Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA

DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA INDONESIA

KARYA ILMIAH
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Penulisan Ilmiah

Oleh :

DEVI INDRIANI PUTRI

119207030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

UNIVERSITAS PARAMADINA

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN DAFTAR ISI ii

HALAMAN DAFTAR TABEL iii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1


1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1.1 Tinjauan Teori tentang Remaja 4


2.1.2 Tinjauan Teori tentang Pola asuh Orang tua 7
2.1.3 Tinjauan Teori tentang Depresi 10
2.1.3.1 Gejala Depresi 11
2.1.3.2 Tahapan-tahapan Depresi 12
2.1.3.3 Jenis-jenis Depresi 12
2.2 Hipotesis 14
2.3 Model Penelitian 14

DAFTAR PUSTAKA 15

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fase Pertumbuhan Remaja 6

Tabel 2.2 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua 9

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 PolaAsuh Otoriter 9

Gambar 2.2 Pola Asuh Demokratis 9

Gambar 2.3 Pola Asuh Permisif 10

Gambar 2.4 Depresi Pada Anak 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa
kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis dan
psikologis. Secara biologis ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya seks primer dan
seks sekunder sedangkan secara psikologis ditandai dengan sikap dan perasaan, keinginan
dan emosi yang labil atau tidak menentu. Hurlock (1990) membagi fase remaja awal dengan
usia antara 13-17 tahun dan masa remaja akhir usia antara 17-18 tahun. Masa remaja awal
dan akhir menurut Hurlock memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati dewasa.
Berdasarkan data BKKBN (2016), remaja Indonesia usia 10-24 tahun sebanyak 66,3 juta
jiwa. Menurut Fishbein (1978), masa remaja ditandai dengan datangnya masa pubertas, dan
bersaman dengan itu terjadi pula pertumbuhan fisik, tetapi juga sering disertai oleh gejolak
dan permasalahan, baik masalah medis maupun psikososial. Hal inilah yang dapat
menyebabkan remaja berada pada kondisi labil dan emosional. Kemungkinan remaja akan
mengalami frustasi sampai depresi.

Menurut beberapa penelitian (Fritz, 1995) sekitar 5% dari remaja menderita simptom
depresi, misalnya kesedihan yang menetap, prestasi yang menurun, selain itu depresi juga
bisa timbul akibat kejadian yang tidak menyenangkan, misalnya kematian atau putus cinta.
Orang tua mempunyai peranan yang penting untuk melindungi dan membimbing anak-anak
mereka dalam proses perkembangan. Hubungan kehidupan yang terjalin antara orang tua dan
anak di dalam lingkungan keluarga dinamakan dengan istilah pola asuh.

Pola asuh menurut Stewart dan Koch (1983) dalam Indi (2009), terdiri dari tiga kriteria
pola asuh diantaranya pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif.

1
Pola asuh orang tua yang selalu bersikap otoriter terhadap anak membuat remaja akhirnya
berkeinginan untuk bebas dan merdeka tapi karena adanya tekanan dari orang tua sehingga
berakhir depresi pada remaja. Pola asuh orang tua banyak dipengaruhi pada budaya setempat
yang tidak sesuai dengan pemikiran remaja yang berdampak depresi pada remaja oleh karena
itu penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat
depresi pada remaja.

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam maka penulis
memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab
itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua
dengan Tingkat Depresi Remaja. Pola asuh orang tua dipilih karena dapat memberikan
dampak terhadap remaja.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat depresi pada remaja
Indonesia?
2. Apa saja bentuk-bentuk pola asuh orang tua?
3. Apa dampak yang diakibatkan jika remaja terus mengalami depresi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat depresi pada
remaja Indonesia.
2. Untuk mengetahui tipe pola asuh orang tua di Indonesia.
3. Untuk menganalisis dampak yang diakibatkan jika remaja terus menerus mengalami
depresi.

2
4. Untuk memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Penulisan Ilmiah.

1.4 Manfaat Penelitian

2. Penulis dapat mengetahui lebih jauh tentang hubungan antara pola asuh orang tua dengan
tingkat depresi pada remaja.
3. Orang tua dapat memberikan pola asuh yang tepat bagi anak.
4. Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang pola asuh orang tua dan tingkat
depresi pada remaja.

1.5 Sistematika Penulisan

Bagian Awal
a. Halaman Judul (terlampir).
b. Halaman Daftar Isi (terlampir).
c. Halaman Daftar Tabel (terlampir).
d. Halaman Daftar Gambar (terlampir).

Bagian Inti

a. BAB I PENDAHULUAN :
Latar belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Sistematika Penulisan.
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan teori, Hipotesis, Model penelitian.

Bagian Akhir

DAFTAR PUSTAKA.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Tinjauan Teori tentang Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik (Hurlock, 1992). Masa Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-
kanak sampai masa dewasa, berlangsung antara usia 11-20 tahun. Pada masa remaja banyak
terjadi perubahan baik biologis, psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses
pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (Siswanto, 2009).

Perkembangan remaja biasanya ditandai dengan masa transisi dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa dan dalam masa transisi ini remaja mencoba berbagai pilihan sebagai bagian
dari perkembangan identitas (Santrock, 2003). Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas
perkembangan yang harus dilalui. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui
tugas-tugas perkembangannya (Santrock, 2003).
Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain :

1. Perkembangan fisik
Pada saat seorang anak mengalami pubertas maka akan ada perubahan fisik didalam
tubuhnya. Untuk remaja putri perubahan secara biologisnya ditandai dengan menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga
perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, tumbuhnya rambut disekitar
kemaluan dan lain sebagainya. Remaja laki-laki mulai memperlihatkan perubahan dalam
suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone.
Bentuk fisik mereka akan berubah sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada
dunia remaja (Al-Mighwar, 2006).
4
2. Perkembangan kognitif
Pada periode ini, pola pikir remaja sudah mulai berkembang dan kapasitas berpikirnya
sudah mulai secara logis dan abstrak, sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi.
Selain itu mereka juga mampu memproses informasi yang didapat dan
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.

3. Perkembangan Moral
Pada masa ini, remaja mulai bertanya-tanya mengenai fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya sebagai dasar pembentukan nilai diri mereka. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut(Al-Mighwar, 2006). Dalam
hal ini peran orang tua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orang tua yang bijak akan
memberi lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh
dan memilih yang baik. Orang tua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan
bijak dan bersikap kaku akan membuat remaja merasa bingung. Remaja tersebut kan
mencari jawaban diluar lingkaran orang tua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa jadi
berbehaya jika lingkungan baru member jawaban yang tidak diinginkan atau
bertentangan dengan yang diberikan oleh orang tua. Konflik dengan orang tua mungkin
akan mulai menajam (Shochip, 2000).

4. Perkembangan Psikologis
Pada periode ini, suasana hati remaja bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian
di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa
remaja rata-rata memerlukan waktu 45 menit untuk berubah suasana hatinya sementara
orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Penyebab ini seringkali
dikarenakan dengan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah atau keigiatan sehari hari
di kantor. Meski berubah dengan cepat, namun hal tersebut belum tentu merupakan gejala
awal atau masalah psikologis.

5
5. Perkembangan Sosial
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan hubungan
yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
keluarga dan sekolah.

Tabel 2.1 Fase Pertumbuhan Remaja

Fase Pertumbuhan Remaja


a. Meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya
organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.
b. Lebih sering Mengkritik.
Masa pra-pubertas (12- c. Mulai menyukai lawan jenis.
13 tahun) d. Lebih berani untuk mengungkapkan keinginannya.

a. Mulai berkembang pertumbuhan fisiknya.


b. Emosinya mulai labil.
Masa pubertas (14-16 c. Keinginan seksual mulai kuat.
tahun) d. Pada perempuan mulai ditandai dengan menstruasi sedangkan
pada laki-laki mulai ditandai dengan mimpi basah.
Mulai mengerti tentang penampilan, gengsi dan daya tarik seksual.
a. Lebih dapat menerima kodratnya, baik laki-laki atau perempuan.
Masa akhir pubertas b. Kematangan fisik dan seksualitas sudah tercapai tetapi
(17-18 tahun) kematangan psikologisnya belum

Masa akhir pubertas c. Lebih dapat menerima kodratnya, baik laki-laki atau perempuan.
(17-18 tahun) d. Kematangan fisik dan seksualitas sudah tercapai tetapi
kematangan psikologisnya belum.
6
Periode remaja a. Kematangan fisik sudah sempurna.
Adolesen (19-21 tahun) b. Mulai mempelajari hal-hal abstrak dan mulai memperjuangkan
idealismenya.
c. Emosi sudah dapat dikonrol dengan baik.
d. Arah kehidupannya mulai terlihat jelas.

2.1.2 Tinjauan Teori tentang Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua secara etimologi adalah pola yang berarti bentuk, tata cara dan
asuh yang berarti menjaga, merawat, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau
sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau secara terminologi, pola asuh
anak adalah suatu pola atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak
yang bersifat realtif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh
anak dari segi negatif atau positif (Shochib, 2000).

Cara orang tua mengasuh anak dipengaruhi oleh budaya, agama, kebiasaan, status
ekonomi, kepercayaan, dan kepribadian orang tua. Selain itu pola asuh yang diterapkan
pada anak biasanya dipengaruhi oleh pola asuh yang diterima orang tua semasa kecil.
Fungsi pola asuh orang tua adalah untuk mengarahkan emosi anak ke dalam jalur yang
berguna dan diterima secara sosial (Junaidi, 2009).

Menurut Diana Baumrind (1991) ada tiga macam jenis pola asuh orang tua yang
berhubungan dengan aspek yang berbeda dalam perilaku sosial remaja antara lain :
1. Pola Asuh autoritarian (Otoriter)
Pada pola asuh ini orang tua membatasi dan mendesak remaja agar mengikuti semua
aturan yang telah diberikan. Orang tua yang bersifat otoriter akan membuat batasan dan
kendali terhadap remaja dan hanya akan melakukan sedikit komunikasi. Remaja dengan
orang tua yang menerapkan pola asuh ini biasanya seringkali merasa cemas akan
perbandingan sosial, tidak mampu memulai sesuatu kegiatan dan memiliki kemampuan
komunikasi yang rendah.
7
2. Pola Asuh autoritatif (Demokratis)
Orang tua dalam pola asuh ini tetap mendorong remaja untuk bebas namun masih
memberikan batasan dan pengendalian ats tindakan-tindakan yang mereka lakukan.
Komunikasi verbal dalam tahap ini bisa berjalan dengan baik, hubungan antara orang tua
dan anak juga dapat berjalan dengan baik. Pengasuhan dalam sistem ini berkaitan dengan
perilaku sosial remaja yang kompeten. Remaja dengan pola asuh ini akan mempunyai
kesadaran diri dan tanggung jawab sosial yang cukup tinggi (Junaidi, 2009).

3. Pola Asuh Permisif


Pola asuh ini dapat dibedakan menjadi dua macam:
a. Pola asuh permisif tidak peduli
Suatu pola dimana orang tua tidak mau ikut campur dalam kehidupan remaja. Pada
pola ini remaja sangat membutuhkan perhatian orang tua mereka. Orang tua yang
menerapkan pola asuh ini akan membuat kesan yang buruk dan membuat remaja
tidak dapat untuk melakukan pengendalian diri.

b. Pola asuh permisif memanjakan


Suatu pola dimana orang tua terlibat dengan remaja tetapi terkadang suka menuntut
atau mengendalikan mereka. Pola asuh ini mengizinkan remaja melakukan apa yang
mereka inginkan dan akibatnya remaja tidak pernah belajar bagaimana cara
mengendalikan diri mereka sendiri dan selalu berharap bahwa mereka akan
mendapatkan semua keinginannya. Beberapa orang tua yang menerapkan sistem ini
percaya bahwa keterlibatannya dengan kehidupan remaja akan membuat remaja
menjadi pribadi yang kreatif dan percaya diri (Junaidi, 2009).

Terlepas dari cara-cara dan sifat orang tua dalam mendidik anak diatas, sebaiknya
perlu disadari bahwa dalam mendidik anak orang tua dituntut agar lebih sabar dan
bijaksana. Dalam keluarga tidak ada peraturan dan pembatasan apabila disiplin terlalu
lonngar anak merasa bingung dan kurang aman,

8
akibat dari pengalaman yang terbatas dan mental yang masih belum matang, mereka
sulit membuat keputusan dan merekacenderung akan menjadi ketakutan, agresif,
gelisah, serta depresi.

Tabel 2.2 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Jenis- Jenis Pola Asuh Orang Tua


a. Menuntut.
b. Bersikap dingin.
1. Pola Asuh c. Memegang Kontrol.
Otoriter d. Komuikasi hanya berjalan satu arah.
a. Orang tua bersikap realistis terhadap anak.
b. Orang tua meberikan kebebasan kepada anak untuk
2. Pola Asuh memilih dan melakukan suatu tindakan.
Demokratis c. Hubungan antara orang tua dan anak berjalan baik.
a. Orang tua tidak konsisten terhadap aturan.
b. Lebih menekankan kebebasan anak daripada
3. Pola Asuh tanggung jawab.
Permisif c. Seringkali tampak lebih seperti teman.

Gambar 2.1 Pola Asuh Otoriter Gambar 2.2 Pola Asuh Demokratis

9
Gambar 2.3 Pola Asuh Permisif

2.1.3 Tinjauan Teori tentang Depresi

Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan
diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh (Lubis, 2009). Depresi biasanya mulai timbul
pada usia remaja hingga dewasa dan berlangsung selama 6-9 bulan, tetapi pada suatu
kasus tertentu, 15-20% penderita yang mengalami depresi bisa berlangsung sampai 2
tahun atau lebih. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi,
khususnya pada anak dan remaja adalah :
1. Faktor Genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetic
mempunyai peran besar. Bila suatu keluarga salah satu orang tuanya menderita depresi,
maka anaknya beresiko dua kali lipat dan apabila kedua orang tuanya menderita depresi
maka resikonya akan bertambah menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76%
akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Kembar
monozigot tidak 100% menunjukkan gannguan afektif, kemungkinan ada faktor
nongenetik yang turut berperan ( Lubis, 2009).

10

2. Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orang tua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya
atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi
sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
seorang ibu yang mengalami depresi akan lebih besar pengaruhnya terhadap anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi.

3. Faktor Biologis lainnya


Hasil penelitian menyatakan bahwa depresi terjadi dan erat hubungannya dengan
perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolinergik, sementara dopamine secara fungsional menurun (Lubis, 2009).

2.1.3.1 Gejala- Gejala Depresi

Menurut Ola Site (2009), gejala-gejala depresi dibagi menjadi dua yaitu gejala utama
serta gejala lainnya yang mendukung gejala utama, dimana gejala tersebut akan
menentukan berat ringannya tingkat depresi:
a. Gejala Utama
1. Kehilangan minat dan kegembiraan.
2. Berkurangnya energi.
3. Menurunnya produktivitas.
4. Mudah lelah.

b. Gejala Lainnya
1. Konsentrasi berkurang.
2. Harga diri dan percaya diri berkurang.
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis.
5. Perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri.
11
6. Tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
2.1.3.2 Tahapan-tahapan Depresi

Depresi dibagi menjadi tiga tahapan antara lain :


a. Depresi Ringan
1. Mengalami gejala utama dan gejala lainnya depresi.
2. Berlangsung selama 2 minggu.
3. Hanya sedikit kesulitan dalam melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.

b. Depresi Sedang
1. Mengalami gejala utama dan gejala lainnya depresi.
2. Berlangsung selama 2-6 bulan.
3. Menghadapi kesulitan dalam melakukan aktivitas pekerjaan yang biasa
dilakukannya.

c. Depresi Berat
1. Mengalami gejala-gejala depresi.
2. Berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
3. Penderita tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas pekerjaan seperti biasanya.

2.1.3.3 Jenis-jenis Depresi

Gangguan depresi dimulai dari yang ringan sampai yang berat. Bentuk yang lebih
ringan lebih dikenal dengan depresi neurotic atau depresi reaktif sedangkan untuk depersi
yang lebih berat disebut depresi psikotik atau endogenus (Amir, 2005). Berikut ini jenis-
jenis depresi menurut penyebabnya, antara lain :
a. Depresi Reaktif

12
Pada depresi ini, gejala yang tejadi disebabkan karena stress yang berasal dari luar,
misalnya kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan dan pelecehan
seksual. Kehidupan yang penuh dengan stress seringkali menimbulkan depresi.

b. Depresi Endogenus
Depresi Endogenus biasanya menunjukkan gejala-gejala sedih, misalnya kehilangan
orang tua, perasaan yang bersalah, keterlambatan fisik, dan suasana hatiyang tidak
pernah berubah meskipun ada hal yang menyenangkan terjadi.

c. Depresi Primer dan Sekunder


Depresi ini disebabkan oleh penyakit fisik atau psikiatrik. Untuk depresi sekunder
biasanya disebabkan karena obat-obatan atau alkohol sedangkan depresi primer
disebabkan karena gejala-gejala yang dialaminya bukan karena obat-obatan.

Gambar 2.4 Depresi pada Anak

13
2.2 Hipotesis

H1 : Terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan tingkat depresi pada remaja.
H2 : Terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan tingkat depresi pada remaja.

2.3 Model Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kualitatif . Metode kualitatif adalah
penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Model penelitian
yang digunakan adalah Studi kasus. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, studi kasus
akan melakukan wawancara, observasi ataupun pemeriksaan dokumen. Data yang diperoleh
kemudian akan diolah dan dianalisis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono W. S. 2011. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Gunarsa, S.G. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.

Nora, A.Z dan Widuri, E.L. 2011. Komunikasi ibu dan anak dengan depresi pada remaja.
Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia.

Safitri, Y dan Hidayati, E. 2013. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat
Depresi Remaja di SMK 10 November Semarang. Jurnal Keperawatam Jiwa, 1(1), 11-17.

Ignatius, B. 2008. Gaya Pola Asuh Orang Tua. Psychological Bulletin, 113(3), 487-496.

Arsyam, S. 2018. Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Depresi Pada Remaja. Journal of
Islamic Nursing, 2(1), 17-20.

15

Anda mungkin juga menyukai