliki moral yang
buruk. Ada orang yang memiliki kekayaan yang melimpah tetapi moralnya
buruk seperti melakukan korupsi tetapi dalam menjalani hidup sebenarnya
tidak bahagia karena akan terjerat kuasa hukum. Jika rakyat Indonesia bisa
berbuat kebaikan tanpa adanya kecurangan maka hidupnya akan bahagia.
Selain itu salah satu tujuan negara akan tercapai.

9
4. PENUTUP
Legitimasi dan tujuan negara merupakan satu kesatuan yang harus
dilaksanakan dan diwujudkan untuk membangun negara agar dapat bersaing
dengan negara tetangga. Memilih kepala negara juga harus didasarkan pada
legitimasi dan pemimpin negara harus berusaha untuk membentuk strategi agar
negara Indonesia mampu mewujudkan tujuan negara dan rakyat Indonesia bisa
sejahtera dan bahagia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku – buku
Dewantara, Agustinus W. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Yogyakarta: PT. Kanisius Yogyakarta.

Jurnal
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Dewantara, A. (2018). Pancasila Dan Multikulturalisme Indonesia.
Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup
Manusia).
Dewantara, A. W. (2017). Alangkah hebatnya negara gotong royong: Indonesia
dalam kacamata Soekarno. PT Kanisius.
Dewantara, A. W. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di
Indonesia. CIVIS, 5(1/Januari).
DEWANTARA, A. W. (2016). GOTONG-ROYONG MENURUT SOEKARNO
DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER, DAN
SUMBANGANNYA BAGI NASIONALISME INDONESIA (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).

10

Anda mungkin juga menyukai