UNIVERSITAS GADJAH MADA NAMA : Khalifa Amra Andanti C
FAKULTAS KEHUTANAN NIM : 20/459121/KT/09286
PROGRAM STUDI KEHUTANAN Tanggal : 15/12/2021 LEMBAR JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) MATA KULIAH : Hukum Agraria dan Perundang-Undangan Kehutanan DOSEN : Wahyu Tri Widayanti, S.Hut., M.P. Lembar Jawaban Ujian ini dikirim melalui SIMASTER dengan format PDF JAWABAN
RETROSPEKTIF: MENILIK KEMBALI KONFLIK
TENURIIAL DALAM MENGELOLA HUTAN Karakteristik hutan merupakan sumber daya yang sangat bernilai, hal ini mengakibatkan aksesnpemanfaatan dan kontrol terhadap Sumber Daya Hutan (SDH) selalu mengundang konflik. Konflik tenurial kawasan hutan merupakan persoalan tersendiri yang sangat kompleks, yang dihadapi oleh Perum Perhutani, sehingga permasalahan konflik tenurial dengan masyarakat tidak hanya dihadapi oleh perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat saja. Hal ini disebabkan karena karakteristik hutan yang merupakan sumber daya yang sangat bernilai mengakibatkan akses pemanfaatan dan kontrol terhadap Sumber Daya Hutan (SDH) selalu mengundang permasalahan. Terutama permasalahan sengketa tentang penguasaan atau pemilikan atas tanah hutan antara pemerintah (negara) dengan masyarakat pada umumnya dan masyarakat pada khususnya. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa Konflik Tenurial Hutan adalah berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan. Kemudian lebih lanjut pada pasal 2 dan pasal 3 (Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan) dijelaskan tentang panduan teknis dalam penyelesaian penanganan konflik tenurial dengan pedoman mediasi. Pelaksanaan mediasi dilaksanakan melalui tahapan: pra mediasi; proses mediasi; dan pasca mediasi. Berdasarkan apa yang sudah dikaji, maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan- perundang-undangan yang mengatur tentang Konflik Tenurial sudah kuat untuk mengatur hal tersebut, akan tetapi masalahnya adalah lemahnya lembaga hukum yang berwenang. Kejahatan atau pelanggaran lingkungan hidup dan kehutanan tidak bisa dipungkiri menjadi isu lingkungan yang selalu menggaung baik ditingkat lokal, nasional, dan bahkan lintas batas negara. Tipologi kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan meliputi perambahan kawasan hutan, pembakaran hutan dan lahan, pembalakan liar, perambahan hutan, kejahatan keanekaragaman hayati, perusakan lingkungan, dan pencemaran industri. Aktor-aktor dalam kejahatan atau pelanggaran ini mulai dari individu, kelompok terorganisasi, korporasi, aparat negara/pemerintah, dan aktor transnasional, dengan modus operasi yang semakin beragam dan berkembang seperti misalnya tindak pidana dalam jabatan, menghalangi proses hukum, dan mobilisasi dan pembentukan kelompok masyarakat. Tantangan penegakan hukum di Indonesia masih banyak diwarnai dengan permasalahan perizinan dan konsesi, masih lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum, adanya mafia hukum, belum adanya mekanisme pengaduan yang valid dengan mekanisme perlindungan terhadap whistle blower, rumusan sanksi yang tidak efektif dalam memberikan efek jera pada pelaku, dan pendekatan penegakan hukum yang umumnya masih sederhana yaitu menggunakan rezim hukum tunggal. Dengan demikian peran penegakan hukum menjadi prioritas untuk ditingkatkan kapasitas dan kinerjanya. Sudah sejak lama, dan diperparah pada era reformasi, banyak lahan kawasan hutan yang berada dalam situasi konflik yang melibatkan masyarakat, institusi ataupun antar pemegang ijin pemanfaatan hasil hutan yang tidak mudah diselesaikan. Penyelesaian konflik harus segera diselesaikan di semua hutan-hutan di Indonesia yang luas dan open access dan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, dengan upaya tetap mempertahankan keberadaan fungsi hutan yang bersangkutan. Peran masyarakat sekitar hutan harus dilibatkan. Akan tetapi, pokok pangkal terjadinya konflik lahan kawasan hutan, sejarah pemilikan lahan, penyuluhan dan faktor lainnya harus bisa dikaji secara cermat sehingga penyelesaian konflik atau pencegahan konflik baru dapat dilakukan dengan baik. Meskipun diyakini memerlukan waktu yang panjang, masa benah pengelolaan sumber daya hutan dan kehutanan Indonesia harus dilakukan mulai sekarang dengan konsep berjangka dan komitmen bersama untuk tujuan pembangunan yang bersifat nasional.