Anda di halaman 1dari 9

PENYEDIAAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang seringkali tidak
banyak dideteksi dan disadari karena umumnya PTM tidak menimbulkan gejala dan
keluhan, sehingga penderita umumnya tidak menyadarinya. Hal inilah yang membuat
PTM saat dideteksi sudah sampai di tahap akhir dan dapat berakibat kecacatan sampai
kematian. Salah satu penyakit yang sering dibahas karena jumlah kasusnya ialah
Diabetes Mellitus (Wijaya A, 2021)
Diabetes menjadi penyakit degeneratif tidak menular yang jumlahnya akan
meningkat di masa datang. Pada tahun 2019, diabetes merupakan penyebab kematian
kesembilan dengan perkiraan 1,5 juta kematian secara langsung disebabkan oleh
diabetes (WHO, 2021). Orang dengan penyakit diabetes mempunyai risiko terkena
banyak masalah kesehatan yang mematikan, menyebabkan biaya kesehatan yang lebih
tinggi, pengurangan kualitas hidup, dan peningkatan risiko kematian. (Cho, et all,
2018)
Menurut Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) (2019), kawasan Asia
Tenggara merupakan kawasan terbanyak ke-3 yang menderita diabetes melitus,
dengan angka kejadianya 88 juta kasus (8,8%). IDF memperkirakan pada tahun 2030
jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 115 juta kasus (9,7%).
Indonesia berada di posisi ke-7 terbanyak didunia yang menderita diabetes melitus
(IDF, 2019).
Berdasarkan laporan hasil riset kesehatan dasar tahun 2018 Di Provinsi
Sulawesi Selatan yang mengalami menyakit diabetes berdasarkan diagnosis dokter
sebesar 0,76% di kabupaten Bentaeng. (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan data diatas, Presiden Indonesia menetapkan Rencana Panjang
Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2015-2019, yang berisi penjabaran dari visi misi,
dan program presiden, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan
umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang
mencangkup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
Untuk mewujudkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang
berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu
disebut Nawa Cita, dan prioritas kelima yaitu mewujudkan kualitas hidup manusia
yang tinggi, maju, dan sejahtera yang akan dicapai dengan program Indonesia pintar,
Program Indonesia sehat, dan Program Indonesia kerja dan program Indonesia
sejahtera. Program Indonesia sehat, memiliki 3 pilar yaitu: Mewujudkan paradigam
sehat, Pengutan Pelayanan kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional. Arah
kebijakan dan strategi yang termuat dalam Buku I RPJMN 2015-2019 disebutkan
bahwa pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang difokuskan pada penguatan upaya
kesehatan dasar yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan,
peningkatan askes dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung
dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.
Penjabaran strategi pembangunan kesehatan antara lain, Pengendalian Penyakit Tidak
Menular, Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan faktor risiko biologi,
perilaku dan lingkungan serta Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan
preventif di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dengan dukungan bantuan operasional
kesehatan. (Perpres, 2015)
BPJS Kesehatan sebagai badan pelaksana jaminan kesehatan, telah
meluncurkan program Prolanis (Program Pengendalian Penyakit Kronis). Prolanis
sendiri merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan
BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Sasarannya adalah seluruh peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis
(Diabetes Melitus Tipe 2 dan hipertensi). Aktivitas dalam Prolanis meliputi aktivitas
konsultasi medis/edukasi, home visit reminder, aktifitas klub dan pemantauan status
kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014)
Kegiatan prolanis diterapkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP)
dalam hal ini puskesmas yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Tidak
terkecuali di Sulawesi Selatan, puskemas juga telah melaksanakan prolanis yang tiap
minggunya memiliki agenda senam bersama, edukasi, pemeriksaan, dan pemberian
obat secara teratur bagi pesertanya. (Jannah, 2018)
Sesuai peraturan Gubernur No. 71 tahun 2016 tentang Struktur Organisasi
Tata Kerja dimana Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dibagi menjadi 4
Bidang dimana salah satu Bidang Sumber Daya Kesehatan membawahi 3 seksi yaitu
Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan, Seksi Kefarmasian dan Seksi Alat
Kesehatan. Adapun Tugas Pokok Seksi Kefarmasian antara lain Melaksanakan
bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan perizinan, sertifikasi di bidang
kefarmasian, Melaksanakan bimbingan dan pengendalian kegiatan pengelolaan
pelayanan farmasi pada sarana kesehatan, produsen dan distributor makanan,
kosmetika, obat, obat tradisional, Narkotika, psikotropika, Melakukan penyediaan dan
pengelolaan obat, buffe stock obat provinsi, reagensia dan vaksin lainnya, Melakukan
proses perizinan/nonperizinan untuk disampaikan rekomendasi diterima atau
ditolaknya perizinan/non perizinan kepada kepala bidang dan diteruskan ke Kepala
Dinas melalui Sekretaris (Pergub, 2016)
Sedangkan tugas dari Seksi Alat Kesehatan dan PKRT, antara lain:
1)Menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis
dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang alat kesehatan dan
PKRT; 2)Melaksanakan bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan perijinan,
registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana pelayanan kesehatan, sertifikasi sarana
produksi dan distribusi alat kesehatan perbekalan rumah tangga (PKRT);
3)Melaksanakan bimbingan dan pengendalian kegiatan pengelolaan sarana kesehatan,
alat kesehatan dan PKRT; 4)Melaksanakan penyediaan dan pengelolaan alat
kesehatan dan sarana prasarana penunjang pelayanan kesehatan;5)Melakukan proses
perizinan nonperizinan untuk disampaikan rekomendasi diterima atau ditolaknya
perizinan/nonperizinan kepada Kepala Bidang dan diteruskan ke Kepala Dinas
melalui Sekretaris (Pergub, 2016)

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pelaksanaan program pengelolaan penyakit Diabetes di
wilayah kerja puskesmas Pa’bentengan
2. Untuk mengetahui gambaran penyediaan kefarmasian di puskesmas
Pa’bentengan

C. Manfaat
1. Mengetahui pelaksanaan program pengelolaan penyakit Diabetes di wilayah
kerja puskesmas Pa’bentengan
2. Mengetahui gambaran penyediaan kefarmasian di puskesmas Pa’bentengan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sasaran Dan Strategi RPJMN 2020-2024 Pemenuhan dan Peningkatan Daya Saing
Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
Persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial
(TARGET 2024: 96%)
 Strategi 1
Efisiensi penyediaan obat dan vaksin dengan mengutamakan kualitas produk
 Strategi 2
Penguatan sistem logistikfarmasi real timeberbasis elektronik
 Strategi 3
Peningkatan promosi dan pengawasan penggunaan obat rasional
 Strategi 4
Pengembangan obat, produk biologi, reagen, dan vaksin dalam negeri bersertifikat
halal yang didukung oleh penelitian dan pengembangan life sciences
 Strategi 5
Pengembangan produksi dan sertifikasi alat kesehatan untuk mendorong kemandirian
produksi dalam negeri
B. Kegiatan (Proyek) RPJMN 2020-2024 dalam Skema Akses Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
1. Riset dan Pengembangan
Penyusunan peta jalan dan pengembangan vaksin halal.
2. Produksi
Produksi alat kesehatan di dalam negeri
3. Pengadaan
 Penyediaan Obat Program KIA
 Penyediaan Obat Program Gizi
 Penyediaan Obat Program Penyakit Menular
 Penyediaan buffer obat dan perbekkes PKD
 Penyediaanvaksinbaruuntukpneumonia (PCV)
 Penyediaanobatdan vaksinesensialdi puskesmas
4. Manajemen Logistik
 Penerapanaplikasilogistikobat dan BMHP di IFP/K
 Pelaksanaanmanajemenpengelolaanobat& vaksinsesuaistandardi IFK
5. Penggunaan/Pelayanan
 Penggunaan Obat sesuai FORNAS di RS
 Pelayanan Kefarmasian sesuai standar di Fasyankes
6. Monitoring dan Evaluasi
Pengawasan produk alat kesehatan dan PKRT

C. Strategi program kefarmasian dan alat kesehatan 2020-2024


1. Memastikan ketersediaan obat esensial dan vaksin di fasilitas kesehatan, terutama
di puskesmas, dengan melakukan pembinaan pengelolaan obat sesuai standar di
instalasi farmasi provinsi, kabupaten kota.
2. Memperkuat program seleksi obat yang aman, bermutu, bermanfaat dan cost-
effective untuk program pemerintah maupun maupun manfaat paket JKN.
3. Mengembangkan sistem data dan informasi secara terintegrasi yang berkaitan
dengan kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan di sarana produksi,
distribusi dan pelayanan kesehatan.
4. Meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri
melalui optimalisasi hubungan kerjasama luar negeri dab regulasi/instrumen
lingkup regional dan multilateral.
5. Meningkatkan kemandirian bahan baku obat dan alat kesehatan melalui
kerjasama lintas sektor dan sinergisitas Academic-Bussiness-Government-
Community-Innovator (A-B-G-C-I).
6. Melakukan hilirisasi dan memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat
kesehatan terutama pengembangan ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural,
Active pharmaceutical ingredients (API) kimia dan industri alat kesehatan
teknologi tinggi.
7. Mempercepat tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis masa
patennya.
8. Mendorong tersedianya vaksin halal melalui penyusunan roadmap vaksin halal.
9. Penguatan regulasi sistem pengawasan pre dan post market alat kesehatan,
melalui penilaian produk sebelum beredar, sampling dan pengujian, inspeksi
sarana produksi dan distribusi termasuk pengawasan barang impor border dan
post border, dan penegakan hukum.
10. Mendorong penggunaan alat kesehatan dalam negeri melalui promosi, pameran
dalam dan luar negeri, dan penegakan regulasi.
11. Menjalankan program promotif preventif melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dan alat
kesehatan tepat guna di masyarakat dan melibatkan lintas sektor.

D. Pengelolaan dan Sediaan Farmasi dan BMHP Di Puskesmas


1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) di
puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
(TTK) pengelola ruang farmasi. Perencanaan obat yang baik dapat mencegah
kekosongan atau kelebihan stok obat dan menjaga ketersediaan obat di puskesmas.
2. Pengadaan
Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan
permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri
(pembelian).
a. Permintaan
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas harus sesuai dengan
Formularium Nasional (FORNAS), Formularium Kabupaten/Kota dan
Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala
puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO (Form lampiran 1). Permintaan obat dari sub unit
ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu :
a) Permintaan rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing
puskesmas.
b) Permintaan khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin. Proses permintaan khusus sama
dengan proses permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila :
1) Kebutuhan meningkat
2) Terjadi kekosongan obat
3) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu diperhatikan hal-hal berikut
ini:
 Data pemakaian obat periode sebelumnya.
 Jumlah kunjungan resep.
 Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
 Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) adalah :
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian
pada periode sebelumnya.

SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan
dengan rumus :

Permintaan = SO – SS
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
b. Pengadaan mandiri (pembelian)
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke
distributor. Dalam hal terjadi kekosongan persediaan dan kelangkaan di fasilitas
distribusi, Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke apotek. Pembelian
dapat dilakukan dengan dua mekanisme :
a) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi kebutuhan obat yang
diresepkan dokter.
b) Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat menggunakan SP
(Surat Pemesanan), dimana obat yang tidak tersedia di fasilitas distribusi
dapat dibeli sebelumnya, sesuai dengan stok yang dibutuhkan.
3. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK)
dan sumber lainnya merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian (TTK) penanggungjawab ruang farmasi di puskesmas.
Apoteker dan TTK penanggungjawab ruang farmasi bertanggungjawab untuk
memeriksa kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan.
Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk
fisik obat.Setiap obat yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal
kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat.
4. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan
pencarian dan pengawasan.
1) Aspek umum yang perlu diperhatikan:
a. Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di gudang obat yang
dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat.
b. Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan obat.
c. Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet, teratur
dengan memperhatikan tanda-tanda khusus.
d. Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First Expired
First Out (FEFO), high alert dan life saving (obat emergency).
e. Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci dan
kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang
dikuasakan.
f. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di tempat khusus
dan terpisah dari obat lain. Contoh :alkohol, chlor etil dan lain-lain.
g. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang disertai
dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap harinya.
h. Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan tindakan pengamanan terhadap obat
yang disimpan pada suhu dingin. Sedapat mungkin, tempat penyimpanan obat
termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik cadangan (genset).
i. Obat yang mendekati kadaluarsa (3 sampai 6 bulan sebelum tanggal
kadaluarsa tergantung kebijakan puskesmas) diberikan penandaan khusus dan
diletakkan ditempat yang mudah terlihat agar bisa digunakan terlebih dahulu
sebelum tiba masa kadaluarsa.
j. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat.
2) Aspek khusus yang perlu diperhatikan:
a. Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome). Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:
 Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti insulin, atau obat
antidiabetik oral.
 Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan kliniktampak/kelihatan
sama (look alike) dan bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut
LASA, atau disebut juga Nama Obat dan Rupa Ucapan Mirip
(NORUM). Contohnya tetrasiklin dan tetrakain
 Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih
dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40% atau
lebih.
b. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporanNarkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus disimpan dalam lemari khusus dan
menjadi tanggungjawab apoteker penanggung jawab.
c. Obat kegawatdaruratan medis
Penyimpanan obat kegawatdaruratan medis harus diperhatikan dari sisi
kemudahan, ketepatan dan kecepatan reaksi bila terjadi kegawatdaruratan.
Penetapan jenis obat kegawatdaruratan medis termasuk antidot harus
disepakati bersama antara apoteker/tenaga farmasi, dokter dan perawat. Obat
kegawatdaruratan medis digunakan hanya pada saat emergensi dan
ditempatkan di ruang pemeriksaan, kamar suntik, poli gigi, ruang imunisasi,
ruang bersalin dan di Instalasi Gawat Darurat/IGD.
DAFTAR PUSTAKA

Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019
BPJS Kesehatan. (2014). Panduan praktis PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit
Kronis)
Cho, N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D., Ohlrogge, A.
W., & Malanda, B. (2018). IDF Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes prevalence for
2017 and projections for 2045. Diabetes Research and Clinical Practice, 138, 271–281.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023
Jannah, Uyunul (2018). Gambaran Pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(Prolanis) di Puskesmas Kota Makassar. http://digilib.unhas.ac.id. diakses 13 Desember
2021
Diabetes. World Health Organization. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/diabetes Diakses tanggal 17 November 2021.

International Diabetes Federation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition. Retrieved from
Internasional Diabetes Federation:
https://www.diabetesatlas.org/upload/resources/material/20200302_133351_IDFATLAS9e-
final-web.pdf Diakses 17 November 2021.

Riskesdas, 2018. (2018). Laporan Provinsi Sulawesi Selatan Riskesdas 2018. In Kementerian
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan (Vol. 110, Issue 9).
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/lpb/article/view/3658

Peraturan gubernur sulawesi selatan Nomor 71 Tahun 2016[Internet]. [cited 2021 Des 12].
Available from :
http://dinkes.sulselprov.go.id/uploads/regulasi/PERATURAN_GUBERNUR_SULAWESI_S
ELATAN_NOMOR_71_TAHUN_2016.pdf

Wijaya, A. E., Landri, M., Malakauseya, V., Ohoiulun, A., Lestari, A., Titaley, C. R., Que, B.
J., Lima, F. De, Liesay, L. S., Saptenno, L., & Ulandari, P. (2021). Bagaimana Persepsi
Masyarakat Terhadap Penyakit Tidak Menular Dan Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak
Menular Di Kota Ambon Dan Pulau Saparua? Molucca Medica, 14(2021), 66.

Anda mungkin juga menyukai