Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE SYOK SINDROM (DSS)


ICU RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh:
NOVI ANDRIANI
1011040024

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE SYOK SINDROM (DSS)

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae,
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui
perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue
terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua
orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.
Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah
kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat
dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya
meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu
puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia
meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan
April-Mei tiap tahun.
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang
disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan
keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.
Penatalaksanaan DBD adalah dengan memberikan terapi
simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap
timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat
dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur.
Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadi “leakage”
plasma.
2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk :
1. Mengenal apa yang dimaksud dengan dengue syok sindrom
2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi dengue syok sindrom
3. Mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan dengue syok sindrom
4. Mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada dengue syok sindrom
5. Memahami rencana keperawatan pada dengue syok sindrom
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak, remaja atau orang dewasa dengan tanda klinis demam, nyeri
otot atau nyeri sendi yang di sertai leucopenia dengan atau tanpa ruam, sakit
kepala hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa yang mengecap yang
terganggu, trombositopenia, dan bintik-bintik perdarahan spontan
(Syaefoellah,1999)
Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, di
sebabakan oleh virus di tandai dengan permeabilitas kapiler, kelainan
hemostasis, dan pada kasus berat sindrom syok kehilangan protein (Nelson,
1999).
Dengue adalah penyakit demam akut di sebabkan oleh virus dengan
gejala demam, nyeri kepala otot dan sendi, dapat terjadi erupsi kulit berupa
rosela di tularkan melalui nyamuk aedes aegypti dengan masa inkubasi 35 hari
(Laksamana, 2003)
Dengue hemorogic fever adalah penyakit yang di sebabakan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang terdapat pada anak, orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang di sertai
ruam atau tanpa ruam. (Aristanaoka, 2008)
Jadi kesimpulannya DHF adalah penyakit yang di sebabkan oleh gigitan
nyamuk Aedes Aegypti yang terdapat pada anak, remaja, orang dewasa dengan
gejala demam, nyeri otot, atau nyeri sendi yang di sertai ruam atau tanpa ruam.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
1. Virus gengue sejenis arbo virus
2. Virus dengue tergolong dalam famili flavivielae dan dikenal ada 4
serotiv dengue 1 dan 2
b. Fisiologi
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih
besar dari sel darah merah tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam setiap
milimeter kubik darah terdapat 6.000 – 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah
putih. Granulosit / sel poliformonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh
jumlah sel darah putih.
Trombosit adalah sel kira-kira 1/3 ukuran sel darah merah, terdapat
300.000 trombosit dalam setiap milimeter kubik darah. Perannya penting
dalam penggumpalan darah.

Fungsi sel darah putih :


Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan
badan terhadap mikro organisme. Dengan kemampuannya sebagai fogosit,
mereka memakan bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah. Dengan
kekuatan gerakan anti bodinya ia dapat bergerak bebas di dalam dan dapat
keluar pembuluh darah kemudian berjalan mengitari seluruh bagian tubuh.
Dengan cara ini ia dapat :
a. Mengelilingi daerah yang terkena infeksi atau cedera
b. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
c. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang
jahitan dan sebagainya
d. Sebagai tambahan granulosit dan memeiliki enzim yang dapat memecah
protein, jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. Dengan cara ini
jaringan yang sakit atau terluka dapat di buang dan penyembuhan di
mungkinkan.
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat di
hentikan sama sekali. Bila kegiatanya tidak berhasil sempurna , maka berarti
berkurangnya jumlah sel darah putih/ kalah sampai 5000 atau kurang/
leukopenia (Pearce,2000)
Menurut Broom (1999) trombosit terdapat kira-kira 250.000 – 500.000
per mm darah. Trombosit cenderung menutupi kerusakan pemukaan, dan
terdapat pelepasan zat yang perlu untuk koagulasi darah. Trombosit kira kira
berumur 4 hari dalam darah. Trombosit di buang oleh sel-sel fagosit dalam
limfa. Normalnya waktu terobosan dalam endotelium kapiler dengan cepat di
tutup oleh kerja trombosit. Namun bika konsentrasi trombosit turun di bawah
kira-kira 40.000 per mm (seperti terjadi dalam reaksi alergi terhadap obat)
perdarahan kapiler telah terjadi pada kulit, usus dan otak.
Jadi kesimpulannya fisiologi yang akan terganggu pada kasus DHF
adalah trombosit.

3. Etiologi
Menurut Syaefuolah (1999 ) Virus dengue tergolong dalam
family/suku/grup flaviviridae dan di kenal ada 4 serotipe atau tipe virus dengue
yang saling tidak mempunyai cross immunity dapat di isolasi pada darah pasien
pada permulaan demam sampai hari ke 3-4.
Isolasi virus dengue dengan menggunakan biakan jaringan nyamuk
aegypti albopictos disebut mosquito inoculation technique yang merupakan
suatu tehnik baru, sangat sensitife, sederhana dan murah.
Virus dengue berbentuk batang bersifat termologi, sensitife terhadap
inaktifitas oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di
samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
- Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
- Warnanya hitam dan belang-belang
- Menggigit pada siang hari
- Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
- Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
- Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi,
drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang
tidak bersentuhan dengan tanah.
- Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi
& Yuliani, 2001).Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi tubuh merupakan
reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda
akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama
kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hyperemia tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada
system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. .Adanya
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus
dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan
klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif,
sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah
yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis
yang bekerja singkat.  Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor
yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena
patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan
DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plamsa, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi
trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor
penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya mega karoisit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit
adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemoragik,
renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.

5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
- Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari,
Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. Ditemukan
pula perdarahan kulit.
- Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit , tekanan darah menurun.
- Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur,anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Manifestasi klinis
Menurut Sunarto ( 2008 )
a. Panas mendadak tinggi terus menerus berlangsung selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan,melalui torniquette yang menunjukan hasil positif
c. Pembesaran hati atau hepar
d. Syok atau renjatan yang manifestasinya cepat dengan nadi melemah, disertai
nadi yang menyempit,juga hipotensi dengan ditandai kulit yang
lembab,dingin dan gelisah
Menurut Soedarto ( 1990 )
Masa inkubasi sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukan
virus dengue kedalam kulit,terdapat masa laten yang berlangsung 4-5 hari.
Diikuti oleh demam,sakit kepala dan malaise.
a. Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsungnya demam,gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anorexia,nyeri punggung,nyeri tulang dan persendian,nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyertainya.
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua,dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit, dan dapat berupa uji tourniquet yang positif. Mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsivena,petekie dan purpura. Selain itu juga
dapat dijumpai epitaksis dan perdarahan gusi,hematemesis dan melena.
c. Hepatomegalli
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegalli dan hati terasa kenyal,harus diperhatikan
kemungkinan akan terjadinya renjatan pada penderita.
d. Renjatan atau syok
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita.
Dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,dingin
pada ujung hidung,jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut.
Nadi menjadi cepat,kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik
akan menurun sampai dibawah angka 80mmHg.
e. Nyeri epigastrium,muntah-muntah,diare,maupun obstipasi dan kejang-
kejang.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Syaefullah ( 1999 )
a. Darah pada DHF dijumpai leukopenia,pada DHF umumnya dijumpai
trombositopenia dan hemokonsetrasi.
- Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan yanng penting.
b. Urine,mungkin ditemukan albuminuria ringan karena di dalam albumin
banyak mengandung urine.
c. Sum-sum tulang pada awal sakit,biasanya hiposeluler kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 sedang pada hari ke-10 biasanya kembali normal.
d. Serolugi,mengukur titer antibody pasien dengan cara haemoglutination
inhibition tes ( HI Test ) atau dengan uji peningkatan komplemen.
e. Isolasi virus,pasien jaring-jaringan baik pasien hidup ( melalui biopsy ) atau
dari pasien yang meninggal ( melalui autoplay )
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah
trombosit dan kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat
menjadi pertanda penyakit demam berdarah adalah:
- Ig G dengue positif.
- Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang
dari 100.000/mm3.
- Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
Efusi pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia
menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna
terutama pada pasien yang anemia dan atau mengalami perdarahan berat.
Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositopenia
memperkuat diagnosis terjadinya Dengue Shock Syndrom (WHO, 2004).
- Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada
saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya
limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
- Isolasi virus
- Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
- Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis,
FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
- Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia.
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
- Foto toraks lateral dekubitus kanan.
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

8. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi,
krakles.
b. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada
grade IV dapat trjadi DSS
c. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat,
lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV
nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
d. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
f. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif
pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan
spontan pada kulit.

9. Terapi
Belum atau tanpa renjatan:
a. Grade I dan II :
1. Oral ad libitum atau
2. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10
kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu
secukupnya.
Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
- 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
- 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
- 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti
panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan ;
b. Grade III
1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan
nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat)
lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi
stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai
untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :
- 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
- 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
- 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
- 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan  tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau
plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/
1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg
dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg
BB dalam kurun waktu 24 jam.

10. Penatalaksanaan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang )
atau kejang-kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif /
negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan
- Panas disertai renjatan.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
l. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada
perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolok.

11. Pathway
Virus Dengue

Gigitan nyamuk aedes Orang yang terinfeksi


ageypti virus dengue

Menyerang orang sehat Gigitan nyamuk aedes


aegypti

Anti bodi yang 


Membawa virus

Tubuh terinfeksi dan terjadi proteksi dari sistem imun tubuh

Menyerang Suhu tubuh 


Vermis gastrointestinal panas, demam
Gangguan sistem
koagulasi (pembekuan  asam lambung
Kelemahan fisik
darah) Hipertemi

Trombositopenia Nyeri akut Anoreksia, mual


muntah
Intoleransi
Perdarahan tubuh
aktivitas

Nutrisi kurang
Syok hipovolemik
dari kebutuhan
tubuh

Kematian ansietas
Gangguan keseimbangan
Kurang pengetahuan cairan elektrolit

Keterangan : : : Diagnosa menurut teori yang terjadi pada pasien

: Diagnosa menurut teori

Sumber: Aristanaoka (2008); Doengoes (1999); Carpenito (2000); Soedarto (1990).

12. Pengkajian
Wawancara
a. Biodata klien
Meliputi identitas pasien dan keluarga.
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri
otot.
- Riwayat kesehatan keluarga.
Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang
sama.
- Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan
b. Kepala
- Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
- Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah
kotor dan hiperemia pada tenggorokan
- Leher : Tidak ada masalah
- Thorak
c. Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena
efusi fleura
- Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan
- Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran
hepar dan limpa
d. Ekstremitas : Nyeri sendi
e. Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia

Analisa data
1. Data Subjektif
Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan timbul antara lain :
Breath: sesak napas
Blood: penurunan trombosit, perdarahan
Brain: sakit kepala
Blandder: urine menurun
Bowel: konstipasi
Bone: nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, lemah
Anoreksia (tak nafsu makan), mual, haus, sakit saat menelan
Demam atau panas
2. Data Objektif
Data objektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
- Suhu tubuh tinggi: menggigil; wajah tampak kemerahan (flushimg)
- Mukosa mulut kering; perdarahan gusi; lidah kotor (kadang-kadang)
- Tampak bintik merah pada kulit (petekie)
- kulit, bibir dan lidah menjadi kering; tampak kehausan, sudah lama tidak
buang air kecil dan kelenturan kulit menurun

13. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Defisit Volume Cairan
b. Kelebihan Volume Cairan
c. Nyeri
d. Hipertermia
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Resiko Infeksi
g. Kurang pengetahuan

14. Rencana asuhan keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan  Fluid balance
 Hydration Fluid management
intravaskuler, interstisial, dan/atau
intrasellular. Ini mengarah ke  Nutritional Status :  Timbang
dehidrasi, kehilangan cairan dengan Food and Fluid popok/pembalut
pengeluaran sodium Intake jika diperlukan
Kriteria Hasil :  Pertahankan
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan catatan intake
- Kelemahan urine output sesuai dan output yang
- Haus akurat
dengan usia dan BB,
- Penurunan turgor kulit/lidah  Monitor status
BJ urine normal, HT
- Membran mukosa/kulit kering hidrasi
normal ( kelembaban
- Peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah,  Tekanan darah, nadi, membran
penurunan volume/tekanan nadi suhu tubuh dalam mukosa, nadi
- Pengisian vena menurun batas normal adekuat, tekanan
- Perubahan status mental  Tidak ada tanda darah ortostatik ),
- Konsentrasi urine meningkat tanda dehidrasi, jika diperlukan
- Temperatur tubuh meningkat Elastisitas turgor kulit  Monitor hasil lAb
- Hematokrit meninggi baik, membran yang sesuai
- Kehilangan berat badan seketika mukosa lembab, dengan retensi
(kecuali pada third spacing) tidak ada rasa haus cairan (BUN ,
Faktor-faktor yang berhubungan: yang berlebihan Hmt , osmolalitas
- Kehilangan volume cairan secara urin )
aktif  Monitor vital sign
- Kegagalan mekanisme  Monitor masukan
pengaturan makanan / cairan
dan hitung intake
kalori harian
 Kolaborasi
pemberian cairan
IV
 Monitor status
nutrisi
 Berikan cairan
 Berikan diuretik
sesuai interuksi
 Berikan cairan IV
pada suhu
ruangan
 Dorong masukan
oral
 Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack (
jus buah, buah
segar )
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
 Atur
kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi

2 Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


 Electrolit and acid
Definisi : Retensi cairan isotomik Fluid
base balance
meningkat management
 Fluid balance
Batasan karakteristik :  Hydration  Timbang
- Berat badan meningkat pada popok/pembalut
waktu yang singkat jika diperlukan
- Asupan berlebihan dibanding Kriteria Hasil:
 Terbebas dari edema,  Pertahankan
output catatan intake
- Tekanan darah berubah, efusi, anaskara
dan output yang
tekanan arteri pulmonalis  Bunyi nafas bersih,
akurat
berubah, peningkatan CVP tidak ada  Pasang urin
- Distensi vena jugularis dyspneu/ortopneu kateter jika
- Perubahan pada pola nafas,  Terbebas dari distensi diperlukan
dyspnoe/sesak nafas, vena jugularis, reflek  Monitor hasil lAb
orthopnoe, suara nafas hepatojugular (+) yang sesuai
abnormal (Rales atau  Memelihar dengan retensi
crakles), kongestikemacetan
a tekanan vena cairan (BUN ,
paru, pleural effusion
- Hb dan hematokrit menurun,
sentral, tekanan Hmt , osmolalitas
kapiler paru, output urin )
perubahan elektrolit,
jantung dan vital sign  Monitor status
khususnya perubahan berat
dalam batas normal hemodinamik
jenis
 Terbebas termasuk CVP,
- Suara jantung SIII
MAP, PAP, dan
- Reflek hepatojugular positif dari kelelahan,
PCWP
- Oliguria, azotemia kecemasan atau
- Perubahan status mental,  Monitor vital sign
kebingungan
kegelisahan, kecemasan  Monitor indikasi
 Menjelask retensi /
anindikator kelebihan kelebihan cairan
Faktor-faktor yang berhubungan : cairan
- Mekanisme pengaturan (cracles, CVP ,
melemah edema, distensi
- Asupan cairan berlebihan vena leher,
- Asupan natrium berlebihan asites)
 Kaji lokasi dan
luas edema
 Monitor masukan
makanan / cairan
dan hitung intake
kalori harian
 Monitor status
nutrisi
 Berikan diuretik
sesuai interuksi
 Batasi masukan
cairan pada
keadaan
hiponatrermi
dilusi dengan
serum Na < 130
mEq/l
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk

Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe
intake cairan dan
eliminaSi
 Tentukan
kemungkinan
faktor resiko dari
ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi diuretik,
kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis,
disfungsi hati, dll )
 Monitor berat
badan
 Monitor serum
dan elektrolit
urine
 Monitor serum
dan osmilalitas
urine
 Monitor BP, HR,
dan RR
 Monitor tekanan
darah orthostatik
dan perubahan
irama jantung
 Monitor
parameter
hemodinamik
infasif
 Catat secara
akutar intake dan
output
 Monitor adanya
distensi leher,
rinchi, eodem
perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda
dan gejala dari
odema
 Beri obat yang
dapat
meningkatkan
output urin

3 Nyeri NOC : NIC :


 Pain Level,
Definisi :  Pain control, Pain
Sensori yang tidak menyenangkan  Comfort level
dan pengalaman emosional yang Kriteria Hasil :
Managemen
muncul secara aktual atau potensial
 Mampu mengontrol t
kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan nyeri (tahu  Lakukan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): penyebab nyeri, pengkajian nyeri
serangan mendadak atau pelan mampu secara
intensitasnya dari ringan sampai berat menggunakan komprehensif
yang dapat diantisipasi dengan akhir tehnik termasuk lokasi,
yang dapat diprediksi dan dengan nonfarmakologi karakteristik,
durasi kurang dari 6 bulan. durasi, frekuensi,
untuk mengurangi
kualitas dan
nyeri, mencari faktor presipitasi
Batasan karakteristik : bantuan)
- Laporan secara verbal atau non  Observasi reaksi
 Melaporkan bahwa nonverbal dari
verbal
nyeri berkurang ketidaknyamanan
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk
dengan  Gunakan teknik
menghindari nyeri menggunakan komunikasi
- Gerakan melindungi manajemen nyeri terapeutik untuk
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengenali mengetahui
- Muka topeng nyeri (skala, pengalaman nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, intensitas, frekuensi pasien
 Kaji kultur yang
tampak capek, sulit atau gerakan dan tanda nyeri)
kacau, menyeringai) mempengaruhi
 Menyatakan rasa
- Terfokus pada diri sendiri respon nyeri
nyaman setelah  Evaluasi
- Fokus menyempit (penurunan nyeri berkurang
persepsi waktu, kerusakan pengalaman nyeri
 Tanda vital dalam masa lampau
proses berpikir, penurunan
rentang normal  Evaluasi bersama
interaksi dengan orang dan
lingkungan) pasien dan tim
- Tingkah laku distraksi, contoh : kesehatan lain
jalan-jalan, menemui orang lain tentang
dan/atau aktivitas, aktivitas ketidakefektifan
berulang-ulang) kontrol nyeri
- Respon autonom (seperti masa lampau
diaphoresis, perubahan tekanan  Bantu pasien dan
darah, perubahan nafas, nadi keluarga untuk
dan dilatasi pupil) mencari dan
- Perubahan autonomic dalam menemukan
tonus otot (mungkin dalam dukungan
rentang dari lemah ke kaku)  Kontrol
- Tingkah laku ekspresif (contoh : lingkungan yang
gelisah, merintih, menangis, dapat
waspada, iritabel, nafas mempengaruhi
panjang/berkeluh kesah) nyeri seperti suhu
- Perubahan dalam nafsu makan ruangan,
dan minum pencahayaan dan
kebisingan
Faktor yang berhubungan :  Kurangi faktor
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, presipitasi nyeri
psikologis)  Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic
Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
 Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

4 Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas
rentang normal Kriteria Hasil :  Monitor suhu
 Suhu tubuh dalam sesering mungkin
Batasan Karakteristik: rentang normal  Monitor IWL
 kenaikan suhu tubuh diatas  Nadi dan RR  Monitor warna
rentang normal dalam rentang dan suhu kulit
 serangan atau konvulsi (kejang)  Monitor tekanan
normal
 kulit kemerahan darah, nadi dan
 Tidak ada
 pertambahan RR RR
perubahan warna  Monitor
 takikardi kulit dan tidak
 saat disentuh tangan terasa penurunan tingkat
ada pusing kesadaran
hangat
 Monitor WBC,
Faktor faktor yang berhubungan : Hb, dan Hct
- penyakit/ trauma  Monitor intake
- peningkatan metabolisme dan output
- aktivitas yang berlebih  Berikan anti
- pengaruh medikasi/anastesi piretik
- ketidakmampuan/penurunan  Berikan
kemampuan untuk pengobatan untuk
berkeringat mengatasi
- terpapar dilingkungan panas penyebab demam
- dehidrasi  Selimuti pasien
- pakaian yang tidak tepat  Lakukan tapid
sponge
 Kolaborasipembe
rian cairan
intravena
 Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila
 Tingkatkan
sirkulasi udara
 Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil

Temperature
regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
 Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi,
dan RR
 Monitor warna
dan suhu kulit
 Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
 Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti
piretik jika perlu

Vital sign
Monitoring
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : Nutrition
food and Fluid Management
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Intake  Kaji adanya alergi
untuk keperluan metabolisme tubuh.  Nutritional Status : makanan
nutrient Intake  Kolaborasi
Batasan karakteristik : dengan ahli gizi
- Berat badan 20 % atau lebih  Weight control
Kriteria Hasil : untuk
di bawah ideal menentukan
- Dilaporkan adanya intake  Adanya
jumlah kalori dan
makanan yang kurang dari RDA peningkatan berat nutrisi yang
(Recomended Daily Allowance) badan sesuai dibutuhkan
- Membran mukosa dan dengan tujuan pasien.
konjungtiva pucat  Berat badan ideal  Anjurkan pasien
- Kelemahan otot yang sesuai dengan untuk
digunakan untuk tinggi badan meningkatkan
menelan/mengunyah  Mampumengidentifi intake Fe
- Luka, inflamasi pada rongga  Anjurkan pasien
kasi kebutuhan
mulut untuk
- Mudah merasa kenyang,
nutrisi
 Tidak ada tanda meningkatkan
sesaat setelah mengunyah protein dan
makanan tanda malnutrisi
vitamin C
- Dilaporkan atau fakta  Menunjukkan  Berikan substansi
adanya kekurangan makanan peningkatan fungsi gula
- Dilaporkan adanya pengecapan dari  Yakinkan diet
perubahan sensasi rasa menelan yang dimakan
- Perasaan ketidakmampuan untuk  Tidak terjadi mengandung
mengunyah makanan penurunan berat tinggi serat untuk
- Miskonsepsi badan yang berarti mencegah
- Kehilangan BB dengan makanan konstipasi
cukup  Berikan makanan
- Keengganan untuk makan yang terpilih
- Kram pada abdomen ( sudah
- Tonus otot jelek dikonsultasikan
- Nyeri abdominal dengan atau dengan ahli gizi)
tanpa patologi  Ajarkan pasien
- Kurang berminat terhadap bagaimana
makanan membuat catatan
- Pembuluh darah kapiler mulai makanan harian.
rapuh  Monitor jumlah
- Diare dan atau steatorrhea nutrisi dan
- Kehilangan rambut yang cukup kandungan kalori
banyak (rontok)  Berikan informasi
- Suara usus hiperaktif tentang
- Kurangnya informasi, misinformasi kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan
Faktor-faktor yang berhubungan : pasien untuk
Ketidakmampuan pemasukan atau mendapatkan
mencerna makanan atau nutrisi yang
mengabsorpsi zat-zat gizi dibutuhkan
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi. Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam
batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
 Monitor
lingkungan
selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
 Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor
kulit
 Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet

6 Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control
Definisi : Peningkatan resiko  Knowledge : (Kontrol infeksi)
masuknya organisme patogen Infection control  Bersihkan
 Risk control lingkungan
Faktor-faktor resiko : setelah dipakai
Kriteria Hasil :
- Prosedur Infasif pasien lain
- Ketidakcukupan pengetahuan  Klien bebas dari
untuk menghindari paparan tanda dan gejala  Pertahankan
infeksi teknik isolasi
patogen
 Mendeskripsikan  Batasi
- Trauma
pengunjung bila
- Kerusakan jaringan dan proses penularan
perlu
peningkatan paparan lingkungan penyakit, factor
 Instruksikan pada
- Ruptur membran amnion yang pengunjung untuk
- Agen farmasi (imunosupresan) mempengaruhi mencuci tangan
- Malnutrisi penularan serta saat berkunjung
- Peningkatan paparan lingkungan penatalaksanaanny dan setelah
patogen
a, berkunjung
- Imonusupresi
 Menunjukkan meninggalkan
- Ketidakadekuatan imum buatan kemampuan untuk pasien
- Tidak adekuat pertahanan mencegah  Gunakan sabun
sekunder (penurunan Hb, timbulnya infeksi antimikrobia
Leukopenia, penekanan respon  Jumlah leukosit untuk cuci tangan
inflamasi) dalam batas normal  Cuci tangan
- Tidak adekuat pertahanan tubuh setiap sebelum
 Menunjukkan
primer (kulit tidak utuh, trauma dan sesudah
jaringan, penurunan kerja silia, perilaku hidup
tindakan
cairan tubuh statis, perubahan sehat kperawtan
sekresi pH, perubahan  Gunakan baju,
peristaltik) sarung tangan
- Penyakit kronik sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
 Tingktkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi
pengunjung
 Saring
pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan
teknik isolasi k/p
 Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi
luka / insisi bedah
 Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari
infeksi
 Laporkan
kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur
positif

7 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


 Kowlwdge : disease
Definisi : process Teaching : disease
Tidak adanya atau kurangnya  Kowledge : health Process
informasi kognitif sehubungan dengan Behavior 1. Berikan penilaian
topic spesifik.
Kriteria Hasil : tentang tingkat
 Pasien dan pengetahuan
Batasan karakteristik :
keluarga pasien tentang
memverbalisasikan adanya masalah,
menyatakan proses penyakit
ketidakakuratan mengikuti instruksi,
yang spesifik
perilaku tidak sesuai. pemahaman 2. Jelaskan
tentang penyakit, patofisiologi dari
Faktor yang berhubungan : kondisi, prognosis penyakit dan
keterbatasan kognitif, interpretasi dan program bagaimana hal ini
terhadap informasi yang salah, pengobatan berhubungan
kurangnya keinginan untuk mencari dengan anatomi
 Pasien dan
informasi, tidak mengetahui sumber- dan fisiologi,
sumber informasi. keluarga mampu dengan cara yang
melaksanakan tepat.
prosedur yang 3. Gambarkan tanda
dijelaskan secara dan gejala yang
benar biasa muncul
 Pasien dan pada penyakit,
keluarga mampu dengan cara yang
menjelaskan tepat
kembali apa yang 4. Gambarkan
dijelaskan proses penyakit,
dengan cara yang
perawat/tim
tepat
kesehatan lainnya. 5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengna cara yang
tepat
6. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
7. Hindari jaminan
yang kosong
8. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang akan
datang dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien
pada grup atau
agensi di
komunitas lokal,
dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan
pasien mengenai
tanda dan gejala
untuk melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan,
dengan cara yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Aristanaoka.(2008).Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dengue Haemoragik


Fever.http://aristanaoka.blogspot.com/2008/05/askep.html.
(14 Juni 2011 jam 21.30).

Carpenito,M.E.2007.Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi


Keperawatan,Diagnosa Keperawatan dan masalah Kolaborasi (Edisi 2) (Editor
Y.Asih). Jakarta:EGC.

Carpenito.(2000).Diagnosa Keperawatan:Aplikasi pada Praktek Klinik (Edisi 3) (Editor


Y.Asih).Jakarta:EGC.

Doengoes,M.E.2007.Rencana Asuhan Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan (Edisi


3) (Alih Bahasa I Made Karyasa) (Editor Setyawan).

Engram,Barbara.(2008).Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Alih Bahasa S.Samba)


(Editor M.Ester).Jakarta:EGC.

Gibson,Jhon.(2002).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat.


(Edisi 2).Jakarta:EGC

Laksamana,T.Hendra.(2003).Kamus Kedokteran.Jakarta:FKUI

Noer,Syaefullah.(1999).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 5)


(Edisi 3).Jakarta:EGC.

NANDA.(2005).Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi (Alih Bahasa


B.Santosa) (Editor B.Santosa).Jakarta:EGC

Soedarto.(1990).Penyakit-Penyakit Infeksi di indonesia.Jakarta:Widya Medika.

Santosa,Santoso.(1999).Kesehatan dan Gigi.Jakarta:PT.RINEKA CIPTA.

Tucker,M.S.,&Canabbio,M.M.(1998).Standar Perawat Pasien Proses Penyakit,Diagnosa


dan Evaluasi.(Edisi 5) (Alih Bahasa Yasmin Asih) (Editor Monica Ester)
Jakarta:EGC.

Widyaningsih.(2008).Asuhan keperawatan pada An.P dengan Post Dengue Haemoragic


Fever (DHF).Laporan Tugas akhir tidak di publikasikan. Purwokerto.Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai