Kep
Kelompok :3
MAKALAH
KEPERAWATAN DASAR
OLEH :
4. Pitrayanti (P202101028)
8. Mutiara (P202101032)
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Aman" dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
sebab itu, diharapkan saran dan kritik yang dapat membangun kesempurnaan
makalah ini oleh para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Sampul .............................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan ..........................................................................................17
B. Saran ....................................................................................................17
Contoh Soal......................................................................................................20
Dokumentasi ....................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Potter & Perry (2006), nyeri merupakan pengalaman pribadi yang
diperlihatkan dengan cara berbeda pada setiap individu. Setiap individu memiliki
pengalaman nyeri dengan skala tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan
dipersepsikan individu berdasarkan pengalamannya. Menurut Smeltzer & Bare
(2002), Secara umum nyeri di kategorikan menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari enam bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan
iv
dengan cidera fisik dimana nyeri akut mengindikasikan adannya kerusakan atau
cidera telah terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, biasanya menurun sejalan
dengan terjadinya penyembuhan, salah satunya adalah nyeri akibat pembedahan.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode waktu dimana nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan
tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya dimana nyeri ini
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Strong, Unruh, Wright & Baxter,
(2002). Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak
membawa pasien keluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit, diperkiraka
nprevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di Eropa tercatat jumlah
pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy dalam Lumunon, Sengkey &
Angliadi (2015), melaporkan prevalensi nyeri akut di inggris mencapai 42%
dengan angka kejadian pada pria sebanyak 17% dan wanita sebanyak 25%.
Sembilan dari 10 orang Amerika berusia 18 tahun atau lebih dilaporkan menderita
nyeri minimal sekali dalam satu bulan dan sebanyak 42% merasakannya setiap
hari (Latief dalam Sinardja, 2013). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari
Word Health Organization (WHO) (2015), jumlah pasien nyeri pembedahan
meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2011 tercatat terdapat 140 juta pasien
atau sekitar 1,9% di seluruh dunia, pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar
148 juta pasien atau sekitar 2,1%, Sedangkan menurut Fabbian, Giorgi, Palam,
Menegatti, Gallerani & Manfredini (2014), prevalensi nyeri di Italia di alami oleh
21% pasien penyakit kanker, 33% pasien penyakit cardiovaskuler, 23% pasien
penyakit Pulmo, 24% pasien dengan penyakit pembuluh darah, 16% pasien
dengan gangguan musculoskeletal, 18% pasien dengan penyakit saraf, 4% pasien
penyakit kulit, 15% pasien penyakit ginjal, 16% pasien dengan penyakit gangguan
metabolik, 10% pasien penyakit hepatik, 9% pasien dengan penyakit dan
gangguan pankreas, 12% pasien dengan penyakit dan gangguan lambung dan 11%
pasien dengan penyakit dan gangguan pada usus. Jumlah prevalensi nyeri secara
v
keseluruhan belum pernah di teliti di Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker
dialami oleh sekitar 12,7 juta orang atau sekitar 5% dari penduduk Indonesia
(WHO, 2014), angka kejadian nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3%
(Purastuti dalam Fanada & Muda 2012), sedangkan nyeri punggung bawah (LBP)
sebanyak 40% penduduk dengan jumlah prevalensi pada laki-laki sekitar 18,2%
dan wanita 13,6% (Wulandari, Maja & Khosama, 2013). Nyeri berdasarkan
tingkatannya terdiri dari nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri
sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan
intensitas yang tinggi. Tidak nyeri = bila skala intensitas nyeri numerik 0, nyeri
ringan = bila skala intensitas nyeri numerik 1-4, nyeri sedang = bila skala
intensitas nyeri numerik 5-7, nyeri berat = bila skala intensitas nyeri numerik 8-10
(Langganawa, 2014). Penelitian Nurhafizah & Erniyati (2012), setelah dilakukan
pengkajian nyeri di sebuah bangsal RSUP H.Adam Malik Medan didapatkan
pasien post operasi dengan intensitas nyeri ringan sebanyak 22,2 % pasien dengan
nyeri sedang sebanyak 57,4% dan sisanya adalah pasien dengan intensitas nyeri
berat 20,4%, sedangkan menurut Marpuah dalam Kusyati (2012), ibu
primigravida mengalami nyeri dengan rata-rata nyeri sedang sebanyak 54% dan
sisanya nyeri ringan sebanyak 46%. Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang
dialaminya dengan cara berbeda-beda misalnya berteriak, meringis, menangis dan
sebagainya, maka perawat harus peka terhadap sensasi nyeri yang dialami oleh
pasien (Asmadi dalam Saifullah, 2015).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
vi
BAB II
PEMBAHASAN
Rasa Aman Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter & Perry, 2006).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi
diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keaman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam
tubuh dan kehidupan seseorang.
Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (penyakit, nyeri, cemas, dan
sebaginya). Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak
faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah,
kemampuan memahami tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta
kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya.
Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman.
(Asmadi, 2005). Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan
mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman
tersebut mungkin seperti penyakit, kecelakaan, bahaya, atau pemajanan pada
lingkungan.
Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti
infiksi, oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayan
kesehatan untuk perlindungan. Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik terkadang
mengambil prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis.
Misalnya, seorang perawat mungkin perlu melindungi klien disointasi dari
kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter & Perry, 2005).
vii
Lingkup kebutuhan keamanan atau keselamatan lingkungan klien mencakup
semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap
kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Untuk selamat dan aman secara
psikologi, seorang manusia harus memahami apa yang diharapkan dari orang lain,
termasuk anggota keluarga dan profesional pemberi perawatan kesehatan.
Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang
baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan
beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang
tidak dikenal. (Potter & Perry, 2005).
1. Oksigen
viii
3. Nutrisi
4. Suhu
Suhu lingkungan yang nyaman bervariasi untuk setiap individu. Suhu yang
nyaman berada pada rentang 18° – 23° ∁. Terpapar suhu udara yang sangat dingin
dalam waktu yang lama bisa menyebabkan radang dingin (frostbite) dan
hipotermia. Hipotermi terjadi saat suhu tubuh atau < 35° ∁, denyut jantung lemah
dan tidak teratur, pernafasan dangkal dan lambat, muka pucat, menggigil bisa
dapat terjadi kematian. Pemaparan panas yang ekstrem dapat menyebabkan
heatstroke (sengatan terik matahari) atau heat exhaustion (udara yang panas).
Heat exhaustion menyebabkan diaforesis yang berlebihan, hipotensi, perubahan
status mental, kejang otot, dan mual. Heatstroke adalah salah satu kondisi yang
mengancam kehidupan dengan ditandai oleh perubahan status mental yang berat,
koma, hiperpireksia dengan kulit kering yang panas, dan suhu rectal > 405° ∁.
Klien yang menderita sakit kronik, lansia dan bayi mempunyai risiko terbesar
mengalami cedera akibat panas yang ekstrem.
ix
B. KONSEP RASA AMAN
x
nadi, peningkatan atau penurunanan napas, diaforesis, wajah mnyeringai, dan
prilaku distraksi, seperti menangis dan merintih. Sedangkan rasa nyaman pada
hipo atau hipertermia merupakan suatu keadaan yang dialami pasien dengan
merasakan kedinginan atau kepanasan yang ditandai dengan suhu dibawah 35,5° ∁
(hipotermia) dan diatas 37° ∁ (hipertermia).
1. Nyeri
2. Nyeri Kronik
3. Mual
xi
4. Keadaan Imunits Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh
kurang sehingga mudah terserang penyakit
5. Tingkat Kesadaran Pada pasien koma, respon akan enurun terhadap
rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur
6. Informasi atau Komunikasi Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
xii
dari tusuk jaringan ulseral, nyeri neurologis atau nyeri dari kerusakan saraf
perifer, nyeri menjalar atau nyeri akibat kerusakan jaringan ditempat lain,
nyeri sindrom atau nyeri akibat kehilangan sesuatu bagian tubuh karena
pengalaman masa lalu, nyeri patogenik atau nyeri tanpa adanya stimulus.
3. Nyeri berdasarkan serangannya : Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul
tiba-tiba dalam waktu kurang dari 6 bulan, Nyeri kronis merupakan nyeri
yang timbul terus-menerus dalam waktu lebih atau sama 6 bulan.
4. Nyeri menurut sifatnya : Nyeri timbul sewaktu-waktu, nyeri yang
menetap, dan nyeri kumat-kumatan.
5. Nyeri meurut rasa : Nyeri cepat atau nyeri yang menusuk, nyeri difus atau
nyeri normal yang bisa dirasakan.
6. Nyeri kegawatan : Nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat
Stimulus nyeri adalah teknik yang digunakan oleh tenaga medis untuk
menilai kesadaran seseorang yang tidak merespons interaksi normal, perintah
suara atau rangsangan fisik yang lembut (seperti goyangan bahu). Ini membentuk
satu bagian dari penilaian neurologi, termasuk skala AVPU berbasis pertolongan
pertama dan Skala Koma Glasgow yang lebih berbasis medis. Tujuan dari
stimulus nyeri adalah untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan menginduksi
vokalisasi dengan cara yang dapat diterima, konsisten dan dapat ditiru, dan untuk
tujuan ini, ada sejumlah teknik yang biasanya dianggap dapat diterima. Stimulus
dapat diterapkan secara sentral dan perifer, dan ada keuntungan dan kerugian
untuk setiap jenis stimulus, tergantung pada tipe dan respons yang dinilai.
Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh
kerusakan jaringan secara potensial, aktual dan sering dilukiskan sebagai suatu
yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non-noksius,
epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri dirasakan
apabila reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktifasi, dapat dijelaskan secara
subjektif dan objektif berdasarkan lama atau durasi, kecepatan sensasi dan letak.
xiii
Nyeri merupakan pengalaman universal yang berfungsi sebagai tanda yang
penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau mengalami kerusakan. Nyeri merupakan
perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat yang hanya dapat dirasakan
oleh individu tanpa dapat dirasakan oleh orang lain. Karena pengalaman nyeri
masing-masing individu bersifat unik dan tergantung pada faktor internal dan
eksternal, nyeri juga didefinisikan sebagai :” Nyeri adalah apa yang dikatakan
oleh pasien dan ada saat pasien tersebut mengatakannya” (Lewis, 2005). Dari
definisi ini tersirat laporan nyeri ini adalah kombinasi dari respons sensorik,
afektif dan kognitif, sehingga hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak
sama dan tidak konstan. Akibatnya rasa nyeri itu subjektif, sehingga laporan atau
keluhan dari pasien merupakan penilaian yang paling mempunyai arti (gold
standard), dalam menengakkan diagnosa nyeri. (Lewis, 2005). Nyeri juga
merupakan pengalaman yang komplek dan multidimensional. Menurut Lewis
(2005) nyeri dapat melibatkan komponen fisiologis, kognitif, tingkah laku dan
sosial kultural.
1. PENGKAJIAN
xiv
b. Kenyaman nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang
bersifat subyektif dan hanya menerimanya yang dapat menjelaskannya.
Tanda-tanda yang menunjukan seseorang mengalami sensasi nyeri yaitu :
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis
c. Nausea
d. Cemas
e. Resiko Infeksi
f. Resiko Trauma
g. Resiko Injury
3. INTERVENSI
xv
dan tujuan klien. Intervensi ini tidak membutuhkan supervisi atau arahan dari
orang lain sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang nutrisi yang kuat atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang berhubungan
dengan higieni adalah tindakan keperawatan mandiri. Intervensi perawat tidak
membutuhkan instruksi dokter atau profesi lainnya. dokter seringkali dalam
instruksi tertulisnya mencakup intervensi keperawatan mandiri. Namun demikian
berdasarkan undang-undang praktik keperawatan disebagian besar negara bagian,
tindakan keperawatan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari,
penyuluhan, kesehatan, promosi kesehatan, dan konseling dalam domain praktik
keperawatan.
4. Implementasi
xvi
tujuan kegiatan. Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi kurikulum
merupakan proses pelaksanaan ide, program atau aktivitas baru dengan harapan
orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu
pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan klatifitas dan dilakukan
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri sendiri
tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi
kurikulum merupakan proses pelaksanaan ide, program atau aktivitas baru dengan
harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu
pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi
1. evaluasi formatif
Evaluasi yang dilakukan segera setelah melakukan tindakan keperawatan.
evaluasi formatif berorientasi pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan yang disebut sebagai evaluasi proses.
xvii
2. evaluasi sumatif
Evaluasi yang dilakukan setelah perawat melakukan serangkan tindakan
keperawatan. evalauasi ini berfungsi menilai dan memonitor kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan. Pada evaluasi ini berorientasi pada
masalah keperawatan yang sudah ditegakan, menjelaskan keberhasilan
/ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan atau kesimpulan status kesehatan
klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan.
xviii
3) Modifikasi rencana keperawatan dilakukan jika hasil evaluasi kita ada
temuan data baru yang mendukung timbulnya masalah keperawatan baru.
Sehingga perawat harus merevisi daftar diagnosis keperawatan, dan
menyusun rencana keperawatan baru sesuai dengan masalah yang baru
ditemukan Kerangka Waktu Dalam Evaluasi Keperawatan Pada dasarnya.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan,
karena evaluasi dilakukan sesuai kerangka waktu penetapan tujuan yang
telah ditentukan (evaluasi hasil). Namun pada proses pencapaian tadi
kondisi klien juga harus selalu dipantau (evaluasi proses). Dapat diartikan
bahwa evauasi proses dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan
perubahan klien dan evaluasi klien. Evaluasi hasil dilakukan pada akhir
pencapaian tujuan. Namun terkadang kita terbentur dengan kebijakan
masing-masing rumah sakit. Pada prinsipnya semakin sering kita
melakukan evaluasi proses maka kemajuan atau kemunduran pasien akan
segera dapat diidentifikasikan.
xix
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi, Kebutuhan Rasa Aman adalah sebuah keadaan yang bebas dari
cedera fisik, perasaan terasa tenang bebas dari ancaman sehingga hidup seseorang
terasa tentram yang dipengaruhi oleh kebutuhan seperti oksigen, kelembapan,
nutrisi dan suhu. Sedangkan Kebutuhan Rasa Nyaman adalah suatu keadaan yang
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu: fisik, sosial, psikospiritual, dan lingkungan.
B. SARAN
Untuk Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada pasien kita harus lebih teliti
lagi dalam melakukan pengkajian di suatu ruang. Karena ini bisa berpengaruh
pada pasien dan juga akan menimbulkan dampak yang buruk jika kita tidak
melakukannya dengan benar dan teliti.
xx
DAFTAR PUSTAKA
Langganawa. 2014
Asmadi. 2005
xxi
Potter & Perry. 2005
Aziz. 2004:172
Lewis. 2005
Deswani. 2009
Potter. 2005
xxii
CONTOH SOAL
xxiii
Dokumentasi
xxiv