Anda di halaman 1dari 56

Laporan Kasus

SYOK HIPOVOLEMIK

Oleh:

Adinda Amalia, S.Ked 04054822022198


Yuffa Ainayya, S.Ked 04054822022103

Pembimbing:
dr. Silvia Triratna, Sp.A(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Oleh:

Adinda Amalia, S.Ked 04054822022198


Yuffa Ainayya, S.Ked 04054822022103

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 November – 4 Januari 2020.

Palembang, Desember 2020


Pembimbing

dr. Silvia Triratna, Sp. A (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Syok
Hipovolemik ”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSMH Palembang. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Silvia Triratna Sp.A (K) atas
bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan.Untuk itu penulis memohon
maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, Desember 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II STATUS PEDIATRIK............................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................44

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Syok pada bayi dan anak-anak merupakan kondisi yang mengancam jiwa
dan memerlukan intervensi resusitasi segera. Syok merupakan salah satu
penyebab terbesar morbiditas dan kematian pada bayi dan anak, namun kurang
dipahami dengan baik. Syok adalah suatu sindroma kegagalan sistem sirkulasi
untuk menyediakan/memasok oksigen dan substrat metabolik lainnya yang cukup
ke sel/jaringan agar dapat berfungsi maksimal. Kegagalan sirkulasi pada bayi dan
anak terbanyak diakibatkan oleh hipovolemia. Berdasarkan komponen sistem
sirkulasi, terdapat 5 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik,obstruktif,
distributif dan sepstik. Syok hipovolemik merupakan penyebab terbanyak pada
bayi dan anak. Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak adalah diare dan
muntah.1,2
Pada negara atau daerah dengan sarana dan sumber daya terbatas
pengelolaan anak sakit parah di rumah sakit dan klinik kesehatan adalah
merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Manajemen lebih dini dan
secepat mungkin memberikan resusitasi cairan untuk mengatasi syok dikaitkan
dengan meningkat secara signifikan hasilnya. Perlu pengetahuan dan kemampuan
mengenal tanda bahaya yang ditemukan pada anak dengan penyakit kritis.
Pengenalan syok secara cepat, terutama di awal atau pada fase syok kompensasi,
sangat penting untuk mencegah syok berlanjut ke fase syok dekompensasi atau
terminal.1,2
Penanganan lebih awal dan mengatasi syok sesegera mungkin dikaitkan
dengan meningkatnya angka keberhasilan secara signifikan. Namun, manajemen
awal sangat tergantung pada kemampuan mengenal secara dini dan menetapkan
diagnosis syok secepat mungkin. Kegagalan mengenali tanda-tanda dan gejala
syok serta terlambatnya penanganan mengarah ke tingkat kematian lebih tinggi
pada anak-anak dan orang dewasa.2,3 Menetapkan diagnosis syok secara klinis
memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi. Untuk hal ini diharapkan, semua
penyedia layanan kesehatan anak harus menyadari presentasi klinis, patofisiologi
dan manajemen awal syok.

1
BAB II

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI

Nama : An. MFM


Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat badan : 7,2 kg
Panjang badan : 73 cm
Lingkar kepala : 42 cm
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Palembang
MRS : 17 Desember 2020 (Pukul 13.30 WIB)

Pediatric Assesment Triangle (PAT)


1. Evaluasi Appeareance
• Tonus : Pasien hipoaktif
• Interactiveness : Pasien tidak sadar dengan lingkungan sekitar
• Consolability : Pasien bisa ditenangkan
: Mata terbuka tetapi tidak ada kontak mata
• Look/Gaze dengan pemeriksa
• Speech/Cry : Pasien menangis lemah

Work of Breathing
• Abnormal airway sounds : Snoring (-), Muffled (-), Stridor (-),
Grunting (-), Wheezing (-).
• Abnormal Positioning : Sniffing position (-), Tripoding (-),
Prefers seated posture (-).
• Retractions : Subcostal (+), Intercostal(+),
Substernal (-), Intracostal (-), Suprasternal
2
(-), Epigastrium (-)
• Nasal Flaring : (+)

3
Circulation to Skin
• Pallor : (-)
• Mottling : (-)
:
• Sianosis (+)

2. Identifikasi

Penampilan Abnormal Upaya napas

Sirkulasi Menurun

Identifikasi: Pasien mengalami Syok

3. Intervensi

• Airway : Memposisikan pasien senyaman mungkin (head tilt chin


lift)
• Breathing : 02 NRM 10 L/menit visa sungkup NRM

• Pasang alat monitor dan pads dilekatkan

• Pasang saturasi oksigen

• Circulation :Pasang akses IV

Primary Assessment
4. Evaluasi
• Airway : Bebas, paten/tidak ada obstruksi jalan napas, unmaintainable
• Breathing : Frekuensi napas 50x/menit, dyspnea(+), napas spontan
(+), Napas cuping hidung (+), dada simetris dan dinamis, retraksi (+)
subcostal dan intercostal. Mukosa bibir pucat (+). Bunyi paru
vesikuler mengeras(+), ronkhi basah halus nyaring (+/+), wheezing
(-/-), stridor (-), grunting (-), SpO2 80% dengan O2 NRM 10 LPM

4
• Circulation : HR: 200x/menit isi dan tegangan kurang, Nadi teraba
kurang di arteri brachialis,. TD 60/30 mmHg<P5.
perdarahan (-), akral dingin (+),sianosis (+), CRT 10
detik”
• Disability : AVPU Scale : Pain
PCS (Pediatric Coma Scales) 7 (E2M3V2) tanpa sedasi
• Exposure : Luka, memar dan ruam di ekstremitas (-). Temp: 39,5ºC.
Gula darah sewaktu = 74 mg/dL. Urine output (-).

5. Identifikasi

Gejala klinis Kompensasi Dekompensasi Irreversibel


Kehilangan ≤25% 25-40% >40%
darah
Takikardi/bradika
Frekuensi Takikardi + Takikardi ++ rdi
Jantung
Volume
nadi Normal/ Menurun + Menurun ++
Menurun
Pengisian Normal Memanjang+ Memanjang++
Kapiler /memanjang
Kulit Dingin, pucat Dingin, Pucat mati
mottled
Sighing
RR Takipneu+ Takipneu ++ respiration

6. Intervensi

Airway : Intubasi dengan ETT no 4 kedalaman 12 cm

Breathing : Ventilator modes PSIMV PIP 15 PEEP 5 FiO2 60% RR


mandatory 30x TI 0,67 tercapai VT 8-10 cc/kg RR total 36 MV
1,5-1,8 tercapai saturasi 98%-99%
Circulation : Resusitasi pertama dengan RL 20cc/KgBB
(20x7,2 = 140 cc) bolus secepatnya

5
Primary Assessment
7. Evaluasi
• Airway : Bebas, paten/tidak ada obstruksi jalan napas
• Breathing : Frekuensi napas 35x/menit, napas spontan (+), Napas
cuping hidung (-), dada simetris dan dinamis, retraksi (-) subcostal dan
intercostal. Mukosa bibir pucat (+). Bunyi paru vesikuler (+), ronki
basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-), stridor (-), grunting (-),
SpO2 99% dengan ventilator
• Circulation : HR: 136x/menit, Nadi teraba kuat di arteri brachialis.
Tekanan darah 70/40 (P5-50) mmHg, perdarahan (-),
akral dingin (+), CRT 8”
• Disability : AVPU Scale : Pain
PCS (Pediatric Coma Scales) 7 (E2M3V2)

 Exposure : Luka, memar dan ruam di ekstremitas (-). Temp: 39,5ºC.


Gula darah sewaktu = 74 mg/dL. Urine output = 0,2 cc.

8. Intervensi

a) Airway : Clear
b) Breathing : Clear
c) Circulation : Resusitasi kedua dengan RL 20cc/KgBB
(20x7,2 = 144 cc) bolus secepatnya.

9. Evaluasi
• Airway : Bebas, paten/tidak ada obstruksi jalan napas
• Breathing : Bebas. Frekuensi napas 35x/menit, napas spontan (+),
Napas cuping hidung (-), dada simetris dan dinamis, retraksi (-)
subcostal dan intercostal. Mukosa bibir pucat (+). Bunyi paru
vesikuler (+), ronki basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-), stridor
(-), grunting (-).
• Circulation : HR: 132x/menit, Nadi teraba kuat di arteri brachialis.
Tekanan darah 82/36mmHg (P5-50, perdarahan (-), akral
dingin (+), CRT 7”
6
• Disability : AVPU Scale : Pain
PCS (Pediatric Coma Scales) 9 (E3M4V2)
 Exposure : Luka, memar dan ruam di ekstremitas (-). Temp: 39,5ºC.
Gula darah sewaktu = 74 mg/dL. Urine output = 0,5 cc.

10. Intervensi

a) Airway : Clear
b) Breathing : Clear
c) Circulation : Resusitasi ketiga dengan RL 20cc/KgBB
(20x7,2 = 144 cc) bolus secepatnya.

11. Evaluasi
• Airway : Bebas, paten/tidak ada obstruksi jalan napas
• Breathing : Bebas. Frekuensi napas 38x/menit, napas spontan (+),
Napas cuping hidung (-), dada simetris dan dinamis, retraksi (-)
subcostal dan intercostal. Mukosa bibir pucat (+). Bunyi paru
vesikuler (+), ronki basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-), stridor
(-), grunting (-).
• Circulation : HR: 110x/menit, Nadi teraba cukup di arteri brachialis.
Tekanan darah 85/37 (P50), perdarahan (-), akral dingin
(-), CRT 4”
• Disability : AVPU Scale : Allert
PCS (Pediatric Coma Scales) 11 (E4M4V3)
 Exposure : Luka, memar dan ruam di ekstremitas (-). Temp: 39,5ºC.
Gula darah sewaktu = 74 mg/dL. Urine output = 8 cc.

Kesimpulan : syok teratasi setelah loading cairan 3 kali.

12. Intervensi

o Injeksi ampisilin 3x750 mg IV


o Injeksi ceftriaxone 1x750 mg IV
o Paracetamol syrup 3 x 4 cc cth p.o diberikan 3 – 4 kali / hari jika suhu
>38,5 C
o Rencana rawat di Borang
o Lakukan swab PCR SARS Cov-2

7
o IVFD Kaen 3A kec 30 cc/jam

II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan utama : Sesak nafas
Keluhan tambahan : BAB cair
Riwayat Perjalanan Penyakit

• Sejak 6 hari SMRS, pasien mengalami diare, frekuensi 8-10 kali / hari, tidak
terdapat lendir dan tidak terdapat darah. Setiap kali BAB dengan konsistensi cair
dan sedikit ampas, BAB menyemprot, berwarna kuning dan berbau asam.
Semenjak diare, pasien juga mengalami mual dan muntah, frekuensi muntah
jarang, hanya sesekali saja (berisi cairan + makanan kira – kira 50 cc ) dan terjadi
setelah makan. Orang tua membawa pasien berobat ke bidan dan dari bidan,
mendapatkan obat diare ( 3 x 1 bungkus sesudah makan ), oralit ( tiap kali diare )
dan obat muntah ( 3 x 1 bungkus sebelum makan ). Setelah diberi obat diare,
frekuensi BAB pasien sedikit berkurang, namun konsistensinya masih tetap cair.
• 4 hari SMRS, pasien mengalami batuk. 2 hari pertama batuk berupa batuk yang
tidak berdahak, kemudian batuk menjadi berdahak.Ibu pasien tidak memberikan
pasien obat untuk mengobati batuknya.
• 3 hari SMRS, Pasien mulai terlihat sesak dan semakin rewel. Napas pasien
terlihat lebih berat dibandingkan biasanya dan terlihat tersengal - sengal
meskipun sedang tidur. Napas pasien berbunyi grok – grok dan terlihat semakin
berat apabila sedang batuk. Pasien juga semakin rewel dari hari ke hari dan tidak
napsu makan.
• 2 hari SMRS, pasien mengalami demam. Demam terjadi secara tiba - tiba,
demam awalnya tidak begitu tinggi, hanya meriang saja. Demam berlangsung
terus -menerus, tidak disertai kejang, penurunan kesadaran atau menggigil. Ibu
pasien tidak memberi obat penurun panas, hanya melakukan kompres dengan
“bye–bye fever”. Demam sempat turun, namun naik kembali demam setelah
beberapa jam.

8
• 1 hari SMRS, Pasien mengalami demam yang tinggi. Suhu tubuh sempat diukur
oleh ibu pasien menunjukkan suhu 39 οC. Demam sempat turun sebentar dengan
pemberian obat penurun panas. Namun, tidak lama kemudian demam tinggi
kembali.
 3 jam SMRS Pasien terlihat sangat sesak bernapas cepat dan berat dan terlihat
tarikan dinding dada, pucat dan terlihat pasiensangat lesu dan ujung-ujung jarinya
membiru. Tangan dan kaki teraba dingin. Pasien sudah tidak mau minum lagi dan
hanya ingin tidur saja. Keluarga membawa ke IGD RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat berpergian keluar kota (-)


o Riwayat dikunjungi keluarga dari luar kota (-)
o Riwayat kontak dengan pasien covid (-)

Riwayat Pengobatan

o Obat diare
o Oralit
o Obat muntah

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


o Keluarga dengan keluhan sama disangkal

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : cukup bulan
Partus : pervaginam
Ditolong Oleh : Dokter
Berat badan : 3200 gr
Panjang Badan : tidak diketahui
Keadaan saat lahir : langsung menangis

Riwayat Makanan (0-1 tahun)

Umur ASI/PASI Buah / Bubur Nasi


Biskuit Susu Tim
0-2 ASI
bulan
2-4 Susu
bulan formula
4-6 Susu
9
bulan formula
6-8 Susu Pisang, jeruk, Bubur Bubur
bulan formula Jumlah
pepaya, susu Waktu Pemberian
tim
Vaksin Pemberian
wortel /
BCG 1x
biscuit 1 bulan
Hepatitis B 3x
diencerkan 0, 1, 2 bulan
DPT 3x 2, 4, 6 bulan
Polio 4x 1, 2, 4, 6 bulan
Campak Belum diberikan Belum diberikan
Kesan: ASI tidak ekslusif + sudah mendapat MPASI

Riwayat Imunisasi

Kesan:Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Fisik Pertumbuhan

BB/U : z=-2 SD (normoweight)


PB/U : 0<Z<2 SD (normoheight)
BB/PB : -1 SD > z > -2 SD (Normal)
Kesan : Gizi baik dengan perawakan normal

Perkembangan

o Mengangkat dan mempertahankan kepala dalam posisi tengkurap : 3


bulan
o Tengkurap bolak balik : 4-5 bulan
o Didudukkan dan belajar merayap : 6-7 bulan
o Motorik halus : Meraih, menggenggam, : 4-6 bulan
o Makan biskuit : bulan
o Mencoret – coret, minum : bulan
o Menggambar, memakai sendok : bulan
o Belajar membuka baju : bulan
o Babbling : 4 bulan
o Tatata-bibibi : bulan
Kesan: riwayat perkembangan sesuai dengan usia
10
Riwayat Sosial Ekonomi
Pekerjaan Ayah adalah pedangan dan Ibu seorang Ibu rumah tangga, dengan
penghasilan perbulan mereka ± Rp 2.000.000
Kesan : sosiekonomi cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisis Umum
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : E2M2V2
Tekanan Darah : <P5 (60/40) mmHg

Heart rate : 200 x/menit


Pernapasan : 55 kali/menit
o
Suhu : 39,5 C
Berat badan : 4,3 kg
Panjang badan : 55 cm

Keadaan Spesifik
Kepala : fontanella menonjol (-)

Mata : Mata cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak


ikterik,
refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, ø 3 mm/3 mm,
air mata tidak ada
Hidung : sekret tidak ada, napas cuping hidung (+)
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mulut : bibir pucat (+), bibir kering (+)
Tenggorok : tidak diperiksa
Leher : perbesaran KGB tidak ada,

Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (+) Intercostal dan
subcostal

Palpasi : Stremfremitus (tidak bisa dilakukan)

11
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus nyaring (+/+),
wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Thrill tidak teraba


Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : HR = 200 x/menit, bunyi jantung I dan II normal, irama
reguler, murmur dan gallop tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus meningkat
Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba,lien tidak teraba,
cubitan perut kembali lambat
Perkusi : Timpani, Asites (-)

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas
Akral dingin (+), pucat (-), mottling (-), sianosis (+), edema (-), CRT 10
detik.

IV . HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 17 Desember


2020, pukul 18.00)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12 g/dl 11.1-14,4 g/dl Normal
Eritrosit (RBC) 4,00 /mm3 3,71-4,25 Normal
Leukosit (WBC) 27,68 x103/mm3 6.0 –17,5 Leukositosis

Trombosit (PLT) 237/uL 217-497/uL Normal


Hematokrit 37% 35-41% Normal
MCV 86 85-95 fL Normal
MCH 30 28-32 pg Normal
MCHC 33 33-35 g/dL Normal
LED 20 <15 mm/jam Meningkat
CRP <5 <5 Normal
GDS 74 40-80 mg/dL Normal
12
KIMIA KLINIK (17 Desember 2020)
Kalsium (Ca) 9 8.4-10.8 mg/dL Normal
ELEKTROLIT SERUM (17 Desember 2020)
Natrium (Na) 125 135-155 mEg/L Menurun
Kalium (K) 2 3-7 mEg/L Menurun
Klorida (Cl) 96 96-106 mmol/L Normal
Kesan: Leukositosis + LED meningkat + hiponatremi + hipokalemi

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Gagal kardiorespirasi ec Syok hipovolemik ec diare akut dengan dehidrasi
berat ec infeksi bakteri + suspek pneumonia ec infeksi Covid-19

2. Gagal kardiorespirasi ec Syok hipovolemik ec diare akut dengan dehidrasi


berat ec infeksi jamur + suspek pneumonia ec infeksi Covid-19

3. Gagal kardiorespirasi ec Syok hipovolemik ec diare akut dengan dehidrasi


berat ec infeksi parasite + suspek pneumonia ec infeksi Covid-19

VI. DIAGNOSIS KERJA


Syok hipovolemik ec diare akut dengan dehidrasi berat + suspek pneumonia ec
infeksi Covid-19

VII. RENCANA PEMERIKSAAN


a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Pemeriksaan AGD
c) Pemeriksaan kultur tinja
d) Pemeriksaan kultur darah
e) Pemeriksaan rontgen thorax
f) Pemeriksaan Swab PCR

VIII. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana diare dehidrasi berat

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia

13
X. RESUME
Pasien an. MFM, usia 8 bulan, berjenis kelamin laki-laki datang dengan
keluhan Sejak 6 hari SMRS, pasien mengalami diare, frekuensi > 5 kali / hari,
tidak terdapat lendir dan tidak terdapat darah. Setiap kali BAB dengan konsistensi
cair dan sedikit ampas, BAB menyemprot, berwarna kuning dan berbau asam.
Ada muntah juga, namun hanya terjadi sesekali biasanya setelah makan yang
isinya cairan dan makanan sekitar 50 cc banyaknya. Pernah dibawa orang tua
berobat dan diberikan obat diare, oralit dan obat muntah, frekuensi mulai
berkurang namun konsistensi BAB tetap cair. 4 hari SMRS, pasien mulai batuk
yang tidak berdahak, 2 hari kemudian batuk menjadi berdahak dan sulit
dikeluarkan. 3 hari SMRS, pasien mulai terlihat sesak dan semakin rewel,
terdapat peningkatan usaha napas dan penurunan nafsu makan tetapi masih mau
minum banyak. 2 hari SMRS, pasien mengalami demam yang terjadi secara tiba-
tiba yang awalnya tidak terlalu tinggi. Ibu pasien tidak mengukur suhu anaknya
saat demam. Demam terus menerus tanpa mengigil, tidak ada kejang dan tidak
ada penurunan kesadaran. Ibu pasien mencoba kompres, demam sempat turun
tetapi setelahnya demam tinggi lagi. 1 hari SMRS, pasien mengalami demam
yang tinggi dengan suhu tubuh suhu 39 οC. Demam sempat turun dengan obat
paracetamol namun kembali demam setelah beberapa jam. 3 jam SMRS Pasien
terlihat sangat sesak bernapas cepat dan berat dan terlihat tarikan dinding dada,
pucat dan terlihat pasien sangat lesu. Tangan dan kaki teraba dingin. Pasien sudah
tidak mau minum lagi dan hanya ingin tidur saja. Pasien dibawa ke IGD RSMH.
Di IGD pasien dinyatakan mengalami syok hipovolemik et causa diare akut
dehidrasi berat dengan pneumonia suspek Covid 19. Kemudian, pasien diberikan
tatalaksana untuk syok hipovolemik berupa bolus cairan dan oksigen NRM
namun keadaan tidak membaik dan pasien juga mengalami gagal cardiorespirasi
sehingga dipasang intubasi, ventilasi dan monitor, setelah dilakukan tatalaksana
adekuat. Pasien sudah tidak syok lagi, kemudian pasien dilakukan rehidrasi
dengan KAEN 3A, ampicillin, ceftriaxone, paracetamol dan dipasang NGT untuk
upaya pemenuhan dietnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Dari pemeriksaan fisik didapatkan
suhu 39,0OC, mata cekung (+), suara vesikuler (+) dikedua lapangan paru, ronkhi
basah halus nyaring (+/+), wheezing (-). Jantung dalam batas normal. Abdomen
14
datar dan lemas, cubitan kembali lambat. Pemeriksaan penunjang dari darah
lengkap ditemukan hasil leukositosis, Hb yang sedikit menurun, peningkatan
CRP, hiponatremia dan hipokalemia Hasil analisis gas darah tidak ditemukan
tanda-tanda asidosis metabolik.
Pasien dibawa ke ruang boring untuk dilakukan perawatan lebih lanjut,
selama disana pasien dilakukan rehidrasi dan dilakukan pemantauan disana.
XI . FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi


18/12/2020 S: Demam ada
BAB 5x/ hari ampas -Intubasi terpasang
-Ventilator
O : RR 35x/menit -Injeksi Ampisilin 3x750
TD= 80/38 mg IV
Temp : 38,5 C -Injeksi ceftriaxone 1x750
HR = 130x/menit mg IV
-Paracetamol syrup 3 x 4
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis(-), sclera ikterik (-), cc drop p.o diberikan 3 – 4
mata cekung (-) , mukosa bibir pucat (-) kali/ hari jika suhu >38,5ºC
Thorak: simetris, retraksi (+) sela iga -Rencana rawat di Borang
Cor: BJ I-II normal, mumur (-), gallop (-) -Lakukan swab PCR SARS
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-), Cov-2
retraksi (-) -IVFD Kaen 3A 30 mL tiap
Abdomen: datar, tegang, BU (+) normal jam (kec 30 cc/jam)
Eksterimitas : akral hangat , CRT <2 detik

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Syok pada Anak
3.2.1 Definisi
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan nutrien ke
jaringan. Syok merupakan suatu sindrom klinis yang kompleks ditandai oleh
disfungsi sirkulasi akut dimana kebutuhan dan pasukan oksigen tidak seimbang
sehingga sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi utamanya dalam
membawa substrat dan membuang metabolit dan menyebabkan terjadinya
metabolise anaerob dan asidosis jaringan. Jika perfusi oksigen ke jaringan terus
berkurang maka respon sistem endokrin, pembuluh darah, inflamasi,
metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan pasien
menjadi tidak stabil.4
Syok merupakan suatu proses progresif yang ditandai dengan 3 stadium
berbeda. Pada fase dini, stadium kompensasi, sejumlah mekanisme
neurohormonal yang bersifat kompensatorik dan fisiologis bekerja untuk
mempertakankan tekanan darah dan memelihara kecukupan perfusi jaringan.
Apabila tidak ditatalaksana dengan benar syok akan berlanjut ke dekompensasi.
Pada fase kompensasi dan dekompensasi, apabila pasien ditatalaksana dengan
adekuat maka syok dapat mengalami perbaikan. Pada stadium yang lebih lanjut,
yaitu irreversible stage, syok berlanjut ke cidera organ dan jaringan yang berat
dan tidak responsif terhadap terapi konvensional.4
Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan sindrom
kegagalan multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan kekurangan kardiak output
(CO), sistemic vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah hasil dari heart rate
dan stroke volume. Stroke volume ditentukan tekanan pengisian ventrikel kiri dan
kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di
16
dalam kamus "shock," yang didominasi vasokonstriksi diklasifikasikan sebagai "cold
shock" dan yang didominasi oleh vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan
manajemen dini dari tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk
mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat sebelum kerusakan organ menjadi
irreversible.4

3.2.2 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun
ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi
arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini bermasalah
dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok.
Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan
isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan
vasokontriksi perifer meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3
fase yaitu:4,5
- Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah
arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi
glomeruler juga menurun.4,5
- Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
17
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya
terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan
asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.4,5
- Fase Irreversibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan
akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 4,5

 Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik


Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa
saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara
lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume
cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena
18
sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon
jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada
orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung
pada tingkat kegawatan syok.5,6

19
 Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas
miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan
darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan
fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan
dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga
ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal
diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terus- menerus antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang
juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon
terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas
respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses
infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu. 5,6
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka
dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang
berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium
yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria.
Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang
lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.
5,6

 Patogenesis Syok Septik


Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif
yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi
penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan
hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro,
pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik,
kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor
predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia

20
berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,
imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia
di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan. 5,6
 Patogenesis Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance
vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi
umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.5,6
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan
oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya
keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang
terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus
dicari penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan
hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. 5,6
 Patogenesis Syok Anafilaksis
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau Immediate type
reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
o Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan
basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau
saluran makan ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera
mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut . IgE kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil.5,6
21
o Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan
lain masuk allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi
akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut preformed mediators. Ikatan
antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed
mediators. 5,6
o Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ – organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi,
demikian juga dengan leukotrien. 5,6

Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:

22
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 1)

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas
normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi
dasar. 5

Stadium 2. pre-shock slide (Gambar 2)

Gangguan sudah bersifat sistemik.


Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran
normal. 5

23
Sadium 3. compensated shock (Gambar 3)

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah,
suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal
mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti
khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda- tanda berikut: Capillary
refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin.
5,6

Stadium 4: decompensated shock, reversible (Gambar 4)

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan
intravena dan/atau vasopresor.5,6

24
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 5)

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa

diatasi.6,7 Gagal sirkulasi mengakibatkan penurunan hantaran O2 (DO2) ke

jaringan dan disusul oleh berkurangnya tekanan oksigen parsial sel (PO 2).Bila

sampai ke titik kritis PO2, fosforilasi oksidatif dibatasi oleh kurangnya oksigen,

sehingga menggeser metabolisme dari aerob menjadi anaerob.Hal ini

menghasilkan kenaikan laktat sel dan darah, serta asidosis laktat. 5

DO2 bergantung pada dua variabel: kandungan oksigen darah arteri (CaO 2)

dan curah jantung. CaO2 adalah produk dari kandungan Hb, arterial SaO2 dan

kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin. Selanjutnya, curah jantung bergantung

pada detak jantung dan curah sekuncup, yang ditentukan oleh kontraktilitas

miokard dan preload serta afterload.6

Pada anak, curah jantung lebih bergantung pada detak jantung dibanding
curah sekuncup karena miokard belum matang. Metabolisme energi yang tidak
adekuat dapat berasal dari peningkatan konsumsi oksigen total tubuh (VO2),
walaupun DO2 normal. Kebutuhan oksigen bervariasi menurut jenis jaringan dan
waktu.
25
Walaupun kebutuhan oksigen tidak bisa diukur atau dihitung, VO 2 dan DO2
bisa dihitung, dan dihubungkan sebagai berikut:5

VO2 = DO2 x ERO2 (oxygen extraction ratio)

Pada kondisi normal, kebutuhan oksigen setara dengan DO2 Normal. ERO2
adalah kira - kira 25 % yang berarti 25 % dari oksigen yang dibawa akan diambil
jaringan dan 75 % kembali ke paru . ER02 berbanding terbalik dengan SvO2.yang
diperlihatkan dalam persamaan berikut:5

SvO2 = 1 - ERO2

Bila kebutuhan meningkat, DO2 harus menyesuaikan dan meningkat.Pada


syok sirkulasi atau hipoksemia, karena DO2 berkurang, VO2 dipertahankan
dengan peningkatan kompensatorik dari ERO2. Namun, jika DO2 terusturun,
hingga titik kritis menyebabkan ERO2 tidak bisa lagi bertambah untuk
mengkompensasi penurunan DO2;. Pada syok septik, oksigenasi jaringan bisa
tidak adekuat sekalipun ada aliran darah normal yang disebabkan peningkatan
jumlah dari kebutuhan metabolik dan gangguan ekstraksi oksigen. 6
Konsekuensi patofisiologis dari syok kardiogenik dan hipovolemik lebih
berkaitan dengan defisiensi oksigen akut, sedangkan efek-efek patofisiologi dari
syok septık diakibatkan oleh banyaknya produksi mediator radang.Pada syok
septik ada interaksi kompleks antara vasodilatasi patologis, hipovolemia relatif
dan absolut, depresi miokard langsung dan perubahan distribusi aliran darah,
yang terjadi akibat respon radang terhadap infeksi. Respon inflamasi yang
berlebihan selanjutnya berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia
jaringan yang tersebar, dengan berakhir sebagai disfungsi organ ganda. 5

3.2.3 Klasifikasi dan Etiologi


Berdasarkan komponen sistem sirkulasi, terdapat 5 jenis syok yaitu:
1.Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada
anak, terjadi akibat kehilangan cairan tubuh (preload) yang berlebihan. Penyebab
tersering syok hipovolemik pada anak adalah muntah, diare, glikosuria,
kebocoran plasma (misalnya pada demam berdarah dengue), sepsis, trauma, luka
26
bakar, perdarahan saluran cerna dan perdarahan intrakranial. Akibat kehilangan
cairan, terjadi penurunan preload. Sesuai dengan hukum Starling, penurunan
preload menurunkan penurunan isi sekuncup dan selanjutnya penurunan curah
jantung. Baroreseptor akan merangsan saraf simpatis untuk meningkatkan denyut
jantung dan vasokonstriksi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan
darah. Syok hipovolemik yang lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi
berbagai organ. Dalam keadaan normal, ginjal menerima 25% curah jantung.
Pada syok hipovolemik akan terjadi redistribusi aliran darah dari korteks ke
medula. Bila keadaan ini berlangsung lama, akan terjadi tubular nekrosis akut
serta gangguan glomerulus dengan akibat gagal ginjal akut. Depresi miokardium
juga sering terjadi, sementara hipotensi yang lama dapat pula menyebabkan
gangguan hati.1,2,4

Tabel 1. Gambaran Klinis Derajat Hipovolemia pada Anak.7

2.Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung yang dapat
disebabkan oleh preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Fisiologis
menunjukkan diantaranya adalah penurunan fungsi sistolik dan curah jantung.
Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium,
hemoperikardium atau pneumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi
akibat kelainan obstruktif kongenital, emboli, peningkatan resistensi vaskular

27
sistemik (misalnya pada feokromositoma). Gangguan kontraktilitas miokardium
dapat diakibatkan oleh infeksi virus, gangguan metabolik (seperti asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit kolagen, dan lain-lain. Disritmia, misalnya
blok arterioventrikular atau takikardia atrial paroksismal dapat mengakibatkan
syok kardiogenik. Respons neurohumoral seperti pada syok hipovolemik, dapat
juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi vaskular sistemik akan
meningkatkan afterload yang lebih lanjut dan berakibat penurunan curah
jantung.1,2,4

3.Syok distributif
Syok distributif disebabkan oleh tonus vasomotor yang inadekuat dan
menyebabkan kebocoran kapiler dan maldistribusi cairan menuju interstitium.
Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai sebab, syok neurogenik, anafilaksis
dan sepsis. Syok distributif merupakan suatu keadaan abnormalitas vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan berakibat
penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer menjauhi organ vital dan
penurunan tekanan vena sentral. Hal ini mengakibatkan pengurangan preload dan
afterload secara signifikan Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan
adanya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular
berkurang.1,2,4
Syok neurogenik dicurigai bila ditemukan hipotensi, tekanan nadi lebar,
denyut nadi normal atau menurun pada penderita dengan riwayat blok saraf
otonom pada anestesia, riwayat trauma kepala berat atau trauma/injuri spina
servikal. Syok anafilaktik dicurigai pada penderita dengan riwayat kontak dengan
alergen (obat-obatan, makanan atau sengatan lebah). Ditemukan stridor,
wheezing, tekanan nadi lebar, vasodilatasi, urtikaria, edema pada muka.1,2,4

4.Syok obstruktif
Syok yang berasal dari suatu lesi yang membuat barier mekanik yang
mengakibatkan tidak adekuatnya curah jantung; contohnya tamponade
pericardial, tension pneumothorax, emboli pulmonal, dan kelainan kongenital
jantung.1,2,4

28
5.Syok septik
Syok septik sering dianggap sinonim dengan syok distributif, tetapi syok
septik biasanya meliputi interaksi kompleks antara syok distributif, hipovolemi
dan kardiogenik. Hipovolemi terjadi akibat kehilangan cairan intravaskular
melalui kebocoran kapiler. Syok kardiogenik diakibatkan efek depressant
miokardium akibat sepsis dan syok distributi akibat pengurangan resistensi
sistemik vaskuler. Derajat keparahan pasien bervariasi namun umumnya terjadi
gangguan pada preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Pada syok
septik penting dibedakan antara kejadian infeksi dan respon inflamasi host.
Normalnya imunitas host mencegah berkembangnya sepsis melalui aktifasi
sistem retikuloendotelial bersama dengan imunitas seluler dan humoral. Imunitasi
host memproduksi suatu kaskade inflamasi berupa mediator toksik meliputi
hormon, sitokin dan enzim. Apabila kaskade inflamasi tidak terkontrol, gangguan
mikrosirkulasi sistem mengakibatkan gangguan organ dan disfungsi seluler.

Seorang pasien mungkin bisa memiliki lebih dari satu jenis syok
(misalnya seorang anak dengan miokarditis sebagai akibat dari kontraktilitas
jantung terjadi syok kardiogenik, anak ini bisa juga disertai syok hipovolemik
karena sebelumnya tidak dapat minum, atau pasien dengan dehidrasi akibat
gastroenteritis yang berkembang menjadi septik.1,2,4
Tabel 2. Klasifikasi syok.1,2,4
Tipe syok CO SVR MAP Capillar Capillary
y Wedge Venous
Pressure Pressure
Hipovolemi ↓ ↑ ↔ ↓↓↓ ↓↓↓
atau ↓
Cardiogenik
:
Sistolik ↓↓ ↑↑↑ ↔ ↑↑ ↑↑
atau ↓
Diastolik ↔ ↑↑ ↔ ↑↑ ↑
Obstruktif ↓ ↑ ↔ ↑↑ ↑↑
atau ↓
Distributif ↑↑ ↓↓↓ ↔ ↔ ↔
atau ↓ atau ↓ atau ↓
Septik
29
Awal ↑↑↑ ↓↓↓ ↔ ↓ ↓
atau ↓
Akhir ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↑ ↑ atau ↔

30
3.2.4 Manifestasi Klinis

Diagnosis syok hipovolemik merupakan diagnosis klinis berdasarkan


adanya kehilangan volume intravaskular akibat diare, muntah, asupan tidak
adekuat, luka bakar, perdarahan, kebocoran plasma, kehilangan melalui urin, dan
pemakaian obat-obatan diuretik osmotik. Tanda awal syok hipovolemik adalah
takipnu, takikardia, nadi lemah, tekanan nadi menyempit, waktu pengisian kapilar
memanjang, pucat, sianosis, oliguria, dan asidosis laktat. Sedangkan tanda lanjut
dari syok hipovolemik dapat berupa penurunan kesadaran, nadi tidak teraba,
sianosis sentral, hipotensi, bradikardia.9

Berbeda dengan gambaran klinis pada dewasa, pada anak hipotensi


merupakan keadaan yang sudah terlambat, sehingga sangat diperlukan kecurigaan
yang cukup besar dari para klinisi serta pemeriksaan fisis yang terarah agar dapat
mendiagnosis syok pada fase awal. Pada syok hipovolemik, hipotensi baru terjadi
setelah kehilangan lebih dari 25 % volume intravaskular. Agitasi hingga obtundasi
dapat terjadi akibat penurunan perfusi serebral. Bila kehilangan darah lebih dari
40% akan terjadi koma, bradikardia, penurunan tekanan darah, asidosis dan
anuria.8,9
Pada syok kardiogenik dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik vaskular paru. Akibatnya, terjadi transudasi
hingga mengganggu pertukaran gas alveolar. Pada pemeriksaan fisik biasanya
anak tampak takipnu disertai ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapangan
paru,

kadang- kadang dapat juga ditemukan wheezing. Kegagalan fungsi ventrikel


kanan biasanya disertai dengan kongesti vena sistemik dengan peningkatan
tekanan vena juguler dan pembesaran hati. Bunyi gallop dapat dijumpai pada
auskultasi jantung. Untuk mempertahankan tekanan darah, pada curah jantung
yang rendah, akan terjadi vasokonstriksi hingga dapat dijumpai akral yang dingin,
sianosis atau mottled. Vasokonstriksi sistemik akan mengakibatkan peningkatan
afterload hingga memperburuk kerja jantung.8
Pada syok distributif, yang sering dijumpai pada syok septik, terjadi
paralisis vasomotor, sehingga terjadi vascular pooling dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Pemeriksaan fisis menunjukan takikardia dengan akral yang
31
hangat, penurunan produksi urine, penurunan kesadaran dan hipotensi.8
3.2.5 Diagnosis
3.2.5.1 Anamnesis
Pada syok hipovolemik, khususnya dengan etiologi nonhemoragik, dapat
digali melalui anamnesis mengenai beberapa hal dibawah ini seperti riwayat
kehilangan cairan dari saluran gastrointestinal, seperti ada tidaknya riwayat diare,
muntah serta pemasangan selang nasogastrik. Selain itu perlu pula ditanyakan
apakah pasien sedang mengalami hematemesis, melena atau hematokezia sebagai
tanda perdarahan gastrointestinal. Riwayat kehilangan cairan dari ginjal, apakah
sedang mengonsumsi obat-obatan diuretik, obat-obatan antikoagulan yang dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan spontan, sedang mengidap tumor atau
memiliki riwayat penyakit endokrin seperti hiperaldosteronisme dan diabetes
insipidus. Riwayat kehilangan cairan dari kulit, baik dari trauma seperti luka
bakar, dehidrasi akibat heatstroke, maupun demam sebagai penanda infeksi.10-11

Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis syok sangat bervariasi, tetapi ada beberapa tanda dan gejala umum
yang sering ditemukan. Tanda tersebut adalah takikardia dan tanda-tanda perfusi
organ terganggu (kulit, otak dan ginjal) sebelum terjadi hipotensi. Walaupun
tanda klinis harus dibuat sebagai pegangan, namun bila hanya mengambil salah
satu dari tanda-tanda syok sendiri akan menyebabkan salah diagnosis atau
menjadi over diagnosis terutama pada populasi anak yang heterogen.2,12
1. Takikardia
Takikardia merupakan salah satu indikator fisiologis yang penting.
Meskipun takikardia merupakan indikator awal yang penting dari syok, itu
bukanlah tanda yang spesifik. Banyak kondisi umum pada anak-anak tanpa
gangguan sirkulasi seperti demam, nyeri dan kecemasan dapat menyebabkan
takikardia. Denyut jantung normal dengan tanda-tanda syok kompensasi dapat
terjadi pada cedera tulang belakang. Bradikardia dapat terjadi sebagai akibat dari
hipoksia, pengaruh beberapa obat-obatan (seperti beta blockers dan calcium
channel blockers). Bradikardi dengan tanda gangguan perfusi merupakan salah
satu tanda syok ireversibel.2,12
2. Perubahan Kulit

32
Kulit biasanya teraba dingin, lembab, tampak pucat atau belang-belang
(motled). Perubahan warna kulit ini akibat dari proses regulasi mengkompensasi
penurunan perfusi jaringan. Mekanisme vasokonstriksi merupakan cara yang
efektif untuk mengalihkan darah dari pembuluh perifer, splanchnic, dan ginjal
untuk mempertahankan perfusi koroner dan serebral. Perlu diwaspadai pada fase
awal syok distributif, fase hiperdinamik syok sepsis. Pada tipe ini terjadi
vasodilatasi perifer kulit tampak tetap merah kadang terlihat lebih hiperemik.2,12
3. Capillary refill time (CRT)
Waktu pengisian kapiler setelah dilakukan penekanan kapiler diujung
ekstremitas. Normal CRT <2 detik. Pada studi observasional terbatas,
menunjukkan bahwa waktu pengisian kembali kapiler mungkin berkorelasi
dengan saturasi oksigen vena sentral. Dalam sebuah penelitian prospektif dari 21
anak yang sakit kritis, sebagian diantaranya memiliki syok septik, CRT ≤ 2 detik
memiliki sensitivitas 84% dan nilai prediksi positif 50% untuk saturasi oksigen
vena sentral ≥ 70%. Flash capillary refill (<1 detik) dapat hadir pada pasien
dengan distributif (hangat) syok.2,5
4. Perubahan – penurunan kesadaran
Anak-anak dengan gangguan perfusi serebral mungkin awalnya lesu atau
gelisah dan tidak berinteraksi dengan pengasuh. Kesadaran akan terus berlanjut
sampai menjadi koma bila syok berlanjut sampai fase ireversibel.2,12
5. Oliguria
Oliguria dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Keadan ini akibat dari
pengalihan distribusi shunting aliran darah ginjal ke organ vital lainnya.2,12
6. Asidosis laktat
Hipoperfusi progressive jaringan menyebabkan penumpakan asam laktat.
Tingginya nilai laktat serum mencerminkan metabolisme anaerobik terkait
dengan hipoksia seluler dan diduga menjadi penanda penting dari gangguan
perfusi jaringan pada pasien dengan sepsis.2,12
Elevasi serum atau laktat darah (≥ 4 mmol / L) dapat membantu
mengidentifikasi tingkat keparahan syok. Meskipun bukti terbatas pada anak-
anak, penurunan serum atau laktat darah kadar telah dikaitkan dengan
meningkatkan harapan hidup pada orang dewasa dengan syok.2,12

33
34
3.2.6 Tatalaksana syok hipovolemik
Resusitasi awal:1,2,12
1. Airway
Bila perlu ventilatory support

2. Breathing
Berikan oksigen (FiO2 100%)
3. Circulation
Pasang akses vaskuler secepatnya untuk resusitasi cairan dan berikan cairan
kristaloid atau koloid sebanyak 10 – 20 cc/kgBB (selama kurang dari 10 – 20
menit) dan bisa diulang 2-3 kali sampai nadi teraba kembali (setelah dilakukan
pemantauan). Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali bolus) dimana kurang
lebih 40-60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada respon
adekuat lakukan intubasi bila diperlukan. Evaluasi kemungkinan penyebab syok
dan lakukan tatalaksana lanjut sesuai penyebabnya. Adapun penyebab syok
terbanyak pada anak adalah hipovolemik

Pemantauan awal:
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge (loading) dengan
memantau status kardiovaskuler/tanda vital dan perfusi perifer
2. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau
produksi urin
3. Ambil pemeriksaan urin darah cito untuk darah tepi, analisa gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur, resistensi dan golongan darah)
Bila dilakukan pemantauan respon positif tetapi syok belum teratasi maka
resusitasi dapat diulang 2-3 kali. Bila tidak ada respon kemungkinan syok
lain.1,2,12
Resusitasi lanjutan:
1. Bila resusitasi lanjutan telah diberikan (2-3 fluid challenge) dimana kurang lebih
40-50% dari volume darah telah diberikan namun masih belum ada respon yang
adekuat, maka dilakukan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis
gas darah dan koreksi asidosis metabolik bila pH<7,15
2. Bila masih tedapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai CVP
35
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian fluid challenge secara berhati-hati
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi,
sebelum pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila diyakini
tidak terdapat lagi hipovolemia dan oksigenasi telah adekuat
5. Bila kadar Hb <5g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB)

Medikamentosa.1,2,12
1. Dopamine
Diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer buruk dengan volume intravaskuler
cukup dan irama jantung stabil

Dosis Efek

5-10 Meningkatkan kontraktilitas miokard, curah jantung,


mcg/kg/min IV dan konduksi otot jantung

10-20 Vasokontriksi perifer dan tekanan darah sentral


mcg/kg/min IV

>20 mcg/kg/min Vasokontriksi tanpa efek inotropik


IV

Dosis maksimum yang dianjurkan 15 mcg/kg/min. Bila dosis maksimum (12,5 –


15 mcg/kg/min) tercapai belum memberikan efek adekuat tambahkan inotropik
lainnya sesuai keadaan hemodinamik. Dopamin dapat menyebabkan takikardi
(meningkatkan kebutuhan oksigen miokard), aritmia, supra dan ventrikular
takikardia dan hipertensi. Dopamin dosis tinggi dapat menyebabkan vasokontriksi
perifer berat dan iskemia.

2. Dobutamin
Diberikan pada hipoperfusi.
Paling efektif untuk gagal jantung kongestif berat dan syok kardiogenik terutama
kardiomiopati karena bisa menurunkan resistensi vaskuler perifer.
Dosis dimulai 5 mcg/kg/min dan dinaikan bertahap sampai 12,5 mcg/kg/min
Dobutamin sedikit dapat menyebabkan takikardia, takiartmia, atau ectopic beat.
Efek samping lain adalah mual, muntah, dan hipotensi.

36
3. Epinefrin
Diberikan pada perfusi sistemik buruk atau hipotensi non hipovolemik, yaitu bila
saat resusitasi terdapat bradikardia, asistole, atau nadi tidak teraba.
Dosis rendah <3 mcg/kg/menit  meningkatkan kontraktilitas miokard, laju
denyut jantung, TD sistolik dan tekanan nadi.
Dosis > 3 mcg/kg/menit  peningkatan TD sistolik dan diastolik dan
menyempitkan tekanan nadi
Dosis dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV dan titrasi sampai memberikan efek.
Pada kasus berat dosis 2-3 mcg/kg/min IV
Epinefrin dapat menyebabkan supraventrikular, ventrikular takikardia dan
ventrikular ektopik.

4. Norepinephrine
Merupakan vasopresor yang dipakai untuk hipotensi yang resisten terhadap
pemberian bolus cairan dosis tinggi
Dosis hampir sama dengan epinferine dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat trauma
tumpul abdomen, pneumothorax, syok kardiogenik, tamponade jantung, dll). Foto
thoraks secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan.
2. Setelah diresusitasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ lain
akibat syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.
a. Gagal prerenal (ATN = Acute Tubular Necrosis) periksa kadar ureum,
kreatinin dan fraksi ekskresi natrium
b. ARDS = (Acute Respiratory Distress Syondrome/Shock Lung) edema
dan kerusakan jantung paru dapat terjadi pasca syok, bantuan ventilasi
mekanik dan pemberian PEEP mungkin diperlukan
c. Depresi miokardinal. Untuk memperbaiki kontraktilitas jantung obat
inotropik positif dan pemantauan intensif mungkin diperlukan
(pemasangan Swans Gans Kateter)

37
d. Gangguan koagulasi/pembekuan. Akibat lanjut syok, dapat timbul DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), hal tersebut perlu dicermati,
bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis
dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan (BT/CT,
PT/PTT, FDP, trombosit)
e. SSP dan organ lain
f. Evaluasi gejala sisa. SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksik iskemik yang dapat terjadi pada syok
berkepanjangan (prolonged shock). Demikian pula organ lainnya harus
dipantau seperti hati dan saluran pencernaan.
Syok Hipovolemik
1. Evaluasi dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi1,2,5
2. Bila masih hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena
sentral (CVP = Central Venous Pressure) sebagai penuntun pemberian resusitasi
cairan berikutnya. Adapun pilihan utama cairannya adalah kristaloid isotonik
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian bolus secara berhati-hat
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi
sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberika bila yakin sudah
normovolemik dan oksigenasi adekuat
5. Koreksi anemi dengan transfusi darah, usahakan Hb > 10g/dL

3.2.7. Pemeriksaan anak pada kegawadaruratan (PAT dan ABCDE)

Segitiga Penilaian Pediatrik


Anak bukan miniatur orang dewasa, penilaian akurat harus disesuaikan fase
perkembangannya. Misalnya perkembangan anatomi dan fisiologi. Perkembangan sistem
saraf misalnya tonus otot, koordinasi gerakan dan perkembangan interaksi sosial. Tanda-
tanda vital seperti laju jantung dan laju nafas,3,4,5
Teknik pemeriksaan dan penilaian perlu perhatian khusus. Anak sulit diperiksa
karena cenderung takut pada orang dan alat-alat yang tidak dikenalnya. Diperlukan
teknik khusus untuk menilai kegawatan tanpa menyentuh pasien terutama pada bayi dan
balita melakukan pemeriksaan hands-on. Anak yang lebih besar dan remaja bisa
langsung dilakukan pemeriksaan walaupun demikian interaksi komunikasi tetap harus
disesuaikan dengan usianya.3,4,5
38
PAT adalah penilaian kegawatan secara cepat, tanpa menyentuh pasien. Disebut
juga doorway assessment atau First impression. Terdapat 3 komponen yang dinilai pada
PAT.3,4,5
A. Appearance: Penampilan Anak
Menggambarkan status ventilasi dan oksigenasi ke susunan saraf pusat. Beberapa
keadaan lain yang dapat mempengaruhi penampilan diantaranya adalah
hipoglikemia, infeksi intrakranial perdarahan otak, edema otak dan keracunan
Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Skala TICLS merupakan
skala yang lebih baik

Karakteristi Hal yang dinilai


k

Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan.


Apakah tonus ototnya baik/lumpuh

Interactivness Bagaimana kesadarannya, apakah suara mepengaruhinya,


apakah ia mau bermain, atau anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan orang tua/pengasuh atau pemeriksa

Consolability Apakah anak dapat ditenangkan atau anak menangis


terus, atau terlihat agitasi sekalipun dilakukan pendekatan
dengan lembut oleh orang yang dikenalinya

Look/Gaze Apakah ia memfokuskan penglihatan pada muka,


mengikuti arah gerakan pemeriksa atau pandangan
kosong

Speech/Cry Apakah anak berbicara dengan vokalisasi jelas atau


menangis kuat, atau lemah, atau parau

Perubahan signifikan dalam penampilan (seperti tonus otot lemah, lesu,


tatapan tidak fokus, atau menangis lemah) mungkin indikator perfusi serebral
menurun. Perbedaan halus kadang tidak begitu jelas dalam penampilan (seperti
39
penurunan daya ingat terhadap pengasuh atau tidak berespons terhadap prosedur
yang menyakitkan) mungkin juga indikator penting syok
B. Breathing : Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigenasi dan
ventilasi
Terdapat 2 goals yaitu mengkonfirmasi anak apakah bernafas dan apakah ada
peningkatan usaha nafas.3,4,5
 Takipnea atau bradipnea
 Gerakan yang terlihat: observasi pergerakan dinding dada dan abdomen.
Pada bayi dan anak kecil: pergerakan dinding abdomen lebih dominan
karena otot intercosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal, compliance
rendah sehingga susah mengembang dinding dada; atas hal tersebut
pernafasan sangat tergantung dengan kontraksi diafragma
 Mendengarkan apakah terdengar suara tambahan

Elemen Keterangan
Abnormal airway Suara parau, mengorok, stridor, wheezing,
sounds grunting (merintih)
Abnormal Head bobbing, tripoding, sniffing
positioning
Retractions Retraksi oto dinding dada, supraclavicula,
intercostal, substernal
Flaring Napas cuping hidung

Pada awal pernafasan mungkin normal atau takipnea sebagai kompensasi


penurunan perfusi. Bisa berkembang menjadi cepat dan dalam sebagai respon
terhadap asidosis metabolik. Pada anak dengan kesadaran semakin menurun
akibat syok mungkin tidak dapat mempertahankan jalan napas paten. Anak-anak
dengan syok kardiogenik biasanya selain takipnu juga terdapat peningkatan usaha
nafas

C. Circulation
Sirkulasi kulit merupakan cerminan kecukupan curah jantung dan perfusi ke
organ vital. Penilaian dengna cara melihat warna kulit, bibir, lidah telapak tangan
dan telapak kaki.3,4,5
40
Elemen Keterangan

Pallor/puca Kulit atau mukosa tampak pucat akibat dari kurangnya


t aliran darah kedaerah tersebut

Mottling Kulit berbercak kebiruan bercampur pucat akibat dari


vasokonstriksi pembuluh darah

Cyanosis Kulit dan mukosa berwarna biru

Perfusi yang buruk paling cepat diidentifikasi, sebelum pengukuran tekanan


darah. Kulit tampak motled atau pucat dan kulit teraba dingin, tetapi temuan ini
juga dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Gambar 1. Segitiga Penilaian Pediatrik.5

41
INITIAL ASSESSMENT
Proses ini meliputi persiapan, triase, primary survey, resusitasi, tambahan
terhadap primary survey dan resusitasi, secondary survey, pemeriksaan fisik dan
anamnesis, tambahan terhadap secondary survey, pemantauan dan re-evaluasi
berkesinambungan, dan penanganan definitif. Urutan kejadian diterapkan seolah-olah
berurutan (sekuensial, namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara
bersamaan (simultan).13
Prinsip tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
(ABCDE) dengan pendekatan sistematis berguna dalam penilaian dan tatalaksana
langsung pasien kritis atau cedera. Pendekatan ini berlaku di semua kondisi klinis
darurat. Tindakan ini dapat diterapkan di tempat umum tanpa peralatan khusus (Gambar
1) atau dalam bentuk yang lebih canggih, terutama saat berada di layanan medis darurat,
bangsal umum rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.12

Gambar 2. Pendekatan ABCDE tanpa penggunaan alat.12


A – Airway (patensi jalan napas)
Jika pasien merespons dengan suara normal, maka jalan napasnya paten.
Obstruksi jalan napas bisa terjadi sebagian atau total. Tanda-tanda obstruksi parsial jalan
napas termasuk perubahan suara, suara bising pernapasan (stridor), dan usaha pernapasan
yang meningkat. Dengan obstruksi total jalan napas, maka tidak akan ada respirasi
meskipun dengan usaha maksimal (respirasi paradoks, atau see-saw sign). Penurunan
kesadaran adalah penyebab umum obstruksi parsial atau total jalan napas. Tanda umum

42
obstruksi parsial jalan napas dalam keadaan tidak sadar adalah mendengkur.12

Gambar 3. Head-tilt dan chin-lift untuk membuka jalan napas

Obstruksi jalan napas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan henti
jantung. Penilaian jalan napas seperti dijelaskan dan menggunakan manuver head-tilt
dan chin-lift guna membuka jalan napas (Gambar 3). Dengan peralatan yang tepat,
direkomendasikan suction penyebab obsturksi jalan napas (misalnya darah atau muntah).
Jika mungkin, benda asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus dihilangkan.
Dalam obstruksi total jalan napas, pengobatan harus diberikan sesuai dengan guideline.
Jika ada obstruksi maka lakukan:12
 Chin lift / jaw thrust
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Saat menilai dan tatalaksana jalan napas pasien, berhati-hati untuk mencegah
pergerakan tulang belakang leher yang berlebihan. Berdasarkan mekanisme trauma,
asumsikan bahwa ada cedera tulang belakang. Pemeriksaan neurologis saja tidak
mengecualikan diagnosis cedera tulang belakang leher. Tulang belakang harus dilindungi
dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan defisit. Kecurigaan
trauma tulang belakang leher harus dilindungi dengan collar neck.13

43
Gambar 4. Teknik restriksi gerak tulang belakang leher.13

Penanganan pasien sadar dengan obstruksi jalan napas dapat diberikan hentakan lima
kali kembali bergantian dengan lima kali dorongan pada perut hingga obstruksi
berkurang. Tindakan penyelamatan pada orang dewasa juga disesuaikan dengan usia
pasien. Jika korban menjadi tidak sadar, panggil bantuan dan mulai resusitasi
kardiopulmoner sesuai dengan pedoman. Fokus terpenting yaitu pemberian oksigen
aliran tinggi harus diberikan pada kondisi kritis dengan sesegera mungkin.11

Gambar 6. Tatalaksana obstruksi napas pada pasien sadar.14

B - Breathing: apakah bernafas cukup?


Dalam menguapayakan breathing, penting untuk menentukan laju pernapasan,
gerakan dinding toraks (simetris atau tidak dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan)
dan perkusi dada untuk menentukan pekak atau tidak. Sianosis, distensi vena leher, dan
lateralisasi trakea dapat diidentifikasi. Jika stetoskop tersedia, auskultasi paru harus
dilakukan dan, jika mungkin, pulse oxymeter harus diterapkan. Tension pneumothorax
harus segera diatasi dengan memasukkan kanula ruang interkostal kedua melewati garis
midclavicular (thoracocentesis jarum). Bronkospasme harus diterapi dengan inhalasi.
Jika pernapasan tidak adekuat, bantuan ventilasi harus dilakukan dengan memberikan
bantuan pernapasan dengan atau tanpa alat. Penolong yang terlatih harus menggunakan
bag mask jika tersedia.12
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:13
44
• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
• Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
• Pernafasan buatan
C - Circulation: apakah sirkulasi cukup?
Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai. Inspeksi pada kulit dapat
memberi petunjuk jika terdapat gangguan sirkulasi. Perubahan warna kulit, berkeringat,
dan penurunan tingkat kesadaran adalah tanda-tanda penurunan perfusi. Jika stetoskop
tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan. Pemantauan elektrokardiografi dan
pengukuran tekanan darah juga harus dilakukan sesegera mungkin. Hipotensi adalah
tanda klinis buruk yang penting. Efek hipovolemia dapat dikurangi dengan menempatkan
pasien pada posisi terlentang dan mengangkat kaki pasien. Akses intravena harus
diperoleh sesegera mungkin dan pemberian infus normal saline.12
Menilai sirkulasi atau peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan napas
paten dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:13
- Hentikan perdarahan eksternal
- Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14-16 G)
- Berikan infus cairan
Identifikasi sumber perdarahan berasal dari eksternal atau internal. Perdarahan
eksternal diidentifikasi dan dikendalikan selama survei primer. Kehilangan darah yang
cepat dan eksternal dikelola dengan tekanan manual langsung pada luka. Tourniquets
efektif dalam massive exsanguination ekstremitas tetapi berisiko cedera iskemik pada
ekstremitas itu. Clamping blind dapat menyebabkan kerusakan pada saraf dan vena. Area
utama pendarahan internal adalah dada, perut, retroperitoneum, panggul, dan tulang
panjang. Sumber perdarahan biasanya diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan
pencitraan (mis., Rontgen dada, rontgen panggul, penilaian terfokus dengan sonografi
untuk trauma [FAST], atau diagnostic peritoneal lavage [DPL]). Manajemen segera
dapat mencakup dekompresi dada, dan bidai ekstremitas. Lakukan konsultasi bedah atau
prosedur transfer awal pada pasien ini.13
Kontrol perdarahan definitif sangat penting, bersama dengan penggantian volume
intravaskular yang tepat. Akses vaskular harus ditetapkan; biasanya dua kateter vena
perifer besar ditempatkan untuk memberikan cairan, darah, dan plasma. Pemeriksaan
hematologi dasar, termasuk tes kehamilan untuk semua wanita usia subur dan golongan
darah dan pencocokan silang, analisis gas darah dan/atau laktat. Ketika akses perifer

45
tidak bisa diakses, infus intraoseus, akses vena sentral, dapat digunakan tergantung
tingkat keterampilan dokter.13
Syok terkait dengan cedera paling sering berasal hipovolemik, mulai terapi cairan
IV dengan kristaloid. Semua cairan IV harus dipanaskan baik dengan penyimpanan di
lingkungan yang hangat (misal 37°C hingga 40°C, atau 98,6°F hingga 104°F) atau
diberikan melalui perangkat penghangat cairan. Bolus 1 L larutan isotonik diperlukan
untuk mencapai respons yang sesuai pada pasien dewasa. Jika seorang pasien tidak
responsif terhadap terapi kristaloid awal, ia harus menerima transfusi darah. Cairan
diberikan secara bijaksana, karena resusitasi agresif sebelum kontrol perdarahan telah
terbukti meningkatkan mortalitas dan morbiditas.13

D - Diasbility: apa tingkat kesadarannya?


Tingkat kesadaran dapat dinilai dengan cepat menggunakan metode AVPU, di
mana pasien dinilai sebagai waspada atau alert (A), responsif suara atau verbal (V),
respons nyeri atau pain (P), atau unresponsive (U). Penilaian lain dapat dengan
menggunakan Skor Koma Glasgow Coma Scale. Gerakan tungkai harus diperiksa untuk
mengevaluasi tanda-tanda lateralisasi. Tatalaksana terlebih dahulu pada stabilisasi jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Khususnya, ketika pasien hanya nyeri responsif atau
tidak responsif, patensi jalan napas harus dipastikan, dengan menempatkan pasien pada
recovery position dan pertimbangan intubasi. Refleks cahaya pupil dan glukosa darah
harus dievaluasi. Tingkat kesadaran yang menurun karena glukosa darah rendah dapat
dikoreksi dengan cepat dengan pemberian glukosa oral atau glukosa infus.12
Pasien dengan bukti cedera otak harus dirawat di fasilitas khusus yang memiliki
tenaga ahli dan sumber daya untuk mengantisipasi dan mengelola pasien ini. Ketika
sumber daya untuk merawat pasien-pasien ini tidak tersedia, petimbangkan untuk dirujuk
dan dikonsultasikan dengan ahli bedah saraf setelah cedera otak dikenali.13

E - Environment: kondisi pasien?


Tanda-tanda trauma, perdarahan, reaksi kulit (ruam), bekas jarum, dll, harus
diperhatikan. Pakaian harus dilepas untuk memungkinkan melakukan pemeriksaan fisik
menyeluruh. Pemeriksaan suhu tubuh dapat diperkirakan dengan palpasi kulit atau
menggunakan termometer yang tersedia.12 Hipotermia termasuk salah satu kondisi yang
mengancam dan berkembang dengan cepat di UGD. Tentukan tindakan agresif untuk
mencegah hilangnya panas tubuh dan mengembalikan suhu tubuh ke normal, disarankan
46
menggunakan penghangat cairan untuk memanaskan cairan kristaloid hingga 39°C.13

BAB IV
ANALISIS KASUS

Dilaporkan, kasus an. MFM/laki-laki/8 bulan dengan diagnosis awal


cardiorespirasi failure ec syok hipovolemik ec diare akut dengan dehidrasi berat+
pneumonia susp covid 19. Pada saat di IGD, dilakukan Pedriatric Assessment
Triangle (PAT) pada pasien dimana didapatkan pasien dikenali dengan gejala syok
terdapat gangguan pada aspek appereance, breathing dan circulation yakni berupa
penurunan kesadaran, CRT>2 detik, akral dingin, jumlah urine berkurang, tekanan
darah mulai menurun. Tipe syok yang dialami pada pasien ini adalah syok
hypovolemia dikarenakan sebelumnya ada tanda-tanda dehidrasi berat (mata
cekung, cubitan kulit kembali lambat, anak tidak mau minum lagi, mukosa bibir
pucat dan kering). Riwayat diare yang tidak ditatalaksana secara adekuat pada
pasien ini menyebabkan terjadinya dehidrasi berat serta ditambah dengan
timbulnya demam yang menyebabkan peningkatan dari jumlah cairan yang keluar
(output cairan) lebih banyak dibanding yang masuk (input cairan) sehingga
menyebabkan volume intravascular menurun dan akhirnya terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan tanda-tanda syok muncul pada pasien ini.
Dugaan bronkopneumonia pada pasien ini dikarenakan adanya gejala demam,
batuk yang mulanya kering menjadi berdahak dan adanya keadaan sesak napas
pada pasien ini dengan tanda-tanda dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan
usaha napas yakni adanya retraksi pada dinding dada.
Diare yang terjadi di awal dan diikuti dengan timbulnya bronkopneumonia
pada pasien ini kemungkinanan besar bronkopneumonia disebabkan karena
bakteremia pneumonia akibat dari diare yang bersifat invasif. Secara epidemiologi,
usia <1 tahun merupakan usia pasien yang rentan terjadi diare bersamaan
pneumonia dikarenakan beberapa alasan karena riwayat imunisasi yang tidak
lengkap, pada pasien imunisasi lengkap. Adapun penyebab lainnya adalah ASI
yang tidak eksklusif, pada pasien ini pasien hanya mendapat ASI 2 bulan saja yang
berarti ASI tidak eksklusif sehingga dihubungkan dengan sistem imun yang tidak
baik pada pasien ini yang menyebabkannya mudah mengalami infeksi yakni
infeksi saluran napas dan infeksi saluran pencernaan.
47
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheifetz MI, and Turner DA. Shock in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
2. Kushartono H, Pudjiadi AH. Syok pada buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. IDAI.
2011. Hal 108 – 109
3. Panduan Praktek Klinik (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen Kesehatan
Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. 2016.
4. Carcillo,J A. 2009. Syok pada Anak. Edisi ke 1. Farmedia. Jakarta
5. Zingarelli B. Shock and reperfusion. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s
textbook of Pediatric Intensive Care, edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams
&Wilkins, 2008; 252-65.
6. Schwarts A, Hilfiker ML. Shock. Update October 2004.
http://www/emedicine.com/ped/topic3047
7. Vega, RM and Avva,U. Pediatric Dehydration. Statpearl. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436022/
8. WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia
9. Partini PT, dkk. 2012. Kegawatan pada Bayi dan Anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta, Indonesia.
10. Kolecki, Paul. Hypovolemic Shock. Medscape. 2016. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/760145-overview
11. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Lintas Diare. 2011. Available
from :http://dinkes.acehselatankab.go.id/uploads/Buku%20Saku%2001.pdf
12. Update on Daily Children Clinical Practice. Pengenalan Dini Syok pada Anak.
Departemen Kesehatan Anak FK Unsri: RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2016
13. Americans College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Student Course
Manual. The Commitee of Trauma. 2018;10:2-19
14. World Health Organization. The ABCDE and SAMPLE History Approach Basic
Emergency Care Course

48
49

Anda mungkin juga menyukai