Disusun oleh :
DEA AMANDA RIZKI
118018
Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi 2 bentuk yaitu obesitas viseral dan
obesitas perifer (Mccance et al, 2018). Obesitas viseral atau yang biasa di sebut dengan
obesitas intra-abdominal sentral atau maskulin terjadi jika distribusi lemak terlokalisasi
pada bagian perutatau bagian atas tubuh. Sedangkan obesitas perifer terjadi ketika
distribusi lemak tubuh terlokasi pada bagian bawah tubuh seperti pinggul dan paha
(Nirwana, 2018).
Obesitas didefiniskan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Salah satu penyebabnya adalah
perilaku yang menetap itu biasanya berupa menonton televisi dan bermain game hingga
berjam-jam. Pola hidup keseharian yang kurang aktif tersebut membuat banyak lemak
tertimbun dijaringan lemak tubuh. Walaupun penumpukan lemak tubuh ini tidak baik,
tetapi lemak tetap diperlukan dalam jumlah tertentu (Kadek Hartini, 2017).
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan
lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat
badannya, maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya
bertambah banyak. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.
Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara
fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang
tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan
(Nirwana, 2018).
B. Etiologi
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori yang lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh/pemasukan makan yang berlebihan ke dalam tubuh. Penyebab
terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum
jelas.
Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk
melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh,
dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak
(Sherwood, 2018).
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
a. Faktor Genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik.
Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi
makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukkan
bahwa rerata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat
badan seseorang. Faktor Lingkungan Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya
hidup juga memegang peranan yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas.
b. Faktor Psikis.
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah
satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif (Farida, 2019). Ada
dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan
dalam jumlah sangat banyak dan makan di malam hari (Shils, 2016).
c. Faktor Kesehatan.
Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat
menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome,
kelainan hipotalamus, hipotiroid.
d. Faktor Obat-obatan.
Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya overweight
dan obesitas. Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan steroid,
antidiabetik, antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor (Shils, 2016).
Penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines),
glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan
(tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat
menimbulkan penambahan berat badan. Selain itu, Insulin-secreting tumors juga
dapat menimbulkan keinginan makan berlebihan sehingga menimbulkan obesitas.
e. Faktor Perkembangan.
Penambahan ukuran, jumlah sel-sel lemak, atau keduanya, terutama yang terjadi
pada pada penderita di masa kanak-kanaknya dapat memiliki sel lemak sampai
lima kali lebih banyak dibandingkan orang yang berat badannya normal.
f. Aktivitas Fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama
dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang tidak
aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi
makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan
mengalami obesitas.
C. Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari tubuh serta
penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan penumpukan lemak di
sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2018). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa
pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme
neural dan humoral(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan,
dan sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus
melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi
laju pengeluaran energy dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan
jaringanotot).Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifatkatabolic(anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek
dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang
diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.
Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur
penyimpanan dan keseimbangan energi (Sherwood,2018).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin
merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro
Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila
kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2019).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
F. Pemeriksaan Diagnostik
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas apple shaped, sangat erat
hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok
kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi
glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang
kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan faktor resiko terjadinya
aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner dan/atau stroke. Mekanisme
dasar bagaimana komponen-komponen sindrom metabolik ini dapat terjadi pada
seseorang dengan obesitas apple shaped dan bagaimana komponen-komponen ini dapat
menyebabkan terjadinyagangguan vaskular, hingga saat ini masih dalam penelitian
(Soegondo, 2019).
H. Penatalaksanaan
Adam, J.M.F. 2019. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,Simadibrata,
M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1926 – 1932
Farida El Baz et al. (2019). Impact of Obesity and Body Fat Distribution on Pulmonary Function
of Egyptian Children. Egyptian Journal of Bronchology: 3(1)49-58.
Rosen, S. Shapouri, S. 2018. Obesity in the midst of unyielding food insecurity in developing
countries. Amberwaves USDA ERS. Dalam Istiqamah, et al. Hubungan Pola Hidup Sedentarian
Dengan Kejadian Obesitas Sentral Pada Pegawai Pemerintahan Di Kantor Bupati Kabupaten
Jeneponto. Hal. 1-3
Sherwood, L. 2018. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. h. 708-710.
Soegondo, S., 2019. Sibdroma Metabolik. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiasti, S., editors. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp 1865.
Sugianti, E., et al. 2019. Faktor Risiko terhadap Obesitas Sentral pada Orang Dewasa Di DKI
Jakarta. Indonesian Journal of Clinical Nutrition.