Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

“SIROSIS HEPATIS”

Laporan kasus ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan

Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS UMUM HAJI MEDAN

DISUSUN OLEH :

Laily Ikrima (71190891032)

PEMBIMBING :

dr. Ira Ramdhani Sp.PD

S.M.F ILMU PENYAKIT DALAM

RS UMUM HAJI MEDAN

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan judul “SIROSIS HEPATIS”

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Ira
Ramdhani Sp.PD atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti kepaniteraan klinik senior
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, hal ini di
karenakan keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis. Maka dengan segala kerendahan
hati, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan sekaligus
guna menyempurnakan laporan kasus ini kedepannya.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran
dalam praktik di masyarakat.

Medan, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi....................................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi............................................................................................... 3

2.3 Etiologi........................................................................................................5

2.4 Patogenesis................................................................................................. 5

2.5 Gejala Klinis............................................................................................... 8

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium......................................................... 8

2.7 Diagnosis.................................................................................................... 10

2.8 Klasifikasi....................................................................................................11

2.9 Tatalaksana................................................................................................. 12

2.10 Komplikasi................................................................................................ 16

2.11 Prognosis................................................................................................... 17

BAB III PENUTUP

3.1. Diskusi…...………………………………………………………………. 18

3.2. Kesimpulan………………………………………………………………. 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 19

STATUS PASIEN............................................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat/fibrosis disertai nodul. Istilah sirosis diperkenalkan
pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. diambil dari bahasa Yunani Scirrhus atau
kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning
kecoklatan pada permukaan hati yang tampak pada otopsi.1

Sedangkan yang dimaksud dengan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan


matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis
terhadap kerusakan hati bersifat reversible. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses
fibrosis biasanya irreversible.1,2

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per
tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di
AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang
meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian
yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat
disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur
Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan
berbagai macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5

Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinis saja dapat
dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya
berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah
1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat.6

Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak
ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi
medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala
klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema presentasi
kasus ini dengan harapan agar kita mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini,
sehingga kita mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah
besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan
terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.1

2.2 Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang
berusia 45–46 tahun (setelah penyakit jantung dan kanker) di negara maju. Sirosis menempati
urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di mana sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran
cerna bagian atas, koma peptikum, sindrom hepatorenal, asites, spontaneous bacterial
peritonitis serta karsinoma hepatosellular.

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.SardjitoYogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis
hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.4

2.3 Etiologi
Sebagian besar dari sirosis hati dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi:9

a. Alkohol

Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan oleh alkohol
juga disebut sirosis portal  Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik dapat menyebabkan terjadinya
sirosis hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius
dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. Perkembangan sirosis
tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada
tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum
setiap harinya paling sedikit 8 -16 ounces minuman keras (hard liquor) atau yang sama
dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis.

b. Post Hepatitis dan kriptogenik 

Penyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis (terutama


hepatitis B dan C) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak teridentifikasi, misalnya
untuk pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A
sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang
kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis
B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan
hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan
menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati. Gambaran patologi biasanya
mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita
fibrosis yang padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi , dengan sejumlah besar
jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.

c. Biliaris

Cedera atau adanya obstruksi berpanjangan sistim bilier intra atau ekstrahepatik dapat
menyebabkan terjadinya sirosis.Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris
akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab tersering
adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Sirosis biliaris di bagi menjadi dua yaitu

● Primary Biliary Cirrhosis (PBC)


Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis
dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati, bersifat intrahepatik. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.

● Secondary Biliary Cirrhosis (SBC)


Pada (SBC) terdapatnya obstruksi total atau parsial yang berkepanjangan pada duktus
ekstrahepatik yaitu COMMON BILE DUCT atau cabangnya.Dapat disebabkan oleh adanya
batu empedu ataupun pada pasca operasi striktura kandung

d. Kardiak 

Sirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang
berpanjangan, Ini terjadi disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang terjadi
sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

e. Metabolik, keturunan dan terkait obat

Penyakit metabolik dan keturunan :

● Sindrom Fanconi
● Defisiensi 1-antitripsin
● Galaktosemia
● Penyakit Gaucher 
● Penyakit simpanan Glikogen
● Hemokromatosis
● Intoleransi fruktosa herediter 
● Tirosinemia Herediter 
Penyakit Wilsona.

2.4 Patogenesis

Sirosis hati ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan
pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya membentuk nodul-
nodul.

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati
yangterus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung
kolagen,glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular
matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini
sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang
menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin
dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap
cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor
beta 1 ( TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien
sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan
pada akhirnya ukuran hati menyusut.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid.
Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang
merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis

2.5 Gejala klinis

Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat tanpa
keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan gejala yang
sering timbul pada sirosis antara lain adalah: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu
makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis
hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang membawanya
pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun,
sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya
bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi
empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises :
⮚ Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,
⮚ Stadium 2: varises, tanpa ascites,
⮚ Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
⮚ Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3
dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan adanya
ascites dan adanya perdarahan yang terbukti dengan adanya muntah darah dan BAB berwarna
hitam, juga adanya keluhan naffsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis
sirosis hepatis dekompensata. 10,11

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik9

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil
artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal,
pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.
2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu,
leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai
hemoroid.1

Laboratorium9

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan AST>ALT.


Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis.
2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.
3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada penyakithati
kronis karena alkohol.
4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.
5. Albumin - rendah akibat dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati dengan sirosis yang
semakin memburuk.
6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.
7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke jaringan
limfoid.
8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan air bebas
akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.
9. Trombositopenia - karena splenomegali kongestif dan  menurunnya sintesis
thrombopoietin  dari  hati. Namun, ini  jarang  menyebabkan jumlah  platelet<50.000/
mL.
10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegali dengan marginasi limpa.
Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor koagulasidan
dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit hati.

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi: dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus


untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi: dapat  dilihat  varises  esofagus  sebagai  komplikasi  sirosis
hati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi: pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran,
permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, venaporta,
pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space
occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama  stadium
dekompensata,  hepatoma/tumor,  ikterus  obstruktif  batu kandung empedu dan
saluran empedu, dan lain lain.
4. Pemeriksaan  penunjang  lainnya  adalah  pemeriksaan  cairan  asites  dengan
melakukan  pungsi  asites.  Bisa  dijumpai  tanda-tanda  infeksi  (peritonitis bakterial
spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaanmikroskopis,
kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

2.7 Diagnosa
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat ditegakkan
dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah
diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan untuk memperkuat
diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini adalah USG abdomen.

Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat dilakukan
rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai
dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak
ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila
ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan
varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan
pertama.3
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab terjadinya hematemesis
dan melena. Umumnya kedua hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises esofagus
atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi ditemukan adanya
varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis
dekompensata, karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi
portal
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis
sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis kronik
aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien
ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati
didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.12

2.8 Klasifikasi
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :7,8
1. Mikronodular

2. Makronodular

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)


Sedangkan secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan dekompensata.

1. Sirosis hati kompensata


Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan skrining.
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.

Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV

a. Stadium 1 : tidak ada varises , tidak ada asites

b. Stadium 2 : varises , tanpa asites

c. Stadium 3 : asites dengan atau tanpa varises

d. Stadium 4 : perdarahan atau tanpa varises

Stadium 1 dan 2 : kompensata

Stadium 3 dan 4 : dekompensata

2.9 Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin

Tatalaksana pasien sirosis kompensata3

Bertujuan  untuk  mengurangi  progresi  kerusakan  hati. Terapi pasien ditujukan


untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

● Alkohol  dan  bahan-bahan  lain  yang  toksik  dan  dapat  mencederai  hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal
bisa menghambat kolagenik.
● Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
● Pada  hemokromatosis  flebotomi  setiap  minggu  sampai  konsentrasi  besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
● Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
● Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap
hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan
menimbulkan  mutasi  YMDD  sehingga  terjadi  resistensi  obat.  IFN  Alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
● Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakanterapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali seminggu dan
dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.

Tatalaksana pasien sirosis dekompensata

1. Asites:
- Tirah baring
- Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
- Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 200-200 mg
1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 L dan dilindungi dengan
pemberian albumin.

2. Ensefalopati hepatik 
- Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
- Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia,
diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.

3. Varises esophagus
- Sebelum  berdarah  dan  sesudah  berdarah  bisa  diberikan  obat penyekat beta
(propranolol).
- Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

4. Peritonitis bakterial spontan


- Diberikan antibiotika  seperti  sefotaksim  IV,  amoksilin, atau aminoglikosida.

5. Sindrom hepatorenal
- Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.

6. Transplantasi hati
Terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan
transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
2.10 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup
pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya, Komplikasi
yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain :9
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Ensefalopati hepatik.
3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Sindroma hepatorenal
6. Karsinoma hepatoseluler
7. Peritonitis bakterial spontan
2.11 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan
sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi
portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan
albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam
menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat
pada tabel. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan
hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun
untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan
Child-Pugh C adalah 45%.9

Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati

Derajat Kerusakan Minimal (1) Sedang (2) Berat(3)

Bil. Serum (mg/dL) < 2,0 2,0-3,0 > 3,0

Alb. Serum (gr/dL) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8

Asites Tidak ada Terkontrol Sukar

Ensefalopati Tidak ada Minimal Koma

PT ˂ 1,7 1,7 – 2,3 >2,3


Interpretasi:

● Grade A: 5-6, prognosis (1 tahun 100%) , (2 tahun 85%)


● Grade B: 7-9, prognosis (1 tahun 81%) , (2 tahun 57%)
● Grade C: 10-15, prognosis (1 tahun 45%) , (2 tahun 35%)
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Tn Bondan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 tahun
Alamat : Komp. Angkasa Pura blok B9
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status pernikahan : Belum Menikah

B. Anamnesis
 Keluhan Utama : Perut membesar

 Deskripsi :
Hal ini dialami pasien sejak ± 5 bulan lalu sebelum masuk rumah sakit, pelahan-
lahan semakin membesar sehingga mengganggu aktivias pasien. Mual tidak dijumpa,
muntah tidak dijumpai, demam tidak dijumpai sesak nafas dijiumpai. Riwayat minum
alcohol disangkal, riwayat minum jamu-jamuan tidak dijumpai, riwayat minum obat
penghilang rasa nyeri tidak dijumpai, riwayat sakit kuning sebelumnya tidak
dijumpai, riwayat muntah hitam tidak dijumpai, riwayat BAB hitam tidak dijumpai,
muka pucat dijumpai, riwayat perdarahan spontan tidak diumpai. Penurunan berat
badan Batuk dijumpai sejak ± 5 hari yang lalu, dahak dijumpai, berwarna putih,
volume setengah s.d satu sendok makan. Bengkak kedua kaki dijumpai sejak ± 1
bulan yang lalu, nyeri tidak dijumpai. Pasien sebelumnya telah dirawat di RS luar 2
hari yang lalu dan pernah dikeluarkan cairan perutnya sebanyak ± 8 liter.

RPT : tidak jelas


RPO : tidak jelas
C. ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas :+ Edema :+


Angina :- Palpitasi :-
Pectoris
Lain-lain :-
Saluran Batuk-batuk :+ Asma, bronchitis :-
Pernapasan Dahak :+ Lain-lain :-
Saluran Nafsu Makan : biasa Penurunan BB :+
Pencernaan Keluhan Menelan :- Keluhan Defekasi :-
Keluhan Perut :+ Lain-lain :-
(membesar dan nyeri)
Saluran Sakit Buang Air Kecil : - Buang air kecil tersendat : -
Urogenital Mengandung Batu :- Keadaan Urin :-
Haid :- Lain-lain :-
Sendi dan Sakit Pinggang :- Keterbatasan Gerak :-
Tulang Keluhan Persendian :- Lain-lain :-
Endokrin Haus/Polidipsi :- Gugup :-
Poliuri :- Perubahan Suara :-
Polifagi :- Lain-lain :-
Saraf Pusat Sakit Kepala :- Hoyong :-
Lain-lain :-
Darah dan Pucat :+ Perdarahan :-
Pembuluh Petechiae :- Purpura :-
darah Lain-lain :-
Sirkulasi Claudicatio :- Lain-lain :-
Perifer Intermitten
ANAMNESIS FAMILI : Riwayat sakit kuning tidak dijumpai
D. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaaan Penyakit


Sensorium : CM Pancaran Wajah : pucat
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Sikap Paksa : -
Reflek Fisiologis : +
Nadi : 86x/i, reg, t/v cukup Reflek Patologis : -
Pernapasan : 26 x/i
Temperatur : 36,8 °C (axilla)
Anemia (-/-) Ikterus (-/-) Dispnu (-)
Sianosis (-) Edema (-/-) Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi :
BB
RBW = X 100%
TB−100
RBW = 77%
TB : 165 cm
BB : 50 kg

BB
IMT : = 18,3 kg/m2
(TB)²

Kesan : Normoweigh
KEPALA :
Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor ki=ka, diameter ±3 mm, reflex cahaya
direk (+/+), indirek(+/+),
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal
LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea: terdorong sedikit kekiri, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-),
lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernapas
Torako-abdominal
Palpasi Nyeri tekan :-
Fremitus suara : stem fremitus kanan melemah dibanding kiri
Iktus : tidak teraba
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A : sulit dinilai
Peranjakan :
Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : 1 cm lateral LPSD
Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan : melemah pada lapangan bawah paru kanan
Suara Tambahan : ronki basah pada lapangan bawah paru kiri
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis(-), desah diastolis(-), HR :86 x/i, reguler,
intensitas cukup
THORAX BELAKANG
Bentuk : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan melemah dibanding kiri
Perkusi : sonor memendek lapangan bawah paru kanan
Auskultasi : SP : melemah pada lapangan bawah paru kanan
ST : ronki basah pada lapangan bawah paru kiri
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris membesar, permukaan licin
Gerakan lambung/usus : sulit dinilai
Vena kolateral : (+)
Caput medusae : (-)
Palpasi
Dinding Abdomen : Rigid, distensi (+)
HATI
Pembesaran : sulit dinilai
Permukaan : sulit dinilai
Pinggir : sulit dinilai
Nyeri tekan : sulit dinilai
LIMFA
Pembesaran : ( ), Schuffner : , Haecket : (sulit dinilai)
GINJAL
Ballotement : sulit dinilai
UTERUS/OVARIUM : (-)
TUMOR : (-)
Perkusi
Pekak hati : sulit dinilai
Pekak beralih : sulit dinilai
Undulasi : sulit dinilai
Auskultasi
Peristaltik usus : sulit dinilai
Lain-lain :-
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) (tidak dilakukan pemeriksaan)
Perineum :-
Sphincter Ani :-
Lumen :-
Mukosa :-
Sarung tangan :-
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas Sendi :- Kiri Kanan

Lokasi :- Edema :+ +
Jari tabuh :- Arteri Femoralis :+ +
Tremor Ujung Jari :- Arteri Tibialis Posterior : + +
Telapak Tangan Sembab :- Arteri Dorsalis Pedis :+ +
Sianosis :- Refleks KPR :+ +
Eritema Palmaris :- Refleks APR :+ +
Lain-lain : Refleks Fisiologis :+ +
Refleks Patologis :- -
 Lain-lain :-/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja Darah Kemih Tinja Darah Kemih Tinja


Hb : 11,8 g% Warna : pekat Warna :
keruh
Eritrosit : 4,14 x 10 Protein :- Konsistensi :
6 /mm3
Leukosit : 11,6x10 Reduksi :- Eritrosit :-
/mm3
Trombosit : 363x 10 /mm3 Bilirubin :- Leukosit :-
Ht : 34 % Urobilinogen :+ Amoeba/Kista :-
LED :- Sedimen Telur Cacing
Eritrosit : 0 - 15 Ascaris :-
Leukosit :- Ankylostoma :-
Hitung Jenis : Silinder :- T.trichiura :-
Eosinofil : 76,7% Epitel :- Kremi :-
Basofil : 0,8%
Neurofil absolut : 8,9 x
103
Limfosit : 10,1%
Monosit : 7,3%
RESUME DATA DASAR
Keadaan Umum : Perut membesar
Telaah : dialami pasien sejak ± 5 bulan yang
lalu, perut perlahan membesar, terasa
menekan dan nyeri. Mual dan muntah
ANAMNESIS (-),demam (-), sesak nafas (+). Batuk
dijumpai sejak ± 5 hari yang lalu, dahak
dijumpai berwana putih.
RPT : -
RPO : -
Keadaan Umum : Sedang
STATUS PRESENSE Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg, HR : 86 x/i, RR : 26
x/i, Temp. : 36,8°C
Pemeriksaan Fisik
Kepala Mata : konjungtiva inferior pucat
(-/-) , ikterik (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK Leher Dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : simetris membesar, permukaan
licin, vena kolateral (+)
Palpasi: rigid, tenderness (+) H/L/R : sulit
dinilai
Perkusi: sulit dinilai
Auskultasi: sulit dinilai
Darah : kesan normal
Urine : kesan hematuria mikroskopik,
urobilinogen (+)
LABORATORIUM RUTIN
Tinja :
1. Asites e.c Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata + pneumonia + efusi pleura
kanan
DIAGNOSA BANDING 2. Asites e.c Hipoalbumin + TB. Paru +
efusi pleura kanan
3.
Asites e.c Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata + pneumonia + efusi pleura
DIAGNOSA SEMENTARA kanan
Aktivitas : Tirah baring
Tindakan Suportif :
1. IVFD Dekstrose 5% 10 gtt/I mikro
2. O2 2-4 L
PENATALASAAN
Medikamentosa:
 Inj. Cefotaxime 1 gr /8 jam/I.V
 Furosemide 1x 40 mg
 Spironolaktone 1 x 100 mg
 Lactulosa syr 3x CI

Rencana Penjajahan

1. DL, LFT, RFT, Elektrolit, albumin


2. KGD Adrandom
3. Endoskopi
4. USG Abdomen
5.viral marker
6. Tapping cairan asites, SAAG
7. Sitologi cairan asites dan analisa cairan asites
8. Kultur sputum
BAB III

3.1 DISKUSI

Teori Pasien
Etiologi Pada pasien belum dijumpai bukti
etiologi seperti pada teori.
Penyebab terbanyak dari sirosis hepatis
adalah virus hepatitis B (30-40%), virus
hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang
tidak diketahui (10-20%).
Adapun beberapa etiologi dari sirosis
hepatis antara lain :
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Manifestasi Klinis Os mempunyai gejala sebagai berikut:
Gejala-gejala awal sirosis meliputi  Mudah lelah dan lemas
perasaan mudah lelah dan lemas, selera  Penurunan berat badan
makan berkurang, perasaan perut  Perut membesar
kembung, mual, berat badan menurun,  Nyeri dan rasa menyesak pada
pada laki-laki dapat timbul impotensi, abdomen
testis mengecil dan dada membesar, serta  BAK seperti teh pekat
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi
lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi kerontokan rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak
begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai
dengan gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, hematemesis,
melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, ascites,
hepatomegali (sulit dinilai), vena
Gejala Kegagalan Fungsi Hati
kolateral
 Ikterus
 Spider naevi
 Ginekomastisia
 Kerontokan bulu ketiak
 Ascites
 Eritema palmaris
 White nail
Gejala Varises Esofagus
 Varises esophagus/cardia
 Splenomegali
 Pelebaran vena kolateral
 Ascites
 Hemoroid
 Caput medusa
PemeriksaanPenunjang - Albumin menurun (2,6 mg/dl)
Pada pemeriksaan laboratorium dapat - Natrium menurun (124)
diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,
dan waktu protombin.
Ultrasonografi (USG) abdomen
merupakan pemeriksaan rutin yang paling
sering dilakukan untuk mengevaluasi
pasien sirosis hepatis, dikarenakan
pemeriksaannya yang non invasif dan
mudah dikerjakan, walaupun memiliki
kelemahan yaitu sensitivitasnya yang
kurang dan sangat bergantung pada
operator.
Penatalaksanaan Tirah Baring
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis - IVFD Dekstrose 5% 10 gtt/i mikro
dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis - Inj. Cefotaxime 1 gr /8 jam/I.V
hepatis. - Furosemide 1x 40 mg
Terapi yang diberikan bertujuan untuk - Spironolaktone 1 x 100 mg
mengurangi progresifitas dari penyakit. - Lactulose syr 3x Cl
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat
menambah kerusakaan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi merupakan
prinsip dasar penanganan kasus sirosis
Pengobatan sirosis dekompensata:
-Asites: tirah baring dan diawali diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90mmol/hari. Diet rendah
garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan
sebesar 0,5kg/hari tanpa adanya edema
kaki atau 1kg/hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan
furosemid dengan dosis 20-40mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160mg/hari.
3.2 KESIMPULAN
Seorang pasien laki-laki bernama Bondan berusia 26 tahun menderita Asites e.c
Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata + pneumonia + efusi pleura kanan Pasien diberikan
terapi tindakan suportif IVFD Dekstrose 5% 10 gtt/i mikro dan dianjurkan diet Diet Hati III.
Pasien diberikan pengobatan Inj. Cefotaxime 1 gr /8 jam/I.V, Furosemide 1x40 mg,
Spironolaktone 1 x 100 mg, Lactulosa syr 3xCI.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an


overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver
Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven;
2003:409-28
3. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54
4. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis
hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.
5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, Available from URL:
http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis
hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi
keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of Gastroesophagal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of
Gastroenterology. United States of America. 2007.
9. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata
MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Page 668-673.
10. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. Available from URL:
http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
11. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, Available from URL:
http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
12. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center
Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension
Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Available
from URL: www.va.gov/hepatitisc

Anda mungkin juga menyukai