PENDAHULUAN
I.2.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk membuat peta situasi
dengan skala 1:1000 di Desa Tulusrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo,
Provinsi Jawa Tengah.
Maret
April 2020 Mei 2020 Juni 2020
2020
No (dalam (dalam (dalam
Kegiatan (dalam
. minggu) minggu) minggu)
minggu)
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1. Persiapan
Survei
Pendahuluan
a. Orientasi
lapangan
2. b. Penentuan
titik stasiun
base
c. Pemasangan
patok
Pengukuran
3.
detil situasi
Pengolahan
4.
data
a. Pengunduhan
data hasil
survei GNSS
b. Pengolahan
data raw foto
udara
Penggambaran
5.
peta digital
Pembuatan
6.
Laporan
BAB II
LANDASAN TEORI
JP
S= ................................ (1)
JS
Keterangan :
S = Skala peta
JP = Jarak di peta
Menurut Indradi, IG. & Subroto, T. (2014), skala peta dapat disajikan dalam
beberapa jenis antara lain:
Gambar II.9. Efek troposfer terhadap sinyal GPS (Abidin, H.Z., 2000)
4. Multipath
Multipath merupakan fenomena ketika sinyal yang dipancarkan oleh
satelit GPS sampai ke receiver GPS melalui lebih dari satu lintasan. Penyebab
utama multipath adalah pantulan dari permukaan objek yang berada di dekat
receiver GPS, sedangkan penyebab lainnya adalah pantulan pada satelit selama
proses transmisi sinyal (Wellenhof, B.H., dkk, 2008). Efek multipath ini akan
memengaruhi hasil ukuran pseudorange ataupun carrier phase. Faktor-faktor
yang memengaruhi besar kecilnya efek multipath ini antara lain adalah jenis
dan posisi reflektor, posisi relatif satelit, jarak reflektor ke antena, panjang
gelombang sinyal, dan kekuatan sinyal (Abidin, H.Z., 2000).
5. Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity)
Ambiguitas fase adalah jumlah gelombang yang tidak terukur oleh
receiver GPS. Sebelum menentukan jarak antara satelit dan receiver GPS,
maka nilai ambiguitas fase harus ditentukan terlebih dahulu. Menurut Abidin,
H.Z. (2000), apabila selama pengamatan tidak terjadi cycle slips, maka nilai
ambiguitas fase akan selalu sama.
6. Cycle Slips
Cycle slips adalah terputusnya jumlah gelombang penuh dari fase
gelombang pembawa yang sedang diamati yang disebabkan oleh terputusnya
receiver GPS pada saat proses pengamatan sinyal. Pada Gambar II.10.
merupakan gambaran cycle slips jika diilustrasikan dalam sebuah kurva grafik
pengamatan fase terhadap waktu. Terdapat perbedaan terhadap besar harga
ambiguitas fase antara sebelum dan setelah cycle slips terjadi.
Secara umum prinsip penentuan posisi dengan GPS dibagi menjadi dua yaitu
metode absolute positioning dan differential positioning. Berbagai macam metode
dalam penentuan posisi GPS dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar II.14.
Gambar II.15. Metode Penentuan Posisi Absolut Statik dan Kinematik (Abidin, H.Z.,
2000)
Metode pengamatan absolut statik merupakan metode penentuan posisi dengan
menggunakan satu alat receiver GPS dengan posisi diam atau tidak bergerak pada saat
proses pengamatan berlangsung. Berbeda dengan metode pengamatan absolut
kinematik yang menggunakan satu alat receiver GPS yang bergerak selama proses
pengamatan berlangsung untuk menentukan posisi titik di permukaan bumi. Metode
pengamatan absolut kinematik biasanya digunakan untuk keperluan navigasi.
Ketelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan akan menurun apabila baseline
antara stasiun base dan rover semakin panjang. Hal tersebut menjadi salah satu
keterbatasan dari pengamatan GPS metode RTK. Penurunan tingkat ketelitian tersebut
disebabkan oleh adanya kesalahan yang terjadi pada saat perambatan sinyal satelit
GNSS yang diakibatkan oleh pengaruh ionosfer yang semakin tinggi. Semakin jauh
jarak antara rover GPS dengan stasiun base menyebabkan proses pemecahan resolusi
ambiguitas antara stasiun base dengan rover GPS sulit untuk dilakukan (Badan
Pertanahan Nasional, 2011).
II.5. Fotogrametri
Fotogrametri adalah ilmu dan teknologi untuk memperoleh ukuran yang
terpercaya dari foto udara (Wahyono, E.B., & Suyudi, B., 2017). Hal ini berarti bahwa
semua objek fisik yang tergambar pada foto udara hasil pengukuran fotogrametris
harus dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dari ukurannya. Dengan begitu akan
dapat menghasilkan informasi serta data yang akurat dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat umum dalam berbagai bidang pekerjaan.
Menurut Amrizal (2016), fotogrametri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
fotogrametri metrik dan fotogrametrik interpretatif. Fotogrametri metrik mempelajari
tentang penentuan geometri dan posisi objek melalui proses pengukuran atau
pengamatan. Hasil ukuran dapat berupa jarak, sudut, luas, dan volume dari hasil
fotogrametris. Fotogrametri interpretatif mempelajari tentang proses identifikasi objek
pada foto udara yang selanjutnya dianalisa secara sistematik.
Interpretasi foto udara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara konvensional
dan cara digital. Interpretasi konvensional dilakukan dengan bantuan alat seperti
stereoskop dan planimeter sedangkan cara digital menggunakan bantuan komputer
dalam proses interpretasinya.
Gambar II.19. Kemiringan pesawat pada sumbu x dan y (Wahyono, E.B., &
Suyudi, B., 2017)
II.5.2.3. Pergeseran relief
Pergeseran relief/topografi merupakan pergeseran letak atau posisi objek yang
terdapat pada foto udara yang disebabkan oleh permukaan bumi/objek yang tidak rata
sehingga menyebabkan perbedaan jarak dari titik fokus kamera (Wahyono, E.B., &
Suyudi, B., 2017). Pergeseran relief akan semakin besar jika posisi objek semakin jauh
dengan pusat kamera. Pergeseran relief dapat dilihat dengan jelas pada daerah yang
memiliki topografi kasar seperti pegunungan. Contoh lainnya seperti gedung tinggi
yang diilustrasikan pada Gambar II.20. Pada Gambar II.20., gambar a adalah gambar
gedung tinggi yang paling benar yakni berupa sebuah titik. Gambar b nampak gedung
yang semakin menjauh dari titik tengah condong ke sisi lain sementara gambar c
tampak semakin panjang dari titik pusat objek. Gedung yang tinggi akan tampak
seperti pada gambar b dan c akibat dari adanya pergeeseran relief.
Gambar II.20. Ilustrasi kenampakan gedung pada foto udara dengan posisi
yang berbeda (Wahyono, E.B., & Suyudi, B., 2017)
Keterangan :
G = ukuran bujur sangkar medan yang terliput oleh sebuah foto tunggal
B = jarak antara stasiun pemotretan sebuah pasangan foto stereo
PE = besarnya pertampalan ke depan dinyatakan dalam persen
𝐺−𝐵
PE = ( ) 𝑥 100 ................................ (2)
𝐺
Keterangan :
PI = pesawat yang berada pada jalur terbang 1
PII = pesawat yang berada pada jalur terbang 2
W = jarak antara jalur terbang yang berurutan
PS = besarnya tampalan samping dinyatakan dalam persen.
𝐺−𝑊
PS = ( ) 𝑥 100 ................................ (3)
𝐺
II.5.4. Ortofoto
Ortofoto merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari survei fotogrametri,
diilustrasikan seperti pada Gambar II.23. Ortofoto adalah foto udara yang telah
mengalami proses koreksi untuk mengurangi kesalahan yang ditimbulkan oleh
penyimpangan seperti kemiringan pesawat, pergeseran relief, dan distorsi lensa (Paine,
D.P., & Kiser, J.D., 2012). Ortofoto dibuat melalui proses yang dinamakan dengan
rektifikasi diferensial. Rektifikasi diferensial adalah proses mengeliminasi pergeseran
letak gambar yang disebabkan oleh kemiringan fotografik dan relief (Hajar, A., dkk,
2017). Proses rektifikasi diferensial akan menghasilkan sebuah foto udara yang
terkoreksi dan terlihat seperti dalam proyeksi orthogonal atau membuat foto menjadi
tegak.
PELAKSANAAN
III.1. Persiapan
Sebelum melaksanakan pengamatan di lapangan, terdapat beberapa hal yang
perlu dipersiapkan. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pengecekan
terhadap alat GPS dan kelengkapan alat lainnya yang akan digunakan untuk
pengamatan. Misalnya seperti mengecek kapasitas baterai dari GPS. Sebelum
melaksanakan pengamatan di lapangan, baterai GPS dicharge terlebih dahulu agar
pada saat pengamatan kondisi kapasitas baterai GPS dalam keadaan penuh.
No. Bahan
1. Data koordinat (X,Y,Z) titik detail situasi yang diukur dengan metode GNSS
2. Data raw foto udara
3. Ground Control Point (GCP)
III.2.1.1 Informasi Data Raw Foto Udara
Data raw foto udara merupakan hasil pemotretan foto udara dengan
menggunakan UAV jenis fix wing. Proses perekaman dilakukan dengan persentase
pertampalan sidelap 40% dan overlap 60%. Format data raw adalag .jpg. Ukuran file
data raw foto udara yang digunakan adalah sebesar 10 gigabytes (GB). Data raw foto
udara ini akan diolah menjadi ortofoto. Ortofoto akan digunakan sebagai basemap
untuk digitasi objek-objek situasi yang tidak diukur pada saat melakukan pemetaan
situasi menggunakan metode GPS RTK Radio.
III.2.1.2. Informasi Data Ground Control Point (GCP)
Ground Control Point (GCP) yang digunakan merupakan hasil pengukuran
dengan metode GNSS. Receiver yang digunakan dalam pengukuran GCP adalah merk
CHC i50. Jumlah GCP yang digunakan sebanyak 8 titik. Data GCP ini digunakan
sebagai titik referensi dalam pengolahan data foto udara menjadi ortofoto. Data
koordinat GCP tercantum pada Tabel III.2.
1. Mendirikan tripod diatas titik stasiun base dan tripod satunya didirikan
disebelah titik stasiun base untuk radio eksternal.
2. Memasang tribach diatas tripod yang berdiri di stasiun base dan memasang
radio eksternal diatas tripod lainnya.
3. Melakukan sentering dan pengecekan sumbu I vertikal tribach.
4. Memasang pole kecil pada rover GPS kemudian memasang pole dan rover
tersebut pada tribach.
5. Menyambungkan kabel dari radio eksternal ke rover GPS base.
6. Membuat projek baru pada controller GPS. Langkah untuk membuat projek
baru adalah sebagai berikut:
a. Membuka aplikasi Landstar. Aplikasi Landstar merupakan aplikasi yang
digunakan untuk mengontrol proses pemetaan dengan menggunakan
GPS. Aplikasi ini tersedia untuk android.
b. Klik menu project untuk membuat projek baru.
c. Memberi nama projek, menentukan tanggal pengamatan, zona waktu,
dan sistem koordinat. Sistem koordinat yang digunakan sistem koordinat
milik Badan Pertanahan Nasional yaitu DGN95 TM-3 Zone 49.1.
d. Jika telah selesai mengatur projek, klik Accept.
7. Menyambungkan controller GPS dengan rover GPS dari stasiun base.
Langkah untuk menyambungkan rover GPS dengan controller adalah
sebagai berikut:
a. Klik menu Config, kemudian klik menu connect.
b. Memilih device type sesuai dengan merk alat GPS yaitu i50.
c. Memilih jenis koneksi yaitu bluetooth.
d. Pada bluetooth device, dipilih sesuai dengan serial number dari rover
GPS base yang dapaat dilihat di bagian bawah rover GPS base.
e. Jika sudah klik connect sampai muncul peringatan bahwa koneksi
berhasil.
8. Melakukan pengaturan untuk GPS base. Langkah pengaturan GPS base
adalah sebagai berikut:
a. Klik menu Config → Work Mode.
b. Klik New untuk mengatur work mode yang baru.
c. Pada konfigurasi base diisi seperti pada Tabel III.3. :
Tabel III.3. Konfigurasi GPS base
Menu Pengaturan
Work Mode Manual Base
Data Link Internal Radio
Correction Format RTCM3x
Protocol Transparent
Step value 25KHz
Baudrate 9600
Power 2W
Channel 1
Frequency default
d. Jika pengaturan sudah selesai klik Save, setelah itu akan mucul jendela
baru untuk mengisikan nama Work Mode yang baru saja diatur.
e. Proses selesai ditandai dengan munculnya jendela baru yang bertuliskan
“Create Mode Successfully !”
f. Pada halaman Work Mode, pilih mode yang baru saja dibuat, kemudian
klik Accept.
g. Setelah itu akan muncul halaman baru. Pada halaman baru tersebut, isi
tinggi antena dan koordinat base. Koordinat base ditentukan secara
langsung menggunakan menu Get Position. Pada Manual Input pilih No,
kemudian klik Get Pos untuk menentukan koordinat base.
h. Setelah itu klik OK. Tunggu hingga muncul jendela baru bertuliskan
“Start up base successfully and break connection!”. Setelah tahap ini
koneksi data dari controller dengan GPS base akan otomatis terputus.
9. Memasang pole pada GPS receiver.
10. Menyambungkan controller GPS dengan rover GPS receiver. Langkah
untuk menyambungkan rover GPS receiver dengan controller adalah
sebagai berikut:
a. Pilih menu Config → Connect.
b. Memilih device type sesuai dengan merk alat GPS yaitu i50.
c. Memilih jenis koneksi yaitu bluetooth.
d. Pada bluetooth device, dipilih sesuai dengan serial number dari GPS
receiver yang dapaat dilihat di bagian bawah GPS receiver.
e. Jika sudah klik connect sampai muncul peringatan bahwa koneksi
berhasil.
11. Melakukan pengaturan untuk rover GPS receiver. Langkah pengaturan
untuk rover GPS receiver adalah sebagai berikut:
a. Pilih menu Config → Work Mode.
b. Membuat Work Mode baru dengan cara klik New.
c. Pada konfigurasi base diisikan seperti pada Tabel III.4. :
Tabel III.4. Konfigurasi GPS receiver
Menu Pengaturan
Work Mode Auto Rover
Data Link Radio
Protocol Transparent
Step value 25KHz
Baudrate 9600
Channel 1
Frequency Default
Elevation Mask 10
PDOP Limit 6.0
d. Jika pengaturan sudah selesai klik Save, setelah itu akan mucul jendela
baru untuk mengisikan nama Work Mode yang baru saja diatur.
e. Proses selesai ditandai dengan munculnya jendela baru yang bertuliskan
“Create Mode Successfully !”
f. Pilih mode yang baru saja dibuat, kemudian klik Accept.
12. Klik menu Survey lalu pilih PT Survey.
13. Memulai proses pengambilan titik-titik detail yang akan dipetakan.
Diusahakan bahwa kondisi sudah dalam keadaan fix saat pengambilan titik
agar hasil yang didapatkan akurat dengan memerhatikan nilai HRMS dan
VRMS.
1. Data koordinat hasil pengukuran detail menggunakan metode GNSS yang sudah
tersimpan dalam Microsoft Excel diubah menjadi format .csv agar dapat
diimport ke dalam aplikasi ArcGIS ArcMap 10.5.
2. Menginput data koordinat X,Y, Z dengan format .csv ke dalam aplikasi ArcGIS
ArcMap 10.5.
3. Melakukan ekspor data dari data titik detail yang telah diinput ke dalam aplikasi
ArcMap 10.5 agar data dapat diedit dengan cara klik kanan layer data titik detail
→ Data → Export Data → menentukan lokasi penyimpanan → klik OK.
4. Mengubah sistem koordinat dari data detail yang pada awalnya memiliki sistem
koordinat DGN95 TM-3 49.1 menjadi sistem koordinat UTM 49S. Caranya
yaitu pilih menu ArcToolbox → Data Management Tools → Projections and
Transformations → Project. Meskipun sudah diubah ke sistem koordinat UTM
49S, data pada attribute table masih tetap berupa koordinat DGN95 TM-3 49.1.
5. Shapefile data detail yang telah memiliki sistem koordinat UTM 49S kemudian
diinput ke aplikasi AutoCAD Civil 3D 2018 lalu disimpan dengan versi yang
lebih rendah yaitu 2010.
6. Menginput data .dwg titik detail yang sudah disimpan ke dalam lembar kerja
aplikasi Surpac.
7. Menyimpan data detail yang sudah diinput ke dalam format.str (string).
8. File string dari data detail kemudian dibuka dengan aplikasi Microsoft Excel
dengan cara klik kanan file → Open with → Microsoft Excel.
9. Menyusun data koordinat detail pada Microsoft Excel dengan rapi.
10. Melakukan konversi data detail yang sistem koordinatnya UTM 49S dari format
.xls ke dalam format .csv.
11. Menginput data detail dengan format .csv ke dalam aplikasi AutoCAD Civil 3D
2018 dengan menu Add Point, kemudian memasukkannya ke dalam point
groups.
12. Membuat surface dengan cara membuka meu Toolspace → klik kanan Surfaces
→ Create Surface → pilih tipe TIN Surface → isikan nama surface pada tab
Name → pada Style pilih Contours and Triangles → klik OK.
13. Membuka menu Toolspace klik tombol + di sebelah Surfaces untuk membuka
sub menu dari Surfaces → klik kanan surface yang baru saja dibuat → Edit
Surface Style... → Contour. Pada contour intervals isikan 1,25m pada Minor
Interval dan 5m pada Mayor interval. Pada contour smoothing pilih True pada
smooth contour kemudian tingkatkan Contour smoothing.
14. Membuka menu Toolspace klik tombol + di sebelah Surfaces untuk membuka
sub menu dari Surfaces → memilih surface yang baru saja dibuat → membuka
sub menu dari surface yang baru saja dibuat → Definition → klik kanan Point
Groups → Add... → pilih point groups dari titik detail yang sudah dibuat
sebelumnya → klik OK. Hasil surface akan muncul pada lembar kerja AutoCAD.
15. Klik suface pada lembar kerja → memiilih menu Extract from Surface → Extract
Objects → mencentang semua opsi → klik OK.
16. Menghapus boundary surface.
17. Melakukan ekspor garis kontur ke dalam format .shp dengan cara ketik
MAPEXPORT pada command → menentukan lokasi penyimpanan dan memilih
tipe ESRI Shapefile → klik OK → pada tab Selection pilih Object Type: Line →
Select objects to export: Select All → pada tab Data klik Select Attributes
kemudian pilih atribut X, Y, dan Z → klik OK → klik OK.
18. Menginput garis kontur, data titik detail dengan sistem koordinat UTM 49S, dan
ortofoto hasil pengolahan survei fotogrametri ke dalam aplikasi ArcMap 10.5.
19. Melakukan editing kontur yang masih rusak dengan menggunakan ortofoto
sebagai basemap.
20. Melakukan digitasi objek situasi dengan bantuan titik-titik hasil pemetaan situasi
dengan metode GNSS dan ortofoto hasil pemetaan fotogrametri.
21. Mengatur ukuran kertas menjadi A1 dengan cara pilih menu File → Page and
Print Setup...
22. Melakukan editing seperti simbologi, toponimi, dan layouting sesuai dengan
kaidah kartografi.
23. Mengubah skala menjadi skala 1:5.000.
24. Mengexport peta ke dalam format .pdf.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H., Z., 2000. Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Amrizal, 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Geomatika. Medan: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang
Bangunan dan Listrik.
Arjiansah, R.I., Yuwono, B.D., & Amarrohman, F.J., 2016. Analisis Ketelitian
Pengamatan GPS Menggunakan Single Frekuensi dan Dual Frekuensi Untuk
Kerangka Kontrol Horizontal. Geodesi Undip, 5 (4), hal. 254-262.
Badan Pertanahan Nasional, 2011. On The Job Training Pengenalan CORS
(Continiosly Operating Reference Stasiun). Jakarta Selatan: Direktorat
Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertahan
Nasional Republik Indonesia.
Basuki, I., & Iskandar, H., 1999. Penggunaan Global Positioning System (GPS) Untuk
Pembuatan Peta Situasi Pada Sub DAS Jeratun Seluna. Tesis. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hajar, A., Wijaya, A.P., & Bashit, N., 2017. Pemanfaatan Lidar Untuk Evaluasi
Ketinggian Bangunan di Kawasan Jalan Pandanaran, Semarang. Geodesi Undip,
6 (4), hal. 361-370.
Hamur, P.K., Tjahjadi, E., & Yuliananda, A., 2019. Kajian Pengolahan Data Foto
Udara Menggunakan Perangkat Lunak Agisoft Photoscan Dan Pix4d Mapper.
Tesis. Institut Teknologi Nasional Malang, Malang.
Handoko, D., Widjadjanti, N., & Muslim, B., 2019. Performa Metode Precise Point
Positioning (PPP) Dengan Koreksi Ionosfer Orde 1 Pada Data Pengamatan
Stasiun CORS BIG. Elipsoida, 2 (2), hal. 78-84.
Indradi, IG. & Subroto, T., 2014. Kartografi. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pertanahan
Nasional.
Lumbantobing, M., Wikantika, K., & Harto, A.G., 2017. Peningkatan Akurasi
Interpretasi Foto Udara Menggunakan Metode Pembobotan Berbasis Objek
untuk Pembentukan Peta Skala 1:5000. Reka Geomatika, 2017 (1), hal. 1-11.
Marbawi, dkk, 2015. Analisis Pengukuran Bidang Tanah Menggunakan GNSS RTK-
Radio dan RTK-NTRIP pada Stasiun CORS Undip, 4 (4), hal. 297-306.
Paine, D.P., & Kiser, J.D., 2012. Aerial Photography and Image Interpretation.
Canada : John Wiley & Sons.
PP No. 8 Tahun 2013. Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Jakarta :
Kementerian Sekretarian Negara.
Prasetyaningsih, D., 2012. Partisipasi Indonesia Dalam Pembahasan Sistem Satelit
Navigasi Global (Global Navigation System Satellite) Dalam Sidang
UNCOPUOS, 13 (4), hal. 121-130.
Rahman, A., 2013. Pengantar Kartografi dan Sistem Informasi Geografis. Banjarbaru:
P3AI Universitas Lambung Mangkurat.
Rassarandi, F.D., 2016. Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa
Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Integrasi, 8 (1), hal. 50-55.
Somantri, L., 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi
Kerentanan dan Risiko Banjir. Geografi Gea, 8 (2).
Wellenhof, B.H., Lichtenegger, H., & Wasle, E., 2008. GNSS Global Navigation
Satellite Systems. Austria: SpringerWienNewYork.
Wijaya, G.M.A., 2019. Optimasi Akurasi Posisi dengan Metode Real Time Kinematic.
Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Lampung, Lampung.
Wahyono, E.B., & Suyudi, B., 2017. Fotogrametri Terapan. Yogyakarta : Sekolah
Tinggi Pertanahan Nasional.