Anda di halaman 1dari 41

DEPARTEMEN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENCITRAAN RADIOLOGI COVID-19

DISUSUN OLEH:

Muhammad Azhlan Badriansyah C014192177


Suci Anugrah Wati C014192169
Rastinah Rahman C014192172
Nur Hidayah Zam C014192091
Andi Husnul Hanifah C014192034
Ida Aprianti

Pembimbing Residen
dr. Hendra Toreh

Pembimbing Supervisor
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

1. Muhammad Azhlan Badriansyah C014192177


2. Suci Anugrah Wati C014192169
3. Rastinah Rahman C014192172
4. Nur Hidayah Zam C014192091
5. Andi Husnul Hanifah C014192034
6. Ida Aprianti

Judul Referat: Pencitraan Radiologi Covid-19


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Oktober 2020

Dosen Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad dr. Hendra Toreh

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas KedokteranUniversitas Hasanuddin

ii
dr. Rafikah Rauf, M.Kes, Sp. Rad

DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN...................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3

2.1 Insidensi dan Epidemiologi .......................................................................3

2.2 Anatomi Radiologi Sistem Respirasi .........................................................6

2.3 Jenis – jenis Pemeriksaan Radiologi........................................................10

2.4 Gambaran Radiologi ...............................................................................12

2.5 Diagnosis Banding Covid-19...................................................................24

2.6 Contoh Kasus ..........................................................................................27

BAB III. PENUTUP...................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Coronavirus, yang


merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan
sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan
penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan
gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti
demam, batuk dan sesak napas.1
Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis
yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus
mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia
luas di kedua paru.1
Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya tersebut sebagai jenis baru virus corona (coronavirus disease, COVID-
19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of
International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19
berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.1
Pada tanggal 11 Juni, Pemerintah Indonesia mengumumkan 35.295 kasus
konfirmasi Covid-19, 2.000 kasus meninggal dan 12.636 kasus sembuh dari 424
kabupaten/kota di seluruh 34 provinsi.2
Dalam proses diagnosis dan penatalaksanaan pasien COVID-19 gambaran
radiologi CT scan imaging, terutama pada bagian torak atau lapang dada, memiliki
peranan penting. Proses ini tidak memerlukan waktu yang lama, sehingga dapat
membantu menyingkirkan diagnosis banding Penyakit ini secara lebih cepat. 
Pemeriksaan CT scan dalam penegakan diagnosis harus disertai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR sebagai gold standard diagnosis. CT scan
imaging juga dapat digunakan dalam tahap follow up perkembangan pasien covid-19.
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental,
lobar atau kolaps paru atau nodul, dan tampilan ground-glass. Pada fase awal, dapat
terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple
ground-glass dan infiltrat di kedua lapang paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan
konsolidasi paru bahkan “whitelung” dan efusi pleura (jarang).3

Sampai saat ini, belum ada terapi antiviral spesifik ataupun vaksin dalam
penanganan COVID-19. Akan tetapi, beberapa terapi, seperti remdesivir,
klorokuin/hidroksiklorokuin, lopinavir-ritonavir, dan tocilizumab, sudah ditemukan
memiliki efikasi dalam penanganan COVID-19 dan sudah masuk dalam uji coba
klinis. Pasien COVID-19 dengan infeksi ringan umumnya hanya disarankan isolasi di
rumah dan menggunakan obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala. Pada pasien
dengan infeksi berat, disarankan untuk dirawat inap dan terkadang diperlukan
tindakan intubasi dan ventilasi mekanik apabila terjadi gagal napas atau acute
respiratory distress syndrome.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Insidensi dan Epidemiologi


Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-
19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of
International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19
berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara. Sampai dengan 3
Maret 2020, secara global dilaporkan 90.870 kasus konfimasi di 72 negara dengan
3.112 kematian (CFR 3,4%). Rincian negara dan jumlah kasus sebagai berikut:
Republik Korea (4.812 kasus, 28 kematian), Jepang (268 kasus, 6 kematian),
Singapura (108 kematian), Australia (33 kasus, 1 kematian), Malaysia (29 kasus),
Viet Nam (16 kasus), Filipina (3 kasus, 1 kematian), New Zealand (2 kasus),
Kamboja (1 kasus), Italia (2.036 kasus, 52 kematian), Perancis (191 kasus, 3
kematian), Jerman (157 kasus), Spanyol (114 kasus), United Kingdom (39 kasus),
Swiss (30 kasus), Norwegia (25 kasus), Austria (18 kasus), Belanda (18 kasus),
Swedia (15 kasus), Israel (10 kasus), Kroasia (9 kasus), Islandia (9 kasus), San
Marino (8 kasus), Belgia (8 kasus), Finlandia (7 kasus), Yunani (7 kasus), Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi ke-3 12
Denmark (5 kasus), Azerbaijan (3 kasus), Republik Ceko (3 kasus), Georgia (3
kasus), Romania (3 kasus), Rusia (3 kasus), Portugal (2 kasus), Andorra (1 kasus),
Armenia (1 kasus), Belarus (1 kasus), Estonia (1 kasus), Irlandia (1 kasus), Republik
Latvia (1 kasus), Lithuania (1 kasus), Luxembourg (1 kasus), Monako (1 kasus),
Makedonia Utara (1 kasus), Thailand (43 kasus, 1 kasus), India (5 kasus), Indonesia

3
(2 kasus), Nepal (1 kasus), Sri Lanka (1 kasus), Iran (1.501 kasus, 66 kematian),
Kuwait (56 kasus), Bahrain (49 kasus), Iraq (26 kasus), Uni Emirat Arab (21 kasus),
Libanon (13 kasus), Qatar (7 kasus), Oman (6 kasus), Pakistan (5 kasus), Mesir (2
kasus), Afghanistan (1 kasus), Yordania (1 kasus), Maroko (1 kasus), Arab Saudi (1
kasus), Tunisia (1 kasus), Amerika Serikat (64 kasus, 2 kematian), Kanada (27
kasus), Ekuador (6 kasus), Meksiko (5 kasus), Brasil (2 kasus), Republik Dominika
(1 kasus), Algeria (5 kasus), Nigeria (1 kasus), Senegal (1 kasus). Diantara kasus
tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi.1
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara
luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020,
WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29 Maret 2020,
terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di
Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136 kasus
kematian.4
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Per 30
Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia. Eropa dan
Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian
sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan
kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus
pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru. Italia
memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.5

4
Gambar 1. Jumlah kasus COVID-19 dilaporkan hingga 2 Oktober 2020 (WHO,
2020). 5

Menurut WHO per tanggal 2 Oktober 2020, jumlah penderita 34.161.721


terinfeksi COVID-19 secara global dengan angka kematian mencapai 1.016.986
(WHO, 2020). Indonesia sendiri pertama kali dilaporkan adanya pasien Covid 19
pada tanggal 2 Maret 2020. Di Indonesia COVID-19 sudah tersebar ke 34 Provinsi.
Sampai saat ini menurut info dari kementrian kesehatan republik indoneisa terdapat
456 kabupaten kota di Indonesia yang telah terdampak dan 182 wilayah di Indonesia
dengan transmisi lokal.5

Gejalanya utama COVID19 adalah demam >38o C, batuk, sesak napas yang
membutuhkan perawatan di RS. Gejala ini diperberat jika penderita adalah usia lanjut
dan mempunyai penyakit penyerta lainnya, seperti penyakit paru obstruktif menahun
atau penyakit jantung.6

5
2.2 Anatomi Radiologi Sistem Respirasi
1. Anatomi sistem pernapasan manusia
Sistem Pernapasan manusia terdiri dari sistem pernapasan atas dan sistem
pernapasan bawah. Sistem pernapasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring,
sedangkan sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea, percabangan bronkus, dan
paru-paru (bronkiolus dan alveoli).7
Kedua paru-paru merupakan organ respirasi dan terletak di kedua sisi
mediastinum yg dikelilingi oleh rongga pleura kanan dan kiri. Pleura terdiri dari dua
lapisan yaitu pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang
melapisi rongga dada. Udara masuk dan keluar dari paru-paru melalui bronkus utama,
yang merupakan cabang dari trakea. Arteri pulmonalis mengirimkan darah
terdeoksigenasi ke paru-paru dari ventrikel kanan jantung. Darah beroksigen kembali
ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Paru-paru kanan biasanya lebih besar dari
paru-paru kiri karena mediastinum tengah yang berisi jantung, lebih menonjol ke kiri
daripada ke kanan.8
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Pada
permukaan medial setiap paru-paru adalah hilus, yang merupakan daerah dimana
pembuluh darah, bronkus, saraf dan limpatik masuk dan keluar dari paru-paru. 9

6
Gambar 2. Cavum Pleura 8

Gambar 3. Paru-paru 8
2. Anatomi Foto Thorax Normal

7
Anatomi Foto Thorax Frontal dan Lateral Normal

Gambar 4. Foto Thorax Frontal Normal10

8
Gambar 5. Foto Thorax Lateral Normal10

Pada gambar 4 tampak gambaran foto thorax normal yang berupa posisi frontal.
Tulang belakang terlihat di belakang bayangan jantung. Kedua sudut costophrenicus
lateral kanan dan kiri bersudut lancip. Garis putih membatasi tingkat perkiraan
ukuran fisura minor atau horizontal yang biasanya terlihat pada tampilan depan.
Tidak ada fisura minor di sisi kiri. Lingkaran putih pada paru-paru merupakan
pembuluh darah.Hilus kiri biasanya sedikit lebih tinggi dari kanan. Angka 3 warna
pada panah di atas menunjuk costa ke 3 posterior, sedangkan angka 3 warna hitam
pada panah diatas menunjukan rusuk ke tiga anterior.10

Pada gambar 5 merupakan foto thorax lateral kiri normal. Pada panah warna putih
solid tampak adanya ruangan kosong di belakang sternum. Pada lingkaran putih hlius
tidak menghasilkan bayangan diskrit. Pada panah putih ganda menunjukan bahwa
badan vertebral kira-kira memiliki tinggi yang sama dengan end plate masing-
masing. Pada panah hitam pekat menunjukan sudut costophrenicus posterior tajam.

9
Tampak tulang belakang menjadi lebih hitam (lebih gelap) dari sendi bahu (bintang
hitam) ke diafragma karena ada jaringan yang kurang padat untuk dilalui sinar X pada
tingkat diafragma. Permukaan superior dari hemidiafragma kanan sering terlihat terus
menerus dari belakang ke depan (panah hitam bertitik) karena tidak dikaburkan oleh
jantung, sedangkan Jantung biasanya menyentuh aspek anterior dari hemidiafragma
kiri dan biasanya mengaburkan (siluet) itu. Untuk menilai kardiomegali harus
perhatikan ruangan normal posterior jantung dan anterior tulang belakang. Garis
hitam menunjukan perkiraan lokasi fisura mayor, sedangkan garis putih adalah
perkiraan lokasi fisura minor. Keduanya sering terlihat pada tampilan lateral.10

Pemeriksaan foto thorax dilakukan dengan sinar X, biasanya dilakukan dengan


posisi PA dan Lateral, berikut di bawah ini merupakan penjelasan anatomi pada foto
thorax normal.Pada paru-paru normal hampir semua garis-garis putih yang kita lihat
adalah pembuluh darah tetapi kita tidak dapat membedakan antara pembuluh darah
arteri maupun vena pulmonalis. Sebagian besar bronkus tidak dapat dilihat pada foto
normal, karena bronkus berdinding tipis, mengandung udara dan dikelilingi udara. 10

2.3 Jenis-jenis Pemeriksaan Radiologi


Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan pemeriksaan penunjang untuk
COVID-19 adalah foto thorax dan Computed Tomography Scan (CT-scan) thorax.
Foto thorax kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak
ditemukan kelainan pada foto thorax, namun foto thorax dapat digunakan sebagai
modalitas lini pertama untuk pasien yang dicurigai COVID-19 atau untuk
mengevaluasi pasien kritis yang tidak dapat dilakukan CT scan. Pada foto thorax
dapat ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis, namun gambaran
tersering adalah berupa konsolidasi atau infiltrat dengan tempat predileksi dominan di
lapangan bawah, perifer, bilateral maupun tidak.4

10
Foto thorax juga merupakan modalitas yang paling tersedia pada banyak pusat
kesehatan, dengan biaya yang relatif murah dan dosis radiasi yang lebih rendah
dibanding CT-scan. Namun, yang perlu diperhatikan, pada foto thorax dapat terlihat
normal pada fase awal atau pada pasien dengan klinis ringan. Sedangkan untuk pasien
yang menunjukkan gejala sedang atau berat, foto thorax dapat dilakukan untuk
menilai progresivitas penyakit dan melihat komplikasi, akan tetapi foto thorax yang
rutin, tidak diindikasikan untuk pasien stabil yang diintubasi. 11
CT scan thorax memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan foto thorax
dalam menilai lesi pada pasien COVID-19, dan menyediakan berbagai informasi
yang signifikan lainnya. CT scan dilakukan pada pasien yang dicurigai COVID-19
namun gambaran yang ditemukan pada foto thorax tidak khas atau meragukan,
disesuaikan pula dengan keadaan klinis dan ketersediaan sumber daya. Temuan pada
CT-scan juga tidak spesifik, namun pada keadaan klinis dengan prevalensi penyakit
yang tinggi, temuan CT-scan COVID-19 akan sangat menandakan bahwa telah
terjadi infeksi COVID-19. Meskipun begitu, konfirmasi dengan RT-PCR tetap
diperlukan. 5,11
Temuan utama pada CT scan thorax adalah ground-glass opacity (GGO)
(88%), dengan atau tanpa konsolidasi, sesuai dengan pneumonia virus. Keterlibatan
paru cenderung bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus
inferior dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan septum inter/intra lobular,
penebalan pleura, bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak
ditemukan. Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi
perikardium, limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumothorax. Walaupun
gambaran-gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja ditemui seiring dengan
progresivitas penyakit. Studi ini juga melaporkan bahwa pasien di atas 50 tahun lebih
sering memiliki gambaran konsolidasi. 4
USG dada atau transtorakal, juga dilakukan pada beberapa tempat, utamanya
untuk triase pasien, memonitor efek terapi, dan mendiagnosis komplikasi dari
pneumonia COVID-19, seperti efusi pleura. Sebagaimana prosedur lain yang

11
dilakukan bed-side pada pasien, pemeriksaan USG harus diminimalkan untuk
menghindari risiko infeksi kepada petugas medis. USG transtorakal dapat mendeteksi
konsolidasi subpleura walaupun jarang, dan variasi konten udara dan cairan di
jaringan paru. Temuan utama yang dapat terlihat adalah pola B-lines dengan
berbagai pola. USG transtorakal juga mungkin berguna dalam evaluasi pasien yang
sedang kritis atau sakit parah.4,11,12
Studi lain mencoba menggunakan kedokteran nuklir 18F-FDG PET/CT, namun
dianggap kurang praktis untuk praktik sehari-hari. Beberapa penyebabnya adalah
kurang tersedianya alat, biaya yang mahal, dan dosis radiasi yang tinggi. 4,11
Secara umum, pencitraan tidak direkomendasikan untuk skrining pada individu
asimtomatik, atau pada pasien dugaan COVID-19 atau yang telah terkonfirmasi
COVID-19 oleh RT-PCR dengan hanya gejala klinis ringan, kecuali mereka berisiko
berkembangnya penyakit. Radiologi diindikasikan pada pasien dengan COVID-19
dan status pernapasan yang memburuk, dan digunakan untuk triase medis pasien
dengan dugaan COVID-19 yang datang dengan gambaran klinis sedang-berat dan
kemungkinan penyakit berisiko tinggi.11,12

2.4 Gambaran Radiologi COVID-19


1. X-Ray (Radiografi dada)
Meskipun kurang sensitif dibandingkan CT-Scan, radiografi dada biasanya
merupakan modalitas pencitraan lini pertama yang digunakan untuk pasien dengan
dugaan COVID-19. Radiografi dada normal pada penyakit awal / ringan. Dalam
kasus COVID-19 yang membutuhkan rawat inap, 69% memiliki foto rontgen dada
yang normal pada saat awal masuk, dan 80% memiliki kelainan radiografi selama
rawat inap. Temuan paling luas sekitar 10-12 hari setelah onset gejala.12
Temuan paling umum pada radiografi dada adalah multifokal kekeruhan dan
konsolidasi ground-glass (GGO) dengan periferal dan predileksi di basal paru.
Keterlibatan paru mungkin bilateral atau unilateral, namun paling sering bilateral. 11

12
Gambar 6. Gambaran foto thorax pada COVID-19

Gambar 7. Pasien wanita berusia 50 tahun dengan virus COVID-19 yang


dikonfirmasi RT-PCR dengan komplikasi sindrom gangguan pernapasan akut

13
(ARDS). Radiografi dada menunjukkan konsolidasi di kedua paru-paru, dominasi di
bidang paru-paru bagian bawah. Pasien diintubasi dan menjalani perawatan ekstra
oksigenasi membran korporeal (ECMO). 11

Gambar 8. Pasien wanita 84 tahun dengan dispnea selama dua minggu, tidak
demam, tidak batuk. Radiografi dada menunjukkan konsolidasi yang tidak jelas di
pinggiran bidang paru-paru tengah dan bawah kedua paru-paru. COVID-19
dikonfirmasi oleh RT-PCR. 11

14
Gambar 9. A: Konsolidasi pada paru-paru bagian perifer dan distribusi di basal paru,
mengenai kedua lapangan paru (bilateral).13

2. CT-Scan (Computed Tomography Scan) Thorax


Diperkirakan saat ini, 90% hingga 95% pemeriksaan pencitraan medis untuk
pasien suspek dengan COVID-19 adalah CT-scan thorax, yang mempunyai tingkat
pendeteksian yang tinggi untuk pneumonia virus. Pemeriksaan CT tidak
membutuhkan waktu lama dan memiliki tingkat deteksi positif yang tinggi. Luas dari
lesi pada paru sangat berhubungan dengan gejala klinis, sehingga pemeriksaan CT-
scan thorax tidak dapat digantikan untuk pendeteksian segera dari COVID-19.14
Temuan pada CT untuk pneumonia COVID-19 yang paling umum adalah
ground glass opacity (GGO) (gambar 10) yang multifokal, patchy, atau berbentuk
bulat yang paling sering muncul secara bilateral di perifer paru dan di bagian basal.
GGO dilaporkan ditemukan pada 88% pasien. Perubahan tampakan awal tersebut
menandakan edema paru dengan pembentukan membrane hyaline, menandakan
tahapan awal dari kerusakan alveolar difus. Konsolidasi terdapat pada sekitar
sepertiga dari tahap awal kasus dan frekuensinya bertambah seiring perkembangan
penyakit (gambar 10). Selain itu, ditemukan juga GGO berlapiskan dengan

15
abnormalitas retikuler (pola crazy-paving) (gambar 10), serta area GGO yang
dikelilingi konsolidasi berbentuk cincin (reversed halo sign) (gambar 11).11
Tampakan radiologi lain yang bisa didapatkan adalah penebalan septum
interlobular, air bronchogram/traction bronchiectasis (gambar 12), dan penebalan
pleura. Sedangkan untuk efusi pleura, efusi perikardium, limfadenopati, kavitasi,
emfisema paru, dan pneumotoraks adalah penemuan yang jarang.15
COVID-19 memiliki manifestasi pencitraan yang berbeda pada tiap tahapan
berbeda, yang utamanya berhubungan dengan pathogenesis. Lesi pada tahap awal
relatif terlokalisasi dan utamanya bermanifestasi sebagai infiltrasi inflamasi yang
terbatas di region subpleura atau peribronchovaskular dari satu atau kedua paru,
memperlihatkan ground glass opacity (GGO) murni yang kecil atau segmental
(gambar 13). Sangat sedikit kasus dengan temuan CT yang negatif pada tahap awal.
Pada tahap progresif, CT utamanya menunjukkan penambahan luas GGO murni
(gambar 14), melibatkan lobus multiple (gambar 15), konsolidasi dari beberapa lesi,
dan GGO yang mengelilingi lesi konsolidasi. Penebalan septum interlobular dan pola
crazy-paving yang jelas sering terlihat, juga biasa terdapat air bronchograms (gambar
16). Pada tahap lanjut, manifestasi CT pasien mirip dengan tipe pneumonia yang lain
dan utamanya adalah lesi difus pada kedua paru, yang kebanyakan adalah lesi
konsolidasi dan GGO yang mengelilingi lesi konsolidasi, yang disertai parenchymal
bands dan biasanya efusi pleura dengan jumlah kecil. Tampakan CT ini disebut lung
whiteout. 14
Perbedaan manifestasi gambaran ini kemungkinan berhubungan dengan
mekanisme patologis dari pneumonia virus, yang pada awalnya cenderung merusak
bronkiolus terminalis dan parenkim paru sekitarnya lalu berkembang menjadi
infiltrasi pada lobus-lobus paru dan akhirnya kerusakan alveolus yang difus. Pada
diagnosis pencitraan, COVID-19 sulit dibedakan dengan pneumonia yang disebabkan
oleh virus-virus yang lain ataupun yang disebabkan oleh bakteri. 14
Tampakan CT-scan oleh perjalanan klinis tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut: 4

16
1. Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan gambaran
ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati
jarang ditemukan.
2. Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan gambaran
ground-glass. Efusi pleura 5%, limfadenopati 10%.
3. Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-glass,
namun mulai terdeteksi konsolidasi
4. Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-glass dan pola
retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura, efusi pleura, dan
limfadenopati.
Radiological Society of North America (RSNA) telah merilis pernyataan
konsensus yang didukung oleh Society of Thoracic Radiology dan American College
of Radiology (ACR) yang mengklasifikasikan tampakan CT COVID-19 menjadi
empat kategori : 12
1. Tampakan tipikal
- GGO perifer, bilateral, dengan atau tanpa konsolidasi atau garis-garis
intralobular yang visibel (pola "crazy-paving")
- GGO multifokal dengan morfologi bulat dengan atau tanpa
konsolidasi atau garis-garis intralobular yang visibel (pola "crazy-
paving")
- Reversed halo sign terbalik atau temuan lain dari pneumonia
2. Tampakan indeterminate
- Tidak adanya temuan tampakan CT tipikal, dan adanya;
 Adanya GGO multifokal, difus, perihilar, atau unilateral dengan
atau tanpa konsolidasi yang tidak memiliki distribusi spesifik dan
tidak bulat (non-rounded) atau non-perifer
 Beberapa GGO sangat kecil dengan tidak bulat (non-rounded) dan
distribusi non-perifer

17
3. Tampakan atipikal
- Tidak adanya tampakan tipikal atau indeterminate, dan adanya;
 Konsolidasi lobar terisolasi atau segmental tanpa GGO
 Nodul kecil terpisah (sentrilobular, tree-in-bud)
 Kavitas paru
 Penebalan septum interlobular halus dengan efusi pleura
4. Tampakan negatif untuk pneumonia: tidak ada gambaran CT yang
menunjukkan pneumonia, khususnya, tidak adanya GGO dan konsolidasi

Gambar 10. CT thoraks pasien COVID-19. A. Ground-glass opacity (GGO), B.


Crazy paving pattern (GGO dengan penebalan septum inter- dan intralobular),
C. Konsolidasi16.

18
Gambar 11. Reversed halo sign (panah hitam).17

Gambar 12. Traction bronchiectasis (panah kuning).18

19
Gambar 13. GGO pada segmen basal lateral dari lobus bawah paru kanan dan
dilatasi vaskular di dalam lesi. 14

Gambar 14. GGO multipel di lobus bawah paru kanan, distribusi pada area
subpleura dan perifer paru, pola crazy-paving, dan penebalan septum interlobular
(panah merah).14

20
Gambar 15. GGO multipel di beberapa lobus kedua paru, penebalan septum
interlobular, dan pola crazy paving (panah merah).14

Gambar 16. Konsolidasi pada lobus atas paru kiri, jaringan paru terkonsolidasi
sebagian, GGO di tepi, dan air bronchograms di dalam lesi (panah merah).14

21
Gambar 17. Extensive patchy exudates dan konsolidasi pada kedua paru, GGO halus
di tepi dan penebalan septum interlobular (panah merah).14

Gambar 18. GGO luas pada kedua paru, terdistribusi terutama sepanjang hilus,
penebalan septum interlobular, dan penebalan pleura interlobular (panah merah).14

22
3. Ultrasonografi (USG) Dada/Transtorakal
Pneumonia COVID-19, predileksinya adalah pada perifer paru, sehingga secara
prinsip bisa dinilai dengan USG transtorakal. Modalitas ini dapat mendeteksi
konsolidasi subpleura dan berbagai tampakan udara serta cairan pada jaringan paru.
Hasil gambaran dapat menunjukkan pleura yang menebal dan ireguler dan vertical
reverberation artifacts yang berasal dari pleura (disebut “B-lines”) dengan berbagai
pola, seperti fokal, multifokal, dan konfluen. Konsolidasi fokal atau multifokal bisa
juga didapatkan, terkadang dengan air bronchograms yang mobile. 11
Penelitian pada pasien di Tiongkok menunjukkan bahwa USG paru dapat
berguna dalam evaluasi pasien COVID-19 yang sakit kritis. Pola-pole berikut dapat
diamati, dan cenderung predominan secara bilateral dan posterobasal: 4,12
 B-lines multipel
o Mulai dari fokal hingga difus dengan tidak mempengaruhi beberapa
area
o Menandakan septum interlobular subpleura yang menebal. Dapat pula
bermanifestasi sebagai light beam sign.
 Garis pleura menebal yang ireguler dengan dikontinuitas yang tersebar
 Konsolidasi subpleura
o Dapat dikaitkan dengan efusi pleura yang terpisah dan terlokalisasi
o Relatif avaskuler dengan pemeriksaan menggunakan color flow
Doppler
o Konsolidasi pneumonia biasanya dihubungkan dengan pemeliharaan
aliran atau hyperemia
 Konsolidasi alveolar
o Tampakan mirip jaringan dengan air bronchograms yang dinamis dan
statis
o Terkait dengan penyakit yang berat dan progresif
 Pemulihan aerasi selama pemulihan

23
o Munculnya kembali A-lines bilateral

2.5 Diagnosis Banding


1. Pneumonia
Pnumonia dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang muncul, misal
batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis, disertai pemeriksaan
imejing paru, biasanya dengan radiografi dada. Temuan pada pemeriksaan radiografi
dada dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi
lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat
interstisial. Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan.
Secara umum gambaran foto thoraks pada pneumonia terdiri dari :
a. Infiltrat Interstitial
Ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular.
b. Infiltrat Alveolar
Merupakan konsolidasi paru dengan airbronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus yang disebut pneumonia lobaris.
c. Bronkopneumonia
Ditandai dengan adanya gambaran difus merata pada kedua paru,berupa
gambaran bercak-bercak infiltrat yang meluas hingga perifer paru dan dengan
peningkatan corakan peribronkial yang inhomogen dan menyebabkan batas
jantung biasanya menghilang.19,20,21

2. Gagal Jantung (Edema Kardiogenik)


Gagal jantung akan menyebabkan perubahan pada bentuk jantung yang
membesar sebagai berikut : 20,22
 Proyeksi PA
Akan terlihat batas kanan jantung menonjol dan batas kiri jantung
mencembung karena pembesaran atrium kiri. Bronkus utama kiri terangkat.
 Proyeksi Lateral

24
Pada proyeksi ini dengan menggunakan kontras tampak pembesaran
atrium kiri yang mendorong esofagus 1/3 tengah ventrikel kiri di bagian
bawah belakang, tidak melewati vena cava inferior.
 Proyeksi Oblik Kanan dan Kiri Depan
Posisi ini tidak begitu membantu untuk diagnosis gagal jantung.
Karena terjadi peningkatan volume darah, perubahan pada pembuluh darah
baik arteri dan vena menjadi lebih menonjol terutama arteri. Dengan ujung
pembuluh yang berdekatan dengan hilus menjadi lebih terlihat, dan pembuluh
distal memanjang keluar ke perifer paru. Hemosiderosis merupakan gambaran
radiologi dari gagal jantung, yang berarti pecahnya pembuluh darah. Karena
peningkatan dari volume darah, pembuluh darah kapiler akan dilatasi dan bisa
pecah atau hemorage. Akibatnya besi bebas akan terkumpul pada daerah
interstitial jaringan yang akan tampak sebagai bayangan nodul pada radiograf.

Edema paru terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan


alveolar. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus,
sehingga gambaran radiolusensi dari paru berubah menjadi suram. Garis
Kerley B muncul di lapangan paru bagian tepi-tepi dan kebanyakan di
lapangan bawah. Garis ini terdapat pada sinus kostofrenikus dan mewakili
adanya cairan dalam jaringan interlobaris, agak spesifik untuk stenosis mitral
dengan edema paru. Pada edema alveolar akan tampak berkabut dan dapat
memberikan gambaran Batwing dan butterfly yang berupa kekasaran
bonkovaskular tidak begitu jelas tapi ada kesuraman yang dimulai dari
suprahiler, hiler, parakardial sedangkan bagian tepi bersih. Gambaran ini
menandakan semakin meningkatnya tekanan vena sehingga cairan melewati
rongga alveolus. Pada kasus yang berat, terjadi edema paru di seluruh kedua
lapangan paru.

Secara umum gambaran rontgen thoraks pada gagal jantung adalah


sebagai berikut: 20,22,23

25
a. Pembesaran jantung
Tidak semua pasien gagal jantung ditemukan gambaran rontgen
kardiomegali. Namun kardiomegali sering ditemukan pada gagal jantung
kronis.
b. Penonjolan vaskular pada lobus atas
Hal ini terjadi akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis.
c. Efusi pleura
Terlihat sebagai penumpukan sudut kostofrenikus, namun dengan semakin
luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal
dengan tepi atas yang cekung.
d. Edema pulmonal interstisial
Pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah pada lobus atas dan
penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring meningkatnya
tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian berkumpul di
daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley ‘B’)

Gambar 19. Foto Thorax PA dengan Gambaran Karley B

e. Edema pulmonal alveolus


Dengan semakin meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga

26
alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut
pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di
seluruh kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah,
edema sentral bilateral digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap
kelelawar).

Gambar 20. Foto Thorax PA dengan Gambaran Bat’s Wing

2.6 Contoh Kasus Covid-19


Kasus 1

Wanita 81 tahun datang ke pusat perawatan rumah sakit Universitas Sarajevo


dengan demam pagi dan malam hari sekitar 38,1°C. Nasopharyngeal Swab (RT-PCR)
menunjukkan hasil positif SARS-CoV-2. Pasien tidak memiliki riwayat kontak
dengan orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 dalam keluarga ataupun riwayat
perjalanan keluar daerah. Pada pemeriksaan Mobile CXR pada tanggal 8 April 2020,
menunjukkan gambaran retikuler diffuse dan pola linear yang pada lobus bawah (A).
Pemeriksaan follow-up CXR 3 hari setelahnya menunjukkan progresivitas bilateral.
Adanya progresivitas bilateral yang cepat dalam 10 hari dengan konsolidasi lebih
dominan di lapangan paru kiri dan menunjukkan adanya acute respiratory distress

27
syndrome (C). Pemeriksaan follow-up pada hari ke 14 dengan CT Scan menunjukkan
adanya ground-glass opacities dengan crazy paving di kedua lobus atas (D) dan
konsolidasi yang signifikan di lobus bawah dominan di sisi kiri (E dan F). Total
severity Score (TTS) 19. 24

Gambar 21. Pemeriksaan Mobile CRX

Kasus 2

Seorang laki-laki 63 tahun datang dengan demam sekitar 38°C, batuk, nyeri dada dan
sesak napas. Nasopharyngeal Swab (RT-PCR) menunjukkan hasil positif SARS-
CoV-2. Pasien tidak memiliki riwayat kontak dengan orang yang terkonfirmasi
positif COVID-19 dalam keluarga ataupun riwayat perjalanan keluar daerah. Mobile
CXR juga memberikan hasil yang signifikan, terutama pola linear dan retikular peri-
hilar (A) serta menumpulnya sudut costophrenicus bilateral menunjukkan adanya
efusi pleura. Pemeriksaan Follow-up dengan CT-scan dilakukan selama 10 hari dan
memberikan gambaran ground-glass opacities dengan crazy paving pada lobus kiri
atas dan bawah. Total severity Score (TTS) 19. 24

28
Gambar 22. Mobile Radiografi Thorax (Hari 0) menunjukkan signifikan predominan
peri-hilar linear dan pola reticular (A). CT potongan coronal (Hari 10) memberikan
gambaran ground-glass opacities dengan crazy paving pada lobus kiri atas dan
bawah (B,C,D).

Kasus 3

Pasien wanita umur 52 tahun datang ke instalasi gawat darurat rumah sakit umum di
Jakarta, Indoneisa. Dengan Riwayat demam 5 hari dan memberat di sore dan malam
hari, Riwayat diare sejak onset pertama dari penyakit. Pasien dengan batuk aktif,
Riwayat dispneu disangkal oleh pasien. Pasien tidakmemiliki kontak dengan orang
yang suspect atau terkonfirmasi COVID-19 selain istrinya yang memiliki gejala
batuk kering tanpa demam dan telah bekerja di rumah selama 2 minggu sebelum
onset dari penyakitnya. Pasien telah membatasi untuk tidak melakukan kontak dengan
orang lain, tapi dia tetap melakukan rutinitas untuk ke masjid dan beribadah. Pasien
meiliki Riwayat hipertensi grade 1 (JNC VIII), dan mengkonsumsi angiotensin
inhibitor sebagai kontrol. Dari pemeriksaan fisis ditemukan bradikardi relative,
demam 38.2 °C. lidah kotor dan tidak adanya ronkhi pada kedua lapang paru.

29
Saturasi oksigen dengan oxipulsmeter 97-99% pada suhu ruangan. Tubex TF rapid
Typhoid didapatkan +10 (Strong Positif). Hasil lab menunjukkan penurunan nilai dari
white blood cell, platelets, dan eosinophil, dan sedikit peningkatan pada D-Dimer,
dan peningkatan yang signifikan pada C-reaktive protein (CRP). X-Ray thorax
menunjukkan vague sign pada bilateral infiltrate pericard, suspect pneumonia. Hasil
CT scan memberikan gambaran yang signifikan. CT- Thorax non kontras
memberikan gambaran Ground Glass Opacities dan septal interlobular menebal
hampir diseluruh segmen kedua paru, suspect intertitial pneumonia. Tes RT-PCR
menggunakan sampel oropharyngeal dan nasopharyngeal swab memberikan hasil
positif SARS-CoV-2. 25

Gambar 23. CXR, vague sign bilateral peripheral Ground Glass opacity (A) ; Chest
CT (transverse), bilateral peripheral ground-glass opacity dengan penebalan
interlobular septal (B).

Kasus 4

Seseorang berusia 64 tahun dengan hipertensi, hiperkolesterolemia, dengan riwayat


terpapar anggota keluarga dengan penyakit coronavirus-2019 (COVID-19) datang ke
unit gawat darurat dengan riwayat 2 hari sakit perut, mual, muntah, diare, dan demam
tidak terlalu tinggi. Pasien menyangkal keluhan seperti kelelahan, mialgia, sakit
kepala, batuk, sakit tenggorokan, sesak nafas, dan nyeri dada atau sesak. Pemeriksaan

30
fisik didapatkan suhu 101° F, saturasi oksigen 98%, dan general abdominal
tenderness. Pada laboratorium ditemukan peningkatan alanine aminotransferase
(ALT) dan aspartate aminotransferase (AST). CT scan abdomen- pelvis dengan
kontras intravena kemudian dilakukan untuk menilai patologi akut.

Temuan Radiologi

CT abdomen-pelvis menunjukkan non-dilatasi, usus halus dan usus besar berisi cairan
(A) dengan air fluid level dan hiperemia dan penebalan mukosa usus halus (B).
Temuan lainnya termasuk perlemakan hati (B,C) dan hiperemis dinding kantong
empedu (C). Tidak ada obstruksi usus, radang usus buntu, pankreatitis, divertikulitis,
asites, atau adenopati. Dasar paru pada CT memperlihatkan multifocal bilateral di
perifer dan ground- glass opacities (GGO) sub pleura (D). Foto thorax (E)
menunjukkan gambaran multifocal yang bilateral pada daerah tengah dan bawah
paru-paru, nodular predominant perifer dan opasitas koalesen. Dugaan diagnosis
pnemonia COVID-19 dengan enteritis dan hepatitis ditegakkan berdasarkan pada
riwayat terpapar dengan pasien COVID-19, temuan radiologis, dan analisis
laboratorium.26

Diagnosis

COVID-19, dikonfirmasi dengan viral antigen reverse transcription polymerase


chain reaction (RT-PCR).

31
Gambar 24. Gambar CT transversal menunjukkan non-dilatasi usus kecil
berisi cairan (panah panjang) dan usus besar (panah pendek) dengan air fluid level.

Gambar 25. CT potongan sagital menunjukkan usus halus sedikit menebal dan
hiperemis (panah). Terlihat gambaran hati (L) dengan low difus atenuasi yang
konsisten dengan infiltrasi lemak.

32
Gambar 26. CT abdomen transversal memastikan perlemakan hati (L) dan
memperlihatkan hiperemia dinding kandung empedu (panah).

Gambar 27. CT transversal melalui basis paru menunjukkan multifokal bilateral di


perifer dan ground-glass opacities (GGO) sub pleura (panah).

Kasus 5

Wanita 93 tahun datang ke unit gawat darurat dengan riwayat sulit bernapas selama
10 hari (Saturasi Oksigen 66%), Peningkatan CRT (71), White Blood Cell normal
(9500 μ/L).Hasil radiografi thorax menunjukkan gambaran interminate dengan

33
bagian tengan dan bawah paru mengalami opaksifikasi bilateral (A) . Progresi yang
cepat selama 7 hari pemantauan, dengan kedua paru memberikan gambaran ground
glass opacification (B) dan adanya acute respiratory distress syndrome (C).
Nasopharyngeal swab RT-PCR menunjukkan hasil positif SARS-CoV-2. 27

34
Gambar 27. Pneumothorax ec tuberkulosis paru duplex lama aktif

35
BAB III
KESIMPULAN

Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Coronavirus, setidaknya dua


jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan
gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office
melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia
yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus
disease, COVID-19). COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2
Maret 2020 sejumlah dua kasus.
Gejalanya utama COVID-19 adalah demam >38o C, batuk, sesak napas yang
membutuhkan perawatan di RS. Gejala ini diperberat jika penderita adalah usia lanjut
dan mempunyai penyakit penyerta lainnya, seperti penyakit paru obstruktif menahun
atau penyakit jantung. Diagnosis banding dari COVID-19 ini adalah pneumonia dan
gagal jantung, yang dapat dibedakan dengan pemeriksaan penunjang maupun
radiologik.
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan untuk COVID-19 adalah foto
thorax dan Computed Tomography Scan (CT-scan) thorax, dapat pula digunakan
USG transtorakal. CT scan thorax memiliki sensitifitas yang paling baik. Namun foto
thorax dapat digunakan sebagai modalitas lini pertama untuk pasien yang dicurigai
COVID-19 atau untuk mengevaluasi pasien kritis yang tidak dapat dilakukan CT
scan. Pencitraan tidak direkomendasikan untuk diagnosis infeksi COVID-19 dan skrining
pada individu asimtomatik, atau pada pasien dengan hanya gejala klinis ringan. Radiologi
diindikasikan pada pasien dengan status pernapasan yang memburuk. gejala sedang-berat dan
kemungkinan penyakit berisiko tinggi. Konfirmasi dengan RT-PCR diperlukan, bahkan
jika temuan radiologis menunjukkan COVID-19 pada foto polos thorax atau CT-
scan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman


Pencegahan dan Penatalaksanaan. Jakarta : 2020
2. World Health Organization. Ikhtisar Penyakit Coronavirus 19. 2020
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020. Pneumonia Covid 19 Diagnosis
dan Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI : Jakarta.
4. Susilo, A., et al. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman tata laksana
COVID-19. Jakarta: KEMENKES RI.
6. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV)
7. Collins,J.Chest Radiology:The Essentials.3rd Edition,Wolters Kluwer
Health,Philadelpia.P13
8. Richard,LD.Gray’s Anatomy For Student.3rd Edition,Elsevier.p163-P163
9. John,TH.Netters Anatomy Coloring Book.2nd Edition.Elsevier.P294
10. Herring,William.2016.Learning Radiology Recognizing The Basics.3nd
Edition.Elsevier.P14-15
11. Jajodia, A., et al. 2020. Imaging in corona virus disease 2019 (COVID-19)—
A Scoping review. European Journal of Radiology Open, 7(May), 100237.
12. Subhan, I., Bell, D., et al. 2020. COVID-19. [Internet] Radiopaedia. Available
from: https://radiopaedia.org/articles/covid-19-4
13. Cozzi, A., et al. 2020. Chest x-ray in the COVID-19 pandemic: Radiologists’
real-world reader performance. European Journal of Radiology 132. Elsevier
14. Dai, W. C., et al. 2020. CT Imaging and Differential Diagnosis of COVID-19.
Canadian Association of Radiologists Journal, 71(2), 195–200.

37
15. Hu, L., & Wang, C. 2020. Radiological role in the detection , diagnosis and
monitoring for the coronavirus disease 2019 ( COVID-19 ). European Review
for Medical and Pharmacological Sciences, 2020(24), 4523–4528.
16. Pan, F., et al. 2020. Time Course of Lung Changes at Chest CT during
Recovery from Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Radiology 2020 Jun;
295(3):715-721
17. British Society of Thoracic Imaging. 2020. Thoracic Imaging in COVID-19
Infection. Guidance for the Reporting Radiologist, March, 28.
18. Radiology Assistant. 2020. COVID-19 Imaging Findings. [Internet] Available
from: https://radiologyassistant.nl/chest/covid-19/covid19-imaging-findings
19. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control
and Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
20. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia
2019-nCoV. PDPI: Jakarta; 2020.
21. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al.
Diagnosis and Treatment of Adults with Communityacquired Pneumonia: An
Official Clinical Practice Guideline of the American Thoracic Society and
Infectious Diseases Society of America. Am J Respir Crit Care Med.Vol: 200
Iss 7;2019. pp e45– e67.
22. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik.Jakarta : EGC. 2011.
23. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2009.
24. Zubovic SV., Izetbegovic S., Zukic F., et al.. A case series of chest imaging
manifestation of COVID-19. Radiography. 2020
25. Eric D.Tenda ., Et al.,. The Importance of Chest CT Scan in COVID-19: A
Case Series. January 2020
26. Hellinger JC, Sirous R, Hellinger RL, Krauthamer A, Abdominal Presentation
of COVID-19. Appl Radiol. 2020;49(3):24-26
27. N Woznitza., Et al. COVID-19: A case series to support radiographer
preliminary clinical evaluation, 2020

38

Anda mungkin juga menyukai