6.1. REKLAMASI
a. Tapak Bekas Tambang
Kegiatan pertambangan selalu menimbulkan gangguan lahan dan perubahan bentang
alam, baik yang bersifat sementara (misalnya adanya timbunan sisa galian dan limbah
tailing) ataupun permanen (misalnya tanah kolong yang sangat dalam, perubahan
tubuh tanah dan hilangnya keragaman hayati). Perbedaan sifat gangguan tersebut
memerlukan pendekatan dan teknologi reklamasi yang berbeda. Reklamasi lahan
bekas tambang memerlukan pendekatan dan teknologi yang berbeda tergantung atas
sifat gangguan yang terjadi dan juga peruntukannya (penggangguan setelah proses
reklamasi). Namun secara umum, garis besar tahapan reklamasi adalah sebagai
berikut :
1. Konservasi top soil
Lapisan tanah paling atas atau tanah pucuk, merupakan lapisan tanah yang
perlu dikonservasi, karena paling memenuhi syarat untuk dijadikan media tumbuh
tanaman. Hal ini mencerminkan bahwa proses reklamasi harus sudah mulai
berjalan sejak proses penambangan dilakukan, karena konservasi tanah pucuk
harus dilakukan pada awal penggalian.
Top soil yang memiliki unsur hara yang baik dipindahkan pada stocksoil,
yang nantinya akan digunakan kembali untuk menjadi lapisan teratas lahan
reklamasi agar bisa ditanami kembali. Tempat stocksoil akan dipisahkan dengan
disposal overburden dan aman ari tempat erosi agar soil tidak terkontaminasi oleh
material yang lain, agar unsur haranya akan tetap terjaga.
2. Penataan Lahan
Penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bentang alam, antara lain
dengan cara :
Lubang bekas tambang akan ditutup menggunakan material overburden
dengan metode backfilling untuk dijadikan hutan produksi. Lahan bekas tambang
tersebut akan dijadikan disposal, dimana material overburden akan dipindahkan
ke disposal tersebut dan diratakan, bersamaan dengan membuat terasan agar tidak
erosi sesuai dengan request level elevasi reklamasi. Lalu selanjutnya dilakukan
penempatan tanah pucuk agar dapat digunakan secara lebih efisien. Karena
umumnya jumlah tanah pucuk terbatas, maka tanah pucuk diletakan pada areal
atau jalur tanaman.
Dipilih backfilling karena metode tersebut adalah metode yang efektif
untuk mempersingkat waktu reklamasi, dimana pengerjaan reklamasi bisa
berdampingan dengan kegiatan penambangan. Jenis tanaman yang dipakai dalam
revegetasi adalah tanaman sengon yang dalam Bahasa latin disebut Albizia
Falcataria. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang dipakai pada kegiatan
revegetasi sebelumnya dengan pertimbangan, pertumbuhan yang relative cepat
dan perawatan yang mudah.
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi setempat
kegiatan ini meliputi:
- Jumlah/kerapatan dan bentuk (SPA) tergantung dari bentuk lahan dan luas
areal yang direklamasi.
Pohon Sengon
HabitatKetinggian 0 - 1600m
Tinggi 30-40m
Jarak Tanam 3x3m
Jumlah Bibit 13,889
Morfologi Sengon
Pohon yang menggugurkan daun; berukuran sedang hingga tinggi, 30–45
m, dan gemang batangnya (70–140) cm. Pepagan agak halus, di luarnya abu-abu
gelap, dengan gigir-gigir melintang, berlentisel, tipis; pepagan bagian dalam
setebal 5 mm, merah jambon. Ranting-ranting muda bersegi dan berambut.
Daun-daun majemuk menyirip berganda, dengan 4–14 pasang sirip; tulang daun
utama 10–25 cm, berambut, dengan kelenjar dekat pangkal tangkai daun dan pada
pertemuan tulang sirip. Daun penumpu besar, bundar telur miring dengan pangkal
yang setengah berbentuk jantung, seperti membran, dengan ekor di ujungnya;
lekas rontok . Sirip-sirip 4–14 cm panjangnya, dengan 10–45 anak daun per sirip,
duduk, berhadapan. Anak daun memanjang sampai bentuk garis, dengan ujung
runcing, miring, sisi bawah hijau biru, 6–13 × 1,5–4 mm, tulang daun tengah
sangat dekat dengan tepi atas.
Bunga majemuk berbentuk bongkol yang bertangkai, yang terkumpul lagi
menjadi malai yang panjangnya 15–30 cm. Bongkol berisi 10–20 kuntum bunga.
Bunga berbilangan-5; dengan kelopak bergigi, tinggi lk 4 mm, berambut; tabung
mahkota bentuk corong, kuning hijau, tinggi lk 7 mm, berambut. Benang sari 10
atau lebih, panjang lk 3 cm, putih, di atas hijau, pangkalnya menyatu membentuk
tabung, yang kurang lebih setinggi mahkota. Buah polong panjang 10–18 cm × 2–
3,5 cm, tidak membuka, patah-patah tidak teratur. Biji pipih, jorong, 7 × 4–5 mm
Kayu
Sengon menghasilkan kayu yang ringan sampai agak ringan, dengan
densitas 320–640 kg/m³ pada kadar air 15%. Agak padat, berserat lurus dan agak
kasar, namun mudah dikerjakan. Kayu terasnya kuning mengkilap sampai
cokelat-merah-gading; kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas
kuat III–IV dan kelas awet III–IV. Kayu ini tidak diserang rayap tanah, karena
adanya kandungan zat ekstraktif di dalam kayunya. Akan tetapi percobaan
kuburan di Filipina mendapatkan bahwa kayu sengon A. chinensis hanya bertahan
16 bulan, sementara kayu langir A. saponaria tahan hingga 3 tahun dan kayu weru
A. procera bahkan mencapai 10 tahun.
Kayu sengon biasa dimanfaatkan untuk membuat peti, perahu, ramuan
rumah dan jembatan. Di Sabah, kayu A. chinensis diperdagangkan sebagai kayu
‘batai’, dalam campuran bersama kayu-kayu A. pedicellata dan Paraserianthes
falcataria.
Agroforestri
Di perkebunan-perkebunan kopi dan teh, A. chinensis kerap ditanam
sebagai naungan; khususnya dalam campuran bersama jeunjing (P. falcataria) dan
dadap (Erythrina spp.). Sengon disukai sebagai tanaman hias dan peneduh taman,
kebun, dan tepi jalan. Pohon ini juga ditanam untuk melindungi lahan berlereng
serta untuk memperbaiki tanah.] Perakaran sengon bersifat mengikat nitrogen.
Kegunaan lain
Sebagaimana kulit kayu ki hiang, pepagan sengon mengandung bahan yang dapat
digunakan untuk membius ikan di sungai. Pepagan ini pada masa lalu juga
dimanfaatkan sebagai bahan sabun.
Meskipun daun-daunnya dimakan kambing, akan tetapi kulit ranting-rantingnya
beracun karena mengandung saponin.