Disusun oleh:
Kelompok 14
Disusun oleh :
Kelompok 14
Menyetujui,
Pembimbing Lahan
(SUMEKAR HANDAYANI,Amd.Keb)
NIP. 198908242017042001
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Kelompok 14
1. Sabrina Mardia (P07124021077)
2. Santi Astari Wulandari (P07124021078)
3. Sindi Dwi Cahyani (P07124021079)
4. Siti Khadijah Febriana (P07124021080)
5. Sri Rahayu Ningsih (P07124021081)
6. Teti Handayani (P07124021082)
Mengetahui
Pembimbing Lahan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum ini tepat pada waktunya. Laporan praktikum yang berjudul “Aspek Sosial Budaya Pada
Adat Sasak” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
C. Manfaat....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................3
A. Pengertian Nikah/Merariq dalam Adat Sasak Lombok....................................3
B. Asal Usul Nikah/Merariq dalam Adat Sasak Lombok...............................3
C. Kawin Lari Dalam Persepektif Budaya Lokal..........................................4
D. Adat Lahiran Pada Suku Sasak................................................................5
BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................8
A. Pengkajian Data Subjektif........................................................................8
B. Analisa Aspek Sosial Budaya Dasar Pada Adat Sasak..............................8
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................11
BAB V PENUTUP........................................................................................15
A. Kesimpulan..............................................................................................15
B. Saran........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat suku sasak lombok merupakan masyarakat yang masih memegang teguh
tradisi dan adat istiadatnya, karena merupakan warisan leluhur mereka. Kehidupan sehari-hari
masyarakat suku sasak lombok sarat dengan ritual.
Masyarakat suku sasak mengenal dan memiliki bentuk-bentuk budaya sendiri yang
merupakan bentuk perilaku masyarakat. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa tata
kelakukan masyarakat, bahasa, sistem kepercayaan, upacara-upacara adat, dan sebagainya.
Sehinga, dalam kehidupan masyarakat suku sasak dikenal dengan adanya beberapa bentuk
kebudayaan yang meliputi tahapan-tahapan penting bagi tiap-tiap individu dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak masa sebelum lahir, masa kelahiran anak-anak, masa
remaja, masa dewasa, masa perkawinan hingga dengan saat kembali kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa. Masyarakat juga mengenal berbagai pristiwa yang menandai siklus kehidupan
manusia. Peristiwa-peristiwa yang utama adalah peristiwa yang menyangkut tahapan-tahapan
kehidupan yaitu masa kanak-kanak, masa akil balik, dan masa dewasa. Sebagaimana
dinyatakan Taylor dalam Budiwanti (2000:182) bahwa ritus peralihan merupakan
responcultural langsung terhadap faktor-faktor biologis,perubahan psikologis dan tahapan
kehidupan manusia.
Manusia mmerupakan mahluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup
tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah di lengkapi dengan naluri untuk
hidup bersama dengan orang lain mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup teratur.
Demikian pula di antara pria dan wanita itu saling membutuhkan, saling mengisi, saling
berkaitan, tidak bisa di lepaskan antara satu dengan yang lainnya. Dan rasanya tidak
sempurna hidupnya seorang wanita tanpa di dampingi seorang pria sekalipun dia beralaskan
emas dan permata, demikian sebaliknya tidak akan sempurna hidup seorang pria tanpa
kehadiran wanita sebagai pelengkapnya. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir adalah hubungan formal yang
dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, yang mengikat kedua pihak dan pihak
lain dalam masyarakat. Sedangkan ikatan batin adalah hubungan tidak formal yang dibentuk
dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua pihak. Ikatan perkawinan
merupakan ikatan suci yang berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan untuk membentuk keluarga
1
sakinah, mawaddah dan rahmah. Ikatan perkawinan bukan saja ikatan perdata, tetapi ikatan
lahir batin antara seorang suami dengan seorang istri
Sistem perkawinan yang menjadi pintu gerbang utama untuk memasuki kehidupan
juga dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang dilakukan dengan melalui peminangan (
sistem yang dominan di lakukan dalam masyarakat jawa), ada juga yang di lakukan dengan
bentuk pelarian diri atau di sebut dengan kawin lari yang ditemukan pada masyarakat Sasak
di Lombok.
Merariqdalam bahasa sasak merupakan kata kerja yang secara umum di maknai
sebagai kesatuan tindakan pra pernikahan yang di mulai dengan melarikan gadis (calon istri)
dari pengawasan walinya dan sekaligus di jadikan sebagai prosesi awal pernikahannya.
Merariq dalam pengertian pelarian diri atau mencuri gadis dari pengawas walinya
dan lingkungan sosialnya sudah terbentuk sebagai warisan budaya turun temurun bagi
masyarakat Sasak secara umum. Pada sebagian masyarakat meyakini bahwa dengan
melarikan diri atau mencuri si gadis dari pengawasan walinya, bujang atau pemuda Sasak
sebagai ajang pemmbuktian kelaki-lakian, kesriusan, dan gambaran tanggung jawab dalam
perkawinan serta dalam kehidupan keluarga nantinya.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui adat yang masih ada pada Suku Sasak
2. Untuk mengetahui asal usul teradisi kawin lari
3. Untuk mengetahui kawin lari dalam perspektif budaya lokal
4. Mengetahui adat lahiran dalam suku Sasak
C. Manfaat
1.Untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang adat merariq pada masyarakat
suku sasak
2.Dapat memberikan sumbangan informasi dan pengenalan adat merariq yang di mmiliki oleh
masyarakat sasak sebagai khasanah budaya.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
C. Kawin Lari Dalam Perspektif Budaya Lokal
Bedasarkan penelitian M. Nur Yasin, setidaknya ada empat prinsip dasar yang
terkandung dalam praktik kawin lari (merari’) di pulau Lombok.12 Pertama, prestise keluarga
perempuan. Kawin lari (merari’) dipahami dan diyakini sebagai bentuk kehormatan atas
harkat dan martabat keluarga perempuan. Atas dasar keyakinan ini,
seorang gadis yang dilarikan sama sekali tidak dianggap sebagai sebuah wanprestasi
(pelanggaran sepihak) oleh keluarga lelaki atas keluarga perempuan, tetapi justru dianggap
sebagai prestasi keluarga perempuan. Seorang gadis yang dilarikan merasa dianggap memiliki
keistimewaan tertentu, sehingga menarik hati lelaki. Ada anggapan yang mengakar kuat
dalam struktur memori dan mental masyarakat
tertentu di Lombok bahwa dengan dilarikan berarti anak gadisnya memiliki nilai tawar
ekonomis yang tinggi. Konsekuensinya, keluarga perempuan merasa terhina. Jika perkawinan
gadisnya tidak dengan kawin lari (merari’). Kedua, superioritas lelaki dan inferioritas
perempuan. Satu hal yang tak bisa dihindarkan dari sebuah kawin
lari (merari’) adalah seseorang lelaki tampak sangat kuat, menguasai, dan mampu
menjinakkan kondisi sosial psikologis calon istri.Terlepas apakah dilakukan atas dasar suka
sama suka dan telah direncanakan sebelumnya maupun belum direncanakan sebelumnya,
kawin lari (merari’) tetap memberikan legitimasi yang kuat atas superioritas lelaki. Pada sisi
lain, ia menggambarkan sikapinferioritas, yakni ketidakberdayaan kaum perempuan atas
segala tindakan yang dialaminya.
Kesemarakan kawin lari (merari’) memperoleh kontribusi yang besar dari sikap sikap
yang muncul dari kaum perempuan berupa rasa pasrah atau, bahkan menikmati suasana
inferioritas tersebut Ketiga, egalitarianisme. Terjadinya kawin lari (merari’) menimbulkan
rasa kebersamaan (egalitarian) di kalangan seluruh keluarga perempuan. Tidak hanya bapak,
ibu, kakak, dan adik sang gadis, tetapi paman, bibi, dan seluruh sanak saudara dan handai
taulan ikut terdorong sentimen keluarganya untuk ikut menuntaskan keberlanjutan kawin lari
(merari’). Kebersamaan melibatkan komunitas besar masyarakat di lingkungan setempat.
Proses penuntasan kawin lari (merari’) tidak selalu berakhir dengan dilakukannya
pernikahan, melainkan adakalanya berakhir dengan tidak terjadi pernikahan, karena tidak ada
kesepakatan antara pihak keluarga calon suami dengan keluarga calon istri. Berbagai ritual,
seperti mesejah, mbaitwah, sorongserah, dan sebagainya merupakan bukti konkret kuatnya
kebersamaan di antara keluarga dan komponen masyarakat. Keempat, komersial. Terjadinya
kawin lari hampir selalu berlanjut ke proses tawar menawar pisuke. Proses negoisasi
berkaitan dengan besaran pisuke yang biasanya dilakukan dalam acara mbait wali sangat
kental dengan nuansa bisnis. Apa pun alasannya, pertimbangan-pertimbangan dari aspek
ekonomi yang paling kuat dan dominan sepanjang acara mbait wali. Ada indikasi kuat bahwa
4
keluarga tersebut merasa telah membesarkan anak gadisnya sejak kecil hingga dewasa. Untuk
semua usaha tersebut telah menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sebagai akibatnya,muncul
sikap dari orang tua yang ingin agar biaya membesarkan anak gadisnya tersebut memperoleh
ganti dari calon menantunya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat sosial anak dan
orang tua semakin tinggi pula nilai tawar sang gadis. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
sosial dan tingkat pendidikan anak serta orang tua semakin rendah pula nilai ekonomis yang
ditawarkan.
Komersialisasi kawin lari tampak kuat dan tertuntut untuk selalu dilaksanakan
apabila suami istri yang menikah sama sama berasal dari suku Sasak. Jika salah satu di antara
calon suami istri berasal dari luar suku Sasak, ada kecenderungan bahwa tuntutan
dilaksanakannya komersialisasi agak melemah. Hal ini terjadi karena ternyata ada dialog
peradaban,adat, dan budaya antara nilai nilai yang dipegangi masyarakat Sasak dengan nilai
nilai yang dipegangi oleh masyarakat luar Sasak.
Kontak dialogis budaya dan peradaban yang kemudian menghasilka kompromi
tersebut sama sekali tidak menggambarkan inferioritas budaya Sasak, tetapi justru sebaliknya,
budaya dan peradaban Sasak memiliki kesiapan untuk berdampingan dengan budaya dan
peradaban luar Sasak. Sikap ini menunjukkan adanya keterbukaan masyarakat Sasak bahwa
mulai kebaikan dan kebenaran dari manapun asal dan datangnya bisa dipahami dan bahkan
diimplementasikan oleh masyarakat Sasak.
5
Ritual upacara daur hidup merupakan salah satu unsur budaya yang besifat
universal.Disetiap daerah memiliki cara-cara tersendiri dalam melaksanaan tradisi untuk
memperingati masa-masa yang penting dalam suatu kehidupan dengan melakukan suatu
upacara adat.Ritual upacara adat dilaksanakan berdasarkan tradisi yang ada secara turun
temurun yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.Bagi masyarakat Suku Sasak upacara
daur hidup dalam ritual upacara adat kelahiran, perkawinan sampai ritual kematian
merupakan jenjang keberadaan manusia di dunia ini. Diantara kelahiran, perkawinan dan
kematian itu akan tercipta rangkaian-rangkaian peristiwa yang merupakan lingkaran
kehidupan manusia.
Van Gennep dalam Daeng (2012: 145) mengatakan bahwa dalam tahap peralihan,
manusia sejak dia lahir kemudian masa anak-anak, dewasa, menikah, hingga meninggal
dunia, manusia mengalami proses peralihan dalam lingkungan sosial budayanya yang dapat
menimbulkan krisis mental yang berpengaruh terhadap jiwa individu. Untuk menghadapi
masa peralihan ini maka, diperlukan serangkaian upacara peralihan.Teori van Genep dalam
Daeng kaitannya dengan riual masyarakat Suku Sasak bahwa dalam kepercayaan dan
kehidupan masyarakat melewati siklus peralihan.Ritual siklus peralihan yang ada pada
masyarakat Suku Sasak setiap tahap yang dilalui selalu diiringi dengan upacara karena
mencerminkan kewajiban seseorang terhadap dunia roh.Kepercayaan tersebut mengakibatkan
masyarakat Suku Sasak mengadakann ritual ritual yang terkait dengan kehidupan yang
mencakup seluruh tahapan kehidupan manusia semenjak dilahirkan hingga menikah yaitu
upacara beretes, molang malik, dan nyunatang.
Ritual upacara adat kelahiran ini sebagai upacara untuk mencari keselamatan dan
bukti tentang keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat tentang adanya kekuatan yang Maha
Dahsyat diluar kekuatan manusia.Ritual upacara adat juga sebagai bentuk rasa syukur kepada
Tuhan, leluhur yang telah memberikan keselamatan dan kelancaran dalam pelaksanaan ritual
adat kelahiran.Menurut Koentjaraningrat (2004: 202) upacara religi atau ritual adalah wujud
sebagai sistem keyakinan dan gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka,
surga, dan sebagainya tetapi memiliki wujud yang berupa upacara-upacara, baik bersifat
musiman maupun yang kadangkala.Masyarakat Suku Sasak yang berada di Desa Pengadagan
melaksanakan ritual upacara adat kelahiran ketikan seorang ibu yang sedang hamil 7 bulan
sampai melahirkan dan anak yang dikandungnya telak beranjak besar. Ritual ini dilakukan
sebagai upacara selametan yang nantinya akan membawa keselamatan terhadap bayi yang
dikandungnya. Pelaksanaan ritual tersebut dilakukan sebagai media untuk memohon
keselamatan, mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengungkapkan rasa
hormat kepada leluhur mereka.Masyarakat Pengadangan melaksanakan ritual adat kelahiran
tersebut sebagai upacara adat yang sakral.Didalam melaksanakan upacara adat tidak terlepas
6
dengan sesaji-sesaji yang harus disiapkan. Sesaji-sesaji tersebut berupa makanan, jajanan
tradisonal dan pembakaran kemenyan yang dilakukan pada saat upacara akan dilakukan.
Kelengkapan sesaji sudah menjadi kesepakatan bersama yang tidak boleh ditinggalkan karena
sesaji ini merupakan sarana pokok dalam ritual.
Setiap kegiatan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pengadangan
mengandung makna simbolik yang terdapat didalamnya seperti sesaji, doa, waktu dan tempat
pelaksanaannya. Semua ini dilakukan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan kepada leluhur mereka yang sudah meninggal dunia.Setiap tahapan
pelaksanaan ritual upacara adat kelahiran banyak mengandung makna simbol yang
berhubungan dengan aspek religi, bahkan makna dari simbol tersebut dijadikansebagai fungsi
simbol dalam setiap upacara adat. Upacara adat kelahiran mengandung berbagai macam
norma dan atauran yang harus dipenuhi. Norma tersebut tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat secara turun- temurun yang berfungsi untuk melestarikan ketertiban
hidup dalam setiap ritual.
7
BAB III
TINJAUAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny “M”
Umur : 21
Alamat : Guntur Macan
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
1. PRANIKAH
➢ Merariq : Tn “R” menikahi Ny “M” dengan menggunakan adat sasak yaitu merariq sama
dengan “mencuri”, mencuri maksudnya disini yakni membawa anak gadis seseorang secara
diam-diam yang di lakukan oleh laki-laki itu sendiri atau di lakukan oleh utusan keluarga
laki-laki. Selanjutnya Tn “R” melaporkan kejadian tersebut kepada kepala dusun.
➢ Selanjutnya Tn “R” melakukan adat selabar yakni setelah Tn “R” melapor ke kepala
dusunnya selanjutnya kepala dusun setempat yang menindak lanjuti untuk datang ke rumah
peempuan itu bersama beberapa keluarganya.Tn “R” untuk menginformaskan bahwa mereka
bakalan merariq
➢ Selanjutnya Tn “R” melakukan adat sejati yakni kedua belah pihak membicarakan terkait
adat yang akan di laksanakan pada saat acara merariq.
2. NIKAH
Setelah mendapat persetuan keluarga atau kepastian untuk mendapatkan wali. Maka
kedua keluarga akan melakukan kegiatan yang paling utama yaitu melakukan pernikahan.
Acara pernikahan dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku yakni sesuai dengan
agama, adat, dan negara. Dimana dalam pernikahan ini turut hadir pemuka agama, pemuka
adat, dan petugas dari pemerintah yang disebut KUA
8
➢ Bait janji ini di lakukansetelah Tn “R” dan Ny “M” melangsungkan pernikahan, bait janji ini
di lakukan untuk mendapatkan kesepakatan kedua belah pihak terkait adat selanjutnya yakni
sorong serah.
➢ Begawe yakni adat yang sudah melekat sejak dulu yang di lakukan dengan cara
menggundang keluarga,teman, kerabat,tetangga dan orang-orang sekitara untuk menikmati
kebahagian yang di rasakan dan memberikan ucapan selamat, proses begawe juga untuk
menyambung tali silaturrahmi.
➢ Sorong Serah Setelah melakukan pernikahan dan perjanjian atau dalam bahasa sasaknya
adalah rebak pucuk barulah dilakukan prosesi sorong serah. Sorong serah merupakan bentuk
penyerahan dan penerimaan yang dilakukan oleh kedua keluarga. Dimana penyerahan dan
penerimaan yang dimaksud adalah keluarga prempuan akan memberikan atau menyerahkan
tanggung jawab kepada keluarga laki-laki dan laki-laki yang sudah menikah, supaya dapat
menjaga dan merawat anak mereka dengan baik, serta tanggung jawaab baik yang jasmani
dan rohani.
➢ Baliq Lampak yaitu proses adat terakhir yang di lakukan dalam acara merariq,baliq lampak
yakni pihak laki-laki datang ke rumah perempuan untuk bersilaturrahmmi,beserta kedua
mempelai, serta merupakan bentk kesiapan keluarga baru untuk menjalani kehidupan mereka
➢ .
3. KEHAMILAN
Pada adatnya Ny “M” tidak ada pantangan bagi suami untuk memotong rambut ketika istrinya
hamil.
9
kenaikan sel darah putih ke kepala atau orang sasak biasa menyebutnya dengan “naik
dadang” yang bisa mengakibatkan ibu bayi merasakan pusing. Setelah 2 atau 3 hari
dukun beranak menganjurkan ibu bayi untuk meminum ramuan tradisional yang
dihasilkan dari kulit pohon kayu tertentu yang berfungsi untuk mencegah supaya
darah pada ibu bayi tidak keluar terlalu banyak.
➢ Memberikan ramuan pada pada pusar bayi yang di lakukan oleh dukun beranak
adalah bentuk peraktik kebidanan yang merugikan karena beresiko infeksi.
➢ Kendala dalam menggali informasi terkait adat istiadat ini yaitu berkendala pada cara
ibu menjelaskan adat istiadat yang di lakukannya.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
Adat merariq masyarakat sasak ,tradisi merariq secara adat istiadat sasak mengalami
pergeseran yang signifikan ditengah-tengah masyarakat. Perkawinan juga sekaligus sebagai
sarana pelanjutan generasi (mendapatkan keturunan). Perkawinan bagi masyarakat Sasak juga
memiliki makna yang sangat luas, bahkan menurut orang Sasak, perkawinan bukan hanya
mempersatukan seorang laki-laki dengan seorang prempuan saja, tetapi sekaligus mengandung
arti untuk mempersatukan hubungan dua keluarga besar, yaitu kerabat pihak laki-laki dan
kerabat pihak prempuan. Perkawinan pada suku Sasak, yang disebut dengan tradisi merariq.
yaitu melarikan anak gadis untuk dijadikan istri. Dalam proses merariq dapat ditemukan suatu
proses akulturasi yang terjadi yaitu antara Islam dan budaya lokal (Hindu) Masyarakat Lombok
dalam melalukan budaya merariq harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang harus
dilakukan sebagai berikut.
11
lambatnya dua malamtiga hari dan sesuai tata krame orang Sasak kadus pengantin laki-laki
diwajibkan menggunakan pakaian adat lengkap Suku Sasak.
2. Nilai Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab ini dapat kita lihat dari adanya beberapa jumlah uang yang
diberikan oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan yang bertujuan untuk dapat digunakan oleh
mempelai perempuan ketika nantinya telah berkeluarga atau hidup berpisah dari keluarga
“orang tua”.
Nilai-nilai tanggung jawab ini nampak dalam proses pelaksanaan merarik yaitu:
a. Mesejati: dalam mesejati, kedua belah pihak perwakilan keluarga melakukan
musyawarah dan saling mengeluarkan pendapat masing-masing untuk
menyelesaikan masalah, dan sekaligus menentukan waktu untuk melaksanakan
selabar.
b. Selabar: dalam selabar, terdapat musyawarah dalam menentukan besarnya mahar, waktu
akad nikah, serta langsung pembicaraan pisuke.
c. Bait janji: musyawarahdalam proses bait janji. Dimana dalam musyawarah ini, akan
dibicarakan besar pisuke, waktu begawe, sorong serah ajikrame, dan teknis
pelaksanaannya.
3. Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran adalah bentuk kesetian seorang laki-laki terhadap kekasihnya. Jujur
dalam hubungan maka akan menghasilkan keluarga yang tentram dan bahagia. Nilai kejujuran
dapat terlihat pada kasih sayang seorang laki-laki terhadap pasangannya.Kejujuran merupakan
karakter kunci dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Jika nilai kejujuran dapat
dilakukan secara efektif berarti kita telah membangun landasan keluarga yang kukuh.
4. Nilai Kerja Keras
Nilai kerja keras adalah bentuk perjuangan laki-laki terhadap pasangannya.
Kerja keras untuk mencapai jenjang nyongkolan yang dilakukan oleh pihak laki-laki maupun
keluarganya yaitu: meminang, merarik/mbait, besejati dan selabar, bait janji(mengambil janji),
bait wali dan lain sebagainya
Dalam proses merariq dapat ditemukan suatu proses akulturasi yang terjadi yaitu antara Islam
dan budaya lokal (Hindu) Masyarakat Lombok dalam melalukan budaya merariq harus melalui
beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebagai berikut.
a. Kawin Lari
Merariq merupakan proses awal sebelum terjadinya pernikahan, dimana merariq sering
dikatakan dengan “mencuri”, mencuri maksudnya membawa anak gadis seseorang secara diam-
diam tanpa diketahui oleh orang tua prempuan. Seiring perkembangan zaman, proses merariq
mengalami perubahan yang sangat singnifikan. Mengingat masyarakat lombok mayoritas
12
memeluk agama islam maka proses melarikan atau mencuri anak orang secara diam-diam tidak
diperbolehkan di dalamIslam karena bukan syari‟at di dalam agama islam, sehingga
sekarangsangat sedikit sekali yang para pemuda yang melakukan hal tersebut karena dinilai
kurang sopan dan bukan anjuran di dalam Islam.
b. Melaporkan Kepada Kepala Lingkungan
Prosesi merariq atau yang dikenal dengan membawa pergi anak gadis seseorang
secara diam-diam. Keluarga laki-laki akan melaporkan kejadian tersebut kepada kepala
lingkungan. Hal ini dilakukan untuk memberitahukan kepada kepala lingkungan bahwa
dikampung mereka ada yang menjadi keluarga baru, serta sebagai jalan kepada pemerintah
untuk mendapat akta nikah dari pemerintah.
c. Nyelabar
Setelah keluarga laki-laki melaporkan kejadian merariq kepada kepala lingkungan.
Barulah keluarga laki-laki akan memberitahukan kejadian tersebut kepada keluarga
prempuan. Dimana para utusan melibatkan keluarga laki-laki dan kepala lingkungan. Dimana
prosesi sering masyarakat sasak sebut dengan nyelabar, akan tetapi dibeberapa desa yang ada
di lombok yang peneliti temukan hanya beberapa desa yang masih memegang teguh proses
nyelabar menggunakan pakaian adat, karena beberapa masyarakat lebih cenderung
menggunakan busana muslim karena lebih mencerminkan tatakrama kesopanan dalam
bertamu.
d. Melakukan Pernikahan
Setelah melakukan prosesi nyelabar dan mendapatkan wali barulah dilakukan prosesi
yang paling utama yakni upacara pernikahan. Menikah, dalamajaran agama islam ada aturan
yang perlu dipatuhi oleh calon mempelai dan keluarganya, agar perkawinan syah secara
agama, sehingga mendapat ridho Allah SWT. Adapun syarat syah perkawinan adalah:
mempelai pria, mempelai wanita, Wali, dan Saksi.
Prosesi melibatkan para tokoh agama, tokoh adat dan pemerintah. Karena pernikahan akan
dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka masing-masing serta telah
memenuhi persyaratan dari pemerintahan untuk mendapatkan akta nikah dari pegawai yang
berwenang. Setelah melakukan hal tersebut barulah pernikahan tersebut dianggap sempurna.
e. Rebak Pucuk
Setelah melakukan pernikahan barulah dilakuakan proses adat selanjutnya yakni
“rebak pucuk”. Rebak pucuk merupakan prosesi perjanjian antara kedua keluarga laki-laki.
Dimana isi perjanjian tersebut menanyakan kesiapan keluarga laki-laki untuk melaksanakan
proses adat selanjutnya yakni “sorong serah”. Setelahmenadapatkan kepastian barulah
melakukan proses adat selanjutnya.
13
f. Begawe
Begawe merupakan acara syukuran untuk menyambut keluarga baru. Hal ini
dilakukan, supaya tetangga dan kerabat dapat merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh
keluarga baru dan kedua keluarga yang telah bersatu. Dari prosesi begawe ini kebahagiaan
akan bertambah dan dapat dirasakan oleh keluarga, tetangga, dan masyarakat tempat tinggal
mereka.
g. Sorong Serah Aji Krama
Dalam prosesi sorong serah ini merupakan proses penyerahan aji kerama yang sudah
di setujui oleh kedua belah pihak, akan tetapi peneliti menemukam dilapangan tempat peneliti
meneliti tidak lagi di lakukan, bahkan lebih cenderung secara moderen kalau sudah
diserahkan aji kerama yang di sepakati kepada pihak penganten perempuan maka proses
tersebut dianggap selesai.
h. Nyongkolan
Seiring waktu nyongkolan tidak lagi memiliki nilai lokal karena sangat sedikit sekali
yang melakukan nyongkolan, terlihat sekali masyarakat desa Selebung Kecamatan Janapria
Kabupaten Lombok Tengah yang memgang teguh adat istiadat tersebut, seiring dengan waktu
banyak masayarakat tidak harus melakukan nyongkolan karena dinilai tidak sesuai dengan
ajaran Islam dengan memamerkan perhiasan dan mengakibatkan lalainya mengingat Allah
SWT.
i. Bales Lampak
Bales lampak merupakan proses adat yang terakhir, proses bales lampak para
keluarga laki-laki dan pengantin atau keluarga baru mendatangi rumah keluarga prempuan.
Proses bales lampak merupakan silaturahmi antara kedua keluarga dan memberi tahukan
bahwa semua proses adat telah dilakukan dan keluarga baru dapat menjalani kehidupan baru
mereka sebagai pasangan suami istri. Melihat dari pengertian bales lampak adalah mengulang
kembali jalan yang ditempuh untuk mempersatukan silaturahmi antara kedua
keluarga.Berdasarkan tahapan prosesi merariq di atas, dapat ditemukan hubungan yang
signifikan yang terjadi dalam proses akulturasi Islam dan budaya lokal dalam tradisi merariq
masyarakat sasak di desa Selebung Kecamatan Janapria, mengkaji lebih luas lagi dan keluar
dari tradisi merariq, budaya yang ada di tengah-tengahmasyarakat lombok proses akulturasi
itupun terjadi pada proses keagamaan seperti proses hitanan, aqiqah, ziarah kubur atau
makam.
14
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masyarakat suku sasak mengenal dan memiliki bentuk-bentuk budaya sendiri yang
merupakan bentuk perilaku masyarakat. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa tata
kelakukan masyarakat, bahasa, sistem kepercayaan, upacara-upacara adat, dan sebagainya.
Sehinga, dalam kehidupan masyarakat suku sasak dikenal dengan adanya beberapa bentuk
kebudayaan yang meliputi tahapan-tahapan penting bagi tiap-tiap individu dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak masa sebelum lahir, masa kelahiran anak-anak, masa
remaja, masa dewasa, masa perkawinan hingga dengan saat kembali kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa. Masyarakat juga mengenal berbagai pristiwa yang menandai siklus kehidupan
manusia. Peristiwa-peristiwa yang utama adalah peristiwa yang menyangkut tahapan-tahapan
kehidupan yaitu masa kanak-kanak, masa akil balik, dan masa dewasa.
B. SARAN
A. Saran Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pengetahuan dan pengalaman instutusi Pendidikan dalam mengetahui
adat kebiasaan masyarakat Sasak pada Khususnya.
B. Bagi Puskesmas
Diharapan laporan ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap setiap
asuhan yang diberikan kepada klien supaya mengetahui adat yang digunakan oleh
klien itu sendiri.
C. Mahasiswa
Diharapkan untuk bisa menambah wawasan mahasiswa terkait adat kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat suku ssasak.
D. Masyarakat
Di harapkan untuk masyarakat selalu bisa melestarikan adat sasak yang ada sejak
dulu.
15
DAFTAR PUSTAKA
16