Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

OLEH :
FENNY NOORHAYATI WAHYUNI
NPM. 1914901110025

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
BANJARMASIN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep TB Paru
1.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterum tuberculosis (Price dan Wilson, 2005).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang


secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).

1.2. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga
paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga
terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan
menginfeksi (Depkes RI, 2000).

1.3. Tanda gejala


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1.3.1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
1.3.2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
1.3.3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
1.3.4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
1.3.5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.

1.4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru
atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit
namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,
dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian


bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya
terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan
granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya


kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan
mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan
menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan
masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di
bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.

Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan


meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang
biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler
dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005).

1.5. Pemeriksaan Penunjangn


1.5.1 Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
akhir penyakit.
1.5.2 Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
1.5.3 Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
1.5.4 Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium
tuberculosis.
1.5.5 Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas)
(Doengoes, 2000).

1.6. Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1.6.1 Meningitisas
1.6.2 Spondilitis
1.6.3 Pleuritis
1.6.4 Bronkopneumoni

1.7. Penatalaksanaan
1.7.1 Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
1.7.2 Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1.7.2.1 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT
– KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
1.7.2.2 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
1.7.2.3 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

1.8. Pathway
II. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan sekarang: meliputi keluhan atau gangguan yang
sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya
sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun
dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengobatan.
2.1.2 Riwayat keperawatan dahulu: adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
2.1.3 Riwayat keperawatan keluarga: mencari diantara anggota keluarga pada
tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga
diteruskan penularannya
2.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan paru prinsipnya IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
2.2.1 Inspeksi (melihat)
Melihat pada bagian hidung (simetris atau tidak, polip (speculum
hidung), secret (darah pada hidung), pernapasan cuping hidung. Daerah
paru simetris atau tidak, ada jaringan parut atau tidak (luka) ada reterasi
intercosta (pengembangan) atau tidak.
2.2.2 Palpasi (meraba)
Meraba pengembangan dada kana dan kiri menggunakan 2 telapak
tangan.
2.2.3 Pekusi (mengetuk)
Mengetuk untuk menentukan letak paru bunyi normal paru pada saat
perkusi adalah sonor.
2.2.4 Auskultasi (mendengarkan)
Bunyi paru pada auskultasi normalnya adalah vaskular (aliran tanpa
hambatan).

2.3 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


2.3.1 Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruki dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan
1) Batuk yang tidak efektif 1) Lingkungan
2) Dispnea 2) Obstruksi jalan napas
3) Gelisah 3) Fisiologis
4) Kesulitan verbalisasi
5) Mata terbuka lebar
6) Orthipnea
7) Penurunan bunyinapas
8) Perubahan frekuensi napas
9) Perubahan pola napas
10) Sianosis
11) Sputum dalam jumlah berlebih
12) Suara napas tambahan

NOC NIC
1) Mendemonstrasikan batuk efektif 1) Pastikan kebutuhan oral / tracheal
dan suara nafas yang bersih, tidak suctioning
ada sianosis dan dyspneu (mampu 2) Auskultasi suara nafas sebelum
mengeluarkan sputum, mampu dan sesudah suctioning.
bernafas dengan mudah, tidak ada 3) Informasikan pada klien dan
pursed lips) keluarga tentang suctioning
2) Menunjukkan jalan nafas yang 4) Minta klien nafas dalam sebelum
paten (klien tidak merasa suction dilakukan.
tercekik, irama nafas, frekuensi 5) Berikan O2 dengan menggunakan
pernafasan dalam rentang normal, nasal untuk memfasilitasi suksion
tidak ada suara nafas abnormal) nasotrakeal
3) Mampu mengidentifikasikan dan 6) Gunakan alat yang steril sitiap
mencegah factor yang dapat melakukan tindakan
menghambat jalan nafas 7) Anjurkan pasien untuk istirahat
dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
8) Monitor status oksigen pasien
9) Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
10) Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
2.3.2 Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas
Defenisi :
Kelebihan atau defesit oksigenasi dan atau eleminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar kapiler
Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan
1) Gas darah arteri abnormal 1) Ketidakseimbangan perfusi
2) pH atrei abnormal ventilasi
3) Pola pernapasan abnormal 2) Perubahan membrane kapiler
4) Warna kulit abnormal alveolar
5) Penurunan karbon dioksida
6) Sakit kepala saat bangun
7) Napas cuping hidung
8) Geilisah

NOC NIC
1) Mendemonstrasikan peningkatan 1) Buka jalan nafas, guanakan
ventilasi dan oksigenasi yang teknik chin lift atau jaw thrust
adekuat bila perlu Posisikan pasien untuk
2) Memelihara kebersihan paru paru memaksimalkan ventilas
dan bebas dari tanda tanda 2) Identifikasi pasien perlunya
distress pernafasan pemasangan alat jalan nafas
3) Mendemonstrasikan batuk efektif buatan
dan suara nafas yang bersih, tidak 3) Pasang mayo bila perlu
ada sianosis dan dyspneu (mampu 4) Lakukan fisioterapi dada jika
mengeluarkan sputum, mampu perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada 5) Keluarkan sekret dengan batuk
pursed lips) atau suction
4) Tanda tanda vital dalam rentang 6) Auskultasi suara nafas, catat
norma adanya suara tambahan
7) Lakukan suction pada mayo
8) Berika bronkodilator bial perlu
9) Barikan pelembab udara
10)Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.

2.3.3 Diagnosa 3 : Hipertermia


Definisi :
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi.

Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan


1) Hipotensi 1) Dehidrasi
2) Kulit kemerahan 2) Pakaian tidak sesuai
3) Koma 3) Aktivitas berlebihan
4) Letargi
5) Kejang
6) Kulit terasa hangat

NOC NIC
1) Pasien akan menunjukkan suhu 1) Penatalaksanaan pasien yang
tubuh yang dibuktikan oleh mengalami hiperpireksia akibat
indikator gangguan sebagai berikut faktor selain lingkungan
(sebutkan 1-5:gangguan ekstrem, 2) Pencegahan atau penurunan
berat, sedang, ringan, atau tidak respons hipermetabolik terhadap
ada gangguan): obat-obat farmakologis yang
a. Peningkatan suhu kulit digunakan selama pembedahan
b. Hipertermia 3) Mencapai atau mempertahankan
c. Dehidrasi suhu tubuh dalam rentang normal
d. Mengantuk 4) Mengumpulkan dan menganalisis
2) Pasien akan menunjukkan suhu data kardiovaskular, pernapasan,
tubuh yang dibuktikan oleh dan suhu tubuh untuk menetukan
indikator gangguan sebagai berikut serta mencegah komplikasi.
(sebutkan 1-5:gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak
ada gangguan):
a. Berkeringat saat panas
b. Denyut nadi radialis
c. Frekuensi pernafasan

2.3.4 Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan


1) Kram abdomen 1) Faktor biologis
2) Nyeri abdomen 2) Faktor ekonomi
3) Menghindari makanan 3) Ketidakmampuan untuk
4) Diare mengabsorbsi nutrien
5)  Kurang makanan 4) Ketidakmampuan untuk
6) Kurang minat pada makanan mencerna makanan
7) Penurunan berat badan dengan 5) Ketidakmampuan menelan
asupan makanan adekuat makanan
8) Mambran mukosa pucat 6) Faktor psikologis
9) Ketidakmampuan memakan
makanan

NOC NIC
1) Keparahan manifestasi 1) Kaji status nutrisi
kekhawatiran, ketegangan, atau
perasaan tidak tenang yang 2) Monitor masukan makanan atau
muncul dari sumber yang tidak cairan dan hitung kebutuhan
dapat diidentifikasi. kalori harian.
NOC NIC
2) Masukan nutrisi adekuat 3) Tentukan jenis makanan yang
3) Masukan makanan dalam batas cocok dengan tetap
normal mempertimbangkan aspek agama
4) Masukan kalori dalam batas dan budaya pasien.
normal
5) Nutrisi dalam makanan cukup 4) Anjurkan untuk menggunakan
mengandung protein, lemak, suplemen nutrisi sesuai indikasi.
karbohidrat, serat, vitamin, 5) Jaga kebersihan mulut, ajarkan
mineral, ion, kalsium, sodium oral higiene pada pasien.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
7) Pantau konsumsi kalori harian.
8) Tentukan makanan kesukaan,
rasa, dan temperatur makanan.
9) Anjurkan penggunaan suplemen
penambah nafsu makan.

2.3.5 Diagnosa 5 : Kurang Pengetahuan


Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic
spesifik.

Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan


1) Memperbalisasikan adanya 1) Keterbatasan kognitif
masalah 2) Interpretasi terhadap informasi
2) Ketidakakuratan mengikuti yang salah
instruksi 3) Kurangnya keinginan untuk
3) Perilaku tidak sesuai. mencari informasi
4) Tidak mengetahui sumber-
sumber informasi

NOC NIC
1) Pasien dan keluarga menyatakan 1) Berikan penilaian tentang tingkat
pemahaman tentang penyakit, pengetahuan pasien tentang
kondisi, prognosis dan program proses penyakit yang spesifik
pengobatan 2) Jelaskan patofisiologi dari
2) Pasien dan keluarga mampu penyakit dan bagaimana hal ini
melaksanakan prosedur yang berhubungan dengan anatomi
dijelaskan secara benar dan fisiologi, dengan cara yang
3) Pasien dan keluarga mampu tepat.
menjelaskan kembali apa yang 3) Gambarkan tanda dan gejala
NOC NIC
dijelaskan perawat/tim kesehatan yang biasa muncul pada
lainnya penyakit, dengan cara yang tepat
4) Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5) Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
6) Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7) Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
8) Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Herdman, Heather, dkk. (2018). Nanda-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif, Amin Huda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jogyakarta: Mocomedia
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Jogyakarta: Mocomedia
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
T. Heather Hermand, Shigemi Kamitsuru. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan
Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2015.

Banjarmasin, 13 November 2019

Preseptor Akademik, Ners Muda

Uni Afriyanti, Ns.,M.Kep Fenny Noorhayati Wahyuni, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Hiv
    LP Hiv
    Dokumen13 halaman
    LP Hiv
    Achmad Khairun Nur Fikri
    Belum ada peringkat
  • LP DM
    LP DM
    Dokumen15 halaman
    LP DM
    Achmad Khairun Nur Fikri
    Belum ada peringkat
  • LP Cholelithiasis CT
    LP Cholelithiasis CT
    Dokumen12 halaman
    LP Cholelithiasis CT
    Achmad Khairun Nur Fikri
    Belum ada peringkat
  • LP MDS
    LP MDS
    Dokumen15 halaman
    LP MDS
    Achmad Khairun Nur Fikri
    Belum ada peringkat