BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik dan mental ibu hamil.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status
nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan
mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Selain itu, risiko juga meningkat
pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan
terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB
kongenital).
2
Mengingat akan bahaya TB paru dan pentingnya memberikan pelayanan pada ibu
untuk mempersiapkan kehamilan, terutama untuk mendeteksi dini, memberikan terapi
yang tepat serta pencegahan dan penanganan TB pada masa prakonsepsi, maka dalam
makalah ini akan di bahas segala teori tentang TB paru dan hubungannya dengan masa
prakonsepsi wanita untuk mempersiapkan kehamilan. Selain itu, dalam makalah ini
juga akan dibahas peranan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan prakonsepsi,
utamanya terhadap klien penderita TB paru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi TB Paru?
2. Mengapa seseorang bisa sampai terkena penyakit TB Paru?
3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit TB Paru?
4. Bagaimana hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin?
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Etiologi
2. Gejala
a) Demam
b) Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
c) Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d) Nyeri dada
e) Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
D. Patofisiologi
6
E. Pemeriksaan Penunjang
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang
dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu
empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa
beberapa tahun.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi
diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
G. Stadium TBC
8
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi
terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes
tuberkulosis tidak bermakna)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin
bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik).
Tidak ada
Dalam pengobatan kemoterapi
Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
Tidak komplit
4. Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan,
selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya
penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih
kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a) Positif dengan :
Mikroskop saja
Biakan saja
Mikroskop dan biakan
b) Negatif dengan :
9
Tidak dikerjakan
Status kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes
kulit tuberkulin :
a) Bermakna
b) Tidak bermakna
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat
pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil
pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis,
bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat
ini).
Status kemoterapi :
a) Tidak mendapat kemoterapi
b) Dalam pengobatan kemoterapi
c) Komplit
d) Tidak komplit
6. Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)
Kasus kemoterapi :
a) Tidak ada kemoterapi
b) Sedang dalam pengobatan kemoterapi.
H. Komplikasi
Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru
stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2)
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4)
Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6)
Insufisiensi Kardio Pulmoner.
I. Penanganan
1. Promotif
a) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
c) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a) Vaksinasi BCG
b) Menggunakan isoniazid (INH)
3. Kuratif
(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF).
Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari,
EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek
samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman
penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut
dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang
paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah
usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati,
seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan
pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan
sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus
dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu
hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu
hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada
12
tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah
pengidap TB paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/)
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti
usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ
reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas)
seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan
kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang
pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah
menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan
untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
13
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada
sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-
obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol.
Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan
jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit
sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah
lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha,
Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB
ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak
berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka
dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis
selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan
APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah
(<2500 gram).
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital
biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur,
gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan
14
kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di
perut atau setelah lahir.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama
selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga
penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang
dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh
agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika
memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu
melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara,
seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah
dilakukan,murah dan cukup reliable.
15
BAB III
A. Kesimpulan
17
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
19
2. Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. Tuberkulosis Paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Editor: Sudoyo, Aru. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata,Marcellus. Setiati, Siti. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2006 ; h 998
5. Epidemiologi unsri.blogspot.com/2011/Tuberkulosis-paru.html
9. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007.
Hal 988 – 995