Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S)

1. Pengertian OHI-S

Mengukur kebersihan gigi dan mulut merupakan upaya untuk

menentukan keadaan kebersihan gigi dan mulut seseorang. Pada

umumnya untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut digunakan inde x.

Index adalah suatu angka yang menunjukan keadaan klinis yang didapat pada

waktu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi

yang ditutupi oleh plak maupun calculus (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2012).

Pengukuran kebersihan gigi dan mulut menurut Green dan Vermilion

(dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2012), dapat menggunakan index yang

dikenal dengan Oral Hygiene Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified

(OHI-S). Awalnya index ini digunakan untuk menilai penyakit peradangan gusi

dan penyakit periodontal, akan tetapi dari kata yang diperoleh ternyata kurang

berarti atau bermakna, oleh karena itu index ini hanya digunakan untuk mengukur

tingkat kebersihan gigi dan mulut dan menilai efektivitas dari menyikat gigi.

Debris index merupakan nilai (skor) yang diperoleh dari hasil pemeriksaan

terhadap endapan lunak di permukaan gigi yang dapat berupa plak, material alba,

dan food debris, sedangkan calculus index merupakan nilai (skor) dari endapan

keras yang terjadi akibat pengendapan garam-garam anorganik yang komposisi

utamanya adalah kalsium karbonat dan kalsium posfat yang bercampur dengan

debris, mikroorganisme, dan sel-sel ephitel deskuamasi (Putri, Herijulianti, dan

Nurjanah, 2012).
2. Gigi Index OHI-S

Menurut Green dan Vermillion (dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah,

2012), mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang memilih enam permukaan

gigi index tertentu yang cukup dapat mewakili segmen depan maupun belakang

dari seluruh permukaan gigi yang ada dalam rongga mulut. Gigi-gigi yang dipilih

sebagai gigi index beserta permukaan gigi index yang dianggap mewakili tiap gigi

segmen adalah :

a. Gigi 16 pada permukaan bukal

b. Gigi 11 pada permukaan labial

c. Gigi 26 pada permukaan bukal

d. Gigi 36 pada permukaan lingual

e. Gigi 31 pada permukaan labial

f. Gigi 46 pada permukaan lingual

Permukaan yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat dalam

mulut. Gigi index yang tidak ada pada suatu segmen akan dilakukan penggantian

gigi tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jika gigi molar pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua, jika

gigi molar pertama dan kedua tidak ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga

akan tetapi jika molar pertama, kedua, dan ketiga tidak ada maka tidak ada

penilaian untuk segmen tersebut.

2) Jika gigi insisif pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif

kiri dan jika gigi insisif kiri bawah tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif

7
pertama kanan bawah, akan tetapi jika gigi insisif pertama kiri atau kanan tidak

ada, maka tidak ada penilaianuntuk segmen tersebut.

3) Gigi index dianggap tidak ada pada keadaan-keadaan seperti: gigi hilang

karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang merupakan mahkota

jaket, baik yang terbuat dari akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang

atau rusak lebih dari ½ bagiannya pada permukaan index akibat karies maupun

fraktur, gigi yang erupsinya belum mencapai ½ tinggi mahkota klinis.

4) Penilaian dapat dilakukan jika minimal dua gigi index yang diperiksa (Putri,

Herijulianti, dan Nurjanah, 2012).

3. Kriteria Debris Index (DI)

Tabel I
Kriteria Debris Index

Skor Kondisi

0 Tidak ada stain atau debris


1 Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal
atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan gigi
2 Plak menutup lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3
permukaan yang diperiksa
3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa

Sumber : Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2012).

Untuk menghitung DI, digunakan rumus sebagai berikut:

Debris Index = Jumlah skor debris


Jumlah gigi yang diperiksa

8
4. Kriteria Calculus Index (CI)

Tabel 2
Kriteria Calculus Index (CI)

Skor Kondisi
0 Tidak ada calculus
1 Calculus supra gingival menutup tidak lebih dari 1/3
permukaan servikal yang diperiksa
2 Calculus supra gingival menutup lebih dari 1/3
tetapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa,
atau ada bercak-bercak Calculus sub gingival
disekeliling servikal gigi
3 Calculus supra gingival menutup lebih dari 2/3
permukaan atau ada calculus sub gingival
disekeliling servikal gigi

Sumber : Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2012).

Untuk menghitung CI, digunakan rumus sebagai berikut:

Calculus Index = Jumlah skor calculus


Jumlah gigi yang diperiksa

5. Cara melakukan penilaian debris dan calculus

Menurut Green dan Vermilion (dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah,

2012), kriteria penilaian debris dan calculus sama, yaitu mengikuti ketentuan

sebagai berikut :

a. Baik : jika nilainya antara 0-0,6

b. Sedang : jika nilainya antara 0,7-1,8

c. Buruk : jika nilainya antara 1,9-3,0

9
OHI-S mempunyai kriteria tersendiri, yaitu mengikuti ketentuan sebagai

berikut :

a. Baik : jika nilainya antara 0-1,2

b. Sedang : jika nilainya antara 1,3-3,0

c. Buruk : jika nilainya antara 3,1-6,0

B. Kebersihan Gigi dan Mulut

1. Pengertian

Menurut Be (1987), kebersihan gigi dan mulut adalah suatu keadaan yang

menunjukan bahwa di dalam mulut seseorang bebas dari kotoran, seperti plak dan

calculus. Plak pada gigi geligi akan terbentuk dan meluas keseluruh permukaan

gigi apabila kebersihan gigi dan mulut terabaikan. Kondisi mulut yang selalu

basah, gelap, dan lembab sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan

bakteri yang membentuk plak.

Kebersihan mulut yang baik akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya

sehat, seperti bagian tubuh lainnya gigi dan jaringan penyangga tidak mudah

terkena penyakit. Pemeliharaan dan perawatan yang baik akan menjaga gigi dan

jaringan penyangga dari penyakit (Boedihardjo, 1985).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut

Menurut Suwelo (1992), kebersihan gigi dan mulut dipengaruhi oleh

menyikat gigi dan jenis makanan.

a. Menyikat gigi

Mulut sebenarnya sudah mempunyai sistem pembersihan sendiri yaitu air

ludah, tetapi dengan makanan modern seperti sekarang, pembersih alami ini tidak

10
lagi dapat berfungsi dengan baik, oleh karena itu dapat menggunakan sikat gigi

sebagai alat bantu untuk membersihkan gigi dan mulut. Tujuan menggosok gigi

adalah membersihkan semua sisa-sisa makanan dari permukaan gigi serta memijat

gusi (Tarigan, 1989).

Menurut Herijulianti, Indriani, dan Artini (2001), cara yang paling mudah

dilakukan unuk menghindari masalah kesehatan gigi dan mulut dengan menjaga

kebersihan gigi dan mulut yang lazim dilakukan adalah dengan menyikat gigi.

Menurut Machfoed (2006), perilaku menyikat gigi yang baik dan benar yaitu

dilakukan secara tekun, teliti, dan teratur. Tekun artinya sikat gigi dilakukan

dengan sungguh-sungguh, teliti artinya menyikat semua permukaan gigi sampai

bersih dan teratur artinya menyikat gigi minimal dua kali sehari. Waktu yang tepat

untuk menyikat gigi yaitu setiap pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.

b. Jenis makanan

Menurut Tarigan (2013), fungsi mekanis dari makanan yang dimakan

berpengaruh dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut diantaranya:

1) Makanan yang bersifat membersihkan gigi, yaitu makanan yang berserat dan

berair seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

2) Sebaliknya makanan yang dapat merusak gigi yaitu makanan yang manis dan

mudah melekat pada gigi seperti: coklat, permen, biskuit, dan lain-lain.

3. Cara memelihara kebersihan gigi dan mulut.

a. Kontrol plak

Kontrol plak dengan menyikat gigi sangatlah penting. Menjaga kebersihan

gigi dan mulut harus dimulai pada pagi hari setelah sarapan dan dilanjutkan

11
dengan menjaga kebersihan rongga mulut yang dilakukan pada malam hari

sebelum tidur (Tarigan, 2013).

Menurut Srigupta (2004), cara mengontrol plak ada dua yaitu:

1) Cara mekanis

Cara mengontrol plak secara mekanis meliputi menyikat gigi dan

membersihkan gigi bagian dalam dengan menggunakan bantuan dental floss,

tusuk gigi, mencuci mulut, dan prophylaxis (pencegahan penyakit) dari dokter

gigi.

2) Cara kimiawi

Bermacam-macam bahan kimia, alat-alat generasi pertama adalah

antibiotik, antiseptik, seperti fenil dan alat-alat generasi kedua yang digunakan

adalah klorheksidin atau alexsidin.

a. Scaling

Menurut Putri, Herijulianti, dan Nurjanah (2012), scaling adalah suatu

proses membuang plak dan calculus dari permukaan gigi, baik supra gingival

calculus maupun sub gingival calculus. Tujuan dari scaling adalah untuk

mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang semua elemen yang

menyebabkan radang gusi dari permukaan gigi.

C. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang mana

penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar

12
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003).

Terdapat pengertian lain yang menyatakan bahwa, pengetahuan adalah

berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan panca

indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal

budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat

atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil dari mengingat suatu hal, termasuk

mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun

tidak sengaja dan terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan

terhadap suatu objek tertentu (Mubarak dkk., 2007).

2. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada enam tingkat pengetahuan yang

dicapai dalam domain kognitif yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima, oleh sebab itutahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,

dan untuk mengukur bahwa seseorang, tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

harus dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan

sebagainya.

13
b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan dapat

sebagai aplikasiatau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjalankan materi/objek ke dalam

komponen-komponen tapi masih dalam struktur ognanisasi tersebut dan masih

berkaitan satu sama lain.

e. Sintesa (Synthesis)

Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakan atau menggabungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-

informasi yang ada misalnya dapat menyusun, menggunakan, meringkaskan,

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

14
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden,

kedalaman pengetahuan yang ingin di ketahui dapat di lihat sesuai dengan

tingkatan-tingkatan di atas.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Syah (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi jasmani dan

rohani seseorang sehingga faktor ini dapat diartikan sebagai faktor yang berasal

dari dalam dirinya sendiri di dalam proses mendapat suatu pengetahuan. Faktor

internal dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Aspek fisiologi

Kondisi umum yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan

sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas seseorang dalam

mengikuti pelajaran.

2) Aspek psikologis

Banyak faktor dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas

pengetahuan, antara lain:

a) Intelegensi

Tingkat kecerdasan atau intelegensi tidak dapat diragukan lagi sangat

menentukan tingkat pengetahuan.

15
b) Sikap

Sikap (attitude) yang positif terhadap pelajaran yang disajikan merupakan

pertanda awal yang baik proses belajar. Sebaiknya sikap negatif terhadap mata

pelajaran, apabila diiringi kebencian terhadap mata pelajaran menimbulkan

kesulitan dalam belajar.

c) Bakat

Seseorang akan lebih cepat menyerap pelajaran apabila sesuai dengan

bakat yang di milikinya. Secara umum bakat adalah kemampuan potensi yang

dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

d) Minat

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dengan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat

mempengaruhi pencapaian kualitas hasil belajar dalam bidang-bidang studi

tertentu.

e) Motivasi

Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia

ataupun hewan yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Motivasi dalam hal ini

bararti pemasok daya atau bertingkah laku secara teratur.

Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang semangat

dalam proses belajar.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor luar yang mempengaruhi seseorang dalam

memperoleh suatu pengetahuan. Faktor eksternal dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

16
1) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial yang baik dapat menjadi daya dorong yang positif bagi

seseorang dalam mendapat suatu pengetahuan. Lingkungan sosial yang dimaksud

disini adalah orang-orang yang berada disekitar kehidupan seseorang seperti orang

tua, guru, teman-teman sekolah.

2) Lingkungan non sosial

Lingkungan non sosial adalah tempat seseorang tinggal maupun tempat

seseorang dalam memperoleh suatu pengetahuan seperti rumah dan sekolah.

c. Faktor pendekatan belajar

Suatu proses belajar untuk mendapat pengetahuan dengan segala cara atau

strategi yang digunakan seseorang dalam menunjang keefektifan dan efisiensi

dalam proses mendapat suatu pengetahuan tertentu.

4. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2012), dari berbagai macam cara yang digunakan

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah. Cara memperoleh

pengetahuan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:

a. Cara tradisional atau non ilmiah

Cara tradisional ini dipakai untuk memperoleh pengetahuan kebenaran,

cara-cara ini antara lain:

1) Cara coba salah (trial and eror)

Melalui cara coba salah atau dengan kata yang lebih dikenal “Trial and

Eror”. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinandalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain.

17
2) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh

orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh

Summers pada tahun 1992. Pada suatu hari Summers sedang bekerja dengan

ekstrak acetone, karena terburu-buru ingin bermain tenis, maka ekstrak acetone

tersebut disimpan didalam kulkas. Keesokan harinya ketika ingin meneruskan

percobaannya, ternyata ekstrak acetone yang disimpan di dalam kulkas tersebut

timbul kristal-kristal yang kemudian disebut enzim urease.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan atas otoritas atau kekuasaan baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan.

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5) Melalui jalan pikiran

Kemampuan manusia menggunakan nalarnya dalam memperoleh

pengetahuannya, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia

menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern atau cara ilmiah

Cara ini disebut “Metode Penelitian Ilmiah” atau lebih popular disebut

metodologi penelitian (Research methodology). Menurut Deobold Van Dalen

bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan

mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap

18
semua fakta yang berhubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini

mencakup tiga hal pokok yaitu:

1) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

2) Segala sesuatu yang negatif, yaitu gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

3) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-

ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

5. Indikator keberhasilan belajar

a. Indikator keberhasilan belajar

Menurut Djamarah dan Zain (2010), untuk mengetahui keberhasilan

belajar-mengajar, maka diperlukan indicator keberhasilan belajar. Suatu proses

belajar ditanyakan berhasil apabila:

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi

tinggi, baik secara individual maupun kelompok

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran intruksional khusus (TIK)

telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.

b. Penetuan tingkat pengetahuan dalam kelompok

Menurut Arikunto (2009), penentuan tingkat pengetahuan seseorang dalam

kelompoknya, dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1) Menjumlahkan skor secara keseluruhan

19
2) Mencari nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi)

Mean

∑𝑥
𝑋̅ =
𝑛

Keterangan :

𝑋̅ = Rata-rata skor responden

∑𝑥 = Jumlah skor responden

n = Jumlah responden

b) Standar Deviasi (SD)

2
∑ 𝑥2 ∑𝑥
𝑆𝐷 = √ −( )
𝑛 𝑛

Keterangan :

SD = Standar Deviasi

∑ 𝑥2
= Tiap skor dikuadratkan lalu dijumlahkan kemudian dibagi n
𝑛

∑𝑥 2
( 𝑛 ) = Semua skor dijumlahkan, dibagi n lalu dikuadratkan

3) Menentukan batas-batas kelompok :

a) Kriteria tingkat pengetahuan baik = ≥ 𝑋̅ + SD

b) Kriteria tingkat pengetahuan sedang = antara 𝑋̅ ˗ SD sampai 𝑋̅ + SD

c) Kriteria tingkat pengetahuan kurang = ≤ 𝑋̅ ˗ SD

6. Sekolah Dasar

Sekolah Dasar (SD) merupakan suatu kelompok yang sangat strategis

untuk penanggulangan kesehatan gigi dan mulut. Usia delapan tahun sampai

dengan 11 tahun merupakan kelompok usia yang sangat kritis terhadap terjadinya

karies gigi permanen karena pada usia ini mempunyai sifat khusus yaitu masa

20
transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Anak pada usia tersebut umumnya

duduk dibangku kelas III, IV, dan V Sekolah Dasar (Yaslis, 2000).

Kelompok ini rentan terhadap penyakit gigi dan mulut, maka perlu

mendapatkan perhatian khusus mengenai kesehatan gigi dan mulut, sehingga

pertumbuhan dan perkembangan gigi dapat terjaga dengan baik. Perhatian khusus

tersebut terdapat dalam program kegiatan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan

mulut (Arikunto, 2000).

Sejak dini siswa sekolah dasar perlu dididik untuk dapat memelihara

kesehatan giginya. Siswa kelas IV dan V berusia antara 10-12 tahun. Pada usia

10-12 tahun anak memasuki awal dari fase gigi geligi tetap, meskipun masih

berlangsung pergantian dari gigi sulung ke gigi permanen namun sudah banyak

gigi permanen yang tumbuh. Pada usia tersebut sudah dapat menangkap suatu

pengertian yang dapat menjelaskan tentang sesuatu secara realistis. Selain itu pada

masa usia 10-12 tahun sudah dapat diberi tanggungjawab terhadap tindakan

menggosok gigi. Pada usia 10-12 tahun sudah mampu melakukan menggosok gigi

secara sistematis bila dibandingkan dengan kelompok usia dibawahnya. Untuk itu

kesehatan gigi dari awal perlu dijaga agar anak mempunyai gigi permanen yang

baik (Suwelo, 1992).

21

Anda mungkin juga menyukai