Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN NEUROLOGI REFRAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DYSTROPHY MUSCULAR

OLEH :
Febyan Rasmin Kotto C014192030
Nur Reski Novianti Jafar C014192033
Andi Husnul Hanifah C014192034
Dian Haziqah C014192037

PEMBIMBING :

dr. Ade Sofiyan


dr. Yulinda Mustapa

SUPERVISOR :
Dr.dr. Audry Devisanty Wuysang, M.Si,Sp.S (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama :
Febyan Rasmin Kotto C014192030
Nur Reski Novianti Jafar C014192033
Andi Husnul Hanifah C014192034
Dian Haziqah C014192037

Judul Refrat : Dystrophy Muscular

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, November 2020

Residen Pembimbing I Residen Pembimbing II

dr.Ade Sofiyan dr. Yulinda Mustapa

Supervisor Pembimbing

Dr.dr. Audry Devisanty Wuysang,M.Si., Sp.S (K)

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1. Definisi......................................................................................................3
2.2. Epidemiologi..............................................................................................3
2.3. Etiologi .....................................................................................................4
2.4. Patofisiologi...............................................................................................5
2.5. Klasifikasi..................................................................................................9
2.6. Manifestasi Klinis......................................................................................12
2.7 Diagnosis....................................................................................................13
2.8 Tatalaksana.................................................................................................20
2.9 Komplikasi..................................................................................................24
2.10 Prognosis...................................................................................................25
BAB III PENUTUP .........................................................................................26
KESIMPULAN.................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................27

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Insidensi dan Prevalensi Dystrophy Muscular secara Umum 4

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Muscular dystrophies (MDs) adalah kelompok heterogen dari miopati
yang ditentukan secara genetik. Identifikasi cacat genetik yang mendasari telah
menunjukkan bahwa MDs menunjukkan heterogenitas fenotipik dan genetik yang
signifikan . Satu mutasi genetik dapat menyebabkan variasi fenotipe sementara
mutasi genetik yang berbeda dapat mewujudkan fenotipe yang serupa.1
MD adalah kelainan yang jarang terjadi. Bentuk yang paling umum,
Duchenne MD (DMD), mempengaruhi 1 / 3.500–6.000 kelahiran laki-laki setiap
tahun di Amerika Serikat, mewakili sekitar 50% dari semua kasus.
Myotonicdystrophy (DM), orang dewasa yang paling umum onset MD, memiliki
perkiraan prevalensi11/ 100.000. Facioscapulohumeral dystrophy (FSHD) adalah
bentuk tersering ketiga, dengan prevalensi 4–6 / 100,000.8,9.1
Duchenne Muscular Dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang
bersifat progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini secara
bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan punggung. Pada
remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan juga
mungkin dapat terpengaruh, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade
kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun.2
Pada tahun 1868, Duchenne menetapkan kriteria diagnostik yang masih
digunakan sampai sekarang untuk penyakit distrofi otot. Kriteria-kriteria tersebut
antara lain, (1) kelemahan yang dimulai dari lengan; (2) hiperlordosis dengan
gaya berjalan yang khas; (3) hipertrofi otot yang lembek; (4) perjalanan penyakit
yang progresif; (5) penurunan kontraktilitas otot dengan rangsangan listrik pada
tahap lanjut; dan (6) disfungsi vesika urinria dan pencernaan, gangguan sensorik,
atau demam. DMD disebabkan adanya perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut
gen DMD, yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-
linked. Dalam DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot
sejak usia 3 tahun. Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari progresivitas
penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat,
dengan kehidupan normal, sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki

1
2

pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan


kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat
pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada DMD, kematian biasanya terjadi
pada usia belasan sampai awal dua puluhan.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Muscular dystrophies (MD) adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan
kelemahan progresif dan degenerasi otot rangka atau otot volunter yang
mengontrol gerakan, tanpa kelainan saraf pusat atau perifer. Otot-otot jantung
dan otot tak sadar lainnya juga terpengaruh dalam beberapa bentuk MD, dan
beberapa bentuk melibatkan organ lain juga.2
Duchenne Muscular Dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang
bersifat progresif akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini
secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot
pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh, munculnya kelemahan berjalan
pada awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun.2

2.2 Epidemiologi
Insidensi dari penyakitm Muscular Dystrophy jarang terjadi. Bentuk yang
paling umum, Duchenne MD (DMD), mempengaruhi 1 / 3.500–6.000
kelahiran laki-laki setiap tahun di Amerika Serikat, mewakili sekitar 50% dari
semua kasus. Myotonicdystrophy (DM), orang dewasa yang paling umum
onset MD, memiliki perkiraan prevalensi11/ 100.000. Facioscapulohumeral
dystrophy (FSHD) adalah bentuk tersering ketiga, dengan prevalensi 4–6 /
100,000.8,9.1
Beberapa distrofi menunjukkan variabilitas regional karena pengaruh
pendiri atau frekuensi relatif dari perkawinan sejenis. Insiden bentuk distrofi
ada yang ringan, sedang dan berat dimana bentuk distrofi yang parah/berat
yang mengakibatkan kematian sebelum diagnosis kemungkinan besar
dianggap remeh. Insiden beberapa bentuk distrofi otot tercantum pada Tabel
2.1.3

3
Tabel 2.1 Insidensi dan Prevalensi Dystrophy Muscular secara Umum
Penyakit Insiden/Prevalensi
Duchenne Muscular Dystrophy 1/3300
Becker Muscular Dystrophy 1/18.000 – 1/31.000
Female Dystrophinophathy Carriers 40/100.000
Manifesting Female Dystrophinophaty Carriers 1/100.000
Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy 1/100.000
Myotonic Dystrophy 1/8000
Oculopharyngeal Muscular Dystrophy 1/200.000
Fascioscapulohumeral Muscular Dystrophy 1/20.000
Muscle-Eye-Brain-Disease 1/50.000 (Finland)
Fukuyama Congenital Muscular Dystrophy 7-12/100.000 (Japan)

2.3 Etiologi
Mutasi pada gen yang mengkode protein struktural integral dari membran
sarcolemma (, , ,  sarcoglycan, integrin 7)dan protein struktural yang
terkait dengan bagian dalam (distrofin, plektin) atau bagian luar (laminin 2,
kolagen tipe VI) atau wilayah khusus sarcolemma (caveolin 3), dengan
membran inti bagian dalam (emerin, lamin A / C, plektin), dengan protein
khusus otot kinase (myotonic dystrophy protein kinase), dengan protease
spesifik otot (calpain), dan dengan protein yang fungsinya masih harus
ditentukan (disferlin). Pada distropi muskular duchenne dan distrofi muscular
becker, terjadi mutasi pada gen dystropin pada kromosom X berupa mutase
nomor 21 lengan pendek kromosom X (Xp21) sehingga tidak dihasilkannya
protein dystropin atau terjadi defisiensi dan kelainan struktur dystropin.
Kondisi yang paling sering mempengaruhi anak laki-laki, karena cara
penyakit ini diturunkan. Ibu dari laki-laki ini dianggap heterozigot untuk alel
resesif X-linked ini. Kelainan resesif ini sangat jarang terjadi pada wanita
karena anak perempuan yang merupakan pembawa penyakit (wanita dengan
gen yang cacat, tetapi tidak memiliki gejala sendiri) masing-masing memiliki
50% kemungkinan memiliki penyakit. Anak-anak perempuan masing-masing

4
memiliki kemungkinan 50% menjadi pembawa, dan anak perempuan harus
mewarisi banyak alel mutan dari ibu dan ayah mereka yang terkena
dampaknya. DMD terjadi pada sekitar 1 dari setiap 3.600 bayi laki-laki,
karena ini adalah kelainan bawaan, risikonya mencakup riwayat keluarga
DMD.3

2.4 Patofisiologi
Dystropin merupakan protein yang membentuk protein otot. Dystropin
adalah protein sitoskeletal dengan globular amino seperti tangkai terpusat dan
globular carboxy. Dystropin terletak pada permukaan dalam sarcolemma,
berkumpul sebagai homotetramer yang dihubungkan dengan aktin pada
amino terminus dan dengan glikoprotein pada carboxy terminus. Dystropin
berperan dalam memberikan kekuatan otot dan kestabilan membran otot.
Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi mulekular Duchenne tidak selalu berhubungan
dengan ukuran delesi pada gen dystropin, tetapi sangat berpengaruh pada
sintesis dystropin. Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep
pembacaan, terjadi penghentian prematur codon dan sintesis dystropin
terhenti dan mengalami degradasi, menghasilkan molekul protein kecil,
terpotong tanpa carboxy terminal. Dystropin merupakan bagian dari
kompleks protein sarkolemma dan gliko-protein. Kompleks dystropin-
glikoprotein dapat menghasilkan stabilitas sarkolemma, dimana kompleks ini
dikenal sebagai dystropin-associated protein (DAP) dan protein-associated
glycoprotein (DAG). Bagian yang terpenting lainnya pada kompleks ini
adalah dystroglycan, suatu glikoprotein yang berikatan dengan matriks
ekstraseluler merosin. Jika terjadi defisiensi salah satu bagian kompleks
tersebut akan menyebabkan terjadinya abnormalitas pada komponen lainnya.
Kehilangan dystropin bersifat paralel dengan kehilangan DAP dan
penghancuran kompleks dystroglycan. Perubahan ini menyebabkan
sarkolemma menjadi lemah dan dan mudah hancur saat otot berkontraksi.
Kehilangan dystropin juga menyebabkan kehilangan dystroglycan dan

5
sarcoglycan, sehingga membuat sarcolemma semakin rapuh. Proses ini
berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup penderita. Selain itu,
akibat kerapuhan membran otot memungkinkan kebocoran komponen
sitoplasmik seperti creatine kinase dan peningkatan masuknya Ca2+ yang
mengawali sejumlah aspek patologis dari peristiwa yang menyebabkan
nekrosis dan fibrosis otot. Kekurangan dystropin juga mengakibatkan
gangguan pada transmisi tekanan normal dan tekanan lebih besar ditempatkan
pada miofibrillar dan protein membran yang menyebabkan kerusakan otot
selama kontraksi.4,5,6 Lokasi mutasi / penghapusan dalam gen dystrophin
berkorelasi dengan tingkat keparahan kardiomiopati. Penghapusan yang
mempengaruhi domain terminal-amino (promotor otot, ekson 1 atau daerah
intronik) dikaitkan dengan DCM onset dini, sedangkan penghapusan pada
domain rod dan engsel 3 menghasilkan onset DCM onset lambat
(pertengahan 40-an). Tidak adanya protein ini, seperti halnya pada DMD,
membuat sel-sel kerangka dan jantung lebih rentan terhadap kerusakan pada
kontraksi otot. Perubahan dalam jalur sinyal menyebabkan air masuk ke
dalam mitokondria yang kemudian terjadi penumpukan cairan di mitokondria
sebagai tempat penghasil energi untuk pergerakan otot. Dalam distrofi otot
rangka, disfungsi mitokondria menimbulkan amplifikasi stres- induced sinyal
kalsium sitosol dan amplifikasi dari stres akibat reaktif oksigen spesies-
(ROS) produksi. Peningkatan permeabilitas membrane sel karena peroksidasi
lipid oleh fosfolipase A2 atau spesies oksigen reaktif (ROS). Ini
memungkinkan protein yang lebih besar, seperti CK, untuk melintasi
membran sel. Lebih lanjut, banyak jalur pensinyalan di dalam sel dipengaruhi
dan faktor-faktor ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam lingkungan
intraseluler, yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan otot sel dan akhirnya
nekrosis. Patologi otot berikutnya ditandai dengan degenerasi dan regenerasi
sel, di mana sel-sel otot akhirnya digantikan oleh jaringan fibrotik.3
Pada distrofi miotonik, terjadi mutase pada gen CNBP (gen ZNF9) pada
kromosom 3. Bagian DNA berulang yang terdiri dari banyak C, T dan G.
Jumlah pengulangan CCTG pada gen CNBP meningkat pada orang dengan

6
distrofi miotonik, hal ini diduga mengganggu produksi RNA dalam sel.
Gumpalan CNBP RNA menumpuk di inti sel dan mengganggu aktivitas
protein dan gen penting.3 Pada distrofi otot kongenital, bentuk umum dari
distrofi otot kongenital terjadi akibat perubahan protein permukaan membran
plasma atau yang membentuk bagian dari matriks ekstraseluler membran.
Kategori utama dari distrofi otot bawaan berdasarkan protein yang
terpengaruh adalah kolagen tipe VI terkait - Miopati Ulrich (varian parah) dan
Bethlehem (lebih ringan), kemudian terkait dengan merosin, ini termasuk
pasien dengan mutasi pada protein laminin alfa 2 yang kekurangan merosin,
terkait dystroglycan alfa, termasuk walker Warburg, otot mata otak dan
miopati Fukuyama (gen Fukutin di 9q31-33) dan distrofi otot tungkai-girdle.
Korelasi antara genotipe dan fenotipe bergantung pada protein yang
terpengaruh menjadi sangat kekurangan atau kekurangan sebagian, yang
ditentukan oleh jenis mutasi pada gen tersebut.7 Pada facioscapulohumeral
muscular dystrophy, DUX4, yang diyakini menyebabkan penyakit dengan
adanya racun ketika diekspresikan dalam jaringan dewasa. Pasien dengan
FSHD1 kehilangan unit pengulangan makrosatelit D4Z4 di wilayah
subtelomer lengan panjang kromosom 4q. Orang sehat memiliki lebih dari 10
unit berulang. Pasien dengan FSHD1 memiliki setidaknya 1 unit D4Z4,
karena monosomi kromosom 4q tidak menyebabkan FSHD1. Wilayah
kromosom 4q ini biasanya sangat termetilasi. Dalam FSHD1, hilangnya unit
D4Z4 menjadi antara 1 dan 10 pengulangan menyebabkan penurunan metilasi
dan pembukaan struktur kromatin di wilayah D4Z4. Dalam setiap
pengulangan D4Z4 adalah kode bingkai pembacaan terbuka untuk gen
DUX4. Kemudian, Pada sekitar 80% pasien dengan FSHD2, penyebab dari
hipometilasi yang mendalam ini adalah hilangnya gen lain, SMCHD1, pada
kromosom 18. SMCHD1 adalah enzim hipermetilasi dengan peran normal
dalam inaktivasi kromosom X. DUX4 adalah faktor transkripsi yang
perannya dalam perkembangan sel germinal normal tidak diketahui. Ini
ditemukan di spermatogonia pada testis pria dewasa. Ekspresi DUX4 dalam
jaringan dewasa mengarah pada aktivasi sejumlah jalur kanonik yang

7
biasanya tidak diekspresikan dalam jaringan dewasa, termasuk antigen testis
kanker, gen yang terlibat dalam imunitas bawaan, dan gen yang terlibat dalam
degradasi protein dan atrofi otot. Mekanisme patogenik yang mungkin
termasuk induksi jalur mitosis dalam sel postmitosis yang mengarah ke
apoptosis atau ekspresi antigen garis kuman yang memicu respons imun.
Ekspresi paksa DUX4 dalam jaringan otot sangat beracun, menyebabkan
apoptosis, stres oksidatif, dan gangguan pada diferensiasi miogenik.8
Pada Limb-girdle muscular dystrophy, CAPN3 sebagai gen yang
bertanggung jawab untuk LGMDR1. Defisiensi CAPN3 dikaitkan dengan
fitur yang berbeda pada otot rangka seperti kerusakan oksidatif, disregulasi
Ca2, disorganisasi sarkomer, kelainan mitokondria, adaptasi otot abnormal,
dan gangguan regenerasi otot, yang bersama-sama akan menyebabkan
inflamasi, nekrosis, fibrosis, atrofi, dan degenerasi otot progresif,
karakteristik LGMDR.9 Pada emery-dreifuss muscular dystrophy, biasanya
dihasilkan dari cacat struktural atau fungsional dari satu atau lebih protein
yang terdiri dari selubung inti, sehingga menimbulkan istilah "selubung inti".
Mekanisme penyakit yang potensial dapat berupa hilangnya impor protein ke
dalam nukleus. Selubung inti terdiri dari membran inti bagian dalam dan luar
serta lamina inti, yang secara kolektif membentuk kerangka struktural untuk
nukleus. Kekurangan atau mutasi yang mempengaruhi salah satu protein yang
menyediakan kerangka ini dapat mengakibatkan hilangnya integritas
struktural nukleus, yang dapat menjadi masalah khusus pada jaringan yang
sering mengalami tekanan, termasuk otot jantung dan rangka. Protein tersebut
termasuk emerin, LMNA, nesprin-1, nesprin-2, LUMA, SUN1, dan SUN2,
yang masing-masing dikodekan oleh EMD, LMNA, SYNE1, SYNE2,
TMEM43, SUN1, dan SUN2.10

2.5 Klasifikasi
1. Myotonic Muscular Dystrophy (disebut juga MMD atau penyakit
Steinert)

8
Merupakan bentuk yang paling umum dari muscular dystrophy
pada orang-orang dewasa. Terjadi pada pria dan wanita, dan biasanya
terjadi kapan saja dari masa anak-anak sampai masa dewasa. Dalam kasus
yang jarang, dapat terjadi pada bayi yang baru lahir (congenital MMD).
Nama myotonic ini mengacu pada sebuah gejala, myotonia - kejang atau
kaku pada otot yang lama setelah digunakan. Gejala ini biasanya
memburuk pada suhu dingin. Penyakit ini menyebabkan otot melemah
dan juga mengenai sistim syaraf pusat, jantung, saluran pencernaan, mata,
dan kelenjar yang memproduksi hormon. Dalam kebanyakan kasus,
kehidupan sehari-hari tidak terbatas akibat penyakit ini selama bertahun-
tahun. Namun penderita memiliki harapan hidup yang berkurang.11
2. Duchenne Muscular Dystrophy
Bentuk yang paling umum pada anak-anak. Duchenne muscular
dystrophy hanya terjadi pada pria. Terjadinya diantara usia 2-6 tahun.
Ukuran otot yang menurun dan berkembang lebih lemah dari waktu ke
waktu namun tetap dapat berkembang lebih besar. Perkembangan
penyakit ini bervariasi, tetapi banyak penderita memerlukan kursi roda di
usia 12 tahun. Dalam kebanyakan kasus, lengan, kaki dan tulang belakang
menjadi semakin cacat. Beberapa penderita agak terbelakang. Kesulitan
bernafas dan masalah jantung menandai tahap yang lebih lanjut dari
penyakit ini. Para penderita biasanya meninggal di akhir usia remaja atau
awal 20 tahunan mereka.11
3. Becker Muscular Dystrophy
Bentuk ini kurang lebih sama dengan Duchenne muscular
dystrophy, tetapi penyakit ini jauh lebih ringan; gejala-gejalanya timbul
belakangan dan berkembang dengan sangat lambat. Biasanya terjadi di
usia antara 2-16 tahun tetapi dapat juga terjadi selambat- lambatnya di
usia 25 tahun. Seperti Duchenne muscular dystrohy, Becker muscular
dystrophy hanya terjadi pada pria dan menyebabkan masalah-masalah
jantung. Berat ringannya penyakit ini bervariasi. Para penderita biasanya

9
dapat memasuki usia 30-an mereka dan hidup lebih lama di masa
dewasa11.
4. Limb-girdle Muscular Dystrophy
Terjadi pada usia remaja sampai awal masa dewasa dan terjadi
pada pria dan wanita. Dalam bentuknya yang paling umum, Limb-girdle
muscular dystrophy menyebabkan kelemahan yang progresif yang
dimulai dari pinggul dan berlanjut ke bahu, lengan tangan, dan kaki.
Dalam 20 tahun, berjalan menjadi sulit atau tidak mungkin. Para penderita
biasanya hidup sampai tua. 11
5. Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy
Facioscapulohumeral mengacu pada otot-otot yang menggerakan
wajah, tulang belikat dan tulang lengan atas tangan. Bentuk ini terjadi
pada masa remaja sampai awal masa dewasa dan terjadi pada pria dan
wanita. Ini berlangsung perlahan-lahan, dengan waktu singkat akan
kerusakan dan kelemahan otot yang cepat. Beratnya penyakit ini berkisar
dari sangat ringan sampai benar-benar melumpuhkan. Masalah-masalah
berjalan, mengunyah, menelan dan berbicara dapat timbul. Sekitar 50%
dari penderita dapat berjalan di sepanjang hidup mereka. Para penderita
biasanya memiliki masa hidup yang normal.11
6. Congenital Muscular Dystrophy
Congenital artinya bawaan sejak lahir. Perkembangan congenital
muscular dystrophy ini perlahan-lahan dan terjadi pada pria dan wanita.
Ada 2 bentuk yang sudah teridentifikasi yaitu Fukuyama dan congenital
muscular dystrophy dengan kekurangan myosin, menyebabkan pelemahan
otot saat lahir atau dalam beberapa bulan pertama, bersamaan dengan
memendek dan menyusutnya otot-otot lebih awal dan berat yang
menyebabkan masalah-masalah pada tulang sendi. Fukuyama congenital
muscular dystrophy menyebabkan ketidaknormalan pada otak dan
seringkali kejang-kejang.11

7. Oculopharyngeal Muscular Dystrophy

10
Oculopharyngeal artinya mata dan tenggorokan. Bentuk ini terjadi
pada pria dan wanita di usia 40-an, 50-an dan 60-an mereka. Ini
berlangsung dengan perlahan-lahan, menyebabkan kelemahan pada otot
wajah dan mata, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan. Pelemahan
pada otot-otot panggul dan bahu dapat terjadi kemudian. Tersedak dan
pneumonia yang berulang dapat terjadi.11
8. Distal Muscular Dystrophy
Kelompok penyakit yang jarang ini terjadi pada pria dan wanita
dewasa. Penyakit ini menyebabkan pelemahan dan penurunan otot distal
lengan bawah, tangan, lutut bagian bawah dan kaki. Biasanya kurang
berat, dan berlangsungnya lebih perlahan, dan mempengaruhi lebih
sedikit otot daripada bentuk muscular dystrophy yang lain.11
9. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy
Bentuk jarang dari muscular dystrophy terjadi dari masa anak-anak
sampai awal usia remaja dan terkena hanya pada pria. Penyakit ini
menyebabkan pelemahan dan penurunan otot pada bahu, lengan atas
tangan, dan kaki bagian bawah. Masalah jantung yang membahayakan
hidup paling sering terjadi dan juga dapat mempengaruhi si pembawa
penyakit ini - mereka yang memiliki gen atas penyakit ini tetapi tidak
berkembang seutuhnya (termasuk ibu dan saudara perempuan penderita).
Otot yang memendek terjadi pada awal penyakit ini. Pelemahan dapat
menyebar ke otot dada dan panggul. Perkembangan penyakit ini lambat
dan menyebabkan kelemahan otot yang lebih ringan dibandingkan dengan
bentuk muscular dystrophy yang lain.11

2.6 Manifestasi Klinis

11
• Kekuatan otot melemah dan ukuran otot yang semakin lama, semakin
mengecil dari ukuran normal sebelumnya, sehingga penderita mengalami
penurunan otot.
• Kontraktur : kebanyakan pasien mengalami kontraktur yang
derajatanya bervariasi pada elbow, hips, knees, dan ankles. Kontraktur
yang mucul saat bayi lahir disebut arthroposis. Kontraktur pada tumit
dan iliotibial pada anak usia enam tahun ketika berjalan akan
membentuk postur lordotik. Kontraktur menjadi tetap dan akan terjadi
scoliosis progresif sehingga akan menimbulkan nyeri. Kontraktur dan
muscle wasting berkontribusi pada atrofi otot dan deformitas tulang. 12
• Keterlambatan perkembangan motorik : pada Duchenne muscular
dystrophy biasanya secara klinis baru terlihat ketika anak berusia kira-
kira 3 tahun. Anak biasa berjalan lebih lambat dibanding anak normal
lainnya, lebih sering jatuh, dan sulit menaiki tangga. 13
• Wajah tanpa ekspresi : ketidaksanggpuan untuk menutup mata dapat
terlihat sejak anak-anak. Wajah tanpa ekspresi dan bibir yang cemberut.
kelemahan otot membuat ekspresi murung. Pada myotonic dystrophy,
wajahnya berbentuk hatchet atau kapak dan terdapat bilateral parsial
ptosis. 14
• Toe Walking: Tampak berjalan jinjit.
• Waddling gait : Karena kelemahan otot gluteus medius sebagai penyerap
tekanan, ketika berjalan cendrung gemetar saat berjalan yang
menimbulkan gaya berjalan tertatih-tatih 15
• Gower sign : suatu gerakan tubuh saat penderita berusaha berdiri akibat
proses degenerasi otot skeletal yang berjalan secara progresif sehinga
menyebabkan kelemahan otot. Penderita memulai untuk berdiri dengan
cara kedua lengan dan kedua lutut menyangga badan (prone position),
kemudian kedua lutut diluruskan (bear position), selanjutnya tubuh
ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang berpegangan pada ke dua
lutut dan paha untuk kemudian berdiri tegak (upright position). 16

12
• Pseudohypertrophy (pembesaran) Jaringan otot akhirnya digantikan oleh
jaringan lemak dan ikat. 17
• Gangguan kognitif (retardasi mental)
• Kardiomiopati biasanya dimulai pada masa remaja. Kemudian, otot
jantung membesar, dan masalah jantung berkembang menjadi kondisi
yang dikenal sebagai kardiomiopati dilatasi. Tanda dan gejala
kardiomiopati dilatasi dapat mencakup detak jantung tidak teratur
(aritmia), sesak napas, kelelahan ekstrem (kelelahan), dan pembengkakan
pada tungkai dan kaki. 17

2.7 Diagnosis
A. Anamnesis 17
• Kondisi awal berupa keterlambatan perkembangan tanpa disertai
gangguan berjalan.
• Selanjutnya dapa diikuti oleh kelumpuhan otot proksiman yang lebih
nyata berupa kesulitan memanjat anak tangga, kesulitan bangkit dari
posisis duduk, kesulitan menyisis rambut
• Prestasi belajar yang menurun
• Gejala sesak nafas, cepat lelah atau rasa lemah (gejala kardiopulmonar)
• Riwayat perkembangan pada neonatus,bayi prasekolah.
• Riwayat keluarga dengan kelumpuhan.
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan
hubungan genetik yang perlu diidentifikasi. Misalanya pada Duchenne
Dystrophy sendiri adalah kelainan genetik yang ditandai dengan
degenerasi otot yang progesif, bersifat herediter dan mengenai anak laki-
laki. Penyakit ini diturunkan melalui x-linked resesif kepada anak laki-
laki sedangkan anak perempuan hanya sebagai carrier.
• Riwayat Penyakit Dahulu.
Untuk menyingkirkan diagnosis lainnya misalnya terdapat riwayat
trauma.

13
B. Pemeriksaan Fisik
Secara umum gejala yang seringkali terjadi pada berbagai jenis
distrofi otot, antara lain:
 Kelumpuhan secara progresif, mengakibatkan fiksasi (kontraktur) otot
di sekitar sendi dan hilangnya mobilitas
 Kelemahan otot
 Kurangnya koordinasi otot
Gejala utama dari penyakit adalah kelemahan otot dengan otot
wasting. Biasanya bagian bawah dari tubuh dulu yang terpengaruh
misalnya panggul dan otot betis, baru kemudian kelemahan otot lengan,
leher, dan daerah-daerah lain. Gejala biasanya muncul sebelum usia enam
tahun yaitu kelompok usia 3 sampai 6 tahun. Gejala distrofi otot termasuk
kesulitan bangun dari posisi duduk atau berbaring, sering jatuh, dan
pembesaran otot betis.
Adapun gejala yang lain adalah kurangnya ketahanan tubuh, sulit
berdiri tanpa dibantu, cara berjalan yang aneh (menjinjit atau mencoba
berlari),mudah lelah, peningkatan lumbar lordosis (postur tubuh yang tidak
lurus), dan tidak mampu menaiki tangga. Pada usia 12 tahun, umumnya
anak akan membutuhkan alat bantu untuk berjalan (braces), dan terkadang
membutuhkan kursi roda. Dalam beberapa bentuk distrofi otot, pasien
dapat juga memiliki masalah pernapasan serta masalah jantung.
Kelemahan otot adalah gejala utama yang umum dari semua jenis
dystrophies otot, Namun lokasi gejala, usia di mana mereka mulai, dan
bagaimana mereka kemajuan yang bervariasi. Gejala spesifik untuk
distrofi otot berdasarkan jenisnya yaitu sebagai berikut:
1. Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Duchenne Dystrophy sendiri adalah kelainan genetik yang ditandai
dengan degenerasi otot yang progesif, bersifat herediter dan mengenai
anak laki-laki. Penyakit ini diturunkan melalui x-linked resesif kepada
anak laki-laki sedangkan anak perempuan hanya sebagai carrier.
Seperti yang kita tahu, terkait dengan pewarisan terkait x ayah tidak

14
dapat menurunkan sifat terkait x mereka kepada anak laki-laki,
sehingga duchenne dystrophy ini diturunkan oleh ibu kepada anak
laki-lakinya. Duchenne dystrophy ini disebabkan oleh tidak adanya
distrofin, yaitu sebuah protein yang membantu menjaga sel-sel otot
tubuh.
Gejala duchenne dystrophy ini umumnya muncul pada anak usia
dini, yaitu antara usia 3 sampai 5 tahun. Pada usia 3 tahun, dapat
terjadi pelemahan otot pertama yang mempengaruhi otot-otot pinggul,
daerah panggul, paha dan bahu. Dan kemudian setelahnya akan mulai
mempengaruhi otot-otot lain seperti otot yang ada di lengan, kaki dan
batang tubuh. Pada saat balita, mungkin dapat terjadi
pseudohypertrophic. Pseudohypertrophic adalah suatu keadaan
dimana betis anak akan membesar karena jaringan otot yang tidak
normal. Pada tahapan selanjutnya atau ketika anak sudah mulai
bersekolah ia akan mengalami beberapa gejala seperti lamban, sering
terjatuh, sulit menaiki anak tangga dan mengalami kesulitan bangun
dari duduk dan berjalan. Saat anak terjatuh dia tidak akan mungkin
bangkit dengan wajar karena adanya kelemahan otot. Muncul
Gowers’ sign pada saat pasien berusaha untuk berdiri. Pada usia lima
atau enam, anak akan memiliki kontraktur (pengetatan otot yang
permanen), terutama pada otot betis. pengetatan ini menarik kaki ke
bawah dan belakang, sehingga anak harus berjalan pada ujung-jari
kaki (Toe walking). Semakin lama juga mereka akan sulit untuk
menggerakan lengan mereka. Pada anak usia 7 sampai dengan 12
tahun biasanya akan mulai menggunakan kursi roda untuk
memungkinkan mereka bergerak tanpa mengeluarkan banyak tenaga.
Pada umumnya penderita tidak banyak merasakan sakit karena
penyakit ini, mereka hanya mengalami kram otot sesekali dan hal
tersebut masih dapat diatasi oleh obat penghilang rasa sakit. 13
Duchenne Dystrophy ini juga dapat mengganggu mengganggu
organ jantung dan paru - paru. Lapisan otot di jantung atau yang lebih

15
dikenal dengan miokardium perlahan akan mulai melemah karena
tidak adanya dystrophin, hal ini mengakibatkan suatu kondisi yang
dikenal dengan nama kardiomiopati. Sedangkan pada sekitar umur 10
tahun diafragma dan otot - otot yang ada di paru-paru akan mulai
melemah. hal ini membuat paru - paru tidak efektif untuk keluar
masuknya udara. meskipun tidak mengalami sesak napas namun
penderita dapat mengalami sakit kepala, kesulitan untuk
berkonsenterasi atau tetap terjaga. Sangat penting bagi penderita untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat. 16
2. Myotonic Dystrophy
Pada umumnya orang yang menderita myotonic dystrophy ini akan
mengalami atrofi pada ototnya dan juga mengalami kelemahan pada
kaki bagian bawah, tangan, leher dan wajah mereka pun akan mulai
memburuk dari waktu ke waktu. Gejala atau tanda-tanda penyakit ini
umumnya akan mulai muncul pada saat penderita memasuki umurnya
yang kedua puluh atau ketiga puluhan. Myotonic dystrophy akan
berbeda-beda pada setiap penderitanya bahkan di antara anggota
keluarga sekalipun.
Myotonic dystrophy ini terbagi menjadi 2 tipe, dan kedua tipe ini
disebabkan oleh adanya mutasi gen. Tipe 1 Myiotonic dapat dilihat
sejak lahir, oleh karenanya tipe ini juga disebut sebagai myotonic
dystrophy bawaan. Sedangkan myotonic tipe 2 memiliki gejala -
gejala yang lebih lingan dibanding myotonic tipe 1. Myotonic tipe 1
adalah bentuk paling umum yang sering terjadi di berbagai negara.
Penderita myotonic ini biasanya memiliki otot yang kaku dan
lemah, selain itu mereka juga memiliki kekakuan otot yang biasa
disebut myotonia. Dalam hal ini mereka akan lambat untuk
merelaksasikan otot yang baru saja mereka gunakan. Contohnya
ketika mereka selesai berjabat tangan mereka akan sulit untuk
melepaskan cengkraman mereka, hal ini akan mulai terjadi disaat
umur mereka sekitar dua puluh atau tiga puluh tahunan. Selain itu

16
tanda-tanda dari penderita myotonic dystrophy ini dapat dilihat dari
mata si penderita, karena umumnya penderita penyakit ini memiliki
lensa mata yang keruh (katarak). Pada penderita laki-laki, myotonic
distrofi juga dapat mempengaruhi kerja hormon sehingga dapat
menyebabkan botak dan yang lebih parah dapat menyebabkan
ketidakmampuan untuk mempunyai anak atau infertilitas. Sedangkan
pada bayi yang terlahir dengan myotonic dystrophy akan mengalami
kelemahan disemua otot mereka, masalah pernapasan, dan
keterlambatan perkembangan termasuk juga keterbelakangan mental.
Terkadang kondisi medis yang sangat parah juga dapat mengakibatkan
kematian pada bayi yang menderita myotonic dystrophy ini.
Seorang penderita myotonic dapat dikenali dari karakteristik
wajahnya yang mengalami pengecilan dan kelemahan otot-otot rahang
dan leher selain itu jika penderita seorang pria mungkin dia akan
memiliki kepala yang botak dibagian frontal. 14
3. Becker Muscular Dystrophy (BMD)
Becker dystrophy ini memiliki penyebab yang sama seperti
duchenne dystrophy yaitu kurangnya protein distrofin. Distrofi otot
yang satu ini dapat berkembang dengan lambat. Penderita penyakit ini
mungkin akan berjinjit ketika mereka berjalan, sering terjatuh, sulit
bangkit dan diiringi kram pada otot-otot mereka. Penyakit ini
umumnya muncul pada anak laki-laki antara usia 11 sampai dengan
25 tahun. Beberapa diantara penderitanya mungkin membutuhkan
kursi roda pada saat umur mereka sudah dipertengahan tiga puluhan
atau lebih.
4. Congenital Muscular Dystrophy
Distrofi turunan ini disebabkan oleh cacatnya protein myosin yang
mengelilingi serabut otot. Penderita penyakit ini mungkin akan
memiliki masalah dengan fungsi motoriknya yang muncul saat lahir
atau selama massa bayi. Selain itu penderita juga dapat mengalami
skoliosis serta cacat pada kaki. Distrofi ini muncul saat si penderita

17
lahir dan dapat terjadi pada bayi perempuan maupun bayi laki-laki.
Beberapa penderita dapat meninggal pada massa pertumbuhannya
atau ada juga yang dapat bertahan hidup sampai dewasa dengan cacat
ringan.
5. Facioscapulohumeral Fascioscapulohumeral Muscular Dystrophy
(FSHD)
FSHD ini menyerang otot-otot yang ada di wajah (facio), bahu
(scapula) dan lengan atas (humerus). Gejala yang dapat dilihat dari
penderita diantaranya adalah kesulitan untuk membuka dan menutup
mata, sulit untuk tersenyum, kesulitan menelan, mengunyah dan
berbicara, mengalami masalah pendengaran, dan juga terjadi lordosis.
FSHD ini dapat menyerang remaja laki-laki maupun perempuan dan
mungkin terjadi hingga akhir usia 40 tahun. Penderita mungkin
memiliki jangka hidup yang normal, namun gejala yang terjadi dapat
bervariasi.
6. Limb-girdle Muscular Dystrophy (LGMD)
Distrofi yang disebabkan oleh mutasi gen ini dapat menyerang pria
maupun wanita. Penderita dapat mewarisi gen yang rusak dari salah
satu orang tuanya atau bahkan yang lebih parah dari kedua orang
tuanya. Gejala yang dapat terjadi adalah kelemahan otot yang dimulai
dari otot pinggul yang kemudian menyebar ke bahu, kaki dan leher.
Selain itu penderita juga akan sering terjatuh dan sulit untuk bangkit,
sulit untuk menaiki anak tangga, juga sulit untuk membawa barang
atau sesuatu. Penderita juga biasanya memiliki tulang belakang yang
kaku. Distrofi ini dapat muncul pada saat penderita masih kecil,
namun lebih sering muncul saat penderita sudah remaja atau masa
kanak-kanak. Limb-girdle ini dapat berkembang secara cepat atau
lambat namun dapat mengakibatkan cacat berat dalam waktu 20 tahun
setelah terserang penyakit tersebut.

18
7. Oculopharyngeal Muscular Dystrophy
Oculopharyngeal ini dapat terjadi pada wanita maupun pria yang
disebabkan karena kecacatan pada protein yang mengikat molekul
yang membentuk dalam pembuatan protein lain. Penderita dapat
mengalami gangguan pada mata, masalah dalam menelan, masalah
jantung dan juga terjadi atrofi dan pelemahan di leher, bahu dan
terkadang pada anggota badan. distrofi ini umumnya muncul saat si
penderita berumur 40-an atau 50-an sehingga tak jarang dari
penderitanya yang akhirnya kehilangan kemampuan mereka untuk
berjalan.
8. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy (EDMD)
Jenis distrofi otot biasanya dimulai dengan kontraktur otot, dan
kemudian berkembang menjadi kelemahan otot yang mempengaruhi
bahu dan lengan atas otot- otot tersebut. Kelemahan kemudian
berkembang ke betis. Kebanyakan pria dengan EDMD dapat hidup
sampai usia menengah lain gejala EDMD adalah cacat di jantung. 17

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Kadar kreatin kinase serum berkisar 10-20 kali normal atau lebih
(normal: <160 IU/L). dan peningkatan ALT dan AST. 18
2. Elektromiogram (EMG)
Elektromiogram menunjukkan gambaran miopati. EMG
menunjukkan menunjukkan terlihat peningkatan frekuensi, penurunan
amplitudo dan penurunan aksi potensial motorik, sedangkan kecepatan
hantar saraf adalah norma. 19
3. Biopsi
Secara histologi menunjukkan variasi ukuran serat, degenerasi dan
regenerasi serat otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat lebih
kecil, dan adanya limfosit. Degenerasi melebihi regenerasi dan terjadi

19
penurunan jumlah serat otot, digantikan dengan lemak dan jaringan
konektif (fibrosis). 20
4. Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya delesi pada kedua
titik penting gen dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) multipleks
dapat mengidentifikasi adanya delesi sekitar 60% pasien, tetapi teknik
ini tidak bisa mengidentifikasi adanya penduplikasian atau untuk
menentukan genotip pada wanita carrier. Untuk menentukan carrier
dengan multiplex amplifiable probe hybridization. Pemeriksaan sel
darah putih atau sel otot akan dapat memperlihatkan adanya mutasi gen
distrofin. 21

2.8 Tatalaksana
Penanganan multidisiplin ilmu antara neurologi, anak, rehabilitasi medis,
penyakit paru, kardiologi dan psikologi sangat penting dalam tatalaksana
distrofi otot. Berbagai jenis obat-obatan, alat bantu dan pembedahan dapat
digunakan untuk mengurangi kecacatan akibat distrofi otot. 17,22
1. Obat-obatan
Pemberian kortikosteroid, seperti prednisone pada pasien distrofi
otot, terutama pasien DMD, dapat mempertahankan fungsi dan kekuatan
otot, serta memperlambat proses degenerasi penyakit. Direkomendasikan
pemberian prednisone 0,75 mg/kgBB/24 jam selama 6 bulan. Mekanisme
kortikosteroid dalam memperlambat proses degenerasi otot masih belum
jelas. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa Glukokortikoid
mengisi defek pada membran sel otot, karena tidak adanya distrofin. Ini
meningkatkan ambang depolarisasi dan mengurangi laju degenerasi otot.
Sehingga dikatakan bahwa penggunaan kortikosteroid terbukti dapat
meningkatkan fungsi dan kekuatan otot.17,22
Penggunaan kortikosteroid dapat memberikan efek samping berupa
peningkatan berat badan, retardasi pertumbuhan, hirsutisme dan
osteoporosis. Dengan konseling yang tepat tentang jadwal pemberian

20
dosis dan kemungkinan efek samping, semua pasien distrofi otot dapat
diberikan kortikosteroid. Komplikasi lanjut penggunaan kortikosteroid
harian termasuk fraktur kompresi vertebra, yang berkembang pada
sebagian besar pasien dan menyebabkan ketidaknyamanan punggung
seumur hidup, dan kegagalan anak laki-laki untuk memasuki masa
pubertas. Oleh karena itu, pemberian dosis setiap dua hari sekali, atau 10
hari untuk pengobatan dengan 10 hari libur pengobatan, sangat
dipertimbangkan, karena komplikasi ini tidak terkait dengan pemberian
dosis intermiten. Prednisone dan deflazacort paling sering digunakan.
Deflazacort disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS
untuk pengobatan DMD pada pasien usia 2 tahun ke atas.17,23,24
Sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa pengobatan
glukokortikoid jangka panjang dikaitkan dengan penurunan risiko
kehilangan mobilitas yang bermakna secara klinis, dan perkembangan
penyakit ekstremitas atas seumur hidup, serta penurunan risiko kematian.
Dengan masuknya kortikosteroid lebih awal, riwayat alami penyakit
mungkin sedikit berubah pada pasien DMD. Efek samping termasuk
obesitas trunkal dan penambahan berat badan, bersama dengan osteopenia
hingga osteoporosis, pertumbuhan dan pubertas yang tertunda, perawakan
pendek, peningkatan massa lemak, dan pengecilan otot. Sebelum memulai
terapi kortikosteroid, panduan antisipatif untuk manajemen berat badan
harus disediakan. Selain panduan diet, suplemen, dan terutama vitamin D
dan kalsium, harus ditambahkan di awal.17,24,25
Data observasi menunjukkan bahwa terapi kortikosteroid dapat
menunda hilangnya ambulasi independen sekitar 3 tahun pada pasien
dengan DMD. Prednisone dan deflazacort secara signifikan meningkatkan
kekuatan otot, dibandingkan dengan plasebo, dalam satu uji coba
terkontrol secara acak. Pada 52 minggu, prednisolon dikaitkan dengan
penambahan berat badan yang secara signifikan lebih besar daripada
deflazacort. Meskipun glukokortikoid hanya terbukti berguna untuk
DMD, ada intervensi yang secara khusus bermanfaat untuk distrofi otot

21
lainnya. Ini termasuk fiksasi skapular untuk meningkatkan fungsi deltoid
(bahu) pada distrofi muscular facioscapulohumeral.17,26,27
2. Alat Bantu
Alat bantu yang dapat digunakan dapat berupa braces. Braces dapat
membantu menjaga otot dan tendon dapat meregang dan fleksibel, serta
memberikan dukungan untuk otot-otot kaki dan tangan yang melemah.
Untuk mencegah kontraktur plantar fleksi yang berpengaruh pada
keseimbangan dan cara berjalan, dapat diberikan latihan strtching hell-
cord dan pemakaian angkle foot orthosis (AFO) pada waktu malam.
Tetapi pemakaian alat orthosis atau stretching tidak dapat mencegah
terjadinya kontraktur. Ketika kontraktur tendon achiles bertambah berat
dan mempengaruhi ambulasi, maka dapat dilakukan lengthening tendon
achiles. Selain angkle foot orthosis (AFO), dapat juga digunakan knee
angkle foot orthosis (KAFO) saat otot quadriceps mulai lemah yang
disertai berkembangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membentu pasien
untuk dapat berdiri dan berjalan. Alat tersebut dapat digunakan pada
pasien dengan knee flexion contracture <30o. Pada fleksi kontraktur lutut
yang melebihi 30o sampai 40o, tindakan pembedahan tidak bermanfaat
karena tidak akan tercapai koreksi fungsional yang berarti.17
Mobilitas dan kemandirian dapat dipertahankan dengan
penggunaan perangkat lain, seperti tongkat dan kursi roda. Dengan
berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot skeletal terus
berlangsung, sehingga pasien akan mengalami masalah multisistem.
Fungsi paru akan terus memburuk setelah fusi spinal karena proses
distrofi progresif otot pernapasan, termasuk otot diafragma. Selain itu
dapat terjadi gangguan fungsi jantung. Dalam hal ini latihan respirasi
tidak memberikan keuntungan yang berarti. Bantuan ventilasi dengan
menggunakan nasal mask pada malam hari dengan end-expiratory
pressure akan membantu mencegah pneumonia dan dekompresi
pulmonal.17
3. Terapi Fisik

22
Telah dibuktikan bahwa kekuatan otot anak-anak dengan DMD
dan penyakit neuromuskuler lainnya dapat ditingkatkan secara signifikan
dengan menggunakan latihan penguatan, asalkan kekuatan kelompok otot
yang dilatih lebih besar daripada antigravitasi saat memulai latihan.
Misalnya, meluruskan kaki dengan beban yang diletakkan di pergelangan
kaki secara substansial akan meningkatkan kekuatan paha depan untuk
pasien DMD muda. Demikian pula, ada bukti bahwa latihan dan
konseling aerobic dapat menghilangkan rasa lelah dan memperbaiki
pandangan pada pasien dengan distrofi otot yang lebih ringan. Sayangnya,
tidak ada bukti bahwa hal ini akan menyebabkan pasien mempertahankan
kekuatannya atau tetap berfungsi lebih lama. Selain itu, penghentian
olahraga teratur mengakibatkan penurunan kekuatan dan ketahanan yang
cepat ke tingkat dasar atau, mungkin, di bawah. Prinsip untuk
memperkuat otot yang lebih besar daripada kekuatan antigravitasi dengan
latihan latihan ketahanan mungkin berlaku untuk semua distrofi otot.17,29
Secara umum, meskipun beberapa manfaat latihan otot telah
dilaporkan secara konsisten di 47 studi yang ditinjau dalam meta-analisis,
dan terdapat bukti bahwa manfaat sementara pada kekuatan otot terjadi
asalkan otot memiliki kekuatan yang lebih baik daripada kekuatan
antigravitasi saat latihan latihan ketahanan dimulai, beberapa manfaat
yang dilaporkan dalam banyak penelitian mungkin karena ukurannya
yang kecil dan bias lainnya. Baik manfaat jangka panjang maupun bahaya
tidak ditunjukkan pada otot orang dengan penyakit neuromuskuler
asalkan otot tidak terlalu tegang.29
4. Bedah
Ambulasi terganggu oleh kombinasi dari kelemahan otot dan
kontraktur muskulotendinous, sehingga eliminasi salah satunya
memfasilitasi pemeliharaan ambulasi. Terapi fisik untuk peregangan dan
operasi tungkai bawah dapat membalikkan kontraktur muskulotendinous.
Kontraktur ekstremitas dicegah atau dikurangi dengan beberapa
kombinasi prosedur seperti tibialis posterior transfers to the second or

23
third cuneiform bones; wide mid-thigh resection of the iliotibial bands;
hamstring and Achilles tendon lengthening; and sectioning of the tensor
fascia lata. Prosedur ini memberikan hasil terbaik bila dilakukan lebih
awal, sebelum kontraktur parah atau ambulasi sangat terganggu. Beberapa
penelitian telah melaporkan perpanjangan ambulasi bebas braces lebih
dari 1 tahun menggunakan prosedur ini. Jika prosedur dilakukan
kemudian, saat gaya berjalan sangat terganggu dan pasien jatuh,
penyangga kaki panjang diperlukan pasca operasi untuk berdiri dan
kemungkinan ambulasi. Intervensi bedah ini bahkan bisa lebih efektif
untuk memperpanjang ambulasi bebas brace untuk pasien dengan distrofi
otot yang lebih ringan, seperti BMD dan Emery-Dreifuss muscular
dystrophy.17
5. Dukungan Psikologis
Mendorong kedewasaan dengan mendorong kegiatan yang
berorientasi pada tujuan, dan untuk memfasilitasi kepatuhan dengan
memperkenalkan dan merencanakan pilihan terapeutik di masa depan.17

2.9 Komplikasi
a. Penyakit kardiopulmonel : gagal jantung akibat kardiomipaty dan gagal
napas akaibat kelemahan progresif otot-otot pernapasan
b. Kematian tiba-tiba akibat aritmia dan heart block
c. Osteoporosis akibat mobilisasi yang berkurang, sehingga dapat terjadi
fraktur dan skoliosis.
d. Disabilitas dan ketergantungan pada alat bantu berjalan seperti kursi roda
karena otot yang cedera dan kontraktur.
e. Hipersomnolen dan morning headaches karena hipoventilasi dan
hiperkapnia pada pasien dengan DMD. 30

24
2.10Prognosis
Penyebab paling umum dari morbiditas dan mortalitas untuk pasien
dengan kelemahan otot umum yang parah disebabkan oleh kelemahan
progresif otot pernapasan. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan protokol bantuan otot oksimetri / pernapasan menurunkan
mortalitas. Pasien yang dilatih dan diperlengkapi untuk mendukung fungsi
otot inspirasi dan ekspirasi secara noninvasif sekarang meninggal karena
gagal jantung. Sayangnya, hanya ada sedikit institusi tempat metode ini
digunakan untuk mencegah pasien mengalami gagal napas, yang memerlukan
rawat inap dan tabung invasif. Ketika diintubasi untuk kegagalan pernafasan
akut, bahkan ketika tidak dapat disapih dari bantuan pernafasan terus
menerus, pasien dengan DMD dan pasien lain dengan gangguan miopatik
hampir selalu dapat diekstubasi ke ventilasi mekanis noninvasif, dan
menggunakan batuk yang dibantu secara mekanis untuk membersihkan
sekresi saluran napas. Dengan cara ini, mereka menghindari trakeostomi
tanpa batas. Sementara pasien dengan DMD sekitar 10% hingga 40% dapat
hidup hingga pertengahan hingga akhir 40-an, dengan atau tanpa tabung
trakeostomi, yang terakhir selalu lebih disukai, dan ketika trakeostomi
dilakukan dan tabung dipasang, mereka dapat dilepas dan pasien dialihkan ke
ventilasi mekanis non-invasif.31,32,33,34

25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muscular dystrophies (MD) adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan
kelemahan progresif dan degenerasi otot rangka atau otot volunter yang
mengontrol gerakan, tanpa kelainan saraf pusat atau perifer. Otot-otot jantung dan
otot tak sadar lainnya juga terpengaruh dalam beberapa bentuk MD, dan beberapa
bentuk melibatkan organ lain juga. Ada 10 Jenis distrofi otot yang terlihat di dunia
tergantung pada bagian tubuh mana otot tersebut mengalami kelainan. Di antara
10 jenis distrofi otot tersebut Duchenne adalah yang paling berbahaya. Beckers
adalah yang paling berbahaya kedua tapi masa hidup distrofi otot Duchenne
adalah 12-20 tahun tetapi pada tipe Beckers di atas 20 tahun. Pada distrofi otot
Duchenne pasien bisa meninggal dengan komplikasi pernafasan. Tidak ada obat
yang tersedia untuk distrofi otot tetapi penelitian dilakukan untuk mengontrol
perkembangan penyakit.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Narayanaswami, Pushpa, Richard Dubinsky, David Wang, Gina Gjorvad,
William David, Jonathan Finder, Benn Smith, et al. 2015. “Quality
Improvement in Neurology: Muscular dystrophy quality measures.”
Neurology 85 (10) (September 2): 905–909.
doi:10.1212/wnl.0000000000001910.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4560061/.
http://nrs.harvard.edu/urn-3:HUL.InstRepos:dash.current.terms-of-use#LAA
2. R.M. Lehman & G.L. McCormack, 2001. Neurogenic and Myopathic
Dysfunction pp. 802-803. National Institute of Neurological Disoders and
Stroke .
3. Banwell,L.Brenda.2002. “Muscular Dystrophies”. 709_Neurological_ch.223
9/7/2002 10:32 am Page 1.
4. Escolar DM, Leshner RT. Muscular dystrophies. Dalam:Swaiman KF,
Ashwal S, Ferriero DM. Neurology Prinsiples & Practice. Edisi ke- 4.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2006; 1969-85.
5. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Myophatic disorder. Dalam: Foltin
J, Fernando N, editor. Clinical Neurolgy. Edisi ke-6. New York: McGraw-
Hill, 2005;186-89.
6. Ropper AH, Brown RH. The Muscular dystrophies. Dalam: Adams and
Victor’s Principles of Neurology. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill, 2005;
1213-15.
7. Pasrija D, Tadi P. Congenital Muscular Dystrophy. StatPearls publishing.
2020 [PubMed]
8. Statland J, Tawil R. Facioscapulohumral Muscular Dystrophy. American
Academy of Neurology. 2016 Dec 5; 22(6)
9. Elgarresta J, Mosqueira L, Naldaiz N. Calcium Mechanisms in Limb-Girdle
Muscular Dystrophy with CAPN3 Mutations. International Journal of
Molecular Sciences. 2019 Sep; 20(18): 4548
10. Heller S, Shih R, Kalra R, Kang P. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy.
Muscle & Nerve. 2020 Apr; 61(4): 436-448

27
11. Lapelusa A.Kentris M. Muscular Dystrophy. [Update 2020 July 21]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPerarls Publishing: 2020 Jan.
12. Skalsky AJ, McDonald CM. Prevention and management of limb
contractures in neuromuscular diseases. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2012
Aug;23(3):675-87. [PMC free article] [PubMed]
13. Gissy JJ, Johnson T, Fox DJ, Kumar A, Ciafaloni E, van Essen AJ, Peay HL,
Martin A, Lucas A, Finkel RS., MD STARnet. Delayed onset of ambulation
in boys with Duchenne muscular dystrophy: Potential use as an endpoint in
clinical trials. Neuromuscul Disord. 2017 Oct;27(10):905-910. [PMC free
article] [PubMed]
14. Hahn C, Salajegheh MK. Myotonic disorders: A review article. Iran J Neurol.
2016 Jan 05;15(1):46-53. [PMC free article] [PubMed]
15. McDonald CM. Clinical approach to the diagnostic evaluation of hereditary
and acquired neuromuscular diseases. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2012
Aug;23(3):495-563. [PMC free article] [PubMed]
16. Chang RF, Mubarak SJ. Pathomechanics of Gowers' sign: a video analysis of
a spectrum of Gowers' maneuvers. Clin Orthop Relat Res. 2012
Jul;470(7):1987-91. [PMC free article] [PubMed]
17. Munot P, Lisa D. Best Practice Muscular Dystrophies. BMJ publishing group
Ltd;Oct 07, 2020
18. Tay SK, Ong HT, Low PS. Transaminitis in Duchenne's muscular dystrophy.
Ann Acad Med Singap. 2000 Nov;29(6):719-22. [PubMed]
19. Cannon SC. Channelopathies of skeletal muscle excitability. Compr Physiol.
2015 Apr;5(2):761-90. [PMC free article] [PubMed]
20. Barohn RJ, Dimachkie MM, Jackson CE. A pattern recognition approach to
patients with a suspected myopathy. Neurol Clin. 2014 Aug;32(3):569-93,
vii. [PMC free article] [PubMed]
21. Sbiti A, El Kerch F, Sefiani A. Analysis of Dystrophin Gene Deletions by
Multiplex PCR in Moroccan Patients. J Biomed Biotechnol. 2002;2(3):158-
160. [PMC free article] [PubMed]
22. PERDOSSI. Acuan Praktik Klinis Neurologi. PERDOSSI 2016:262-263

28
23. Matthews E, Brassington R, Kuntzer T, et al. Corticosteroids for the
treatment of Duchenne muscular dystrophy. Cochrane Database Syst Rev.
2016 May 5;(5):CD003725. Full text
(https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD003725.pu
b4/full? highlightAbstract=duchenne&highlightAbstract=duchenn) Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/27149418?
tool=bestpractice.bmj.com)
24. McDonald CM, Henricson EK, Abresch RT, et al. Long-term effects of
glucocorticoids on function, quality of life, and survival in patients with
Duchenne muscular dystrophy: a prospective cohort study. Lancet. 2018 Feb
3;391(10119):451-61.Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29174484?
tool=bestpractice.bmj.com)
25. Davidson ZE, Truby H. A review of nutrition in Duchenne muscular
dystrophy. J Hum Nutr Diet. 2009 Oct;22(5):383-93. Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19743977?tool=bestpractice.bmj.com)
26. Bello L, Gordish-Dressman H, Morgenroth LP, et al.
Prednisone/prednisolone and deflazacort regimens in the CINRG Duchenne
Natural History Study. Neurology. 2015 Sep 22;85(12):1048-55. Full text
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4603595/) Abstract (http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26311750?tool=bestpractice.bmj.com)
27. Griggs RC, Miller JP, Greenberg CR, et al. Efficacy and safety of deflazacort
vs prednisone and placebo for Duchenne muscular dystrophy. Neurology.
2016 Nov 15;87(20):2123-31. Full text
(https://www.doi.org/10.1212/WNL.0000000000003217) Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/27566742?
tool=bestpractice.bmj.com)
28. Voet N, Bleijenberg G, Hendriks J, et al. Both aerobic exercise and cognitive-
behavioral therapy reduce chronic fatigue in FSHD: an RCT. Neurology.
2014 Nov 18;83(21):1914-22. Abstract (http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25339206?tool=bestpractice.bmj.com)

29
29. Gianola S, Pecoraro V, Lambiase S, et al. Efficacy of muscle exercise in
patients with muscular dystrophy: a systematic review showing a missed
opportunity to improve outcomes. PLoS One. 2013 Jun 12;8(6):e65414. Full
text (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3680476/) Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23894268?tool=bestpractice.bmj.com)
30. Birnkrant DJ, Bushby K, Bann CM, Alman BA, Apkon SD, Blackwell A,
Case LE, Cripe L, Hadjiyannakis S, Olson AK, Sheehan DW, Bolen J, Weber
DR, Ward LM., DMD Care Considerations Working Group. Diagnosis and
management of Duchenne muscular dystrophy, part 2: respiratory, cardiac,
bone health, and orthopaedic management. Lancet Neurol. 2018
Apr;17(4):347-361. [PMC free article] [PubMed]
31. Ishikawa Y, Miura T, Ishikawa Y, et al. Duchenne muscular dystrophy:
survival by cardio-respiratory interventions. Neuromuscul Disord. 2011
Jan;21(1):47-51. Abstract (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21144751?
tool=bestpractice.bmj.com)
32. Bach JR, Gonçalves MR, Hamdani I, et al. Extubation of patients with
neuromuscular weakness: a new management paradigm. Chest. 2010
May;137(5):1033-9. Abstract (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/20040608?tool=bestpractice.bmj.com)
33. Bach JR, Sinquee DM, Saporito LR, et al. Efficacy of mechanical
insufflation-exsufflation in extubating unweanable subjects with restrictive
pulmonary disorders. Respir Care. 2015 Apr;60(4):477-83. Full text
(http://rc.rcjournal.com/content/60/4/477.full) Abstract
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/25492956?
tool=bestpractice.bmj.com)
34. Bach JR, Saporito LR, Shah HR, et al. Decanulation of patients with severe
respiratory muscle insufficiency: efficacy of mechanical insufflation-
exsufflation. J Rehabil Med. 2014 Nov;46(10):1037-41. Full text
(https://www.medicaljournals.se/jrm/content/ html/10.2340/16501977-1874)
Abstract (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25096928?
tool=bestpractice.bmj.com)

30

Anda mungkin juga menyukai