SYOK HIPOVOLEMIK
Oleh:
Adinda Amalia, S.Ked 04054822022198
Yuffa Ainayya, S.Ked 04054822022103
Pembimbing:
dr. Silvia Triratna, Sp.A(K)
Laporan Kasus
Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Syok Hipovolemik ”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSMH Palembang. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Silvia
Triratna Sp.A (K) atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan.Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II STATUS PEDIATRIK...............................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................13
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
Syok pada bayi dan anak-anak merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan
memerlukan intervensi resusitasi segera. Syok merupakan salah satu penyebab
terbesar morbiditas dan kematian pada bayi dan anak, namun kurang dipahami dengan
baik. Syok adalah suatu sindroma kegagalan sistem sirkulasi untuk
menyediakan/memasok oksigen dan substrat metabolik lainnya yang cukup ke
sel/jaringan agar dapat berfungsi maksimal. Kegagalan sirkulasi pada bayi dan anak
terbanyak diakibatkan oleh hipovolemia. Berdasarkan komponen sistem sirkulasi,
terdapat 5 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik,obstruktif, distributif dan
sepstik. Syok hipovolemik merupakan penyebab terbanyak pada bayi dan anak.
Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak adalah diare dan muntah.1,2
Pada negara atau daerah dengan sarana dan sumber daya terbatas pengelolaan
anak sakit parah di rumah sakit dan klinik kesehatan adalah merupakan masalah
kesehatan masyarakat global. Manajemen lebih dini dan secepat mungkin memberikan
resusitasi cairan untuk mengatasi syok dikaitkan dengan meningkat secara signifikan
hasilnya. Perlu pengetahuan dan kemampuan mengenal tanda bahaya yang ditemukan
pada anak dengan penyakit kritis. Pengenalan syok secara cepat, terutama di awal atau
pada fase syok kompensasi, sangat penting untuk mencegah syok berlanjut ke fase
syok dekompensasi atau terminal.1,2
Penanganan lebih awal dan mengatasi syok sesegera mungkin dikaitkan
dengan meningkatnya angka keberhasilan secara signifikan. Namun, manajemen awal
sangat tergantung pada kemampuan mengenal secara dini dan menetapkan diagnosis
syok secepat mungkin. Kegagalan mengenali tanda-tanda dan gejala syok serta
terlambatnya penanganan mengarah ke tingkat kematian lebih tinggi pada anak-anak
dan orang dewasa.2,3 Menetapkan diagnosis syok secara klinis memerlukan indeks
kecurigaan yang tinggi. Untuk hal ini diharapkan, semua penyedia layanan kesehatan
anak harus menyadari presentasi klinis, patofisiologi dan manajemen awal syok.
BAB II
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
2. Identifikasi
Sirkulasi Menurun
3. Intervensi
• Memposisikan pasien (head tilt chin lift)
• 02 NRM 10 LPM
• Pasang akses IV
Primary Assessment
1. Evaluasi
• Airway : Bebas, paten/tidak ada obstruksi jalan napas
• Breathing : Frekuensi napas 66x/menit, napas spontan (+), sesak (+),
Napas cuping hidung (+), dada simetris dan dinamis, retraksi (+)
subcostal dan intercostal. Bibir dan lidah pucat (+). Bunyi paru
vesikuler (+), ronkhi basah halus nyaring (-/-), wheezing (-/-), stridor (-),
grunting (-), SpO2 80% dengan02 NRM 10 LPM
• Circulation : HR: 170x/menit, Nadi teraba kuat, Tekanan darah 100/70
mmHg, perdarahan (-), akral dingin (-), CRT <2”
• Disability : AVPU Scale : Alert
PCS (pediatric coma scales) 14 (E4M6V4)
• Exposure : luka, memar dan ruam di ekstremitas (-). Temp: 40,2ºC
2. Identifikasi
- Identifikasi keluhannya di respiratory
Respiratory Distress Respiratory Failure
Open without Airway Obstruksi parsial
support
Takipneu Respiratory Rate Bradipneu
Usaha meningkat Usaha nafas Tidak ada usaha
Suara normal Suara paru Suara abnormal
Takikardi Heart Rate Bradikardia
Agitasi Respon Gagal respon
Pucat Apperance Siaonis
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan utama : Sesak nafas
Keluhan tambahan : BAB cair
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien dating dengan keluhan demam sejak 7 hari SMRS , peak 38,7 C. Demam tidak
turun dengan pemberian parasetamol. Terdapat batuk berdahak sejak 4 hari SMSRS.
Demam hari ketiga terdapat kejang umum, tonik dengan frekuensi 3x selama < 5 menit .
Anak dibawa ke RS Kayu Agung dirawat diruang isolasi covid . Pada hari.1 perawatan
anak mengalami BAB cair dengan frekuensi 7-10x sehari , komposisi cairan lebih banyak
dari ampas, kurang lebih ½ gelas tiap BAB. Darah (-) , lendir (-). Anak mulai tampak sesak
dan orang membawa pulang secara paksa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
Ceftriaxone, Ampicilin, diazepam, parasetamol sirup
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (+) Intercostal dan subcostal
Palpasi : Stremfremitus (tidak bisa dilakukan)
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus nyaring (+/-), wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordistidak terlihat
Ekstremitas
Akral dingin (-), pucat (-), sianosis (-), edema (-), CRT <2 detik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan elektrolit
Kalsium (Ca): 7,8 mg/dL Kalium (K) : 4,0 mEq/L
Natrium (Na): 141 mEq/L Klorida (Cl) : 126 mEq/L
Magnesium (Mg): 2,30
V. DIAGNOSIS BANDING
• Distress nafas ec susp. Pneumonia + diare akut dengan dehidrasi berat +
kejang dengan demam ec susp. meningitis bakterialis
• Distress nafas ec susp. Covid-19 + diare akut dengan dehidrasi berat +
kejang dengan demam ec susp. meningitis bakterialis
VIII. PENATALAKSANAAN
• O2 simple mask 10-12 L/menit
• Pada dehidrasi berat:
• KAEN 3A 60cc/kgBB selama 4 jam (3/4) = 195 cc selama 4
jam (50cc/jam)
• KAEN 3A 190cc/kgBB selama 20 jam (3/4) = 612 cc selama 4 jam
(150cc/jam)
• Diazepam 1,2 mg IV
• Ampicilin 215 mg IV tiap 8 jam
• Ceftriaxone 430 mg + D5% 500 cc IV tiap 24 jam
• Dexamethasone 0,7mg IV tiap 8 jam (dibagi 3 dosis)
• Observasi tanda vital dan diuresis/1jam
• Evaluasi syok
• Menilai derajat dehidrasi
• Evaluasi tiap 15-30 menit
• Evaluasi status dehidrasi setiap 3 jam
IX. FOLLOW UP DAN INTERVENSI
Time Condition Intervention Response
13.00 Sens: E1M2V1 Intubasi ETT no. 4 Sens: E1M1VT
HR: 180x/m Kedalaman 11 HR: 170x/m
teraba lemah di teraba lemah di
brachialis brachialis
RR: 10-15x/m RR: on bagging
T: 40,2˚C T: 40,2˚C
Kemudian saat di kamar rawat terapi cairan intravena tidak adekuat akibat akses intravena
macet sehingga pasien mulai tampak perburukan, kaki dan tangan semakin dingin dan kulit
sangat pucat, dan nadi tidak teraba.
Circulation to Skin
• Pallor : (+)
• Mottling : (+)
• Sianosis : (-)
2. Identifikasi
Syok
Sirkulasi kulit
Primary Assessment
4. Evaluasi
• Airway : maintanable on ventilator
• Breathing : Frekuensi napas 30x/menit on ventilator, napas on ventilator,
sesak (-), Napas cuping hidung (-), dada simetris dan dinamis, retraksi (-)
subcostal dan intercostal. Bibir dan lidah pucat (-). Bunyi paru vesikuler (+),
ronkhi basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-), stridor (-), grunting (-),
SpO2 80%
• Circulation : HR: 140x/menit, Nadi tidak teraba, Tekanan Darah
65/45 mmHg, perdarahan (-), akral dingin (+), CRT >3”
• Disability : AVPU Scale : Unresponsive
5. Identifikasi
Gejala klinis Kompensasi Dekompensasi Irreversibel
Kehilangan ≤25% 25-40% >40%
darah
Frekuensi Takikardi + Takikardi ++ Takikardi/bradikardi
Jantung
Volume nadi Normal/ Menurun + Menurun ++
Menurun
Pengisian Normal Memanjang+ Memanjang++
Kapiler /memanjang
Kulit Dingin, pucat Dingin, Pucat mati
mottled
RR Takipneu+ Takipneu ++ Sighing respiration
Tingkat Agitasi ringan Berkooperasi Bereaksi hanya
kesadaran pada sakit / tidak
Responsive
6. Intervensi
X. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisis Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : E1M1VT
Tekanan Darah : 65/45 mmHg
Heart rate : 140 x/menit (pada monitor)
Pernapasan : 30 kali/menit dengan ventilator
o
Suhu : 35,5 C
Berat badan : 4,3 kg
Panjang badan : 55 cm
Keadaan Spesifik
Kepala : fontanella menonjol (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-) Intercostal dan subcostal
Palpasi : Stremfremitus (tidak bisa dilakukan)
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus nyaring (+/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordis tidak terlihat
Ekstremitas
Akral dingin (+), pucat (+), mottling (+), sianosis (-), edema (-), CRT > 3 detik
XVI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
X. RESUME
Pasien an. JPA, usia 8 bulan, berjenis kelamin perempuan datang dengan
keluhan BAB cair, komposisi cairan lebih banyak dibanding ampas, berwarna
kuning, lendir (-), darah (-), frekuensi BAB 5-6x/hari, volume BAB sebanyak ½ -1
pampers. Muntah tidak ada. Pasien belum dibawa berobat dan hanya diberikan zinc
1x10 mg. Terdapat muntah 5-6x sebanyak kurang lebih 50 cc setiap muntah. Pasien
biasa minum susu infantrini 60 cc tiap 2,5 jam dan diganti dengan susu LLM.
Pasien mengalami batuk berdahak sejak lahir, disertai sesak, dan di rumah biasa
menggunakan oksigen nasal 1 lpm.
Sejak 1 hari SMRS, pasien masih terlihat sesak, masih terdapat BAB cair 5-
6x/hari, lendir (-), darah (-), muntah 4x terutama setiap habis makan dan minum
O
susu botol, disertai demam 38 C. Kemudian pasien dibawa ke poli NPM dan GEH,
disarankan untuk dirawat, tetapi keluarga menolak. Pasien kemudian disarankan
untuk melanjutkan konsumsi zinc.
Sejak 3 jam SMRS, pasien terlihat semakin sesak, BAB cair 3x tidak ada ampas,
darah (-), muntah (-), demam (+) tidak diukur. Lalu pasien dibawa ke IGD RSMH,
di IGD terdapat kejang 2x berupa kejang tonik klonik umum, jarak antar kejang 10
menit. Pasien tampak mengantuk dan cenderung tidak mau minum disertai nafas
yang tidak teratur. Menangis sangat lemah dan tidak tampak air mata keluar, bibir
kering dan mata cekung. Di IGD pasien didiagnosis dehidrasi berat et causa diare
dengan pneumonia dd/ suspek Covid-19. Kemudian diberikan rehidrasi dengan
KAEN 3A intravena, terintubasi, serta pemberian Diazepam, Amipicilin,
Ceftriaxon. Setelah itu anak semakin sesak dan nadi teraba lemah dan dilakukan
intubasi. Pasien kemudian dipindahkan ke bangsal Borang.
Pasien lahir secara sectio cesaria atas indikasi oligohidramnion dibantu oleh
dokter dari Ibu G3P2A0 35 minggu, tidak langsung menangis sesaat setelah lahir,
berat badan lahir 2670 gram, panjang badan lahir tidak diketahui, lingkar kepala
tidak diketahui. Riwayat ibu demam saat melahirkan (-). Riwayat ketuban pecah
dini (-). Riwayat ketuban berwarna hijau, kental, dan bau (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan HR 67 x/menit, nadi teraba kuat, suhu
O
40,2 C, RR 66x/menit, BB 4,3 kg, PB 55 cm. Fontanella cembung (+), mata
cekung (+), nafas cuping hidung (+). Retraksi dinding dada (+), suara vesikuler (+)
dikedua lapangan paru, ronkhi (+/-), wheezing (-). Jantung dalam batas normal.
Abdomen datar dan lemas. Pada ekstremitas didapatkan akral pucat dan dingin,
CRT 2 detik. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 14,2 g/dL, RBC
6 3 3 3 2+
5,54x10 /mm , leukosit 7,09x10 /mm , Ht: 19%, Ca : 7,8 Mg/dL, SGOT: 58,
SGPT 9.
Selama perawatan di bangsal Borang, anak sudah terintubasi, Kemudian saat di
kamar rawat terapi cairan intravena tidak adekuat akibat akses intravena macet
sehingga pasien mulai tampak perburukan, kaki dan tangan semakin dingin dan
kulit sangat pucat, dan nadi tidak teraba.
T: 35˚C
TINJAUAN PUSTAKA
Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 1)
Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan
intravena dan/atau vasopresor.6,7
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 5)
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi. 6,7
Pada anak, curah jantung lebih bergantung pada detak jantung dibanding
curah sekuncup karena miokard belum matang. Metabolisme energi yang tidak
adekuat dapat berasal dari peningkatan konsumsi oksigen total tubuh (VO 2),
walaupun DO2 normal. Kebutuhan oksigen bervariasi menurut jenis jaringan dan
waktu. Walaupun kebutuhan oksigen tidak bisa diukur atau dihitung, VO 2 dan
DO2 bisa dihitung, dan dihubungkan sebagai berikut:6
VO2 = DO2 x ERO2 (oxygen extraction ratio)
Pada kondisi normal, kebutuhan oksigen setara dengan DO2 Normal. ERO2
adalah kira - kira 25 % yang berarti 25 % dari oksigen yang dibawa akan diambil
jaringan dan 75 % kembali ke paru . ER0 2 berbanding terbalik dengan SvO2.yang
diperlihatkan dalam persamaan berikut:6
SvO2 = 1 - ERO2
3. Syok distributif
Syok distributif disebabkan oleh tonus vasomotor yang
inadekuat dan menyebabkan kebocoran kapiler dan maldistribusi
cairan menuju interstitium. Syok distributif dapat terjadi akibat
berbagai sebab, syok neurogenik, anafilaksis dan sepsis. Syok
distributif merupakan suatu keadaan abnormalitas vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan
berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer menjauhi
organ vital dan penurunan tekanan vena sentral. Hal ini mengakibatkan
pengurangan preload dan afterload secara signifikan Pada syok septik,
keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga volume intravaskular berkurang.1,2,4
Syok neurogenik dicurigai bila ditemukan hipotensi, tekanan
nadi lebar, denyut nadi normal atau menurun pada penderita dengan
riwayat blok saraf otonom pada anestesia, riwayat trauma kepala berat
atau trauma/injuri spina servikal. Syok anafilaktik dicurigai pada
penderita dengan riwayat kontak dengan alergen (obat-obatan,
makanan atau sengatan lebah). Ditemukan stridor, wheezing, tekanan
nadi lebar, vasodilatasi, urtikaria, edema pada muka.1,2,4
4. Syok obstruktif
Syok yang berasal dari suatu lesi yang membuat barier
mekanik yang mengakibatkan tidak adekuatnya curah jantung;
contohnya tamponade pericardial, tension pneumothorax, emboli
pulmonal, dan kelainan kongenital jantung.1,2,4
5. Syok septik
Syok septik sering dianggap sinonim dengan syok distributif,
tetapi syok septik biasanya meliputi interaksi kompleks antara syok
distributif, hipovolemi dan kardiogenik. Hipovolemi terjadi akibat
kehilangan cairan intravaskular melalui kebocoran kapiler. Syok
kardiogenik diakibatkan efek depressant miokardium akibat sepsis dan
syok distributi akibat pengurangan resistensi sistemik vaskuler. Derajat
keparahan pasien bervariasi namun umumnya terjadi gangguan pada
preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Pada syok septik
penting dibedakan antara kejadian infeksi dan respon inflamasi host.
Normalnya imunitas host mencegah berkembangnya sepsis melalui
aktifasi sistem retikuloendotelial bersama dengan imunitas seluler dan
humoral. Imunitasi host memproduksi suatu kaskade inflamasi berupa
mediator toksik meliputi hormon, sitokin dan enzim. Apabila kaskade
inflamasi tidak terkontrol, gangguan mikrosirkulasi sistem
mengakibatkan gangguan organ dan disfungsi seluler.
Seorang pasien mungkin bisa memiliki lebih dari satu jenis syok (misalnya
seorang anak dengan miokarditis sebagai akibat dari kontraktilitas jantung terjadi
syok kardiogenik, anak ini bisa juga disertai syok hipovolemik karena sebelumnya
tidak dapat minum, atau pasien dengan dehidrasi akibat gastroenteritis yang
berkembang menjadi septik.1,2,4
Tabel 2. Klasifikasi syok.1,2,4
Tipe syok CO SVR MAP Capillary Capillary
Wedge Venous
Pressure Pressure
Hipovolemi ↓ ↑ ↔ atau ↓ ↓↓↓ ↓↓↓
Cardiogenik
:
Sistolik ↓↓ ↑↑↑ ↔ atau ↓ ↑↑ ↑↑
Diastolik ↔ ↑↑ ↔ ↑↑ ↑
Obstruktif ↓ ↑ ↔ atau ↓ ↑↑ ↑↑
Distributif ↑↑ ↓↓↓ ↔ atau ↓ ↔ atau ↓ ↔ atau ↓
Septik
Awal ↑↑↑ ↓↓↓ ↔ atau ↓ ↓ ↓
Akhir ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↑ ↑ atau ↔
3.2.5 Diagnosis
3.2.5.1 Anamnesis
Pada syok hipovolemik, khususnya dengan etiologi nonhemoragik, dapat
digali melalui anamnesis mengenai beberapa hal dibawah ini seperti riwayat
kehilangan cairan dari saluran gastrointestinal, seperti ada tidaknya riwayat diare,
muntah serta pemasangan selang nasogastrik. Selain itu perlu pula ditanyakan
apakah pasien sedang mengalami hematemesis, melena atau hematokezia sebagai
tanda perdarahan gastrointestinal. Riwayat kehilangan cairan dari ginjal, apakah
sedang mengonsumsi obat-obatan diuretik, obat-obatan antikoagulan yang dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan spontan, sedang mengidap tumor atau
memiliki riwayat penyakit endokrin seperti hiperaldosteronisme dan diabetes
insipidus. Riwayat kehilangan cairan dari kulit, baik dari trauma seperti luka
bakar, dehidrasi akibat heatstroke, maupun demam sebagai penanda infeksi.6-9
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis syok sangat bervariasi, tetapi ada beberapa tanda dan gejala umum
yang sering ditemukan. Tanda tersebut adalah takikardia dan tanda-tanda perfusi
organ terganggu (kulit, otak dan ginjal) sebelum terjadi hipotensi. Walaupun tanda
klinis harus dibuat sebagai pegangan, namun bila hanya mengambil salah satu dari
tanda-tanda syok sendiri akan menyebabkan salah diagnosis atau menjadi over
diagnosis terutama pada populasi anak yang heterogen.2,5
1. Takikardia
Takikardia merupakan salah satu indikator fisiologis yang penting.
Meskipun takikardia merupakan indikator awal yang penting dari syok, itu
bukanlah tanda yang spesifik. Banyak kondisi umum pada anak-anak tanpa
gangguan sirkulasi seperti demam, nyeri dan kecemasan dapat menyebabkan
takikardia. Denyut jantung normal dengan tanda-tanda syok kompensasi dapat
terjadi pada cedera tulang belakang. Bradikardia dapat terjadi sebagai akibat dari
hipoksia, pengaruh beberapa obat-obatan (seperti beta blockers dan calcium
channel blockers). Bradikardi dengan tanda gangguan perfusi merupakan salah
satu tanda syok ireversibel.2,5
2. Perubahan Kulit
Kulit biasanya teraba dingin, lembab, tampak pucat atau belang-belang
(motled). Perubahan warna kulit ini akibat dari proses regulasi mengkompensasi
penurunan perfusi jaringan. Mekanisme vasokonstriksi merupakan cara yang
efektif untuk mengalihkan darah dari pembuluh perifer, splanchnic, dan ginjal
untuk mempertahankan perfusi koroner dan serebral. Perlu diwaspadai pada fase
awal syok distributif, fase hiperdinamik syok sepsis. Pada tipe ini terjadi
vasodilatasi perifer kulit tampak tetap merah kadang terlihat lebih hiperemik.2,5
3. Capillary refill time (CRT)
Waktu pengisian kapiler setelah dilakukan penekanan kapiler diujung
ekstremitas. Normal CRT <2 detik. Pada studi observasional terbatas,
menunjukkan bahwa waktu pengisian kembali kapiler mungkin berkorelasi
dengan saturasi oksigen vena sentral. Dalam sebuah penelitian prospektif dari 21
anak yang sakit kritis, sebagian diantaranya memiliki syok septik, CRT ≤ 2 detik
memiliki sensitivitas 84% dan nilai prediksi positif 50% untuk saturasi oksigen
vena sentral ≥ 70%. Flash capillary refill (<1 detik) dapat hadir pada pasien
dengan distributif (hangat) syok.2,5
4. Perubahan – penurunan kesadaran
Anak-anak dengan gangguan perfusi serebral mungkin awalnya lesu atau
gelisah dan tidak berinteraksi dengan pengasuh. Kesadaran akan terus berlanjut
sampai menjadi koma bila syok berlanjut sampai fase ireversibel.2,5
5. Oliguria
Oliguria dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Keadan ini akibat dari
pengalihan distribusi shunting aliran darah ginjal ke organ vital lainnya.2,5
6. Asidosis laktat
Hipoperfusi progressive jaringan menyebabkan penumpakan asam laktat.
Tingginya nilai laktat serum mencerminkan metabolisme anaerobik terkait dengan
hipoksia seluler dan diduga menjadi penanda penting dari gangguan perfusi
jaringan pada pasien dengan sepsis.2,5
Elevasi serum atau laktat darah (≥ 4 mmol / L) dapat membantu
mengidentifikasi tingkat keparahan syok. Meskipun bukti terbatas pada anak-
anak, penurunan serum atau laktat darah kadar telah dikaitkan dengan
meningkatkan harapan hidup pada orang dewasa dengan syok.2,5
Tatalaksana syok hipovolemik
Resusitasi awal:1,2,5
1. Airway
Bila perlu ventilatory support
2. Breathing
Berikan oksigen (FiO2 100%)
3. Circulation
Pasang akses vaskuler secepatnya untuk resusitasi cairan dan berikan cairan kristaloid
atau koloid sebanyak 10 – 20 cc/kgBB (selama kurang dari 10 – 20 menit) dan
bisa diulang 2-3 kali sampai nadi teraba kembali (setelah dilakukan pemantauan).
Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali bolus) dimana kurang lebih 40-60%
dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada respon adekuat lakukan
intubasi bila diperlukan. Evaluasi kemungkinan penyebab syok dan lakukan
tatalaksana lanjut sesuai penyebabnya. Adapun penyebab syok terbanyak pada
anak adalah hipovolemik
Pemantauan awal:
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge (loading) dengan
memantau status kardiovaskuler/tanda vital dan perfusi perifer
2. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau
produksi urin
3. Ambil pemeriksaan urin darah cito untuk darah tepi, analisa gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur, resistensi dan golongan darah)
Bila dilakukan pemantauan respon positif tetapi syok belum teratasi maka
resusitasi dapat diulang 2-3 kali. Bila tidak ada respon kemungkinan syok lain.1,2,5
Resusitasi lanjutan:
1. Bila resusitasi lanjutan telah diberikan (2-3 fluid challenge) dimana kurang lebih
40-50% dari volume darah telah diberikan namun masih belum ada respon yang
adekuat, maka dilakukan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas
darah dan koreksi asidosis metabolik bila pH<7,15
2. Bila masih tedapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai CVP
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian fluid challenge secara berhati-hati
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi,
sebelum pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila diyakini
tidak terdapat lagi hipovolemia dan oksigenasi telah adekuat
5. Bila kadar Hb <5g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB)
Medikamentosa.1,2,5
1. Dopamine
Diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer buruk dengan volume intravaskuler
cukup dan irama jantung stabil
Dosis Efek
5-10 Meningkatkan kontraktilitas miokard, curah
mcg/kg/ jantung, dan konduksi otot jantung
min IV
10-20 Vasokontriksi perifer dan tekanan darah sentral
mcg/kg/
min IV
>20 Vasokontriksi tanpa efek inotropik
mcg/kg/
min IV
Dosis maksimum yang dianjurkan 15 mcg/kg/min. Bila dosis maksimum
(12,5 – 15 mcg/kg/min) tercapai belum memberikan efek adekuat
tambahkan inotropik lainnya sesuai keadaan hemodinamik. Dopamin
dapat menyebabkan takikardi (meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard), aritmia, supra dan ventrikular takikardia dan hipertensi.
Dopamin dosis tinggi dapat menyebabkan vasokontriksi perifer berat
dan iskemia.
2. Dobutamin
Diberikan pada hipoperfusi.
Paling efektif untuk gagal jantung kongestif berat dan syok kardiogenik
terutama kardiomiopati karena bisa menurunkan resistensi vaskuler
perifer.
Dosis dimulai 5 mcg/kg/min dan dinaikan bertahap sampai 12,5
mcg/kg/min
Dobutamin sedikit dapat menyebabkan takikardia, takiartmia, atau ectopic
beat. Efek samping lain adalah mual, muntah, dan hipotensi.
3. Epinefrin
Diberikan pada perfusi sistemik buruk atau hipotensi non hipovolemik,
yaitu bila saat resusitasi terdapat bradikardia, asistole, atau nadi tidak
teraba.
Dosis rendah <3 mcg/kg/menit meningkatkan kontraktilitas miokard,
laju denyut jantung, TD sistolik dan tekanan nadi.
Dosis > 3 mcg/kg/menit peningkatan TD sistolik dan diastolik dan
menyempitkan tekanan nadi
Dosis dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV dan titrasi sampai memberikan
efek. Pada kasus berat dosis 2-3 mcg/kg/min IV
Epinefrin dapat menyebabkan supraventrikular, ventrikular takikardia dan
ventrikular ektopik.
4. Norepinephrine
Merupakan vasopresor yang dipakai untuk hipotensi yang resisten terhadap
pemberian bolus cairan dosis tinggi
Dosis hampir sama dengan epinferine dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat trauma
tumpul abdomen, pneumothorax, syok kardiogenik, tamponade jantung, dll). Foto
thoraks secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan.
2. Setelah diresusitasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ lain
akibat syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.
a. Gagal prerenal (ATN = Acute Tubular Necrosis) periksa kadar ureum,
kreatinin dan fraksi ekskresi natrium
b. ARDS = (Acute Respiratory Distress Syondrome/Shock Lung) edema dan
kerusakan jantung paru dapat terjadi pasca syok, bantuan ventilasi
mekanik dan pemberian PEEP mungkin diperlukan
c. Depresi miokardinal. Untuk memperbaiki kontraktilitas jantung obat
inotropik positif dan pemantauan intensif mungkin diperlukan
(pemasangan Swans Gans Kateter)
d. Gangguan koagulasi/pembekuan. Akibat lanjut syok, dapat timbul DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), hal tersebut perlu dicermati,
bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis
dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan (BT/CT,
PT/PTT, FDP, trombosit)
e. SSP dan organ lain
f. Evaluasi gejala sisa. SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksik iskemik yang dapat terjadi pada syok
berkepanjangan (prolonged shock). Demikian pula organ lainnya harus
dipantau seperti hati dan saluran pencernaan.
Syok Hipovolemik
1. Evaluasi dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi1,2,5
2. Bila masih hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral
(CVP = Central Venous Pressure) sebagai penuntun pemberian resusitasi cairan
berikutnya. Adapun pilihan utama cairannya adalah kristaloid isotonik
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian bolus secara berhati-hat
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi
sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberika bila yakin sudah
normovolemik dan oksigenasi adekuat
5. Koreksi anemi dengan transfusi darah, usahakan Hb > 10g/dL
C. Circulation
Sirkulasi kulit merupakan cerminan kecukupan curah jantung dan perfusi
ke organ vital. Penilaian dengna cara melihat warna kulit, bibir, lidah
telapak tangan dan telapak kaki.3,4,5
Elemen Keterangan
Kulit atau mukosa tampak pucat akibat dari kurangnya
aliran darah kedaerah tersebut
Mottling Kulit berbercak kebiruan bercampur pucat akibat dari
vasokonstriksi pembuluh darah
Cyanosis Kulit dan mukosa berwarna biru
Perfusi yang buruk paling cepat diidentifikasi, sebelum pengukuran tekanan darah.
Kulit tampak motled atau pucat dan kulit teraba dingin, tetapi temuan ini juga dapat
dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
INITIAL ASSESSMENT
Proses ini meliputi persiapan, triase, primary survey, resusitasi, tambahan
terhadap primary survey dan resusitasi, secondary survey, pemeriksaan fisik dan
anamnesis, tambahan terhadap secondary survey, pemantauan dan re-evaluasi
berkesinambungan, dan penanganan definitif. Urutan kejadian diterapkan seolah-olah
berurutan (sekuensial, namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara
bersamaan (simultan).11
Prinsip tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
(ABCDE) dengan pendekatan sistematis berguna dalam penilaian dan tatalaksana
langsung pasien kritis atau cedera. Pendekatan ini berlaku di semua kondisi klinis darurat.
Tindakan ini dapat diterapkan di tempat umum tanpa peralatan khusus (Gambar 1) atau
dalam bentuk yang lebih canggih, terutama saat berada di layanan medis darurat, bangsal
umum rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.11
Obstruksi jalan napas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan henti
jantung. Penilaian jalan napas seperti dijelaskan dan menggunakan manuver head-tilt dan
chin-lift guna membuka jalan napas (Gambar 3). Dengan peralatan yang tepat,
direkomendasikan suction penyebab obsturksi jalan napas (misalnya darah atau muntah).
Jika mungkin, benda asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus dihilangkan.
Dalam obstruksi total jalan napas, pengobatan harus diberikan sesuai dengan guideline.
Jika ada obstruksi maka lakukan:12
Chin lift / jaw thrust
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Saat menilai dan tatalaksana jalan napas pasien, berhati-hati untuk mencegah
pergerakan tulang belakang leher yang berlebihan. Berdasarkan mekanisme trauma,
asumsikan bahwa ada cedera tulang belakang. Pemeriksaan neurologis saja tidak
mengecualikan diagnosis cedera tulang belakang leher. Tulang belakang harus dilindungi
dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan defisit. Kecurigaan
trauma tulang belakang leher harus dilindungi dengan collar neck.12
Gambar 4. Teknik restriksi gerak tulang belakang leher.12
Penanganan pasien sadar dengan obstruksi jalan napas dapat diberikan hentakan lima
kali kembali bergantian dengan lima kali dorongan pada perut hingga obstruksi
berkurang. Tindakan penyelamatan pada orang dewasa juga disesuaikan dengan usia
pasien. Jika korban menjadi tidak sadar, panggil bantuan dan mulai resusitasi
kardiopulmoner sesuai dengan pedoman. Fokus terpenting yaitu pemberian oksigen aliran
tinggi harus diberikan pada kondisi kritis dengan sesegera mungkin.11
2. Work of Breathing
Abnormal airway sounds : Snoring (-), Muffled (-), Stridor (-),
Grunting (-), Wheezing (-).
Abnormal Positioning : Sniffing position (-), Tripoding (-),
Prefers seated posture (-).
Retractions : SC (+), IC (+), SS (-), E (-).
Flaring : (+)
3. Circulation to Skin
Pallor : (-)
Mottling : (-)
Sianosis : (-)
PB 55 cm. Mata cekung (+), air mata tidak ada, nafas cuping hidung (+), bibir pucat
(+), retraksi dinding dada (+) intercostal dan subcostal. Suara vesikuler (+) dikedua
lapangan paru, ronkhi basah halus nyaring (+/+). Jantung dalam batas normal.
Abdomen cembung dan bising usus meningkat. Pada ekstremitas didapatkan akral
hangat, CRT <2’’. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 14,2 g/dL, RBC
5,54x103/mm3, leukosit 7,09x103/mm3, Ht: 45%, Ca2+: 7,8 Mg/dL, Na: 141
mEq/L, K: 4,0 mEq/L Cl: 126 mEq/L, SGOT: 58, SGPT: 9
Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak tersebut, mengindikasikan
bahwa anak tersebut mengalami Diare akut dengan dehidrasi berat berdasarkan
klasifikasi diare berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu:
Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi berat
dehidrasi dehidrasi ringan/sedang
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua tanda
tanda atau lebih tanda atau lebih atau lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Keinginan untuk Normal, tidak ada Ingin minum terus, Malas minum
Minum rasa haus ada rasa haus
Turgor Segera kembali Kembali lambat Kembali sangat
lambat
2. Work of Breathing
Abnormal airway sounds : Snoring (-), Muffled (-), Stridor (-),
Grunting (-), Wheezing (-).
Abnormal Positioning : Sniffing position (-), Tripoding (-),
Prefers seated posture (-).
Retractions : SC (-), IC (-), SS (-), E (-).
Flaring : (-)
3. Circulation to Skin
Pallor : (+)
Mottling : (+)
Sianosis : (-)