Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA PADA SISTEM NEUROLOGI


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2007:3)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio, kontusio
serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan fraktur
tengkorak.

2. Klasifikasi Cedera kepala


a. Berdasarkan Mekanisme Cedera kepala
- Cedera kepala tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda
tumpul.
- Cedera kepala tembus
Disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
b. Berdasarkan Beratnya Cidera
1) Cedera Kepala Ringan (CKR) : GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia
retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun
hematoma
2) Cedera Kepala Sedang (CKS) : GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau
amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
3) Cedera Kepala Berat (CKB) : GCS lebih kecil atau sama dengan 8,
kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

3. 12 Syaraf kranial
a. Saraf Olfaktorius: Berperan dalam penciuman dan penghidu, mengirim informasi dari
hidung ke otak terkait bau yang dicium.
b. Saraf Optikus: Berperan dalam penglihatan, menerima cahaya dari luar dan
menyampaikan informasi ke otak untuk diolah sehingga dapat mengenali objek yang
dilihat
c. Okulamotoris, Troklear, dan Abduscen: Okulamotoris berperan mengontrol fungsi
otot dan respon pupil mata, Troklear berperan menggerakkan bola mata ke bawah,
dan Abduscen berperan mengatur pergerakan otot saat melotot atau melirik.
d. Trigeminus: Berperan dalam fungsi motoric atau sensorik pada wajah, membuka dan
menutupnya rahang.
e. Saraf Fascialis: Berperan dalam fungsi motoric dan sensorik
f. Reflex Vestibulokoklear: Berperan dalam pendengaran, dan keseimbangan manusia
g. Saraf Glosofaringeal dan Vagus: Glosofaringeal berperan dalam sensasi pada faring,
1/3 lidah posterori, motoric faring, dan Vagus berperan dalam menelan, berbicara,
otonom paru, jantung, sal cerna.
h. Saraf Assesorius: Berperan mengontrol otot sternokleiodeus, trapezius, dan leher
i. Saraf Hipoglosal: Berperan mengatur pergerakan lidah

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
a. Cedera kepala ringan
- Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
- Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
- Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

b. Cedera kepala sedang


- Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan
koma.
- Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

c. Cedera kepala berat


- Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
- Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
- Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
- Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

5. Etiologi
a. Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda
tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
b. Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
c. Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan. Mengidentifikasi adanya hemoragic, ukuran ventrikuler, infark pada
jaringan mati
b. Foto tengkorak/kranium. Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak
c. MRI (Magnetic Resonan Imaging). Untuk menginderaan yang mempergunakan
gelombang elektromagnetik
d. Pemeriksaan darah dan urin
e. Laboratorium kimia darah. Untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit
f. Angiografi cerebral. Untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intrakranial hematoma
g. Pemeriksaan fungsi pernapasan. Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cedera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata)
h. Analisa gas darah. Menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernapasan. Adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang menyebabkan
meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).

7. Penatalaksanaan Farmakologi dana Non Farmakologi


a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway, Breathing,
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat
peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang buruk.
b. Semua cedera kepala memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan bersama
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan
dibagian tubuh lainnya.
d. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik , verbal , pemeriksaan
pupil , reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.
e. Penanganan cedera dibagian lainnya
f. Pemberian pengobatan : antiedemaserebri , anti kejang , dan natrium bikarbonat
g. Pemeriksaan diagnostic : sken tomografi computer otak , angiografi serebral dan
lainnya.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi
- Riwayat diabetes
- Penggunaan obat anti koagulan
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
- Adanya nyeri kepala
- Adanya perubahan penglihatan
- Adanya mual dan muntah
- Adanya kejang
3) Pemeriksaan menurut tingkat keparahan cedera kepala :
a) Cedera kepala ringan (CKR) :
- GCS > 13
- Tidak terjadi kelainan pada CT-Scan otak
- Tidak memerlukan tindakan operasi
- Lama dirawat di RS < 48 jam
- Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera
- Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur
- Perasaan cemas
- Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
mingguatau lebih lama
b) Cedera kepala sedang (CKS) :
- GCS 9 – 13
- Ditemukan kelainan pada CT-Scan otak
- Diperlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
- Dirawat di RS setidaknya 48 jam
- Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggunganatau
hahkan koma
- Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
c) Cedera kepala berat (CKB) :
- GCS < 9
- Otak mengalami memar disertai dengan perdarahan
- Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan
- Pupil tidak normal, pemeriksaan motorik tidak normal, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
- Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur
- Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

b. Pemeriksaan fisik : data focus


a. Inspeksi :
- Adanya lesi dikepala - Klien tampak pucat
- Kesimetrisan kepala - Klien tampak cemas dan
- Warna konjungtiva kebingungan
- Adanya pupil anisokor
- Adanya memar biru hitam
pada kelopak mata (raccoon
eye)
- Adanya memar diatas prosesus mastoid
(battle sign)
- Adanya kebocoran cairan
serebrospinalis yang menetes dari
telinga (ottorea)
- Adanya kebocoran cairan
serebrospinalis yang menetes dari
telinga (rinorea)
- Adanya batuk dan peningkatan sputum
- Adanya sesak napas
- Pengunaan otot bantu napas
b. Palpasi :
- Adanya nyeri tekan pada kepala
- Pada dinding dada terjadi fremitus menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga thorax.
c. Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak untuk mengetahui adanya udara atau darah
dalam rongga pleura.
d. Auskultasi
Adanya bunyi nafas tambahan (gurgling, stridor dan ronkhi)
2. Patofisiologi
3. Diagnose Keperawatan
a. TIK meningkat
b. Gangguan perfusi jaringan
c. Gangguan Pola Napas
d. Gangguan perfusi jaringan
e. Intake nutrisi tidak adekuat

4. Intervensi keperawatan

Diagnosis Hasil Yang Dicapai Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
NANDA
Risiko Perfusi Jaringan : Pemantauan Neurologis :
ketidakefektifan Serebral Independen
perfusi jaringan - Mempertahankan atau - Tentukan factor yang berhubungan dengan
otak meningkatkan tingkat situasi individual, penyebab koma atau
kesadaran, kognisi, da penurunan perfusi serebral dan potensial
Factor resiko : fungsi motoric atau peningkatan tekanan intracranial.
Trauma kepala sensorik. - Pantau dan dokumentasikan status
- Mendemonstrasikan neurologis dengan sering dan
Defines : tanda vital stabil dan membandingkan dengan nilai dasar :
Rentan mengalami tidak ada tanda - GCS selama 48 jam pertama.
penurunan sirkulasi peningkatan tekanan Evaluasi pembukaan mata – spontan
jaringan otak yang intrakranal. (terjaga), hanya terbuka terhadap pada
dapat menganggu stimulus nyari, mata tetap tertutup (koma).
kesehatan Kaji respons verbal; catat apakah klien
sadar, terorientasi pada orang, temapt, dan
waktu, atau apakah mengalami konfus,
megungakan kata atau fres yang tidak tepat
yang kurang masuk akal.
Kaji motoric terhadap perintah sederhana,
perhatikan gerakan yang bertujuan
(mematuhi perintah, berupaya mendorong
menjauhkan stimulus) dan geakan yang
tidak bertujuan (postur tubuh). Perhatikan/
catat gerakan ekstremitas dan
dokumentasikan sisi kanan dan kiri secara
terpisah.
- Pantau tanda vital :
TD, perhatiakan dan berkelanjutan
hipertensi sitolikserta pelebaran nadi;
pantau hipotensi pada klien yang
mengalami trauma multiple.
Frekuensi dan irama jantung, catat
bradikardia, pergantian antara bradikardia
dan takikardia, dan distritia lain.
Pernapasan, vatat pola dan irama
pernapasan, termaksud priode apnea
setelah hipervenilasi dan pernapasan
Cheyne- Stokes.
- Evalusi pupil, catat ukuran, bentuk,
kemasan, dan reaktifitas terhadap cahaya.
- Kaji posisi dan gerakan mata, catta apakah
berada diposisi tengha atau menyimpang
kesalah satu sisi atau turun (kea rah
bawah). Catat terjadinya kehilangan reflex
mata boneka atau reflex okulosefalik.
- Catta ada atau tidaknya refleks- berkedip,
batuk, muntah, dan Babinski.

Peningkatan Perfusi Otak :


Independen
- Pantau suhu dan atur suhuh lingkungan,
sesuai indikasi. Batasi penggunaan selimut;
beri mandi air hangat jika terjad demam.
Balut ekstremitas menggunakan selimut
jika dgunakan selimut hipotermia.
- Patau asupan dan haluaran. Timbang,
sesuai indikasi. Catat turgor kulit dan
status membrane mukosa.
- Pertahankan kepala dan leher dalamposisi
ditengah atau dalam posisi netral. Topang
dengan gulungan handuk kecil dan bantal.
Hindari meletakan kepala diatas bantal
besar. Secara periodik, periksa posisi dan
ketepatan kolar servikal atau tali
trakeostomi jika digunakan.
- Beri periode istirahat anatara aktivitas
asuhan dan batasi durasi prosedur.
- Kurangi stimulus ekstra dan beri tindakan
yang membuat nyaman, seperti pijat
punggung, lingkungan tenang, suara halus,
sentuhan lembut.
- Banu klien menghindari ata membatasi
batuk, muntah dan mengejan saat devekasi
atau mengedan, jika memungkinkan.
Posisikan kembali klien secara perlahan;
cegah klien menekuk lutut dan menekan
tumit ke kasur untuk menaikan tubuh ke
bagian kepala tempat tidur.
- Hindari atau batasi penggunaan restrain.
- Batasi jumlah dan durasi pelaksanaan dan
pengisapan (suctioning), mis., dua kali
pelaksanaan pengisapan dengan waktu
masing-masing kurang dari 10 detik.
Lakuan hiperventilasi hanya jika di
indikasikan.
- Dorong orang dekat untuk berbicara
dengan klien.
- Investigasi peningkatan gelisah,
mengerang, dan perilaku melimdungi
bagian tubuh yang sakit.
- Palpasi distensi kandung kemih;
pertahankan kepatenan drainase kemih jika
digunakan. Pantau konstipasi.
- Observasi aktivitas kejang dan lindungi
klien dari cedera.
- Kaji rigiditas nukal, kdutan, peningkatan
kegelisahan, iritabilitas, dan awitan
aktifitas kejang.

Kolaboratif

- Tinggikan kepala tempat tidur secara


bertahap ke-0 sampai 30 derajat, sesuai
toleransi atau sesuai indikasi. Hindari
fleksi pinggul lebih dari 90 derajat.
- Beri cairan intravena (IV) isotonic, seperti
0,9% natrium klorida, dengan alat control.
- Beri oksigen tambahan melalui rute yang
tepat, seperti ventilator mekanis dan
masker, untuk mempertahankan satu rasi
O2 yang tepat, sesuai indikais.
- Pantau gas darah atrteri atau oksimetri
nadi.
- Beri medikasi, sesuai indikasi mis., :
Deuretik, seperti menittol da furosemide
Barbiturat, seperti pentobarbitat
Steroid, seperti deksametason dan
metilprednisolon
Antikonvulsan, seperti fenitoin
Antipiretik, seperti asetaminofen
- Mulai tindakan pendinginan, sesuai
indikasi.
- Persiapan untuk intervensi bedah, seperti
kraniotomi atau insersi drain ventrikal atau
monitor tekanan TIK, jika diindikasikan,
dan pindahkan ke level asuhan yang lebih
tinggi.
Ketidakefektifan Status Pernapasan : Pemantauan Pernapasan :
pola napas Ventilasi Independen
Yang berhubungan Mempertahankan pola - Pemantauan frekuensi, irama, dan
dnegan : pernapasan yang normal kedalaman pernapasan. Catat
Kerusakan atau efektif, terbebas dari ketidakteraturan pernapasan, mis.,
neumoskular sianosis, dengan gas darah pernapasan upneutik, ataksik, atau cluster.
Defines : arteri atau oksimetri nasi - Catat kompentensi refleks muntah dan
Inspirasi dan/ atau berada dalam kisaran menelan serta kemampuan klien untuk
ekspirasi yang tidak normal klien. melindungi jlan napasnya sendiri. Masukan
memberi ventilasi jalan napas tambahan jika diindikasikan.
adekuat - Tinggikan kepala tempat tidur jika
diperbolehkan dan posisikan lien dnegan
posisi miring sesuai indikasi.
- Dorong napas dalam jika klien sadar.
- Lakukan pengisapan dengan sangat hati-
hati, tidsk lebih dsri 10-15 detik.
- Catat karakter, warna, dan bau sekresi.
- Auskultasi suara napas tambahan –
crakles, ronkhi dan mengi.
- Pantau penggunaan obat depresan
pernapasan, seperti sedaktif.

Kolaboratif
- Pantau gas darah arteri serial dan oksimetri
nadi.
- Pantau foto ronsen dada.
- Beri oksigen tambahan melalui cara yang
tepat.
- Bantu dengan fisioterapi dada jika
diindikasikan.
Konfus Kronis Kognisi : Stimulasi Kognitif :
Yang berhubngan Mempertahankan atau Indipenden
dengan: mendapatkan kembali - Kaji rentang perhatian dan distraktibilitas.
Cedera Kepala. mentasu normal dan Catat tingkat ansietas.
orientasi realita. - Diskusikan bersama orang dekta untuk
Definisi : membandingkan prilaku di masa lalu dan
Perburukan Distors Kontrol Diri kepribadian sebelm cedera dengan respon
kecerdasan dan Terhadap Pikiran : saat ini.
kepribadian yang - Mengenali perubahan - Pertahankan konsistensi dengan
ireversibel, jangka dalam berpikir dan semaksimal mungkin dalam hal staf yang
panjang, dan/ atau berprilaku. ditugaskan untuk merawat klien.
progresif serta - Berpatisipasi dalam - Hasirkan realita secara ringkas dan singkat;
ditandai dengan regimen terapeutik hindari menantang cara berpikir logis.
penurunan dan pelatiham kembali - Beri informasi mengenasi proses
kemampuan kkognitif. cederavyang berhubungan dengan gejala.
menginterprestasikan Jelaskan prosedur dan kuatkan penjelasan
stimulus lingkungan; yang diberikan oleh orang lain.
penurunan kapasitas - Tinjau kebutuhan evaluasi neurologis
proses piker secara berulang.
intelektual; dan - Kurangi stimulus provokatif, kritisisme
dimanifestasikan negative, arumen, dan konfrontasi.
dengan gangguan - Dengarkan dengan memperhatikan
memori, orientasi, verbalisasi klien daripada pola atau isi
dan perilaku. bicara.
- Tingkatkan sosialisa dalam batasan
individual.
- Dorong orang dekat untuk memberi berita
terbaru dan peristwa yang terjadi dalam
keluarga.
- Instruksikan teknik relaksasi,. Beri
aktivitas pengalihan.
- Pertahankan harapan reatistis tenang
kemampuan klien untuk mengendalikan
prilaku sendiri, memahami, dan mengingat
informasi.
- Hindari meninggalkan klien seorang diri
ketika sedang mengalami agitasi atau
ketakutan.
- Implementasikan tindakan untuk
mengendalikan ledakan emosional atau
perilaku agresif jika perlu – bicara dalam
suara yang tenang, beritahu klien untuk
“berhenti”, keluarkan klien dari situasi,
beri distraksi, dan restrain klien dalam
periode waktu singkat, secara tepat.
- Informasikan klien dengan orang dekat
bahwa fungsi intelektual, perilaku, dan
fungsi emosional akan meningkat secara
bertahap, tetapi beberapa efek tersebut
dapat menetap selama beberapa bulan atau
bahkan permanen.

Kolaboratif
- Rujuk untuk evaluasi neuropsikologid
sesuai indikasi.
- Koordinasikan partisipasi dalam pelatihan
ulang kognitif atau program rehabilitas,
sesuai indikasi.
- Rujuk kekelompok pendukung dan layanan
social, dan konseling atau terapi, sesuai
kebutuhan.

C. Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

PPNI .2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan

Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Priscilla LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:

Gangguan Neurologi, Ed 5. Jakarta: EGC

Purwanto, Hadi.2016.Keperawatan Medikal Bedah II.Jakarta : Kemenkes RI

Smeltzer & Bare.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai